Anda di halaman 1dari 16

Liver Fuction Test Hepatology

UJI FUNGSI HATI (LIVER FUNCTION TEST)

Oleh : Rickky_Kurniawan

PENDAHULUAN

Pemeriksaan uji fungsi hati merupakan salah satu pemeriksaan kimia klinik yang sering
diminta oleh para dokter klinisi. Hal ini dikarenakan peran hati sebagai organ tubuh yang
penting, dan penyakit yang mengenai hati atau berkaitan dengan perubahan fungsi hati cukup
sering dijumpai. Fungsi hati yang merupakan organ pusat metabolisme banyak macamnya.
Karena itu uji fungsi hati juga banyak jenisnya. Untuk menilai fungsi hati, mendeteksi adanya
gangguan dan menegakkan diagnosisnya diperlukan pemahaman tentang fungsi hati, jenis uji
fungsi hati, dan patofisiologi jenis-jenis penyakit hati. Umumnya pemeriksaan dilakukan dengan
beberapa jenis uji fungsi hati sebagai suatu panel.

1. Apakah yang dimaksudkan dengan Uji fungsi hati (UFH) ?


Uji fungsi hati (UFH) sering disebutkan di klinik sebagai liver function test
sehingga perawat mengenalnya dengan singkatan LFT. UFH merupakan suatu kumpulan
analisis laboratorium yang berkaitan dengan hati, baik fungsi hati maupun suatu kondisi

By : Rickky_Kurniawan@2010
Liver Fuction Test Hepatology

hati yang sebenarnya bukan fungsi hati. Analit atau zat yang diperiksa dapat berupa
produk metabolisme sel hati (hepatosit), enzim, protein lain, antigen virus, DNA atau
RNA virus maupun antibodi sebagai hasil respons imun humoral tubuh. Karena fungsi
hati banyak maka jenis UFH yang dikenal juga banyak. Selain itu ada juga uji yang
sebenarnya tidak menguji fungsi hati tetapi tetap dimasukan kelompok UFH sebab
penting membantu menilai kelainan hati.
2. Mengapa perlu melakukan pemeriksaan UFH ?
Hati merupakan organ pusat metabolisme. Hal ini didukung oleh letak
anatomisnya. Hati menerima pendarahan dari sirkukasi sistemik melalui arteri hepatika
dan menampung aliran darah dari sistem porta yang mengandung zat makanan yang
diabsorbsi di usus. Karena itu fungsi organ hati penting diketahui dalam menilai
kesehatan seseorang (Winkel P, 1975;Pincus MR, 2007) Adanya gangguan fungsi hati
tidak selalu jelas dapat diketahui apabila tanpa pemeriksaan UFH. Cukup sering adanya
gangguan fungsi hati baru diketahui pada waktu dilakukan pemeriksaan kesehatan
berkala atau sewaktu masuk asuransi atau penerimaan karyawan.(Pratt DS, 2000) Bila
klinis memang sudah dapat diduga atau jelas adanya kelainan hati maka pemeriksaan
UFH juga penting dalam menilai beratnya gangguan, membedakan jenis dan penyebab
kelainan, serta memperkirakan perjalanan penyakit atau hasil pengobatan. Kelainan hati
dapat terjadi lokal sebagai pusat gangguan suatu penyakit atau merupakan bagian dari
penyakit sistemik atau sebagai efek samping dari pengobatan. (Sherlock S, 2002)
3. Apa indikasi pemeriksaan UFH ?
Jadi pemeriksaan UFH dilakukan untuk penapisan yaitu mendeteksi adanya
kelainan atau penyakit hati, membantu menegakkan diagnosis, memperkirakan beratnya
penyakit, membantu mencari etiologi penyakit, menilai prognosis penyakit dan disfungsi
hati, dan menilai hasil pengobatan. Pemeriksaan UFH juga membantu mengarahkan
upaya diagnostik selanjutnya. (Sherlock, 2002; Dufour DR, 2000; Dufour DR, 2007;
Fauci AS, 2008)
4. Apa saja jenis UFH ?
Fungsi hati banyak jenisnya, mengenai metabolisme hampir semua zat makanan,
yaitu karbohidrat, protein, lipid, vitamin, mineral dan hormon. Karena itu banyak jenis

