Anda di halaman 1dari 7

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN

A.BATASAN KTSP
KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-
masing satuan pendidikan. Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) yang beragam mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin
pencapaian tujuan pendidikan nasional. Standar nasional pendidikan terdiri atas
standar isi (SI), proses, kompetensi lulusan(SKL), tenaga kependidikan, sarana dan
prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Dua dari kedelapan
standar nasional pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi
Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam
mengembangkan kurikulum.

B.TUJUAN KTSP
Tujuan umum:
Untuk memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian
kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikan dan mendorong sekolah untuk
melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif dalam pengembangan
kurikulum
Tujuan khusus:
1.Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam
mengembangkan kurikulum, mengelola dan memberdayakan sumber daya yang
tersedia.
2.Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan
kurikulum melalui pengambilan keputusan bersama.
3.Meningkatkan kompetisi yang sehat antar satuan pendidikan tentangkualitas
pendidikan yang akan dicapai.

C.KELEBIHAN KTSP
1)Mendorong terwujudnya otonomi sekolah dalam menyelenggarakan pendidikan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu bentuk kegagalan pelaksanaan kurikulum
di masa lalu adalah adanya penyeragaman kurikulum di seluruh Indonesia, tidak
melihat kepada situasi riil di lapangan, dan kurang menghargai potensi keunggulan
lokal.
2)Mendorong para guru, kepala sekolah, dan pihak manajemen sekolah untuk
semakin meningkatkan kreativitasnya dalam penyelenggaraan program-program
pendidikan.
3)KTSP sangat memungkinkan bagi setiap sekolah untuk menitikberatkan dan
mengembangkan mata pelajaran tertentu yang akseptabel bagi kebutuhan siswa.
Sekolah dapat menitikberatkan pada mata pelajaran tertentu yang dianggap paling
dibutuhkan siswanya. Sebagai contoh daerah kawasan wisata dapat
mengembangkan kepariwisataan dan bahasa inggris, sebagai keterampilan hidup.
4)KTSP akan mengurangi beban belajar siswa yang sangat padat. Karena menurut
ahli beban belajar yang berat dapat mempengaruhi perkembangan jiwa anak.
5)KTSP memberikan peluang yang lebih luas kepada sekolah-sekolah plus untuk
mengembangkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan.
6)Guru sebagai pengajar, pembimbing, pelatih dan pengembang kurikulum.
7)Kurikulum sangat humanis, yaitu memberikan kesempatan kepada guru untuk
mengembangkan isi/konten kurikulum sesuai dengan kondisi sekolah, kemampuan
siswa dan kondisi daerahnya masing-masing.
8)Menggunakan pendekatan kompetensi yang menekankan pada pemahaman,
kemampuan atau kompetensi terutama di sekolah yang berkaitan dengan
pekerjaan masyarakat sekitar.
9)Standar kompetensi yang memperhatikan kemampuan individu, baik
kemampuan, kecakapan belajar, maupun konteks social budaya.
10)Berbasis kompetensi sehingga peserta didik berada dalam proses
perkembangan yang berkelanjutan dari seluruh aspek kepribadian, sebagai
pemekaran terhadap potensi-potensi bawaan sesuai dengan kesempatan belajar
yang ada dan diberikan oleh lingkungan.
11)Pengembangan kurikulum di laksanakan secara desentralisasi (pada satuan
tingkat pendidikan) sehingga pemerintah dan masyarakat bersama-sama
menentukan standar pendidikan yang dituangkan dalam kurikulum.
12)Satuan pendidikan diberikan keleluasaan untyuk menyususn dan
mengembangkan silabus mata pelajaran sehingga dapat mengakomodasikan
potensi sekolah kebutuhan dan kemampuan peserta didik, serta kebutuhan
masyarakat sekitar sekolah.
13)Guru sebagai fasilitator yang bertugas mengkondisikan lingkungan untuk
memberikan kemudahan belajar siswa.
14)Mengembangkan ranah pengetahuan, sikap, dan ketrampilan berdasarkan
pemahaman yang akan membentuk kompetensi individual.
15)Pembelajaran yang dilakukan mendorong terjadinya kerjasama antar sekolah,
masyarakat, dan dunia kerja yang membentuk kompetensi peserta didik.
16)Evaluasi berbasis kelas yang menekankan pada proses dan hasil belajar.
17)Berpusat pada siswa.
18)Menggunakan berbagai sumber belajar.
19)kegiatan pembelajaran lebih bervariasi, dinamis dan menyenangklan

