Anda di halaman 1dari 8

Pemeriksaan uji fungsi hati merupakan salah satu pemeriksaan kimia klinik yang sering diminta oleh

para dokter klinisi. Hal ini dikarenakan peran hati sebagai organ tubuh yang penting, dan penyakit
yang mengenai hati atau berkaitan dengan perubahan fungsi hati cukup sering dijumpai. Fungsi hati
yang merupakan organ pusat metabolisme banyak macamnya. Karena itu uji fungsi hati juga
banyak jenisnya. Untuk menilai fungsi hati, mendeteksi adanya gangguan dan menegakkan
diagnosisnya diperlukan pemahaman tentang fungsi hati, jenis uji fungsi hati, dan patofisiologi jenis-
jenis penyakit hati. Umumnya pemeriksaan dilakukan dengan beberapa jenis uji fungsi hati sebagai
suatu panel.

Pada artikel ini akan dibahas mengenai pemeriksaan laboratorium berbagai jenis uji fungsi hati yang
sering diminta, indikasinya, patofisiologi dan pertimbangan dalam inter-pretasi hasilnya. Pembahasan
disusun dengan sistem tanya jawab. Pertanyaan-pertanyaan yang perlu dijawab adalah:
 Apakah yang dimaksudkan dengan Uji fungsi hati (UFH) ?
 Mengapa perlu melakukan pemeriksaan UFH ?
 Apa indikasi pemeriksaan UFH ?
 Apa saja jenis UFH ?
 Bagaimana memilih jenis UFH dan strateginya ?
 Bagaimana menafsirkan hasil pemeriksaan UFH ?
 Bagaimanakah pola perubahan UFH pada kelainan dan penyakit hati yang sering dijumpai ?
Apakah yang dimaksudkan dengan Uji fungsi hati (UFH) ?
Uji fungsi hati (UFH) sering disebutkan di klinik sebagai liver function test sehingga perawat
mengenalnya dengan singkatan LFT. UFH merupakan suatu kumpulan analisis laboratorium yang
berkaitan dengan hati, baik fungsi hati maupun suatu kondisi hati yang sebenarnya bukan fungsi hati.
Analit atau zat yang diperiksa dapat berupa produk metabolisme sel hati (hepatosit), enzim, protein lain,
antigen virus, DNA atau RNA virus maupun antibodi sebagai hasil respons imun humoral tubuh. Karena
fungsi hati banyak maka jenis UFH yang dikenal juga banyak. Selain itu ada juga uji yang sebenarnya
tidak menguji fungsi hati tetapi tetap dimasukan kelompok UFH sebab penting membantu menilai
kelainan hati.
Mengapa perlu melakukan pemeriksaan UFH ?
Hati merupakan organ pusat metabolisme. Hal ini didukung oleh letak anatomisnya. Hati menerima
pendarahan dari sirkukasi sistemik melalui arteri hepatika dan menampung aliran darah dari sistem
porta yang mengandung zat makanan yang diabsorbsi di usus. Karena itu fungsi organ hati penting
diketahui dalam menilai kesehatan seseorang (Winkel P, 1975;Pincus MR, 2007) Adanya gangguan
fungsi hati tidak selalu jelas dapat diketahui apabila tanpa pemeriksaan UFH. Cukup sering adanya
gangguan fungsi hati baru diketahui pada waktu dilakukan pemeriksaan kesehatan berkala atau sewaktu
masuk asuransi atau penerimaan karyawan.(Pratt DS, 2000) Bila klinis memang sudah dapat diduga
atau jelas adanya kelainan hati maka pemeriksaan UFH juga penting dalam menilai beratnya gangguan,