By : Rickky_Kurniawan@2010
Liver Fuction Test Hepatology

pemeriksaan yang berkaitan dengan metabolisme hati yang semuanya termasuk UFH. Di
samping itu UFH juga mencakup pemeriksaan zat-zat yang tidak terkait dengan
metabolisme hati tetapi menunjukkan adanya kelainan atau kerusakan hati. Hati juga
berperan dalam metabolisme obat-obatan (LeeWM, 2003;Dufour DR,2000).
Fungsi hati dapat dibedakan dalam fungsi sintesis (glikogenesis, albumin, alfa dan
beta-globulin, faktor-faktor koagulasi, fosfolipid, kolesterol, trigliserida, apolipoprotein,
lipoprotein, enzim lecithinecholesterolacyl transferase (LCAT), asam empedu), ekskresi
(kolesterol, asam empedu, garam empedu, bilirubin, obat-obatan), detoksifikasi
(amoniak, bilirubin), penyimpanan (vitamin A , D & B12, mineral Fe dan Cu), filtrasi
fagositosis (zat toksik dan bakteri oleh sel Kupffer), dan katabolisme (hormon estrogen,
obat-obatan). (Dufour DR, 2000;Pincus MR, 2007) Berdasarkan fungsi hati maka dikenal
UFH untuk masing-masing fungsi tersebut.
Untuk uji fungsi sintesis dikenal kadar albumin serum, elektroforesis protein
serum, aktivitas enzim kolinesterase (cholinesterase) dan uji masa protrombin dengan
respons terhadap vitamin K. Bila ada gangguan fungsi sintesis sel hati maka kadar
albumin serum akan menurun (hipoalbuminemia), yang lebih jelas bila lesi luas dan
kronis; pada elektroforesis dapat dilihat fraksi albumin menurun sehingga rasio A/G
menjadi terbalik (dari albumin yang lebih banyak menjadi globulin yang lebih banyak,
juga dapat dilihat apakah terdapat pola hiperglobulinemia poliklonal); aktivitas enzim
kolinesterase menurun, faktor-faktor koagulasi menurun terutama yang melalui jalur
ekstrinsik sehingga masa protrombin akan memanjang, yang tidak dapat menjadi normal
walaupun diberikan vitamin K dengan suntikan. (Sherlock S, 2002 Dufour DR, 2005)
Untuk uji fungsi ekskresi dikenal kadar bilirubin serum, dibedakan bilirubin total,
bilirubin direk (conjugated) dan bilirubin indirek (unconjugated), bilirubin urin, serta
produk turunannya seperti urobilonogen dan urobilin dalam urin, sterkobilinogen dan
sterkobilin dalam tinja, serta kadar asam empedu serum. Bila ada gangguan fungsi
ekskresi maka kadar bilirubin total serum meningkat terutama bilirubin direk, bilirubin
urin mungkin positif, sedangkan urobilinogen dan urobilin serta sterkobilinogen dan
sterkobilin mungkin menurun sampai tidak terdeteksi. Kadar asam empedu meningkat,
lebih jelas pada pasca makan (postprandial). (Sherlock S, 2002 Dufour DR, 2006)