D.KEKURANGAN KTSP
1)Kurangnnya SDM yang diharapkan mampu menjabarkan KTSP pada kebanyakan
satuan pendidikan yang ada. Minimnya kualitas guru dan sekolah.
2)Kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana pendukung sebagai kelengkapan
dari pelaksanaan KTSP .
3)Masih banyak guru yang belum memahami KTSP secara komprehensif baik
kosepnya, penyusunannya,maupun prakteknya di lapangan
4)Penerapan KTSP yang merekomendasikan pengurangan jam pelajaran akan
berdampak berkurangnya pendapatan guru. Sulit untuk memenuhi kewajiban
mengajar 24 jam, sebagai syarat sertifikasi guru untukmendapatkan tunjangan
profesi.
BAB I
PENDAHULUAN

Pada akhir tahun 2006 dan sampai pertengahan tahun 2007, sebagian besar satuan pendidikan
sibuk dengan pekerjaan besar, yaitu menyusun kurikulumnya sendiri yang sering disebut
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dengan semangat otonomi dan desentralisasi,
KTSP memberi keleluasaan sekolah untuk mengembangkan kurikulum sendiri. KTSP
sebenarnya positif, sebab sekolah diberi otonomi untuk berdiskusi terkait dengan standar
Kompetensi yang telah ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Hanya saja,
sebagian besar guru belum terbiasa untuk mengembangkan model-model kurikulum. Selama ini
mereka diperintah untuk melaksanakan kewajiban yang sudah baku, yakni kurikulum yang
dibuat dari "pusat". Penerapan KTSP tersebut berimplikasi pada bertambahnya beban bagi guru.
Penerapan KTSP mengandaikan guru bisa membuat kurikulum untuk tiap mata pelajaran,
padahal, selama ini guru sudah terbiasa mengikuti kurikulum yang ditetapkan pemerintah.
Pemberdayaan guru dalam KTSP ini akan lebih baik, karena guru harus memikirkan
perencanaan penyampaian materinya. Penerapan KTSP memberikan peluang bagi setiap sekolah
untuk menyusun kurikulumnya sendiri, dan untuk itu tiap guru yang akan mengajar di kelas
dituntut memiliki kemampuan menyusun kurikulum yang tepat bagi peserta didiknya.

Banyak hasil yang diperoleh dari kegiatan penyusunan KTSP tersebut, tidak saja berupa silabus
dan rencana pembelajaran serta keterampilan menerapkannya, tetapi juga memberi pengalaman
baru bagi guru tentang bagaimana berpikir tentang masa depan pendidikan bagi peserta didiknya.
Bekal pengetahuan dan keterampilan tersebut akan digunakan guru dalam mengimplementasikan
KTSP. Dari sekian macam kegiatan yang dilakukan, guru masih meragukan hal-hal yang
berkaitan dengan pelaksanaan KTSP antara lain tentang waktu yang diperlukan peserta didik
untuk "tuntas" pada kompetensi dasar tertentu. Hal itu disebabkan adanya kebiasaan guru yang
biasanya selesai diterangkan selama 15 menit, tetapi dengan sistem pembelajaran pada KTSP,
guru seolah menjadi repot dan misalnya butuh waktu lama. Ini berarti bahwa guru masih merasa
bahwa cara-cara yang dilakukan dalam mengajar selama ini diangggap sudah baik dan guru
sudah "hafal" dengan cara-cara tersebut. Apalagi dengan bertambahnya tugas guru dalam
melakukan penilaian terhadap peserta didiknya, karena peserta didik harus dinilai tidak hanya
aspek kognitifnya tetapi juga aspek afektif dan psikomotornya Padahal, dengan cara-cara seperti
yang dilakukannya bertahun-tahun, hasil atau mutu pendidikan kita sekarang dianggap masih
rendah dan peserta didik kita masih belum dapat bersaing dengan negara lain.

