1. Pendahuluan
Anak sebagai generasi penerus dan pengelola masa depan bangsa perlu
dipersiapkan sejak dini melalui pemenuhan hak-haknya yakni hak untuk
hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan
harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi.
Dasar pemikiran:
Anak: - merupakan amanah dan karunia dari Allah SWT Tuhan
Yang Maha Esa yang harus dijaga dan dilindungi
- merupakan investasi bagi orang tua, bangsa dan negara.
- merupakan potensi kekayaan dan kesejahteraan
1
bangsa di masa kini dan masa depan.
Kualitas sumber daya manusia:
- indikator utama keberhasilan suatu bangsa dalam melakukan
pembangunan, yang dimulai sejak usia dini.
2
- Bertahan hidup: standar hidup yang layak; papan, sandang,
makanan bergizi, pelayanan kesehatan,
penghidupan yang layak, perlindungan dari
segala bentuk kekerasan.
Hak-hak partisipasi:
3
• Mengembangkan sikap sopan santun dan toleransi
kepada orang lain karena anak yang dihargai pendapatnya
juga akan belajar menghormati pendapat orang lain.
Di bidang Kesehatan:
5
.
Gizi buruk juga menjadi salah satu permasalahan pada kesehatan
anak. Menurut KOMNAS PA pada tahun 2006 terdapat sejumlah
744.698 anak penderita malnutrisi dengan rincian 55,9% menderita
80
kurang gizi yakni 42,7% menderita gizi buruk dan 1,3% menderita
busung lapar. Selain itu anak-anak juga banyak terserang berbagai
penyakit seperti diare (5.645 anak), demam berdarah (5.127 anak),
polio (324 anak), lumpuh layu (451 anak), campak (1.652 anak), dan
flu burung 43 anak.
60
Berdasarkan data dari Dit IV/Narkoba, Bareskrim, Mabes POLRI, 2008
mencatat jumlah kasus narkoba di Indonesia dengan usia tersangka
6
< 16 tahun sebanyak 110 kasus, usia 16-19 tahun sebanyak 2.627
kasus (2007).
Kematian balita dan bayi. pada tahun 1960, angka kematian bayi
(AKB) masih sangat tinggi yaitu 216 per 1.000 kelahiran hidup. Dari
tahun ke tahun, akb ini cenderung membaik sebagai dampak positif
dari pelaksanaan berbagai program di sektor kesehatan. pada tahun
1992 akb tercatat 68 per 1.000 kelahiran hidup, kemudian menurun
menjadi 57 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 1994, turun lagi
menjadi 46 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 1997, dan pada
tahun 2002-2003 penurunannya sudah mencapai 35 per 1000
kelahiran hidup (sDki 2002-2003). Menurut proyeksi bps (bps-unDp-
bappenas, 2005), pada tahun 2003 angka akb terus membaik hingga
mencapai 33,9 per 1.000 kelahiran hidup. Dengan kecenderungan
perkembangan pencapaian akb secara nasional seperti ini,
pencapaian target mDgs pada tahun 2015 diperkirakan sudah akan
tercapai pada tahun 2013.
7
yang ditetapkan dalam World summit for children (Wsc) yaitu 65 per
1.000 kelahiran hidup.
Penurunan akba dalam kurun waktu tahun 1992 (sDki) sampai 2005
(supas) lebih cepat dibandingkan penurunan akb dalam kurun waktu
yang sama. penurunan akba mencapai 57 kematian per 1.000
kelahiran hidup, sedangkan kecepatan penurunan akb hanya
mencapai 35 kematian per 1.000 kelahiran hidup (lihat gambar 4.2). ini
menunjukkan bahwa resiko kematian kelahiran bayi lahir lebih besar
ketimbang resiko kematian hingga usia balita. pada tahun 2004, bps
memperkirakan akb dapat mencapai 33,9 kematian per 1.000
kelahiran hidup, sementara akba dapat mencapai 40,9 kematian per
1.000 kelahiran hidup.
