Anda di halaman 1dari 5

PENDAHULUAN

Masalah irigasi pada umunnya terkait dengan upaya pemenuhan kebutuhan air untuk
petanian secara luas termasuk di dalamnya kebutuhan air untuk tanaman pangan, peternakan dan
perikanan, kebutuhan bagi tanaman perkebunan, dan tanaman hortikultura yang meliputi sayur
sayuran, buah buahan, dan tanaman hias. Walaupun kebutuhan irigasi untuk padi masih
mendominasi kebutuhan irigasi secara menyeluruh sebagai warisan praktek yang telah dilakukan
selama berabad abad namun kecenderungan pergeseran sudah mulai nampak walaupun dalam
linglup yang masih terbatas.
Dengan semakin menonjolnya masalah kekurangan air di berbagai belahan dunia
pendekatan sektoral dalam pengelolaan air dianggap tidak memadai. Dalam berbagai forum seperti
"World Water Forum" yang pertarna tahun 2001 dicetuskan perlunya pendekatan keterpaduan dalam
pengelolaan sumberdaya air atau "Integrated Water Resources Managenrent" (IWRM). Demikian pula
"Article 26 of Plan of Implamentation of The World Summit on Sustainable Dwelopment" (WSSD),
Johannesburg, tahun 2002, mengisyaratkan agar semua negara pada akhir tahun 2005 memiliki
*IWRM plan and Water efficiency sfatery." Strategi tersebut tidak saja diperlukan dalam rangka
pencapaian tujuan pembangunan seperti mengurangi kemiskinan, mernperkuat ketahanan pangan,
meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan melindungi ekosistem tetapi juga dalam rangka mengatasi
tantangan aktual seperti kekeringan, kebanjiran, perebutan air, dan masalah sanitasi.
Dalam menanggapi deklarasi Johannesburg tersebut fokus pembahasan selanjutnya adalah
reformasi irigasi sebagai bagian integral pengelolaan terpadu sumberdaya air. Yang dimaksud
dengan reformasi adalah proses transformasi kelembagaan baik yang menyangkut perundang
undangan, peraturan dan hubungan antara berbagai lernbaga dan aktor pembangunan yang
diperlukan untuk mencapai tujuan penrbangunan. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
sejarah terutama yang menyangkut latar belakang politik ekonomi kebijakan yang terkait dengan
pembangunan dan pengelolaan irigasi.
Dalam tulisan ini penulis mencoba memberikan alternative teknologi pemberian air pada
irigasi yang berdampak pada efisiensi pengunaan air dan peningkatan produksi padi, dimana dalam
tulisa ini ditawarkan pola pemberian dengan metode SRI ( system of rice intensification ).
METODE SRI (System Of Rice Intensification )
System of Rice Intensification (SRI) adalah teknik budidaya padi dengan cara mengubah
pengelolaan tanaman, tanah, air dan unsure hara. Metode ini terbukti telah berhasil meningkatkan
produktifitas padi. Metode ini dikembangkan di Madagascar periode 1983-1984 oleh Fr. Henri de
laulanie S.J.. Bersama petani setempat, beliau menghabiskan waktu selama 34 tahun bekerja,
mengamati, bereksperimen dan terus memperbaiki metode ini.
Dengan banhran Cornel International institute for Food and Agriculture Development
{CIIFAD) khususnya dari Prof. Norman Uphoff, SRI menyebar ke negara lain. Nanjing Agricultural
Universi[r di China dan AARD (Agency for Agriculture Research and Development) di Indonesia
melakukan percobaan pertama di luar Madagascar pada tahun 1999. Yang menarik adalah SRI
hanya mengubah cara petali dalam mengelola tanamannya, tanah, air dan unsur hara tanh. Namun
perubahan ini mengurangi penggunaan air dan biaya produksi dan menyebabkan peningkatan faktor
produktivitas dan pendapatan petani.
Keuntungan ini hasil dari
{a) peningkatan pertumbuhan dari system akar, dan
{b) berlimpahnya dan beragamnya organism tanah, yang pada gilirannya memberikan
kontribusi pada produktivitas tanaman.
Perbandingan Pemberian Air Irigasi Konvensional Dan Metode Sri
Untuk mengetahui perbandingan penggunaan air irigasi untuk tanaman padi konvensional
dan padi dengan metode SRI, tahun 2OO9 yanglalu, dilakukan sampel pengukuran demplot yang
berlokasi di daerah irigasi Cihea, Desa Cibarengkok Kecamatan Bojong Picung' Kabupaten Cianjur.

Tabel 1. Kebutuhan
air konvensional dan metode SRI untuk masa pertumbuhan padi
Dari perhitungan perbandingan pengukuran kedua pola tanam tersebut, maka dapat disimpulkan
secara umum bahwa budidaya dengan pola tanam SRI dapat menghemat kebutuhan air sekitar
50 %, sehingga meningkatkan ehsiensi penggunaan air umtul irigasi.