By : Rickky_Kurniawan@2010
Liver Fuction Test Hepatology

Untuk fungsi detoksifikasi ada kadar amoniak. Bila ada gangguan fungsi maka
kadar amoniak meningkat karena kegagalan mengubahnya menjadi ureum, kadar yang
tinggi mungkin menyebabkan gangguan kesadaran, yaitu ensefalopati atau koma hepatik.
(Sherlock S, 2002; Fauci AS, 2008) Terdapat pula pengukuran aktivitas beberapa enzim.
Dalam hal ini enzim-enzim tersebut tidak diperiksa fungsinya dalam proses metabolisme
di hati tetapi aktivitasnya dalam darah (serum) dapat menunjukkan adanya kelainan hati
tertentu. Meskipun bukan uji fungsi hati yang sebenarnya pengukuran aktivitas enzim-
enzim tersebut tetap diakui sebagai UFH. Aktivitas enzim alanin transaminase (ALT)
atau nama lama serum glutamate pyruvate transferase (SGPT) dan enzim aspartate
transaminase (AST) atau nama lama serum glutamate oxaloacetate transferase (SGOT)
meningkat bila ada perubahan permeabilitas atau kerusakan dinding sel hati, sebagai
penanda ganguan integritas sel hati (hepatoselular). Aktivitas enzim fosfatase alkali
(alkaline phosphatase= ALP) dan beta-glutamil transferase (GGT) meningkat pada
kolestasis. Beberapa antibodi dan protein dapat menjadi penanda faktor etiologi penyakit
hati tertentu. Contohnya autoantibodi untuk penyakit hati autoimun, misalnya antinuclear
antibody (ANA) terutama pada hepatitis otoimun kronis, anti-smooth muscle antibodies
(SMA) pada penyakit otoimun kronis, sirosis biliaris primer dan antimitochondrial
antibody(AMA) pada sirosis hati, hepatitis otoimun kronis, dan sirosis biliaris primer.
(Fauci AS, 2008) Alfafetoprotein (AFP), suatu protein pada masa janin (fetus) yang
kadarnya dalam darah menurun segera setelah lahir tetapi mungkin meningkat kembali
pada beberapa penyakit hati seperti hepatitis akut, kronis dan juga pada masa pemulihan,
terutama meningkat sekali pada karsinoma primer hati (hepatoma). Terkait dengan
infeksi virus hepatitis maka bagian dari virus hepatitis sebagai antigen dan antibodi yang
dibentuk dapat menjadi penanda untuk etiologi. Dikenal penanda serologik virus hepatitis
A (anti-HAV (total / IgG / IgM), virus hepatitis B (HBsAg, HBeAg, anti-HBs, anti-HBe,
anti-HBc (IgM / IgG), HBV-DNA) virus hepatitis C (anti-HCV (total / IgM), HCV-
RNA), virus hepatitis E (anti-VHE (IgM / IgG / total) dan masih ada yang lain. (Sherlock
S, 2002 Fauci AS, 2008) Jenis UFH dan manfaat diagnostiknya dapat dilihat pada Tabel
1.

By : Rickky_Kurniawan@2010
Liver Fuction Test Hepatology

*Tabel 1. Jenis Uji Fungsi Hati dan manfaat diagnostiknya. (/Sherlock S,


2002)/(/Dufour DR,2006/)
Jenis UHF penggunaan
Bilirubin (total, direk, indirek) Diagnosis ikterus, menilai beratnya
penyakit, penyakit Gilbert, hemolisis,
diagnosis kolektasis
ALT Diagnosis dini penyakit hepatoselular (lebih
spesifik dibandingkan dengan
AST)pemantauan
AST Diagnosis dini penyakit hepatoselular,
pemantauan, pada alkoholisme AST>ALT
ALF Diagnosis kolestasis, infiltrasi hepatik,
diagnosis kelainan metabolisme
GGT Penanda kolestasis biliar, alkoholisme
Albumin Menilai beratnya penyakit dan kronis
Masa protrombin Menilai beratnya penyakit dan beratnya
Kolestasis
E-globulin Diagnosis hepatitis kronis dan sirosis hati,
pemantauan

5. Bagaimana memilih jenis UFH dan strateginya ?


Meskipun UFH meliputi banyak sekali jenis pemeriksaan, dalam prakteknya
pemeriksaan UFH dilakukan berdasarkanindikasi dan secara bertahap. Untuk penapisan
atau deteksi awal maka sebagai pemeriksan tahap awal dianjurkan suatu panel terdiri dari
kadar bilirubin (total dan direk), ALT, AST, AlP, GGT, albumin, E-globulin (dengan
elektroforesis protein dan kadar protein total), masa protrombin (setelah vitamin K).