BAB II
PERMASALAHAN DAN PEMBAHASAN

A. Keunggulan Dan Kelemahan KTSP


KTSP yang juga. merupakan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) memiliki berbagai
keunggulan dan kelemahan. Keunggulan konsep ini, meski bukan format satu-satunya untuk
mengantisipasi permasalahan pendidikan, namun secara umum, KTSP bisa 'diandalkan' menjadi
patokan menghadapi tantangan masa depan dengan pembekalan keterampilan pada peserta didik.
Keunggulan lain, KTSP memiliki kemampuan beradaptasi dengan daerah ,setempat, karena
keterampilan yang diajarkan berdasarkan pada lingkungan dan kemampuan peserta didik. Di
samping itu juga adanya penghargaan bagi pribadi peserta didik. Peserta didik yang mampu
menyerap materi dengan cepat akan diberi tambahan materi sebagai pengayaan, dan peserta
didik yang kurang akan ditangani oleh guru dengan penuh kesabaran dengan mengulang
materinya atau memberi remedial. Peserta didik juga diajak bicara, diskusi, wawancara dan
membahas masalah-masalah yang kontekstual, yang dalam kenyataannya memang diperlukan
sehingga peserta didik menjadi lebih mengerti dan menjiwai permasalahannya karena sesuai
dengan keadaan peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Peserta. didik tidak hanya dituntut
untuk menghafal namun yang lebih penting sudah adalah belajar proses sehingga men dorong
peserta didik untuk meneliti dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Namun, kesulitan yang mungkin saja timbul dari pelaksanaan KTSP ini adalah diperlukannya
waktu yang cukup oleh pendidik dalam membina perkembangan peserta didiknya, terutama
peserta didik yang berkemampuan di bawah rata-rata. Kenyataan membuktikan, kondisi sosial
dan ekonomi yang menghimpit kesejahteraan hidup para guru, menyebabkan mereka kurang
berkonsentrasi dalam proses pembelajaran. Belum lagi mengingat kualitas guru yang kurang
merata di setiap daerah. Ini artinya, KTSP menghadapi kendala daya kreativitas dan beragamnya
kapasitas guru untuk membuat. kurikulum sendiri.
Kendala lain, KTSP menuntut kemampuan guru dalam menjalankan pembelajaran berbasis
kompetensi dengan merencanakan sendiri bagaimana strategi yang tepat diterapkan sesuai
dengan kondisi dan kemampuan daerah setempat. Di samping masalah fasilitas pendidikan di
sekolah yang masih sangat minim. Padahal konsep ini lebih menitikberatkan pada praktek di
lapangan sesuai dengan kompetensi yang dimiliki dibanding teori semata. Kendala lain yang
dialami guru adalah ketidakpahaman mengenai apa dan bagaimana melakukan evaluasi dengan
portofolio. Karena ketidakpahaman ini mereka kembali kepada pola assessment lama dengan tes-
tes dan ulangan-ulangan yang cognitive-based semata. Tidak adanya model sekolah yang bisa
dijadikan sebagai rujukan membuat para guru tidak mampu melakukan perubahan, apalagi
lompatan, dalam proses peningkatan kegiatan belajar mengararnya.
Berkenaan dengan tidak adanya target materi dalam KTSP, di satu pihak KTSP menekankan
kompetensi peserta didik yang berarti proses belajar harus diperhatikan oleh guru, di pihak lain
materi meskipun tidak diprioritaskan tetapi akhirnya harus diselesaikan juga. Dengan demikian
guru harus berpacu dengan waktu, sementara proses belajar tidak dapat dipastikan
keberhasilannya. Hal ini berdampak pada rendahnya hasil belajar peserta didik yang dibinanya,
yang berujung pada penolakan kebijakan pemerintah tentang Ujian Nasional (UN) sebagai dasar
penentuan kelulusan peserta didiknya.

