Anda di halaman 1dari 14

c 

 
c     
    

Awal tahun 2000-an adalah masa di mana perkembangan informasi dan teknologi di
Indonesia khususnya teknologi berbasis dunia maya berkembang begitu pesat. Hal tersebut
merupakan dampak dari efek globalisasi, bahwa berkembangnya IT dalam suatu kehidupan
bermasyarakat merupakan suatu tanda dari gejala globalisasi. Imbas dari globalisasi ini lebih
cenderung mengarah kepada westerninsasi, di mana segala arus informasi masuk ke dalam tatanan
hidup masyarakat entah itu yang positif dan negatif, atau sesuai dengan norma-norma yang berlaku
di dalam masyarakat. Arus informasi yang masuk menembus begitu saja tanpa adanya filter atau
penyaring diakibatkan oleh begitu banyaknya media yang berperan sebagai penyedia arus informasi
tersebut, salah satunya adalah internet.

Perkembangan internet di Indonesia itu sendiri pada awalnya terbatas kepada pemuatan
situs forum, berita dan infotainment. Tetapi seiring berjalannya waktu dunia maya ditempati oleh
konten bermuatan jejaring sosial, e-commerce, e-banking dsb. Hal ini adalah bukti nyata bahwa
internet adalah second home bagi sebagian besar masyarakat. Terlihat bagaimana di dalam
berinteraksi, melakukan proses jual beli, transaksi perbankan dsb. semuanya dapat dilakukan
dengan jalur dunia maya. Jargon praktis, cepat dan mudah adalah alasan utama mengapa orang-
orang lebih memilih akses jalur internet di dalam melakukan berbagai aktivitas tertentu.

Di dalam situs berbasis forum; interaksi, sharing, feed back merupakan kata kuncinya.
Terlihat bagaimana para pengguna (user) internet dapat menyampaikan beragam informasi kepada
user yang lain begitu pula sebaliknya. User dapat mengomentari isi informasi tersebut sesuai isi
pendapatnya entah itu dengan menggunakan bahasa yangpolite maupun tidak, atau menggunakan
kata-kata yang sepantasnya maupun tidak. Jadi dapat dikatakan bahwa kebebasan berbicara dan
berpendapat khususnya di dalam dunia maya lebih ekspresif, independen dan cenderung ͞liberal͟.
Wajar, karena internet berkonotasikan anonimous, bahwa para user tidak semua menggunakan
identitas aslinya atau menunjukkan secara terang-terangan ͞wujud aslinya͟ kepada user lain. Hal ini
menjamin privasi para user yang bersangkutan sehingga mereka lebih bebas berpendapat.

Sedangkan untuk konten berita dan infotainment, para provider konten mengambil jalur
dunia maya demi kepraktisan dan kenyaman bagi para user. Bagi orang yang sibuk dan tidak sempat
meluangkan waktunya untuk menonton berita, pasti memilih situs-situs berita sebagai sumber
informasi.Tidak seperti media televisi yang hanya menyebarluaskan beragam informasi/berita
melalui jalur satu arah kepada para penontonnya, media internet begitu interaktif. Dengan
dukungan jaringan internet, situs penyedia berita dapat mem-publish berita secara cepat,
kontinuitas dan hangat dibandingkan menggunakan media siaran berita di televisi yang periodik.
Lagi-lagi, user dapat berkomentar tentang isi berita tersebut. Mereka dapat mengeluarkan segala
unek-unek, keluhan, komplain, dukungan, umpatan dll. sebagai respon atas berita yang di-publish
oleh provider tadi.

Dari dua pembahasan tipikal konten yang mula-mula muncul di ͞dunia maya͟ Indonesia tadi,
hadirlah sebuah fenomena baru (well, setidaknya di Indonesia) yaitu kemunculan situs yang berbasis
jejaring pertemanan dan sosial seperti Friendster, Facebook, Hi5 dsb. Dibandingkan dengan tipikal
forum yang agak terbatas di dalam manner interaksi, situs jejaring sosial beberapa langkah lebih
͞maju͟. Situs seperti Facebook dan Friendster memperbolehkan para penggunanya untuk mem-
publish foto yang mereka unggah sendiri, chatting atau ͞bersapa͟ kepada teman dunia maya
mereka, me-update status mereka, berkirim pesan, memasukkan komentar terhadap apa yang
mereka share (entah itu status, foto, catatan dan opini mereka) dsb. Sejatinya, situs ini (Facebook)
sebagai media pencari teman dan kerabat yang telah lama tidak bertemu. Begitu pula dengan situs
yang mengkhususkan diri untuk update status seperti Twitter di mana user dengan bebas
mengungkapkan apa yang mereka pikirkan dengan mem-publish melewati Twitter. Pendek kata,
penyedia konten di atas memfasilitasi para penggunanya untuk berbagi dan berinteraksi sedekat
mungkin dalam ruang lingkup dunia maya.