By : Rickky_Kurniawan@2010
Liver Fuction Test Hepatology

Belum ada UFH yang secara tunggal dapat menunjukkan gangguan fungsi hati, tiada uji
yang “ajaib” Kebanyakan UFH tidak cukup sensitif terutama karena sifat sel hati yang
mempunyai daya cadang besar, juga regerasi baik.
Selain itu beberapa jenis UFH dipengaruhi tidak hanya oleh sel hati tetapi juga
oleh sel jaringan lain, misalnya kadar albumin yang dipengaruhi oleh jaringan
ekstrahepatik, sehinga tidak spesifik. Namun meminta pemeriksaan terlalu banyak
parameter, sebagai “shotgun” juga tidak efisien dan rawan kesalahan, Sebaiknya memilih
beberapa jenis UFH yang sudah dikenal baik. Untuk kerusakan sel hati maka pengukuran
aktivitas ALT dan AST baik sebab sensitif, dapat mendeteksi kerusakan minimal
hepatosit. Penilaian beratnya kerusakan dinilai dari hasil pengukuran serial kadar
albumin, bilirubin total, AST, ALT dan masa protrombin setelah vitamin K. Untuk
kolestasis pilihannya aktivitas ALP dan GGT. (Dufour DR, 2000; Sherlock S, 2002;
Dufour DR, 2006; Fauci AS, 2008) Apabila pada penapisan seseorang tanpa gejala klinis
didapatkan hasil pemeriksaan awal meragukan maka pemeriksaan perlu diulangi. Bila
hasilnya normal maka dapat dianggap tiada gangguan fungsi hati. Tetapi bila klinis jelas
ada gangguan maka dapat dilanjutkan dengan UFH lain yang sesuai. Untuk pasien
dengan ikterus yang disangka karena hepatitis dapat diperiksa bilirubin total, bilirubin
direk, dan bilirubin indirek, ALT, AST, ALP, GGT, birubin urin. Untuk etiologi dapat
diminta penanda serologik virus hepatitis, atau AFP serta penanda otoimun. (Plomteux G,
1980; . Pratt DS, 2000)

By : Rickky_Kurniawan@2010
Liver Fuction Test Hepatology

Gambar 1. Penerapan uji fungsi hati untuk diagnosis penyakit hati dibantu oleh
diagnostik pencitraan
6. Bagaimana menafsirkan hasil pemeriksaan UFH ?
Untuk menafsirkan hasil pemeriksaan UFH dengan baik maka perlu memahami
anatomi dan histopatologi hati, sifat analit, patofisiologi kelainan dan penyakit hati.
Jaringan hati terdiri dari sel parenkim atau hepatosit (60%), sel Kupffer anggota sistem
retikuloendotelial (RES) (30%), pembuluh darah, saluran kanalikuli biliaris, dan jaringan
penunjang. Menurut Kiernan yang dikutip oleh Sherlock S, arsitektur dasar jaringan hati
berupa lobul hati, dengan pusat vena hepatika dan ditepi saluran portal yang berisikan
saluran empedu, cabang vena porta dan cabang arteri hepatika. Berdasarkan aliran darah
maka Rappaport membagi daerah fungsional zona 1,2 dan 3, dimana zona 1 dekat dengan
portal dan zona 3 dekat dengan vena sentralis. Zona 3 paling menderita akibat jejas baik
oleh sebab virus, toksik maupun anoksik. Pada gambar 2 dapat dilihat susunan arsitektur
hati dengan pembagian zona berdasarkan fungsional menurut Rappaport. (Sherlock S,
2002; Dufour DR, 2006)

By : Rickky_Kurniawan@2010
Liver Fuction Test Hepatology

Gambar 2. Arsitektur hati dengan lobul, zona fungsional Rappaport.* (Dufour DR,
2006)
Hepatosit yang berbentuk heksagonal tersusun berhadapan berkontak dengan
sinusoid yang mengandung darah dari sistem porta. Sinusoid berdinding sel endotel.
Terdapat sel Kupffer yang bersifat fagositik, melindungi sel hati dari zat toksik dan
bakteri. Selanjutnya di dalam sel hati sintesis albumin, kolinesterase dan zat lain
berlangsung di retikulum endoplasmik. Enzim ALT terdapat di sitoplasma, enzim AST di
sitoplasma (30%) dan di mitokondria (70%), enzim glutamat dehidrogenase (GLDH) di
mitokondria, enzim LDH di sitoplasma, enzim ALP dan GGT di sekitar saluran empedu.
(Dufour DR, 2000; Dufour DR, 2006)