membedakan jenis dan penyebab kelainan, serta memperkirakan perjalanan penyakit atau hasil
pengobatan. Kelainan hati dapat terjadi lokal sebagai pusat gangguan suatu penyakit atau merupakan
bagian dari penyakit sistemik atau sebagai efek samping dari pengobatan. (Sherlock S, 2002)
Apa indikasi pemeriksaan UFH ?
Jadi pemeriksaan UFH dilakukan untuk penapisan yaitu mendeteksi adanya kelainan atau penyakit hati,
membantu menegakkan diagnosis, memperkirakan beratnya penyakit, membantu mencari etiologi
penyakit, menilai prognosis penyakit dan disfungsi hati, dan menilai hasil pengobatan. Pemeriksaan
UFH juga membantu mengarahkan upaya diagnostik selanjutnya. (Sherlock, 2002; Dufour DR, 2000;
Dufour DR, 2007; Fauci AS, 2008)
Apa saja jenis UHF ?
Fungsi hati banyak jenisnya, mengenai metabolisme hampir semua zat makanan, yaitu karbohidrat,
protein, lipid, vitamin, mineral dan hormon. Karena itu banyak jenis pemeriksaan yang berkaitan dengan
metabolisme hati yang semuanya termasuk UFH. Di samping itu UFH juga mencakup pemeriksaan zat-
zat yang tidak terkait dengan metabolisme hati tetapi menunjukkan adanya kelainan atau kerusakan
hati. Hati juga berperan dalam metabolisme obat-obatan (LeeWM, 2003;Dufour DR,2000).
Fungsi hati dapat dibedakan dalam fungsi sintesis [glikogenesis, albumin, α dan ß-globulin, faktor-faktor
koagulasi, fosfolipid, kolesterol, trigliserida, apolipoprotein, lipoprotein,
enzim lecithinecholesterolacyl transferase (LCAT), asam empedu], ekskresi [kolesterol, asam empedu,
garam empedu, bilirubin, obat-obatan], detoksifikasi (amoniak, bilirubin), penyimpanan (vitamin A , D &
B12, mineral Fe dan Cu), filtrasi fagositosis (zat toksik dan bakteri oleh sel Kupffer), dan katabolisme
(hormon estrogen, obat-obatan). (Dufour DR, 2000;Pincus MR, 2007)
Berdasarkan fungsi hati maka dikenal UFH untuk masing-masing fungsi tersebut. Untuk uji fungsi
sintesis dikenal kadar albumin serum, elektroforesis protein serum, aktivitas enzim kolinesterase
(cholinesterase) dan uji masa protrombin dengan respons terhadap vitamin K. Bila ada gangguan fungsi
sintesis sel hati maka kadar albumin serum akan menurun (hipoalbuminemia), yang lebih jelas bila lesi
luas dan kronis; pada elektroforesis dapat dilihat fraksi albumin menurun sehingga rasio A/G menjadi
terbalik (dari albumin yang lebih banyak menjadi globulin yang lebih banyak, juga dapat dilihat apakah
terdapat pola hiperglobulinemia poliklonal); aktivitas enzim kolinesterase menurun, faktor-faktor
koagulasi menurun terutama yang melalui jalur ekstrinsik sehingga masa protrombin akan memanjang,
yang tidak dapat menjadi normal walaupun diberikan vitamin K dengan suntikan. (Sherlock S, 2002
Dufour DR, 2005)
Untuk uji fungsi ekskresi dikenal kadar bilirubin serum, dibedakan bilirubin total, bilirubin direk
(conjugated) dan bilirubin indirek (unconjugated), bilirubin urin, serta produk turunannya seperti