Toh, bagaikan mata pisau bermata dua, segala kemudahan dan kepraktisan dalam
menggunakan fasilitas internet tidak terlepas juga dari keburukan yang ditimbulkan. Lumrah dalam
internet/dunia maya, konten-konten terlarang yang berbau pornografi berseliweran di dalam dunia
maya. Isi konten yang tak pantas dikonsumsi oleh sebagian umur menjadi excuse bahwa
pemantauan di dalam penggunaan internet (khusus pengguna di bawah umur) menjadi suatu hal
yang tak bisa dibiarkan begitu saja. Tidak itu saja, konten-konten yang sarat akan berbau SARA juga
menjadi perhatian lebih karena diakibatkan dapat menimbul ekspektasi yg mengarah kepada
perpecahan.

Di Indonesia kejadian menjadi perhatian lebih pada saat ini yang berhubungan dengan
penggunaan konten multimedia (khususnya internet) adalah penggunaan Facebook sebagai ajang
͞Burn Book͟ atau bahasa kasarnya adalah sarana curhat yang cenderung mengarah kepada
pencemaran nama baik, discredit bahkan diartikan kepada fitnah. Kegiatan ini dapat ditujukan
kepada siapa saja entah itu sebatas personal, komunal atau kepada sosok pemerintah yang katanya
diartikan sebagai ͞kritikan͟. Tidak hanya di Facebook, tetapi juga di berbagai forum, milis maupun
melewati e-mail berantai. Lucunya, kejadian yang sulit diterima dengan akal (menurut saya sendiri)
seperti kasus penculikan dengan menggunakan media Facebook adalah sesuatu hal yang jika dipikir-
pikir, ͞Sebegitu parahkah imbas dari penggunaan internet pada saat sekarang ini͟?

Serta masih banyak penyalahgunaan penggunaan internet seperti SCAM atau penipuan, FUD
(Fear, Uncertainty and Doubt) yang dilakukan dalam berbisnis dsb. Berbagai hal tersebut menjadi
pemicu dengan diumumkannya Rancangan Peraturan Menkominfo mengenai Konten Multimedia
Tahun 2010 yang dikeluarkan oleh Menkominfo.

RPM ini menjadi berita yang menggempar bagi para pengguna setia internet entah itu para
blogger, perusahaan yang bergerak dibidang multimedia, pedagang yang ͞menjajakan͟ dan
mempromosikan barang dagangannya lewat internet, tipikal remaja yang geek bermain game online
(World of Warcraft, Seal Online, RO Online or whatever its name), user yang gemar mengunduh
mp3 gratisan (ilegal sudah pasti), atau orang yang sejatinya menggunakan internet sebagai sarana
penunjang belajar. Mereka khawatir hal ini sama saja dengan͟ pembredelan pers͟nya internet, di
mana segala sesuatunya dikontrol dan ͞diamati͟ oleh pemerintah entah itu informasi pribadi yang
berkaitan dengan user, isi konten yang di-publish oleh user maupun penyelenggara konten.