By : Rickky_Kurniawan@2010
Liver Fuction Test Hepatology

Gambar 3. memperlihatkan organel hepatosit. (Sherlock S, 2002)


Pada peradangan dan kerusakan hepatoselular awal terjadi kebocoran membran
sel sehingga isi sitoplasma keluar. Di dalam darah didapatkan peningkatan aktivitas ALT
lebih banyak daripada AST, dinyatakan dengan rasio DeRitis yaitu rasio AST/ALT < 0.7;
tetapi bila proses terus berlangsung dan terjadi kerusakan mitokondria maka aktivitas
AST akan melebihi ALT (rasio AST/ALT > 0.7). Bila rasio AST/ALT > 2 menunjukkan
penyakit hati berat terutama kematian / nekrosis sel hati. Rasio GGT / (AST+ALT) dapat
menunjukkan apakah kelainan kolestatik atau hepatoselular yang lebih banyak.
Sedangkan rasio LDH / AST dipakai untuk membedakan penyakit hati dari hemolisis,
dimana rasio > 5 menunjukkan hemolisis. Pada infiltrasi hati oleh keganasan primer atau
sekunder, amiloidosis, terdapat peningkatan aktivitas ALP tanpa ikterus (hiper-
bilirubinemia). Pada fibrosis hati maka penanda procollagen (III / IV) dapat diminta.
(Dufour DR, 2005; Dufour DR,2006; Pncus MR, 2007; Fauci AS, 2008) Tanda Ikterus
akibat peningkatan kadar bilirubin dapat disebabkan oleh kolestasis, hepatoselular atau
infiltrasi. Pada tabel 2 dijelaskan perubahan hasil pemeriksaan UFH dan pada gambar 4
diberikan bagan alir (flowchart).

By : Rickky_Kurniawan@2010
Liver Fuction Test Hepatology

Tabel 2. Perbandingan penyebab ikterus.* (Wallach J, 2007)

Kolestasis Hepatoselular Infiltrasi


Contoh penyakit Batu saluran empedu Hepatitis virus akut Tumor metastasis
Obat-obatan Granuloma, Amiloid
Bilirubin serum 6-20 mg/dL (>10 4-8 mg/dl Biasanya <4 mg/dL,
mg/dL mungkin sekali sering normal
karsinoma)
AST,ALT Meningkat ringan, < Meningkat nyata, Meningkat ringan, <
200 U/L sering 500-1000 U/L 100 U/L
ALP Meningkat 3-5xN Meningkat 1-2xN Meningkat 2-4xN
Masa protrombin Memanjang pada Memanjang pada N (Normal)
Respons terhadap vit kasus kronis Ya kasus berat TidaK
K parenteral

Gambar 4. A. Peningkatan kadar bilirubin

10

By : Rickky_Kurniawan@2010
Liver Fuction Test Hepatology

Gambar 4. B. Peningkatan kadar bilirubin disertai peningkatan aktivitas enzim. *(Modifikasi


dari Wallach J, 2007)

7. Bagaimana penerapan pemeriksaan UFH pada beberapa kelainan dan penyakit hati. (Batt AM,
1995; Sherlock, 2002; Dufour, 2006; Pincus MR, 2007; Fauci AS, 2008)
1. Kongesti pasif : keadaan sekunder akibat gagal jantung kanan. Terjadi pelebaran
sinusoid, merusak hepatosit. Temuan laboratorium berupa peningkatan ringan aktivitas
AST dan ALT yang diikuti oleh peningkatan kadar bilirubin dan ALP.
2. Perlemakan hati : keadaan penimbunan lemak dalam hati, biasanya tanpa gejala atau
sedikit (minimal) gajala. Sebagian kasus dapat mengalami peradangan, menjadi
steatohepatitis sampai penyakit hati kronis berat seperti sirosis hati. Etiologinya mungkin
alkohol, diabetes melitus, obesitas, dll. Secara morfologik terdapat infiltrasi sel lemak ke
dalam hepatosit. Temuan laboratorium berupa peningkatan ringan aktivitas AST, ALT,
ALP, GGT sedangkan kadar albumin dan bilirubin biasanya normal. Bila berkembang

11

By : Rickky_Kurniawan@2010
Liver Fuction Test Hepatology

menjadi steatohepatitis ditandai dengan peningkatan aktivitas transaminase ALT dan