urobilonogen dan urobilin dalam urin, sterkobilinogen dan sterkobilin dalam tinja, serta kadar asam
empedu serum. Bila ada gangguan fungsi ekskresi maka kadar bilirubin total serum meningkat terutama
bilirubin direk, bilirubin urin mungkin positif, sedangkan urobilinogen dan urobilin serta sterkobilinogen
dan sterkobilin mungkin menurun sampai tidak terdeteksi. Kadar asam empedu meningkat, lebih jelas
pada pasca makan (postprandial). (Sherlock S, 2002 Dufour DR, 2006)
Untuk fungsi detoksifikasi ada kadar amoniak. Bila ada gangguan fungsi maka kadar amoniak meningkat
karena kegagalan mengubahnya menjadi ureum, kadar yang tinggi mungkin menyebabkan gangguan
kesadaran, yaitu ensefalopati atau koma hepatik. (Sherlock S, 2002; Fauci AS, 2008)
Terdapat pula pengukuran aktivitas beberapa enzim. Dalam hal ini enzim-enzim tersebut tidak diperiksa
fungsinya dalam proses metabolisme di hati tetapi aktivitasnya dalam darah (serum) dapat menunjukkan
adanya kelainan hati tertentu. Meskipun bukan uji fungsi hati yang sebenarnya pengukuran aktivitas
enzim-enzim tersebut tetap diakui sebagai UFH. Aktivitas enzim alanin transaminase (ALT) atau nama
lama serum glutamate pyruvate transferase (SGPT) dan enzim aspartate transaminase (AST) atau
nama lama serum glutamate oxaloacetate transferase (SGOT) meningkat bila ada perubahan
permeabilitas atau kerusakan dinding sel hati, sebagai penanda ganguan integritas sel hati
(hepatoselular). Aktivitas enzim fosfatase alkali (alkaline phosphatase = ALP) dan ß-glutamil
transferase (GGT) meningkat pada kolestasis.
Beberapa antibodi dan protein dapat menjadi penanda faktor etiologi penyakit hati tertentu. Contohnya
otoantibodi untuk penyakit hati otoimun, misalnya antinuclear antibody (ANA) terutama pada hepatitis
otoimun kronis, anti-smooth muscle antibodies (SMA) pada penyakit otoimun kronis, sirosis biliaris
primer dan antimitochondrial antibody(AMA) pada sirosis hati, hepatitis otoimun kronis, dan sirosis
biliaris primer. (Fauci AS, 2008)
Alfafetoprotein (AFP), suatu protein pada masa janin (fetus) yang kadarnya dalam darah menurun
segera setelah lahir tetapi mungkin meningkat kembali pada beberapa penyakit hati seperti hepatitis
akut, kronis dan juga pada masa pemulihan, terutama meningkat sekali pada karsinoma primer hati
(hepatoma).
Terkait dengan infeksi virus hepatitis maka bagian dari virus hepatitis sebagai antigen dan antibodi yang
dibentuk dapat menjadi penanda untuk etiologi. Dikenal penanda serologik virus hepatitis A (anti-HAV
(total / IgG / IgM), virus hepatitis B (HBsAg, HBeAg, anti-HBs, anti-HBe, anti-HBc (IgM / gG), HBV-DNA)
virus hepatitis C (anti-HCV (total / IgM), HCV-RNA), virus hepatitis E (anti-VHE (IgM / IgG / total) dan
masih ada yang lain. (Sherlock S, 2002 Fauci AS, 2008)
Jenis UFH dan manfaat diagnostiknya dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jenis Uji Fungsi Hati dan manfaat diagnostiknya. (Sherlock S, 2002)(Dufour DR,2006)
Jenis UFH Penggunaan