Tak perlu berpanjang kata, mereka dengan tegas menolak rancangan peraturan ini karena ketakutan
akan pembredelan di dalam hal kebebasan.
˜ ˜

c   


  
    c

Telah dijelaskan di bagian pendahuluan bahwa media seperti situs forum, jejaring sosial dan
juga milis (mailing list) adalah media yang rentan terhadap penyalahgunaan seperti pencemaran
nama baik, fitnah dsb. Kasus seperti ͞komplain͟ Prita terhadap RS Omni Int͛l yang begitu heboh yang
membuat pihak rumah sakit memperkarakan Prita. Ingat, Prita ketika itu menggunakan e-mail
sebagai sarana komplain dan mem-forward-nya kepada teman-temannya agar jangan sampai
berobat di sana. Karuan saja RS Omni merasa dicemarkan namanya dan setelah melewati proses
hukum yang panjang, Prita dijebloskan ke penjara . Dari sini muncul penggalangan simpati bagi Prita
seperti 1.000.000 koin untuk Prita (yang ironisnya juga dihembuskan melewati Facebook) hingga
pada akhirnya Prita dibebaskan. Walaupun menurut saya ini bukan suatu penyalahgunaan (toh,
apakah salah mengajukan keluhan beserta komplain yang berdasar kepada media milis?),
pemerintah melihat ini adalah salah satu trigger alasan disusunnya RPM tersebut. Mungkin
pemerintah tidak mau ada kejadian yang seperti ini (yang sangat exaggerate menurut saya) terulang
kembali.

Berkenaan mengenai Facebook, kejadian ͞luar biasa͟ yang tidak lama terjadi adalah
maraknya kasus penculikan melewati media Facebook. Hal ini kebanyakan menimpa kepada remaja
tanggung yang polos serta latah dalam menggunakan fasilitas konten yang paling terkenal saat ini
(which is Facebook of course). Seperti yang dijelaskan pada bab pendahuluan, globalisasi adalah
sesuatu hal yang tak dapat dihindari dengan masuknya berbagai arus informasi (entah itu yang baik
atau buruk) yang dapat mengubah tatanan kehidupan bermasyarakat. Hal tersebut diimplikasi
kepada fenomena remaja jaman sekarang yang selalu ingin mengikuti tren yang sedang marak.
Remaja yang tadinya gagap akan internet sekarang setiap jam selalu mengupdate status via
Facebook atau Tweeting di Twitter lengkap dengan bahasa ͞alay͟ nya. Remaja tanggung yang belum
menginjak masa pubertasnya mungkin telah mengenal ͞kopi darat͟ kepada seseorang yang
dikenalnya lewat Facebook, thus ketika bertemu malahan dibawa lari oleh pasangannya. Kasus
konyol diatas tentu saja memprihatinkan dan dari sini peran orang tua sangat diperlukan dalam
mengontrol akses internet yang dilakukan oleh si anak tadi. Tapi bagaimana orang tua mengontrol
jika si anak remaja tadi menggunakan fasilitas internet di luar jangkauan pengawasan orang tua
seperti di warnet misalnya? Inilah mengapa Sekjen Kementerian Kominfo Basuki Yusuf Iskandar
mengutarakan bahwa RPM ͞katanya͟ bisa menjadi kunci pencegahan penculikan melalui account
pertemanan jejaring Facebook.1 Gell, who knows?

2 kasus diatas adalah sebagian kecil dari alasan yang diasumsikan sebagai trigger dari
dirumuskannya RPM konten tadi.

c  

Dari keseluruhan pasal yang tercantum di dalam Rancangan Peraturan Menkominfo mengenai
Konten Multimedia Tahun 2010 NOMOR: /PER/M/KOMINFO/2/ 2010 TAHUN 2010, ada beberapa
pasal yang dianggap oleh sebagian besar pengguna internet dan juga penyelenggara konten adalah
sesuatu hal yang sangat tidak masuk akal dan bertolak belakang dengan UU ITE. Beberapa pasal
hanya diquote untuk menunjukkan yang mana dirasakan kontradiktif.

casal 3

cenyelenggara dilarang mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya


Konten yang menurut peraturan perundang-undangan merupakan:
a. Konten pornografi;
b. Konten lain yang menurut hukum tergolong sebagai Konten yang melanggar kesusilaan.

casal 4

cenyelenggara dilarang mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya


Konten yang menawarkan perjudian

casal 5

cenyelenggara dilarang mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya


Konten yang mengandung muatan mengenai tindakan yang merendahkan keadaan dan
kemampuan fisik, intelektual, pelayanan, kecakapan, dan aspek fisik maupun non fisik lain dari suatu
pihak.