AST.
3. Kolestasis : gangguan aliran empedu, baik intra dan atau ekstra hepatik, dengan atau
tanpa adanya penyumbatan. Dapat dibedakan berdasarkan morfologi dengan adanya
deposit bilirubin di hepatosit dan saluran empedu, klinis dengan retensi dalam darah dari
zat-zat yang secara normal diekskresikan dalam empedu, fungsional dengan gangguan
aliran empedu disebabkan gangguan pompa empedu atau saluran. Kolestasis yang lama
akan menyebabkan sirosis biliaris. Temuan laboratorium, pada tahap kolestasis lokal intra
hepatik didapatkan peningkatan aktivitas ALP dan GGT sedangkan kadar bilirubin
normal. Pada kolestasis yang lebih lama dan luas mungkin didapatkan peningkatan kadar
bilirubin, peningkatan aktivitas ALP dan GGT, pemanjangan masa Protrombin, dan tinja
akolik dan steatorea
4. Hepatitis akut : suatu penyakit peradangan akut yang mengenai jaringan hati. Perlu
dipahami bahwa etiologi penyakit ini dapat disebabkan oleh banyak faktor penyebab.
Penyebab utama yang tersering adalah kelompok virus hepatitis (VH) yaitu VH jenis A,
B, C, D, E, G, TT, dll. Penyebab lain bermacam-macam, antara lain virus lain seperti
sitomegalovirus (CMV), Epstein-Barr (EB), HerpesVaricella, lalu bakteri Salmonela,
beberapa jenis parasit, juga bahan toksik seperti obat-obatan, alkohol dan toksin, serta
karena beberapa jenis otoantibodi (pada hepatitis otoimun). Karena itu mungkin dijumpai
gambaran klinis hepatitis akut tetapi tidak dijumpai adanya penanda virus hepatitis. Pada
penyebab kelompok VH juga ada perbedaan antara satu jenis virus dengan yang lainnya.
Modus penularan dapat melalui makanan-minuman yang tercemar (fecaloral/water-
borne) yaitu pada VHA dan VHE, melalui cairan tubuh misalnya melalui alat suntik yang
tercemar, transfusi darah, kontak seksual, perinatal yaitu pada VHB, pada VHC seperti
VHB tetapi melalui cara perinatal masih diragukan. Perjalanan penyakit yang klasik
melalui beberapa fase yaitu masa inkubasi, gejala prodromal, ikterus klinis, dan
pemulihan (convalescent). Selain bentuk yang klasik dengan ikterus, ada variasi bentuk
lain yaitu bentuk kolestatik dan ada juga yang tanpa ikterus (non icteric). Perjalanan
penyakit dapat akut, fulminant, dan kronis. Yang kronis dapat berat seperti sirosis hati
dan hepatoma tetapi dapat pula subklinis dan tidak aktif. Dahulu ada keadaan yang