8
(susenas). persalinan ini sangat mempengaruhi angka kematian ibu
dan bayi sekaligus.
9
Sumber: SDKI 1994,1997,2002-2003, SKRT: 1986,1992,1992,1995
Di bidang Pendidikan:
Menurut BPS tahun 2006 jumlah anak putus ekolah tahun 2005
sebanyak 1.712.413 anak, sebagian besar (54,3%) disebabkan oleh
ketidakmampuan ekonomi, bahkan ada 16 kasus anak yang bunuh diri
karena menunggak biaya sekolah.
Pada kelompok umum 10-18 tahun terlihat persentase putus sekolah
anak laki-laki sekitar 9,41% sementara perempuan hanya 5,6%.
10
Menurut National Human Develeopment Report 2004, rata-rata lama
sekolah penduduk sekolah tahun 1999 hanya 6,7 tahun dan
meningkat menjadi 7,1 tahun pada tahun 2002. Data ini meunjukkan
walaupun pendidikan meningkat namun secara umum untuk tingkat
SLTP kelas 1 dan pada tahun 2002 rata-rata lama sekolah lama laki-
laki 7,6 tahun (SLTP Kelas 2) lebih tinggi dibandingkan perempuan
yang hanya 6,5 tahun (SLTP Kelas 1). Pada tahun 2004 dan 2005 rata
lama sekolah meningkat menjadi 7,2 tahun dan dan 7,3 tahun. Pada
masa tersebut rata-rata lama sekolah laki-laki adalah 7,8 tahun lebih
tinggi dari perempuan yang hanya 6,8 tahun (BPS, Inkesra: 2005).
SIT
Angka Partisipasi Murni (APM) sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah (7-
12 tahun) dan angka partisipasi murni (APM) sekolah menegah
pertama/madrasah tsanawiyah (13-15 tahun) dari tahun 1992 sampai
tahun 2006 secara nasional menunjukkan kecenderungan membaik.
pada tahun 1992, APM SD/MI tercatat 88,7 persen dan pada tahun
2006 telah mencapai 94,73 persen. Sementara itu APM SMP/MTS
tahun 1992 adalah 41,9 persen dan mencapai 66,52 persen pada
tahun 2006. Jika kecenderungan seperti ini mampu dipertahankan,
maka indonesia diperkirakan berhasil mencapai target MDG pada
tahun 2015.
11
Perkembangan APM SD/MI dan APM SMP/MTs
12
Sumber: Susenas BPS (berbagai tahun)
Pada tahun 2006, angka ini menjadi 109,95 persen. namun untuk
tingkat SMP/MTs, APKnya masih jauh tertinggal dibandingkan dengan
APK SD/MI. Pada tahun 1992 APK SMP/MTS masih berada di angka
55,6 persen dan pada tahun 2006 baru mencapai 88,68 persen.
indikator ini menginformasikan bahwa berbagai program SD/MI dan
SMP/MTs non-reguler telah berhasil menjaring kembali murid SD/MI
dan SMP/MTs untuk menuntaskan masa belajar mereka di bangku
SD/MI maupun SMP/MTs. informasi ini juga menunjukkan bahwa
dalam perjalanan mengikuti proses belajar mengajar, ternyata masih
banyak siswa SD/MI yang tidak dapat melanjutkan ke jenjang
pendidikan yang lebih tinggi.
Angka melek huruf (melek aksara) usia 15-24 tahun dan 15 tahun ke
atas yang menggambarkan kemampuan keberaksaraan penduduk.
kemampuan keberaksaraan penduduk indonesia terus meningkat,
yang tercermin dari meningkatnya angka melek huruf penduduk dari
96,58 persen pada tahun 1992 menjadi 98,84 persen pada tahun
13
2006. meningkatnya tingkat keberaksaraan ini terutama terjadi pada
kelompok usia muda yaitu usia 15-24 tahun. ini terjadi seiring dengan
meningkatnya partisipasi pendidikan pada jenjang pendidikan dasar
dan meningkatnya proporsi siswa sD/mi yang dapat menyelesaikan
pendidikannya. namun, jika rentang usia diperlebar menjadi 15 tahun
ke atas, angka buta aksara masih cukup tinggi yaitu sebesar 82,9
persen.