Bilirubin (total, direk, Diagnosis ikterus, menilai beratnya penyakit, penyakit Gilbert, hemolisis,
indirek) diagnosis kolektasis.

ALT Diagnosis dini penyakit hepatoselular (lebih spesifik dibandingkan dengan


AST), pemantauan

Diagnosis dini penyakit hepatoselular, pemantauan, pada alkoholisme


AST
AST>ALT

ALP Diagnosis kolestasis, infiltrasi hepatik, diagnosis kelainan metabolisme

GGT Penanda kolestasis biliar, alkoholisme

Albumin Menilai beratnya penyakit dan kronis

Masa protrombin Menilai beratnya penyakit dan beratnya Kolestasis

y-globulin Diagnosis hepatitis kronis dan sirosis hati, pemantauan


Bagaimana menerapkan pemeriksan UFH ?
Meskipun UFH meliputi banyak sekali jenis pemeriksaan, dalam prakteknya pemeriksaan UFH dilakukan
berdasarkanindikasi dan secara bertahap. Untuk penapisan atau deteksi awal maka sebagai pemeriksan
tahap awal dianjurkan suatu panel terdiri dari kadar bilirubin (total dan direk), ALT, AST, AlP, GGT,
albumin, -globulin (dengan elektroforesis protein dan kadar protein total), masa protrombin (setelah
vitamin K). Belum ada UFH yang secara tunggal dapat menunjukkan gangguan fungsi hati, tiada uji
yang “ajaib”. Kebanyakan UFH tidak cukup sensitif terutama karena sifat sel hati yang mempunyai daya
cadang besar, juga regerasi baik. Selain itu beberapa jenis UFH dipengaruhi tidak hanya oleh sel hati
tetapi juga oleh sel jaringan lain, misalnya kadar albumin yang dipengaruhi oleh jaringan ekstrahepatik,
sehinga tidak spesifik. Namun meminta pemeriksaan terlalu banyak parameter, sebagai “shotgun”, juga
tidak efisien dan rawan kesalahan, Sebaiknya memilih beberapa jenis UFH yang sudah dikenal baik.
Untuk kerusakan sel hati maka pengukuran aktivitas ALT dan AST baik sebab sensitif, dapat mendeteksi
kerusakan minimal hepatosit. Penilaian beratnya kerusakan dinilai dari hasil pengukuran serial kadar
albumin, bilirubin total, AST, ALT dan masa protrombin setelah vitamin K. Untuk kolestasis pilihannya
aktivitas ALP dan GGT. (Dufour DR, 2000; Sherlock S, 2002; Dufour DR, 2006; Fauci AS, 2008)
Apabila pada penapisan seseorang tanpa gejala klinis didapatkan hasil pemeriksaan awal meragukan
maka pemeriksaan perlu diulangi. Bila hasilnya normal maka dapat dianggap tiada gangguan fungsi hati.
Tetapi bila klinis jelas ada gangguan maka dapat dilanjutkan dengan UFH lain yang sesuai. Untuk
pasien dengan ikterus yang disangka karena hepatitis dapat diperiksa bilirubin total, bilirubin direk, dan
bilirubin indirek, ALT, AST, ALP, GGT, birubin urin. Untuk etiologi dapat diminta penanda serologik virus
hepatitis, atau AFP serta penanda otoimun. (Plomteux G, 1980; . Pratt DS, 2000)
Contoh penerapan UFH untuk membedakan penyakit hati diberikan pada gambar 1.
Gambar 1. Penerapan uji fungsi hati untuk diagnosis penyakit hati dibantu oleh diagnostik
pencitraan.
(Dufour DR, 2006)
Bagaimana menafsirkan hasil pemeriksaan UFH ?
Untuk menafsirkan hasil pemeriksaan UFH dengan baik maka perlu memahami anatomi dan
histopatologi hati, sifat analit, patofisiologi kelainan dan penyakit hati. Jaringan hati terdiri dari sel
parenkim atau hepatosit (60%), sel Kupffer anggota sistem retikuloendotelial (RES) (30%), pembuluh
darah, saluran kanalikuli biliaris, dan jaringan penunjang. Menurut Kiernan yang dikutip oleh Sherlock S,
arsitektur dasar jaringan hati berupa lobul hati, dengan pusat vena hepatika dan ditepi saluran portal
yang berisikan saluran empedu, cabang vena porta dan cabang arteri hepatika. Berdasarkan aliran
darah maka Rappaport membagi daerah fungsional zona 1,2 dan 3, dimana zona 1 dekat dengan portal
dan zona 3 dekat dengan vena sentralis. Zona 3 paling menderita akibat jejas baik oleh sebab virus,
toksik maupun anoksik. Pada gambar 2 dapat dilihat susunan arsitektur hati dengan pembagian zona
berdasarkan fungsional menurut Rappaport. (Sherlock S, 2002; Dufour DR, 2006)

Gambar 2. Arsitektur hati dengan lobul, zona fungsional Rappaport.