1
http://teknologi.vivanews.com/news/read/130146-_rpm_konten_cegah_penculikan_lewat_facebook_
Diakses pada tanggal 26 Februari 2010, jam 20.21
casal 6

cenyelenggara dilarang mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya


Konten yang mengandung:

a.muatan berupa berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam
Transaksi Elektronik, yaitu Konten mengenai suatu peristiwa atau hal yang tidak benar atau tidak
berdasarkan fakta yang dinyatakan sedemikian rupa sehingga menurut penalaran yang wajar
Konten tersebut adalah benar atau autentik, yang secara materil dapat mendorong konsumen untuk
melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan yang dapat mengakibatkankerugian pada
konsumen;
b.muatan yang bertujuan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau
kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA)
meliputi Konten mengenai penghinaan dan/atau menyatakan informasi yang tidak benar atau tidak
sesuai dengan fakta mengenai suatu suku, agama, ras, atau golongan;
c.muatan mengenai pemerasan dan/atau pengancaman meliputi Konten yang ditransmisikan
dan/atau diumumkan melalui cerangkat Multimedia yang bertujuan untuk melakukan kegiatan
pemerasan dan/atau pengancaman; dan/atau
d.muatan berupa ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi meliputi
Konten yang ditransmisikan dan/atau diumumkan melalui cerangkat Multimedia yang bertujuan
untuk melakukan ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.

casal 7

cenyelenggara dilarang mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya


Konten yang mengandung:
a.muatan privasi, antara lain Konten mengenai isi akta otentik yang bersifat pribadi dan kemauan
terakhir ataupun wasiat seseorang, riwayat dan kondisi anggota keluarga, riwayat, kondisi dan
perawatan, pengobatan kesehatan fisik, dan psikis seseorang, kondisi keuangan, aset, pendapatan,
dan ›    ›
        
  

›      ›
 ›  ›
 ›    ›    › 

b.muatan hak kekayaan intelektual tanpa izin dari pemegang hak kekayaan intelektual yang
bersangkutan.

Keseluruhan pasal 3,4,5,6,7 menurut saya tidak konsisten dikarenakan tidak semuaprovider
(penyelenggara) konten merupakan pembuat konten tersebut. Hal tersebut malah membuat
provider konten yang bersangkutan dianggap sebagai ͞terdakwa͟. Padahal seharusnya yang
bertanggung jawab adalah si pembuat konten tadi. Apa yang akan terjadi apabila provider besar
seperti blogger.com, blogspot.com atau wordpress.com dituntut oleh Kominfo? Situs-situs seperti ini
merupakan generated-user, di mana penggunanya lah berperan aktif.

7(b) adalah sebuah kecacatan dimana hal tersebut mematikan kegiatane-commerce dan e-banking
dengan dilarang menampilkan informasi berupa nomor rekening seseorang.

casal 8

c  ›  ›     


›


 c   ›

 c ›;

Ini adalah pekerjaan paling ekstrim di jagat raya menurut saya, tidak seperti pertelevisian atau pers
yang hanya berjumlah puluhan sekian dan mudah untuk dikontrol. Tidak dapat dibayangkan bahwa
penyelenggara diharuskan menyaring jutaan informasi yang dimuat oleh pengguna.Sekalipun
dengan menggunakan teknologi yang canggih sekalipun masih saja ada yang cacat, apalagi dengan
tenaga manusia? Mekanisme filterisasi tak semudah yang dibayangkan.

casal 9

(1)Aturan penggunaan layanan sebagaimana dimaksud dalam casal 8 huruf asekurang-kurangnya


memuat ketentuan mengenai:
 ›c   › › ››  
   ›
Tidak efektif, internet berkonotasi dengan Anonimous, artiannya banyak user yang cenderung
menggunakan alamat dan identitas palsu.

(2)cenyelenggara  › ›    


c  › › atas penyelenggaraan jasanya yang digunakan untuk
memuat, mendistribusikan, mentransmisikan, membuat dapat diaksesnya, dan/atau menyimpan
Konten Multimedia.

