Anda di halaman 1dari 7

Correlation between spinal column length and

the spread of subarachnoid hyperbaric


bupivacaine in the term parturient

-Rickky Kurniawan-

A. Anestesi Spinal
Anestesi spinal adalah salah satu metode anestesi yang diinduksi dengan
menyuntikkan sejumlah kecil obat anestesi lokal ke dalam cairan cerebro-spinal
(CSF). Injeksi ini biasanya dilakukan pada tulang belakang regio lumbar bawah di
mana sumsum tulang belakang berakhir (L2). Spinal anestesi mudah untuk
dilakukan dan memiliki potensi untuk memberikan kondisi operasi yang sangat
baik untuk operasi di bawah umbilikus. Spinal anestesi dianjurkan untuk operasi
di bawah umbilikus misalnya hernia, ginekologi dan operasi urologis dan setiap
operasi pada perineum atau alat kelamin. Semua operasi pada kaki, tapi amputasi
meskipun tidak sakit, mungkin merupakan pengalaman yang tidak menyenangkan
untuk pasien yang dalam kondisi terjaga. Dalam situasi ini dapat menggabungkan
tehnik spinal anestesi dengan anestesi umum.
Teknik anestesi secara garis besar dibagi menjadi dua macam, yaitu
anestes umum dan anestesi regional. Anestesi umum bekerja untuk menekan aksis
hipotalamus-pituitari adrenal, sementara anestesi regional berfungsi untuk
menekan transmisi impuls nyeri dan menekan saraf otonom eferen ke adrenal.
Teknik anestesia yang lazim digunakan dalam seksio sesarea adalah anestesi
regional, tapi tidak selalu dapat dilakukan berhubung dengan sikap mental pasien.
Beberapa teknik anestesi regional yang biasa digunakan pada pasien obstetri yaitu
blok paraservikal, blok epidural, blok subarakhnoid, dan blok kaudal.
Anestesi spinal sangat cocok untuk pasien yang berusia tua dan orang-
orang dengan penyakit sistemik seperti penyakit pernapasan kronis, hati, ginjal
dan gangguan endokrin seperti diabetes. Banyak pasien dengan penyakit jantung
ringan mendapat manfaat dari vasodilatasi yang menyertai anestesi spinal kecuali
orang-orang dengan penyakit katub pulmonalis atau hipertensi tidak terkontrol.
Sangat cocok untuk menangani pasien dengan trauma yang telah mendapatkan
resusitasi yang adekuat dan tidak mengalami hipovolemik. Di kebidanan, sangat

3
ideal untuk melakukan manual plasenta selama keadaan hipovolemia dapat
disingkirkan. Ada keuntungan pasti bagi ibu dan bayi dalam menggunakan
anestesi spinal untuk operasi caesar.
Anestesia spinal aman untuk janin, namun selalu ada kemungkinan bahwa
tekanan darah pasien menurun dan akan menimbulkan efek samping yang
berbahaya bagi ibu dan janin. Beberapa kemungkinan terjadinya komplikasi pada
ibu selama anestesia harus diperhitungkan dengan teliti. Keadaan ini dapat
membahayakan keadaan janin, bahkan dapat menimbulkan kematian ibu.
Komplikasi yang mungkin terjadi antara lain aspirasi paru, gangguan respirasi,
dan gangguan kardiovaskular.
Menurut Campbell 1997 syarat anestesi pada persalinan yang ideal adalah :
1. Aman bagi ibu dan bayinya
2. Mudah pelaksanaannya.
3. Konsisten, mudah diprediksi dan mula kerja cepat.
4. Mampu memberikan analgesi pada kala I dan II persalinan.
5. Memberikan analgesi yang adekuat pada seluruh kala persalinan.
6. Tidak menimbulkan blok motorik, sehingga memungkinkan ibu bergerak
aktif dan mampu memposisikan tubuhnya selama persalinan.
7. Tidak menghilangkan kemampuan ibu untuk mengejan.
8. Memungkinkan ibu merasakan adanya kontraksi rahim pada kala II
sehingga siap mengejan.
9. Memungkinkan pemberian tambahan obat analgesi bahkan anestesi untuk
pembedahan tanpa adanya prosedur invasif tambahan.

Teknik Anestesi Spinal :


1. Infus Dextrosa/NaCl/Ringer laktat sebanyak 500 - 1500 ml.
2. Oksigen diberikan dengan masker 6 - 8 L/mt.
3. Posisi lateral merupakan posisi yang paling enak bagi penderita.
4. Kepala memakai bantal dengan dagu menempel ke dada, kedua tangan
memegang kaki yang ditekuk sedemikian rupa sehingga lutut dekat ke perut
penderita.
5. L3 - 4 interspace ditandai, biasanya agak susah oleh karena adanya edema
jaringan.
6. Skin preparation dengan betadin seluas mungkin.
4
7. Sebelum penusukan betadin yang ada dibersihkan dahulu.
8. Jarum 22 - 23 dapat disuntikkan langsung tanpa lokal infiltrasi dahulu, juga
tanpa introducer dengan bevel menghadap ke atas.
9. Kalau liquor sudah ke luar lancar dan jernih, disuntikan xylocain 5% sebanyak
1,25 - 1,5 cc.
10. Penderita diletakan terlentang, dengan bokong kanan diberi bantal sehingga
perut penderita agak miring ke kiri, tanpa posisi Trendelenburg.
11. Untuk skin preparation, apabila penderita sudah operasi boleh mulai.
12. Tensi penderita diukur tiap 2 - 3 menit selama 15 menit pertama, selanjutnya
tiap 15 menit.
13. Apabila tensi turun dibawah 100 mmHg atau turun lebih dari 20 mmHg
dibanding semula, efedrin diberikan 10 – 15 mgl.V.
14. Setelah bayi lahir biasanya kontraksi uterus sangat baik, sehingga tidak perlu
diberikan metergin IV oleh karena sering menimbulkan mual dan muntah-
muntah yang mengganggu operator. Syntocinon dapat diberikan per drip.
15. Setelah penderita melihat bayinya yang akan dibawa ke ruangan, dapat
diberikan sedatif atau hipnotika.