12

By : Rickky_Kurniawan@2010
Liver Fuction Test Hepatology

disebut pembawa virus (healthy carrier) tetapi sekarang dianjurkan disebut sebagai
bentuk tidak aktif. Temuan laboratorium pada tipe klasik ditandai oleh peningkatan
aktivitas transaminase dimana ALT>AST yang dimulai pada fase prodromal dan
mencapai puncaknya pada saat munculnya ikterus, disertai peningkatan aktivitas ALP
dan GGT; bilirubinuria dan tinja akolik sebelum munculnya ikterus, diikuti oleh
peningkatan kadar bilirubin darah (hiperbilirubinemia) dan dapat dideteksi bilirubin
dalam urin (bilirubinuria). Kadar urobilinogen bervariasi, meningkat pada akhir fase
prodromal, lalu menurun pada puncak ikterus dan kemudian meningkat lagi pada masa
pemulihan. Ada bentuk klinis lain. Pada bentuk ganas (fulminant) aktivitas ALT dan AST
meningkat amat tinggi sampai ribuan U/L secara cepat dalam beberapa hari dan masa
protrombin memanjang lalu AST dan ALT menurun lagi dalam beberapa hari disertai
dengan keadaan klinis berat. Bentuk kolestatik ditandai oleh peningkatan nyata ALP,
GGT dan kadar bilirubin. Pada bentuk tidak ikterus ditandai oleh kadar bilirubin normal,
Penanda virus hepatitis dapat diperiksa dengan kemungkinan hasil yang bervariasi
tergantung jenis, fase, dan faktor-faktor lainnya. (lihat artikel tentang Penanda virus
hepatitis).
5. Hepatitis kronis : keadaan dimana proses hepatitis berlangsung melampaui masa 6 bulan
yang dinyatakan dengan peradangan, kelainan UFH dan menetapnya penanda VH yaitu
HBsAg dan antiHCV. Etiologi dapat VH, obat-obatan, metabolik dan otoimun. Temuan
laboratorium dengan peningkatan enzim hepatoselular transaminase ALT dan AST yang
berfluktuasi, mungkin juga disertai dengan peningkatan ringan kadar bilirubin,
peningkatan aktivitas enzim ALP dan GGT.
6. Sirosis hati : keadaan kerusakan arsitektur hati, penimbunan jaringan ikat dengan
pembentukan nodul, baik mikronodul maupun makronodul yang dapat dilihat pada
pemeriksaan histopatologik dan pencitraan ultrasonografi serta CT scan. Klinis dibedakan
antara bentuk laten dan dekompensasi yang memberikan pola hasil laboratorium yang
berbeda. Temuan laboratorium pada bentuk laten berupa peningkatan ringan enzim
transaminase ALT dan AST dimana biasanya AST> ALT, peningkatan GGT,
peningkatan urobilinogen urin yang menetap, kemungkinan peningkatan kadar asam
empedu 2 jam pasca makan, sedangkan kebanyakan UFH lain normal. Pada bentuk

13

By : Rickky_Kurniawan@2010
Liver Fuction Test Hepatology

dekompensasi, dijumpai peningkatan aktivitas enzim AST, ALT, ALP dan GGT,
pemanjangan masa protrombin tanpa respons terhadap pemberian vitamin K, penurunan
kadar albumin, peningkatan g-globulin dengan terdapatnya pola poliklonal dan jembatan
b-g pada elektroforesis protein, peningkatan kadar urobilinogen, dan bilirubinuria bila
ada ikterus (hiperbilirubinemia).
7. Hepatoma atau karsinoma hati primer : merupakan suatu proses desak ruang (space
occupying lesion). Faktor penyebab yang utama adalah VHB dan VHC, dan juga
aflatoxin. Sering didapatkan sebagai lanjutan sirosis hati. Temuan laboratorium
ditunjukkan dengan terutama peningkatan enzim kolestatik ALP dan GGT disertai
peningkatan ringan enzim hepatoselular transaminase ALT dan AST, pemanjangan masa
protrombin, peningkatan g-globulin, peningkatan alfafetoprotein (AFP) yang progresif
sampai lebih dari 2000 ng/mL, mungkin juga peningkatan CEA (tidak spesifik), ferritin,
dan vitamin B12.
8. Gagal hati : keadaan dimana fungsi hati mengalami gangguan berat berupa kegagalan.
Pasien jatuh dalam koma, koma hepatik. Temuan laboratorium berupa
hiperbilirubinemia, bilirubinuria, peningkatan kadar urobilinogen, peningkatan kadar
amoniak, penurunan kadar albumin, pemanjangan masa protrombin, peningkatan kadar
asam amino aromatik, dan penurunan asam amino rantai cabang (branched chain amino
acids).
9. Status muatan besi berlebihan (Iron overload states) : keadaan penimbunan besi secara
berlebihan di jaringan hati, yang dapat dibedakan antara hemosiderosis dan
hemokromatosis. Hemosiderosis tidak disertai dengan kerusakan jaringan sedangkan
hemokromatosis disertai dengan proses fibrosis yang progresif dengan kegagalan sistem
organ, mengenai banyak jaringan selain hati, juga mungkin di kulit, pankreas, testis dan
lain-lain. Pada pemeriksaaan histopatologik mungkin dapat dijumpai 3 jenis pigmen,
yaitu ferritin, haemosiderin, dan lipofusin. Berdasarkan etiologinya dapat dibedakan
hemokromatosis yang genetik / idiopatik dan yang didapat / sekunder, misalnya
thalassemia, transfusi darah berulang, diet tinggi kadar besi, dan defisiensi transferin.
Temuan laboratorium dapat berupa gangguan ringan (minimal) UFH sampai yang berat
menyerupai sirosis hati. Diagnosis ditegakkan dengan peningkatan kadar Fe, saturasi