Bagi yang remaja suka bermain Twitter atau Facebook atau seorang Kaskuser yang sering
meneriakkan kata ͞Pertamax͟ bersiap-siaplah untuk mengucapkan selamat tinggal kepada situs-situs
yang mereka sangat ͞cintai͟ itu dikarenakan RPM melarang penyelenggara untuk memuat UGC
(User Generated Content) atau yang biasa dikenal sebagai disclaimer. UGC secara garis besar
menerangkan bahwa segala sesuatunya merupakan tanggung jawab user yang bersangkutan.
Penyelenggara punya kewajiban mengendalikan isi dari pengguna, sehingga upaya demokratisasi
dalam bentuk UGC, sia-sia belaka. UGC yang standar dipergunakan ke dalam Web 2.0 yang pada
artiannya semua situs media sosial memakai standar 2.0 dan itu artinya ͞Say good bye to your
beloved Facebook͟. Benar-benar luar biasa.

casal 10

(1)cenyaringan sebagaimana dimaksud dalam casal 8 huruf c dilakukan dengan   ›


  ›    ›c › › ›
c  ›    ! ›

  ›
 .
(2)cenyelenggara wajib memastikan bahwa Sistem Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
andal dan aman serta bertanggung jawab sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-
undangan.

Sama saja seperti pasal 8(c), AI secanggih apapun masih saja ada yang luput dari banyaknya
informasi yang dimuat oleh penggunanya.
casal 14

(1)cenyelenggara wajib meminta cengguna untuk menghapus dari SistemElektronik cenyelenggara


Konten yang telah diputuskan oleh cenyelenggara atau Tim Konten Multimedia sebagai Konten yang
dilarang.

(2)Apabila permintaan cenyelenggara untuk menghapus Konten tidak dilaksanakan oleh cengguna
dalam jangka waktu paling lama 3x24 (tiga kali dua puluh empat) jam sejak permintaan diajukan,
maka cenyelenggara wajib menutup akses (blocking) Konten tersebut dari layanannya.

(3)cenyelenggara dapat menghapus Konten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila ada
putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

Memantau jutaan informasi yang dimuat oleh pengguna merupakan hal yang sangat sulit

casal 15

c  ›    › 


 c  "#$ 

Sangat membebani provider, karena menyangkut kondisi hardware. Storage yang diperlukan tentu
sangat besar.

casal 16

cenyelenggara wajib memuat salinan elektronik dari ceraturan Menteri ini sebagai kesatuan yang
tidak terpisahkan dari layanannya dan memastikan setiap cengguna mengakses, membaca,
mengetahui dan/atau dapat mengaksesnya.

casal 17

cenyelenggara wajib memberikan informasi dan bukti kepada aparat penegak hukum dalam rangka
penyelidikan atau penyidikan terkait keberadaan Konten dalam Sistem Elektroniknya.
Tidak jelas apakah harus menggunakan Certificate Authority?

casal 22

(1)Tim Konten Multimedia ditetapkan dengan Keputusan Menteri dengan jumlah anggota paling
banyak 30 (tiga puluh) orang dan masa kerja 1 (satu) tahun.
(2)Tim Konten Multimedia dipimpin oleh seorang Ketua yang dijabat oleh Direktur Jenderal.
(3)cengajuan anggota Tim Konten Multimedia dilakukan oleh Direktur Jenderal dengan
mempertimbangkan faktor kompetensi, integritas, dan independensi.
(4)Komposisi Tim Konten Multimedia terdiri atas 50% (lima puluh persen) dari unsur cemerintah dan
50% (lima puluh persen) dari unsur masyarakat yang berkualifikasi sebagai ahli atau profesional.
(5)Tim Konten Multimedia dibantu oleh sekretariat yang susunannya akan ditetapkan el bih lanjut
dalam Keputusan Direktur Jenderal.
(6)Menteri menetapkan Tim Konten Multimedia paling lambat 1 (satu) tahun sejak dikeluarkannya
ceraturan Menteri ini.

casal 23

(1)celaksanaan pemeriksaan terhadap satu atau serangkaian Konten yang berdasarkan Laporan
dan/atau cengaduan dari masyarakat, penegak hukum, dan/atau cenyelenggara diduga merupakan
Konten yang dilarang, dilakukan oleh 5 (lima) orang anggota Tim Konten Multimedia, yang untuk
selanjutnya disebut Kelompok Kerja, yang keanggotaannya terdiri dari:
a.2 (dua) orang dari lingkungan Departemen Komunikasi dan Informatika; dan/atau
b.3 (tiga) orang dari selain lingkungan Departemen Komunikasi dan Informatika yang keilmuannya
terkait dengan Konten yang akan diperiksa.