Indikasi anestesi spinal pada seksio sesarea


Biasanya anestesi spinal dilakukan untuk pembedahan pada daerah yang
diinervasi oleh cabang Th.4 (papila mammae kebawah):
1. Vaginal delivery
2. Ekstremitas inferior
3. Seksio sesarea
4. Operasi perineum
5. Operasi urologic

Kontra indikasi anestesi spinal pada seksio sesarea


1. Infeksi tempat penyuntikan
2. Gangguan fungsi hepar
3. Gangguan koagulasi
4. Tekanan intrakranial meninggi
5. Alergi obat lokal anstesi
6. Hipertensi tak terkontrol
5
7. Pasien menolak
8. Syok hipovolemik
9. Sepsis
Obat anestesi spinal yang sering digunakan pada seksio sesarea adalah :
1. Lidocain 1-5 %
2. Bupivacain 0,25-0,75 %

Komplikasi anestesi spinal pada seksio sesarea


1. Hipotensi.
2. Brakikardi.
3. Sakit kepala spinal (pasca pungsi)
4. Menggigil
5. Mual-muntah
6. Depresi nafas
7. Total spinal
8. Sequelae neurologic
9. Penurunan tekanan intrakranial
10. Meningitis
11. Retensi urine

B. Bupivacaine
Obat anestetik lokal yang sering digunakan adalah prokain, tetrakain,
lidokain, atau bupivakain. Berat jenis obat anestetik lokal mempengaruhi aliran
obat dan perluasan daerah teranestesi. Pada anestesi spinal jika berat jenis obat
lebih besar dari berat jenis CSS (hiperbarik), maka akan terjadi perpindahan obat
ke dasar akibat gravitasi. Jika lebih kecil (hipobarik), obat akan berpindah dari
area penyuntikan ke atas. Bila sama (isobarik), obat akan berada di tingkat yang
sama di tempat penyuntikan.
Bupivacaine adalah obat anestetik lokal yang termasuk dalam golongan
amino amida. Bupivacaine di indikasi pada penggunaan anestesi lokal termasuk
anestesi infiltrasi, blok serabut saraf, anestesi epidura dan anestesi intratekal.
Bupiivacaine kadang diberikan pada injeksi epidural sebelum melakukan operasi
athroplasty pinggul. Obat tersebut juga biasa digunakan untuk luka bekas operasi
untuk mengurangi rasa nyeri dengan efek obat mencapai 20 jam setelah operasi.
Bupivacaine dapat diberikan bersamaan dengan obat lain untuk memperpanjang
6
durasi efek obat seperti misalnya epinefrin, glukosa, dan fentanil untuk analgesi
epidural. Kontraindikasi untuk pemberian bupivacaine adalah anestesi regional IV
(IVRA) karena potensi risiko untuk kegagalan tourniket dan adanya absorpsi
sistemik dari obat tersebut.
Bupivacaine bekerja dengan cara berikatan secara intaselular dengan
natrium dan memblok influk natrium kedalam inti sel sehingga mencegah
terjadinya depolarisasi. Dikarenakan serabut saraf yang menghantarkan rasa nyeri
mempunyai serabut yang lebih tipis dan tidak memiliki selubung mielin, maka
bupivacaine dapat berdifusi dengan cepat ke dalam serabut saraf nyeri
dibandingkan dengan serabut saraf penghantar rasa proprioseptif yang mempunyai
selubung mielin dan ukuran serabut saraf lebih tebal.

(A) Posterior and (C) Lateral views of the human spinal column

The inset (B) depicts the variability in vertebral level at which the spinal
cord terminates.

7
3
C. Hubungan Panjang Spinal
Dari hasil penelitian didapatkan 11 faktor yang dapat mempengaruhi
distribusi obat anestesi lokal dalam ruang subarachnoid dengan berbagai keadaan
klinis yang berbeda. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah
1. usia
2. tinggi badan
3. bentuk konfigurasi kolom tulang belakang
4. tempat injeksi
5. arah jarum pada saat melakukan injeksi
6. volume cairan serebrospinalis
7. densitas cairan serebrospinalis
8. densitas dan baritas dari obat anestesi yang di injeksikan
9. posisi pasien
10. dosis obat anestesi lokal
11. volume obat anestesi yang di injeksikan

Dosis obat anestesi lokal yang digunakan mempengaruhi penyebarannya


dalam ruang subarachnoid. Sebagaimana hasil yang didapatkan dari penelitian
bahwa tingkat blokade sensorik paling tinggi dapat mencapai dermatom T8 dan
T2, dimana dari penelitian sebelumnya hanya mencapai tingkat dermatom T10
dan C4. Peninggian tingkat blokade sensoris didapat dengan menggunakan dosis
bupivacine hiperbarik yang lebih besar. Penggunaan dosis yang lebih besar dari
obat anestesi lokal akan memberikan keuntungan berupa memperpanjang efek
analgesia tetapi disisi lain juga meningkatkan risiko terjadinya efek samping.

Anda mungkin juga menyukai