Tabel 2. Prbandingan rata – rata hasil pertumbuhan padi antara metode konvensional dan
metode SRI

Pengelolaan air pada lahan SRI organic

Pada prinsipnya pengelola air di petakan sawah pada SRI Organik adalah sebagai berikut:
(1) Pengolahan tanah dengan pelumpuran dilakukan seperti biasa, setelah siap tana
dibuat parit keliling dan parit melintang
(2) Parit keliling dan melintang berfungsi untuk mengalirkan air irigasi merembes ke lahan sampai
macakmacak, juga berfungsi sebagai saluran drainase
(3) Bibit ditanam dangkal (1~2 cm), tunggal, berumur 10 hari setelah semai, pada kondisi tanah
macakmacak (genangan 0~5 mm)
(4) Kondisi air dari macakmacak dibiarkan sampai retak rambut 5 , kemudian diairi lagi sampai
macakmacak.
(5) Kondisi ini dilakukan selama periode vegetatif dan pertumbuhan anakan (sampai dengan 45~50
hst). Pengeringan lahan pada periode vegetatif bertujuan untuk menciptakan aerasi yang baik di
daerah perakaran sehingga merangsang pertumbuhan akar yang kuat dan pertumbuhan anakan.
Di Jawa Barat apabila jumlah anakan terlalu banyak (lebih dari 50 anakan) umumnya ada dua
cara untuk menahan pertumbuhan jumlah anakan yakni
(a) digenangi sampai 3 cm selama 10 hari (di lahan tadah hujan), atau
(b) dikeringkan sampai tanahnya retak selama 10 hari berturutan (di lahan beririgasi).
(6) Pada periode vegetatif jika akan dilakukan penyiangan, maka air irigasi diberikan sampai
genangan 2 cm untuk memudahkan operasi alat penyiang landak atau grendel. Setelah
penyiangan selesai biasanya air akan menjadi macakmacak kembali.
(7) Frekuensi penyiangan biasanya sampai 3~4 kali tergantung kondisi gulma. Penyiangan pertama
10 hst, kedua 20 hst, ketiga 30 hst. Tiga hari kemudian setelah penyiangan, sawah akan kering,

Grafik Pola pemberian air metode SRI di Jawa barat

PENUTUP

Dengan menggunakan metode SRI organic maka lahan – lahan pertanian yang terdegradasi dapat
ditingkatkan kualitasnya sehingga memberikan dayadukung yang optimal bagi peningkatan produksi
yang pada akhirnya sasaran ketahanan pangan secara optimal dapat tercapai.
DAFTAR PUSTAKA

1. Alik Sutaryat et.al., 2007. Pembelajaran Ekologi Tanah (PET) dan System Of Rice Intensification
(SRI) dalam Modul Pelatihan TOT dalam Rangka Penelitian Irigasi Hemat Air pada Budidaya Padi
dengan Metode SRI, Angkatan IV, Singaparna 29 Mei~3 Juni 2007. Balai Irigasi, Puslitbang
Sumberdaya Air, Balitbang Departemen Pekerjaan Umum.

2. Bambang Sudiarto, 2007. Peranan Cacing Tanah dalam Pengelolaan Sampah dan Agrobisnis
serta Dampaknya Terhadap Nilai Tambah Pendapatan Masyarakat dalam Modul Pelatihan
Pemahaman Rancang Bangun Petak Tersier dalam Rangka Penelitian Irigasi Hemat Air pada
Budidaya Padi dengan Metode SRI, Tasikmalaya 23~28 Juli 2007. Balai Irigasi, Puslitbang
Sumberdaya Air, Balitbang Departemen Pekerjaan Umum.

3. Dedi Kusnadi Kalsim, 2005. Konservasi Tanah dan Air Terpadu Berbasis Masyarakat:
Belajar dari Pengalaman pada Proyek Good Governance in Water Resources Management
(GGWRM) PMU Lampung (Maret 2003 – Maret 2005). Makalah Utama disajikan pada
Seminar Hari Air Sedunia XIII Tahun 2005 Propinsi Lampung, 31 Maret 2005, Bandar
Lampung.

4. Dedi Kusnadi Kalsim, 2006. Hemat air irigasi untuk tanaman padi melalui metoda
SRI (System of Rice Intensification). Lokakarya Aplikasi Kompos untuk Pertanian, 9
Desember 2006. Jakarta BPPT Building.

5. Dedi Kusnadi Kalsim, 2007. Pengelolaan Air Irigasi di Petak Tersier dalam Modul
Pelatihan Pemahaman Rancang Bangun Petak Tersier dalam Rangka Penelitian Irigasi
Hemat Air pada Budidaya Padi dengan Metode SRI, Tasikmalaya 23~28 Juli 2007. Balai
Irigasi, Puslitbang Sumberdaya Air, Balitbang Departemen Pekerjaan Umum.

Anda mungkin juga menyukai