14

By : Rickky_Kurniawan@2010
Liver Fuction Test Hepatology

transferin, dan serum ferritin, serta dipastikan dengan biopsi untuk pemeriksaan
histopatologik
10. Batu kandung empedu : keadaan dijumpai terbentuknya batu dalam kandung empedu,
biasanya banyak (multiple). Batu kandung empedu dapat berupa batu pigmen berwarna
coklat mengandung kalsium, berukuran kecil dan keras dan dikaitkan dengan hemolisis
kronis. Dapat pula berupa batu kolesterol yang berwarna putih atau kekuningan atau batu
campuran. Faktor-faktor yang berperan adalah susunan empedu, adanya stasis dan
infeksi. Adanya batu dapat disertai keadaan klinis tenang (silent) tanpa suatu keluhan,
tetapi ada kemungkinan timbul kolestitis akut atau kronis. Bila batu keluar dari kandung
empedu dan masuk ke duktus koledokus, dapat terjadi sumbatan (obstruksi) dengan
ikterus. Sumbatan kronis dapat memicu timbulnya karsinoma saluran empedu
(cholangiocarcinoma). Temuan laboratorium sesuai dengan bentuk klinisnya.

15

By : Rickky_Kurniawan@2010
Liver Fuction Test Hepatology

DAFTAR PUSTAKA

1. Dufour DR, Lott JA, Nolte FS, Gretch DR, Koff RS, Seeff LB. Laboratory
Medicine Practice Guidelines. Laboratory guidelines for screening, diagnosis and
monitoring hepatic injury. The National Academy of Clinical Biochemistry. 2000.
2. Dufour DR. Assessment of liver fibrosis: Can serum become the sample of
choice? Clinical Chemistry 2005; 51/10: 1763-4.
3. Dufour DR. Liver disease. Dalam: Burtis CA, Ashwood ER, Bruns DE (eds).
Tietz Textbook of Clinical Chemistry and Molecular Diagnostocs. 4th ed, St
Louis: Elsevier Saunders, 2006 p 1777-827
4. Fauci AS, Kasper DL Longo DS, Braunwald E, Hauser SL, JL Jameson, Loscalzo
J (eds). Harrison’s Principles of Internal Medicine. 17th ed. e-Book New York:
McGraw-Hill 2008 Chapter 296-296.
5. Lee WM. Drug-Induced hepatotoxicity. N Engl J Med 2003;349:474-85.
6. Pincus MR, Tierno P, Dufour DR. Evaluation of liver function. Dalam:
McPherson RA, Pincus MR. (eds). Henry’s Clinical Diagnosis and Management
by Laboratory Methods. 21th ed, Philadelphia: Saunders Elsevier, 2007 p 263-76.
7. Plomteux G. Multivariate analysis of an enzymic profile for the differential
diagnosis of viral hepatitis. Clin. Chem 1980;. 26/13: 1897-99.
8. Pratt DS, Kaplan MM. Evaluation of abnormal liver-enzyme results in
asymptomatic patients. N Engl J Med. 2000: 342:1266-71.
9. Sherlock S, Dooley J. Diseases of the Liver and Biliary System. 11th ed. Oxford:
Blackwell Science Ltd. 2002 p 1-35.
10. Walach J. Interpretation of Diagnostic Tests. 8th ed. Philadelphia:Lippincott
Williams &Wilkins, 2007 p 220-47.
11. Winkel P, Ramsoe K, Lyngbye J, Tygstrup N. Diagnostic value of routine liver
tests. Clin. Chem 1975; 21/1,:71-5.
12. Batt AM, Ferrari L. Manifestations of Chemically Induced Liver Damage. Clin.
Chem 1995; 41/12: 1882-7.

16

By : Rickky_Kurniawan@2010

Anda mungkin juga menyukai