(Dufour DR, 2006)
Hepatosit yang berbentuk heksagonal tersusun berhadapan berkontak dengan sinusoid yang
mengandung darah dari sistem porta. Sinusoid berdinding sel endotel. Terdapat sel Kupffer yang
bersifat fagositik, melindungi sel hati dari zat toksik dan bakteri. Selanjutnya di dalam sel hati sintesis
albumin, kolinesterase dan zat lain berlangsung di retikulum endoplasmik. Enzim ALT terdapat di
sitoplasma, enzim AST di sitoplasma (30%) dan di mitokondria (70%), enzim glutamat dehidrogenase
(GLDH) di mitokondria, enzim LDH di sitoplasma, enzim ALP dan GGT di sekitar saluran empedu.
(Dufour DR, 2000; Dufour DR, 2006)
Gambar 3. memperlihatkan organel hepatosit.
Gambar 3. Sel hati dengan organelnya.
(Sherlock S, 2002)
Pada peradangan dan kerusakan hepatoselular awal terjadi kebocoran membran sel sehingga isi
sitoplasma keluar. Di dalam darah didapatkan peningkatan aktivitas ALT lebih banyak daripada AST,
dinyatakan dengan rasio DeRitis yaitu rasio AST/ALT < 0.7; tetapi bila proses terus berlangsung dan
terjadi kerusakan mitokondria maka aktivitas AST akan melebihi ALT (rasio AST/ALT > 0.7). Bila rasio
AST/ALT > 2 menunjukkan penyakit hati berat terutama kematian / nekrosis sel hati. Rasio GGT /
(AST+ALT) dapat menunjukkan apakah kelainan kolestatik atau hepatoselular yang lebih banyak.
Sedangkan rasio LDH / AST dipakai untuk membedakan penyakit hati dari hemolisis, dimana rasio > 5
menunjukkan hemolisis. Pada infiltrasi hati oleh keganasan primer atau sekunder, amiloidosis, terdapat
peningkatan aktivitas ALP tanpa ikterus (hiper-bilirubinemia). Pada fibrosis hati maka penanda
procollagen (III / IV) dapat diminta. (Dufour DR, 2005; Dufour DR,2006; Pncus MR, 2007; Fauci AS,
2008)
Tanda Ikterus akibat peningkatan kadar bilirubin dapat disebabkan oleh kolestasis, hepatoselular atau
infiltrasi. Pada tabel 2 dijelaskan perubahan hasil pemeriksaan UFH dan pada gambar 4 diberikan bagan
alir (flowchart).
Tabel 2. Perbandingan penyebab ikterus. (Wallach J, 2007)
Kolestasis Hepatoselular Infiltrasi

Batu saluran empedu Tumor metastasis


Contoh penyakit Hepatitis virus akut
Obat-obatan Granuloma, Amiloid

6-20 mg/dL (>10 mg/dL


Biasanya <4 mg/dL,
Bilirubin serum mungkin sekali 4-8 mg/dL
sering normal
karsinoma)

Meningkat ringan, < 200 Meningkat nyata, Meningkat ringan, <


AST, ALT
U/L sering 500-1000 U/L 100 U/L

ALP Meningkat 3-5xN Meningkat 1-2xN Meningkat 2-4xN

Masa protrombin
Memanjang pada kasus Memanjang pada
Respons terhadap vit K N (Normal)
kronis Ya kasus berat Tidak
parenteral
Gambar 4. A. Peningkatan kadar bilirubin.

Gambar 4. B. Peningkatan kadar bilirubin disertai peningkatan aktivitas enzim.