B. Guru Sebagai Fasilitator Dalam Membantu Peserta Didik Membangun Pengetahuan


Salah satu ciri pembelajaran efektif adalah mengembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar
lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri
pengetahuan dan keterampilan barunya (Dit-PLP, 2003). Ciri inilah yang dikembangkan dalam
pembelajaran KTSP dan berkaitan dengan filsafat konstruktivisme.
Tugas penting guru pada pendidikan formal di sekolah di antaranya adalah membantu peserta
didik untuk mengenal dan mengetahui sesuatu, terutama memperoleh pengetahuan. Dalam
pengertian konstruktivisme, pengetahuan itu merupakan "proses menjadi", yang pelan-pelan
menjadi lebih lengkap dan benar. Pengetahuan itu dapat dibentuk secara pribadi dan peserta
didik itu sendiri yang membentuknya.
Peran guru atau pendidik adalah sebagai fasilitator atau moderator dan tugasnya adalah
merangsang atau memberikan stimulus, membantu peserta didik untuk mau belajar sendiri dan
merumuskan pengertiannya. Guru juga mengevaluasi apakah gagasan peserta didik itu sesuai
dengan gagasan para ahli atau tidak. Sedangkan tugas peserta didik aktif belajar, mencerna, dan
memodifikasi gagasan sebelumnya. Dalam KTSP dianut bentuk pembelajaran yang ideal yaitu
pembelajaran peserta didik aktif dan kritis. Peserta didik tidak kosong, tetapi sudah ada
pengertian awal tertentu yang harus dibantu untuk berkembang. Maka modelnya adalah model
dialogis, model mencari bersama antara guru dan peserta didik. Peserta didik dapat
mengungkapkan gagasannya, dapat mengkritik pendapat guru yang dianggap kurang tepat, dapat
mengungkapkan jalan pikirannya yang lain dari guru. Guru tidak menjadi diktator yang hanya
menekankan satu nilai satu jalan keluar, tetapi lebih demokratis. Dalam KTSP, pendidikan yang
benar harus membebaskan peserta didik untuk berpikir, berkreasi, dan berkembang.
Implementasi KTSP sebenarnya membutuhkan penciptaan iklim pendidikan yang
memungkinkan tumbuhnya semangat intelektual dan ilmiah bagi setiap guru, mulai dari rumah,
di sekolah, maupun di masyarakat. Hal ini berkaitan adanya pergeseran peran guru yang semula
lebih sebagai instruktor atau selalu memberi instruksi dan kini menjadi fasilitator pembelajaran.
Guru dapat melakukan upaya-upaya kreatif serta inovatif dalam bentuk penelitian tindakan
terhadap berbagai teknik atau model pengelolaan pembelajaran yang mampu menghasilkan
lulusan yang kompeten.