Dianggap sebagai hal yang subjektif.

casal 28

Apabila Ketua Tim Konten Multimedia telah menyatakan bahwa Konten yang ada pada Sistem
Elektronik cenyelenggara adalah Konten yang dilarang, maka cenyelenggara wajib:
a.meminta cengguna untuk menghentikan kegiatan pembuatan, pemuatan,pentransmisian,
pengumuman, dan/atau penyimpanan Konten yang dimaksud;
b.meminta cengguna untuk menghapus Konten yang dimaksud;
c.menghambat akses pada Konten yang dimaksud; dan/atau
d.melakukan tindakan lain yang patut, teliti, dan hati-hati untuk memastikan Konten yang dimaksud
tidak lagi ada dan/atau tidak lagi dapat diakses pada Sistem Elektroniknya.

Jika hal tersebut menimpa blogger tidak terlalu berdampak serius, tetapi bagaimana dengan
perusahaan yang benar-benar oriented dengan multimedia (internet)?
c   

    

 ! "

Kementerian Komunikasi dan Informatika didesak untuk mencabut Rancangan Peraturan Menteri
Komunikasi dan Informatika (RPM) Konten Multimedia yang memicu kontroversi. Wakil Ketua Komisi
I, Hayono Isman, mengatakan, meski sudah bersuara, namun Menteri Komunikasi dan Informatika
belum mengeluarkan pernyataan tegas mengenai nasib RPM tersebut.

"Tidak ada pernyataan tegas dari Menkominfo, sehingga memperpanjang kontroversi. Kami
meminta agar rancangan peraturan tersebut dicabut saja,"2

Pernyataan dari Tifatul tak kunjung diutarakan secara tegas, di mana hal tersebut membuat
keraguan di mata masyarakat. Apakah rilisnya RPM memang serius atau tidak. Hal ini ditakutkan
bahwa belum saja mensahkan RPM ini, Kominfo sudah loyo duluan dihadang berbagai suara dari
banyak masyarakat.

 ! "

Gagasan Rancangan Peraturan Menteri (RPM) tentang Konten Multimedia diakui Kementerian
Komunikasi dan Informatika sudah muncul sejak 2006.

Ketika muncul kembali pada tahun 2010, hadirnya Pasal 5 mengejutkan sejumlah pihak. Mengapa
pasal ini muncul tiba-tiba? Pertanyaan ini dilontarkan oleh Koordinator Advokasi Aliansi Jurnalis
Independen (AJI) Margiyono dalam keterangan pers bersama menolak RPM di Hotel Akmani, Rabu
(17/2/2010).

Pasal yang terdapat dalam Bab II RPM Konten Multimedia ini berbunyi sebagai berikut:
"Penyelenggara dilarang mendistribusikan, mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya
konten yang mengandung muatan mengenai tindakan yang merendahkan keadaan dan kemampuan
fisik, intelektual, pelayanan, kecakapan dan aspek fisik dan non fisik lain dari suatu pihak". "Jangan-

2
http://nasional.kompas.com/read/2010/02/20/11273439/Kemkominfo.Harus.Cabut.RPM.Konten..
Diakses pada tanggal 26 Februari 2010, jam 20.21
jangan ada motivasi politik karena belakangan ini ada kritik yang makin kencang kepada pemerintah.
Makin banyak juga berita-berita yang melecehkan Presiden," tuturnya dalam keterangan pers.3

Dari berita diatas, sudah memuat asumsi unsur politisnya. Karena dengan diberlakukannya RPM ini,
maka kritikan (via media internet) yang diarahkan kepada Presiden dapat ditangkis, maupun berita
dan tudingan yang cenderung men-discreditkan kinerja SBY.

 ! "

Kementrian Komunikasi dan Informatika menyatakan Rancangan Peraturan Menteri (RPM) Konten
Multimedia mengacu pada UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, UU No. 32 Tahun 2002
tentang Penyiaran, UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, UU No. 44
Tahun 2008 tentang Pornografi, dan UU Tahun 2009 tentang Perfilman. UU Pers tak disebut sebagai
dasar aturan. Jika terjadi tumpang tindih, RPM Konten Multimedia bisa dibatalkan.