(Modifikasi dari Wallach J, 2007)
Penerapan pemeriksaan UFH pada beberapa kelainan dan penyakit hati.
(Batt AM, 1995; Sherlock, 2002; Dufour, 2006; Pincus MR, 2007; Fauci AS, 2008)
1. Kongesti pasif : keadaan sekunder akibat gagal jantung kanan. Terjadi pelebaran sinusoid, merusak
hepatosit. Temuan laboratorium berupa peningkatan ringan aktivitas AST dan ALT yang diikuti oleh
peningkatan kadar bilirubin dan ALP.
2. Perlemakan hati : keadaan penimbunan lemak dalam hati, biasanya tanpa gejala atau sedikit
(minimal) gajala. Sebagian kasus dapat mengalami peradangan, menjadi steatohepatitis sampai
penyakit hati kronis berat seperti sirosis hati. Etiologinya mungkin alkohol, diabetes melitus, obesitas, dll.
Secara morfologik terdapat infiltrasi sel lemak ke dalam hepatosit. Temuan laboratorium berupa
peningkatan ringan aktivitas AST, ALT, ALP, GGT sedangkan kadar albumin dan bilirubin biasanya
normal. Bila berkembang menjadi steatohepatitis ditandai dengan peningkatan aktivitas transaminase
ALT dan AST.
3. Kolestasis : gangguan aliran empedu, baik intra dan atau ekstra hepatik, dengan atau tanpa adanya
penyumbatan. Dapat dibedakan berdasarkan morfologi dengan adanya deposit bilirubin di hepatosit dan
saluran empedu, klinis dengan retensi dalam darah dari zat-zat yang secara normal diekskresikan dalam
empedu, fungsional dengan gangguan aliran empedu disebabkan gangguan pompa empedu atau
saluran. Kolestasis yang lama akan menyebabkan sirosis biliaris. Temuan laboratorium, pada tahap
kolestasis lokal intra hepatik didapatkan peningkatan aktivitas ALP dan GGT sedangkan kadar bilirubin
normal. Pada kolestasis yang lebih lama dan luas mungkin didapatkan peningkatan kadar bilirubin,
peningkatan aktivitas ALP dan GGT, pemanjangan masa Protrombin, dan tinja akolik dan steatorea.
4. Hepatitis akut : suatu penyakit peradangan akut yang mengenai jaringan hati. Perlu dipahami bahwa
etiologi penyakit ini dapat disebabkan oleh banyak faktor penyebab. Penyebab utama yang tersering
adalah kelompok virus hepatitis (VH) yaitu VH jenis A, B, C, D, E, G, TT, dll. Penyebab lain bermacam-
macam, antara lain virus lain seperti sitomegalovirus (CMV), Epstein-Barr (EB), HerpesVaricella, lalu
bakteri Salmonela, beberapa jenis parasit, juga bahan toksik seperti obat-obatan, alkohol dan toksin,
serta karena beberapa jenis otoantibodi (pada hepatitis otoimun). Karena itu mungkin dijumpai
gambaran klinis hepatitis akut tetapi tidak dijumpai adanya penanda virus hepatitis. Pada penyebab
kelompok VH juga ada perbedaan antara satu jenis virus dengan yang lainnya. Modus penularan dapat
melalui makanan-minuman yang tercemar (fecaloral/water-borne) yaitu pada VHA dan VHE, melalui
cairan tubuh misalnya melalui alat suntik yang tercemar, transfusi darah, kontak seksual, perinatal yaitu
pada VHB, pada VHC seperti VHB tetapi melalui cara perinatal masih diragukan. Perjalanan penyakit
yang klasik melalui beberapa fase yaitu masa inkubasi, gejala prodromal, ikterus klinis, dan pemulihan
(convalescent). Selain bentuk yang klasik dengan ikterus, ada variasi bentuk lain yaitu bentuk kolestatik
dan ada juga yang tanpa ikterus (non icteric). Perjalanan penyakit dapat akut, fulminant, dan kronis.