C. Perlunya Perubahan Paradigma Mengajar


Dengan KTSP, guru mengajar supaya peserta didik memahami yang diajarkan dan mampu
memanfaatkannya dengan menerapkan pemahamannya baik untuk memahami alami lingkungan
sekitar maupun untuk solusi atau pemecahan masalah sehari-hari. Kegiatan mengajar bukan
sekedar mengingat fakta untuk persediaan jawaban tes sewaktu ujian. Akan tetapi, kegiatan
mengajar juga diharapkan mampu memperluas wawasan pengetahuan, meningkatkan
keterampilan, dan menumbuhkan sejumlah sikap positif yang direfleksikan peserta didik melalui
cara berpikir dan cara bertindak atau berperilaku sebagai dampak hasil belajamya. Oleh karena
itu cara guru mengajar perlu diubah. Ditinjau dari esensi proses pembelajarannya, perlu adanya
pengubahan paradigma "mengajar" (teaching) menjadi "membelajarkan" (learning how to learn)
sehingga proses belajarnya cenderung dinamis dan bersifat praktis dan analitis dalam dua
dimensi yaitu: pengembangan proses eksplorasi dan proses kreativitas. Proses eksplorasi menjadi
titik pijak untuk menggali pengalaman dan penghayatan khas peserta didik, bukan dari pihak
luar, bukan dari apa yang dimaui orang tua, guru, maupun masyarakat bahkan pemerintah
sekalipun. Dari proses tersebut dikembangkan prakarsa untuk bereksperimen-kreatif,
berimajinasi-kreatif dengan metode belajar yang memungkinkan peserta didik untuk melatih
inisiatif berpikir, mentradisikan aktivitas kreatif, mengembangkan kemerdekaan berpikir,
mengeluarkan ide, menumbuhkan kenikmatan bekerjasama, memecahkan masalah-masalah
hidup dan kehidupan nyata. Karena itu, dalam proses pembelajaran seharusnya tampak dalam
bentuk kegiatan prakarsa bebas (independent study), komunikasi dialogis antar peserta didik
maupun antara peserta didik dan guru, spontanitas kreatif, yang kadang-kadang terkesan kurang
tertib menurut pandangan pendidikan. Guru perlu menyediakan beragam kegiatan pembelajaran
yang berimplikasi pada beragamnya pengalaman belajar supaya peserta didik mampu
mengembangkan kompetensi setelah menerapkan pemahamannya pengetahuannya. Untuk itu
strategi belajar aktif melalui multi ragam metode sangat sesuai untuk digunakan ketika akan
menerapkan KTSP.
Dalam pendidikan matematika, Marpaung (2003) menyatakan perlunya melakukan perubahan/
pergeseran paradigma dari paradigma mengajar ke paradigma belajar. Lebih lanjut Marpaung
memerinci karakteristik paradigma belajar, yaitu: peserta didik aktif guru aktif, pengetahuan
dikonstruksi, menekankan proses dan produk, pembelajaran luwes dan menyenangkan, sinergi
pikiran dan tubuh, berorientasi pada peserta didik, asesmen bersifat realistik, dan kemampuan
sebagai suatu penguasaan hubungan antar pengetahuan yang tersusun dalam suatu jaringan.
Untuk itu dituntut komitmen guru untuk berubah, bersikap sabar, bersikap positif, ramah dan
memiliki kompetensi tinggi. Bentuk-bentuk penilaian yang dapat digunakan oleh guru tidak
hanya berupa penilaian "tradisional" yaitu hanya melakukan kegiatan ulangan harian tetapi perlu
dikembangkan penilaian "alternatif", antara lain adalah portofolio, tugas kelompok, demonstrasi,
dan laporan tertulis. Sebagai penjabarannya antara lain, portofolio; merupakan kumpulan tugas
yang dikerjakan peserta didik dalam konteks belajar dalam kehidupan sehari-hari. Peserta didik
diharapkan untuk mengerjakan tugas tersebut supaya lebih kreatif. Mereka memperoleh
kebebasan dalam belajar sekaligus memperoleh kesempatan luas untuk berkembang serta
merekapun termotivasi. Penilaian ini tidak perlu mendapatkan penilaian angka, melainkan
melihat pada proses peserta didik sebagai pembelajaran aktif. Sebagai contoh, peserta didik
diminta untuk melakukan survei mengenai jenis-jenis pekerjaan di lingkungan rumahnya.
Tugas kelompok, dalam pembelajaran kontekstual berbentuk pengerjaan proyek. Kegiatan ini
merupakan cara untuk mencapai tujuan akademik sambil mengakomodasi perbedaan gaya
belajar, minat, serta bakat dari masing-masing peserta didik. Isi dari proyek akademik terkait
dengan konteks kehidupan nyata, oleh karena itu tugas ini dapat meningkatkan partisipasi peserta
didik. Sebagai contoh, peserta didik diminta membentuk kelompok projek untuk menyelidiki
penyebab pencemaran sungai di lingkungan peserta didik.
Demonstrasi, peserta didik diminta menampilkan hasil penugasan kepada orang lain mengenai
kompetensi yang telah mereka kuasai. Demonstrasi ini dapat dilakukan di kelas atau di luar
kelas. Di dalam kelas antara lain dapat dilakukan dalam kegiatan laboratorium IPA, di lapangan
olahraga untuk pelajaran Pendidikan Jasmani dan Olahraga. Di luar kelas antara lain peserta
didik diminta membentuk kelompok untuk membuat naskah drama dan mementaskannya dalam
pertunjukan, para penonton dapat memberikan evaluasi pertunjukan peserta didik.

BAB III
PENUTUP

Guru adalah komponen pokok dalam sistem pendidikan. Oleh sebab itu suksesnya pelaksanaan
KTSP sangat tergantung pada sikap guru alam mengajar. Kurikulum yang selama ini dibuat dari
pusat menyebabkan kreativitas guru kurang terpupuk, tetapi dengan KTSP, kreativitas guru bisa
berkembang. Menggunakan paradigma lama dalam mengajar untuk menghadapi tantangan baru
dan situasi baru jelas kurang efektif. Agar kualitas pendidikan kita meningkat, guru perlu
melakukan introspeksi dan mau mengubah paradigma mengajar, cara berpikir serta
mempraktekkan pembelajaran dengan menggunakan paradigma belajar. Guru sebagai ujung
tombak pembelajaran sudah sekian lama menggunakan metode lama, ia menjadi sumber belajar
utama. Paradigma mengajar tersebut itu harus diubah dengan menggiatkan peserta didik agar
dapat mencapai komepetensinya melalui penguasaan materi ajar.

Anda mungkin juga menyukai