"Seandainya nantinya ditemu-kenali tumpang tindih dengan UU ITE, maka RPM ini akan
dipertimbangkan untuk dibatalkan," ujar Gatot S Dewo Broto, Kepala Pusat Informasi dan Humas
Kemkominfo dalam siaran pers yang dirilis Rabu (17/2/2010) malam. Ia mengatakan saat ini
rancangan tersebut baru tahap uji publik sehingga belum dibahas di tataran pemerintah dan belum
pernah disampaikan kepada Presiden.4

Adanya ambigu di dalam RPM ini karena mengatasnamakan multimedia, sehingga bisa saja
mengarah ke bidang lain selain internet. Apabila RPM ini ada yang tumpang tindih dengan UU yang
lain, maka besar kemungkinan RPM ini akan dibatalkan.

 !
!"

Kementerian Komunikasi dan Informatika RI menyatakan bahwa Rancangan Peraturan Menteri


(RPM) tentang Konten Multimedia hingga saat ini belum pernah dibahas dalam tataran pemerintah
dan juga belum pernah disampaikan kepada Presiden RI.5

3
http://tekno.kompas.com/read/xml/2010/02/17/19142392/muncul.tiba-
tiba.pasal.penghinaan.di.rpm.dicurigai.pesanan
Diakses pada tanggal 26 Februari 2010, jam 20.24
4
http://tekno.kompas.com/read/xml/2010/02/18/08461295/Jika.Tumpang.Tindih..RPM.Konten.Dibatalkan
Diakses pada tanggal 26 Februari 2010, jam 20.24
5
http://www.depkominfo.go.id/berita/bipnewsroom/kementerian-kominfo-rpm-konten-multimedia-masih-
uji-publik/
Diakses pada tanggal 26 Februari 2010, jam 20.43
Wajar, karena masih dalam masa uji coba. Tapi tetap saja masyarakat menunjukkan respon yang
keras.

Seharusnya penggodokan RPM ini mempertimbangkan berbagai dampak dan efek yang
ditimbulkan segera setelah RPM ini nanti akan diberlakukan. Beberapa pasal cenderung kontradiktif
dengan kebebasan berpendapat dan internet literacy. Terkadang sangat merugikan si penyedia
konten karena dibebani dan dianggap bertanggung jawab terhadap konten yang merekapublish.
RPM sangat krusial nantinya apabila benar-benar disahkan, maka akan ada banyak ͞pergolakan͟
karena hal itu sama saja dengan pembredelan kebebasan berpendapat dan melanggar HAM. Hal ini
disampaikan oleh ketua M.K. Mahfud MD. Mahfud MD menilai secara tata perundangan RPM
Konten Multimedia yang membatasi hak orang lain seharusnya setingkat undang-undang. Anggota
Dewan Pers Uni Lubis juga menyatakan bahwa aturan tersebut bertentangan dengan UU Pers.6

Sebenarnya akar dari permasalahan adalah konten itu sendiri. Media tak bisa disalahkan
karena hanya sebagai wadah. Yang bertanggung jawab adalah parauser itu sendiri, karena arus
konten yang diterima secara timbal balik adalah dalam bentuk end-to-end. Jadi provider sebenarnya
tidak mempunyai tanggung jawab (dalam hal kepemilikan konten yang murni bukan milik provider).

Yang paling penting adalah edukasi itu sendiri. Kebanyakan orang hanya mengikuti tren
yang berlangsung tanpa mengtahui efek negatif dari tren itu sendiri. Tanpa edukasi yang memadai,
kejadian seperti penculikan konyol via Facebook bisa saja terjadi lagi. Di sini peran terdekat dari user
(khususnya remaja) adalah dari keluarga itu sendiri dulu atau melalui pranata sekolah. Menggunakan
internet secara benar, baik serta bebas yang bertanggung jawab merupakan buah dari edukasi yang
baik.

6
http://tekno.kompas.com/read/xml/2010/02/18/08461295/Jika.Tumpang.Tindih..RPM.Konten.Dibatalkan
Diakses pada tanggal 26 Februari 2010, jam 20.24

Anda mungkin juga menyukai