Yang kronis dapat berat seperti sirosis hati dan hepatoma tetapi dapat pula subklinis dan tidak aktif.
Dahulu ada keadaan yang disebut pembawa virus ( “healthy” carrier) tetapi sekarang dianjurkan disebut
sebagai bentuk tidak aktif.
Temuan laboratorium pada tipe klasik ditandai oleh peningkatan aktivitas transaminase dimana
ALT>AST yang dimulai pada fase prodromal dan mencapai puncaknya pada saat munculnya ikterus,
disertai peningkatan aktivitas ALP dan GGT; bilirubinuria dan tinja akolik sebelum munculnya ikterus,
diikuti oleh peningkatan kadar bilirubin darah (hiperbilirubinemia) dan dapat dideteksi bilirubin dalam urin
(bilirubinuria). Kadar urobilinogen bervariasi, meningkat pada akhir fase prodromal, lalu menurun pada
puncak ikterus dan kemudian meningkat lagi pada masa pemulihan. Ada bentuk klinis lain. Pada bentuk
ganas (fulminant) aktivitas ALT dan AST meningkat amat tinggi sampai ribuan U/L secara cepat dalam
beberapa hari dan masa protrombin memanjang lalu AST dan ALT menurun lagi dalam beberapa hari
disertai dengan keadaan klinis berat. Bentuk kolestatik ditandai oleh peningkatan nyata ALP, GGT dan
kadar bilirubin. Pada bentuk tidak ikterus ditandai oleh kadar bilirubin normal, Penanda virus hepatitis
dapat diperiksa dengan kemungkinan hasil yang bervariasi tergantung jenis, fase, dan faktor-faktor
lainnya. (lihat artikel tentang Penanda virus hepatitis).
5. Hepatitis kronis : keadaan dimana proses hepatitis berlangsung melampaui masa 6 bulan yang
dinyatakan dengan peradangan, kelainan UFH dan menetapnya penanda VH yaitu HBsAg dan antiHCV.
Etiologi dapat VH, obat-obatan, metabolik dan otoimun. Temuan laboratorium dengan peningkatan
enzim hepatoselular transaminase ALT dan AST yang berfluktuasi, mungkin juga disertai dengan
peningkatan ringan kadar bilirubin, peningkatan aktivitas enzim ALP dan GGT.
6. Sirosis hati : keadaan kerusakan arsitektur hati, penimbunan jaringan ikat dengan pembentukan
nodul, baik mikronodul maupun makronodul yang dapat dilihat pada pemeriksaan histopatologik dan
pencitraan ultrasonografi serta CT scan. Klinis dibedakan antara bentuk laten dan dekompensasi yang
memberikan pola hasil laboratorium yang berbeda. Temuan laboratorium pada bentuk laten berupa
peningkatan ringan enzim transaminase ALT dan AST dimana biasanya AST> ALT, peningkatan GGT,
peningkatan urobilinogen urin yang menetap, kemungkinan peningkatan kadar asam empedu 2 jam
pasca makan, sedangkan kebanyakan UFH lain normal. Pada bentuk dekompensasi, dijumpai
peningkatan aktivitas enzim AST, ALT, ALP dan GGT, pemanjangan masa protrombin tanpa respons
terhadap pemberian vitamin K, penurunan kadar albumin, peningkatan g-globulin dengan terdapatnya
pola poliklonal dan jembatan b-g pada elektroforesis protein, peningkatan kadar urobilinogen, dan
bilirubinuria bila ada ikterus (hiperbilirubinemia).
7. Hepatoma atau karsinoma hati primer : merupakan suatu proses desak ruang (space occupying
lesion). Faktor penyebab yang utama adalah VHB dan VHC, dan juga aflatoxin. Sering didapatkan
sebagai lanjutan sirosis hati. Temuan laboratorium ditunjukkan dengan terutama peningkatan enzim
kolestatik ALP dan GGT disertai peningkatan ringan enzim hepatoselular transaminase ALT dan AST,
pemanjangan masa protrombin, peningkatan g-globulin, peningkatan alfafetoprotein (AFP) yang
progresif sampai lebih dari 2000 ng/mL, mungkin juga peningkatan CEA (tidak spesifik), ferritin, dan
vitamin B12.
8. Gagal hati : keadaan dimana fungsi hati mengalami gangguan berat berupa kegagalan. Pasien jatuh
dalam koma, koma hepatik. Temuan laboratorium berupa hiperbilirubinemia, bilirubinuria, peningkatan
kadar urobilinogen, peningkatan kadar amoniak, penurunan kadar albumin, pemanjangan masa
protrombin, peningkatan kadar asam amino aromatik, dan penurunan asam amino rantai cabang
(branched chain amino acids).
9. Status muatan besi berlebihan (Iron overload states) : keadaan penimbunan besi secara
berlebihan di jaringan hati, yang dapat dibedakan antara hemosiderosis dan hemokromatosis.
Hemosiderosis tidak disertai dengan kerusakan jaringan sedangkan hemokromatosis disertai dengan
proses fibrosis yang progresif dengan kegagalan sistem organ, mengenai banyak jaringan selain hati,
juga mungkin di kulit, pankreas, testis dan lain-lain. Pada pemeriksaaan histopatologik mungkin dapat
dijumpai 3 jenis pigmen, yaitu ferritin, haemosiderin, dan lipofusin. Berdasarkan etiologinya dapat
dibedakan hemokromatosis yang genetik / idiopatik dan yang didapat / sekunder, misalnya thalassemia,
transfusi darah berulang, diet tinggi kadar besi, dan defisiensi transferin. Temuan laboratorium dapat
berupa gangguan ringan (minimal) UFH sampai yang berat menyerupai sirosis hati. Diagnosis
ditegakkan dengan peningkatan kadar Fe, saturasi transferin, dan serum ferritin, serta dipastikan
dengan biopsi untuk pemeriksaan histopatologik.
10. Batu kandung empedu : keadaan dijumpai terbentuknya batu dalam kandung empedu, biasanya
banyak (multiple). Batu kandung empedu dapat berupa batu pigmen berwarna coklat mengandung
kalsium, berukuran kecil dan keras dan dikaitkan dengan hemolisis kronis. Dapat pula berupa batu
kolesterol yang berwarna putih atau kekuningan atau batu campuran. Faktor-faktor yang berperan
adalah susunan empedu, adanya stasis dan infeksi. Adanya batu dapat disertai keadaan klinis tenang
(silent) tanpa suatu keluhan, tetapi ada kemungkinan timbul kolestitis akut atau kronis. Bila batu keluar
dari kandung empedu dan masuk ke duktus koledokus, dapat terjadi sumbatan (obstruksi) dengan
ikterus. Sumbatan kronis dapat memicu timbulnya karsinoma saluran empedu (cholangiocarcinoma).
Temuan laboratorium sesuai dengan bentuk klinisnya.
RINGKASAN
Telah dibahas jenis-jenis pemeriksaan uji fungsi hati yang sering dikerjakan, tujuan dan indikasi
pemeriksaan, strategi menerapkan dan menafsirkan hasil pemeriksaan serta temuan pemeriksaan uji
fungsi hati pada 10 jenis kelainan dan penyakit hati yang tersering. Diberikan pula beberapa tabel dan
gambar sebagai contoh untuk membantu pemahaman. Tidak ada uji tunggal untuk menjelaskan semua
kelainan hati tetapi dengan suatu panel terdiri dari beberapa jenis uji fungsi hati. Pemilihan jenis uji
fungsi hati perlu dilakukan berdasarkan prinsip manfaat dan biaya sesuai dengan indikasi.
http://www.abclab.co.id/?p=358

Anda mungkin juga menyukai