Dilihat dari angka melek huruf (melek aksara) usia 15-24 tahun dan 15
tahun ke atas menurut kelompok pengeluaran keluarga tampak bahwa
sebagian besar buta huruf terjadi pada kelompok pengeluaran
terbawah (keluarga miskin). meskipun angka melek huruf penduduk
miskin selalu lebih rendah dari penduduk kaya, tetapi dalam kurun
waktu 1995-2006 angka melek huruf penduduk kelompok termiskin
meningkat signifikan yaitu dari 92,94 persen menjadi 97,78 persen
untuk usia 15-24 tahun dan dari 71,17 persen menjadi 87,17 persen
untuk usia 15 tahun ke atas. berdasarkan jenjang pendidikan yang
pernah diikuti per tahun 2006, tampak bahwa 85 persen penduduk
usia 15 tahun yang buta aksara ternyata tidak pernah sekolah.
Sebagian besar dari mereka kini berusia lanjut.
14
Sumber: Sisenas BPS (1995 & 2006)
15
ribu atau 2,66 persen siswa sekolah dasar putus sekolah, lalu
meningkat menjadi 767,8 ribu atau 2,97 persen pada 2002/2003-
2003/2004, kemudian mencapai 777 ribu atau 2,99 persen pada
2003/2004-2004/2005, dan kemudian mencapai 824,7 ribu atau 3,17
persen pada 2004/2005-2005/2006.
selain angka putus sekolah yang cukup besar, jumlah siswa yang
mengulang juga juga masih cukup besar walaupun persentasenya
terus menurun dari tahun ke tahun. antara tahun ajaran 2001/2002-
2002/2003 terdapat 1.4 juta atau 5,9 persen siswa sekolah dasar yang
mengulang, menjadi 978 ribu atau 5,4 persen pada 2002/2003-
2003/2004, kemudian menjadi 1,17 juta atau 4,51 pada 2003/2004-
2004/2005, dan kemudian menurun menjadi sekitar 1 juta atau 3,95
persen pada 2004/2005-2005/2006.
Secara kumulatif, pengidap infeksi HIV dan kasus AIDS dalam rentang
waktu 10 tahun terakhir sampai dengan 31 Maret 2008 terdiri dari
6.130 HIV dan 11.868 AIDS. Jumlah HIV dan AIDS 17.998 dengan
angka kematian sebanyak 2.486. Pelaporan diberikan oleh 32 propinsi
dan 194 Kabupaten/Kota. Cara penularan kasus AIDS kumulatif yang
dilaporkan adalah melalui IDU (49,1%) dan hubungan heteroseksual
(42,1%).
Khusus dalam masa Januari sampai dengan Maret 2008, terdapat
penambahan 64 infeksi HIV dan 727 kasus AIDS. Data diterima dari
19 propinsi. (Ditjen PPM & PL Depkes RI, Maret 2008).
16
Sumber : Ditjen PPM & PL Depkes RI, Maret 2008
<1 55 0
1–4 114 0
5 – 14 42 3
15 – 19 387 110
20 – 29 6.364 3.976
30 – 39 3.298 1.383
40 – 49 936 199
50 – 59 243 30
> 60 58 12
17
Tidak diketahui 371 121
JUMLAH 11.868 5.834
Sumber : Ditjen PPM & PL Depkes RI, Maret 2008
Jumlah kasus Hiv positif yang dilaporkan dalam 10 tahun terakhir juga
cenderung meningkat dan hingga 30 september 2007 mencapai 5.904
kasus. (gambar 6.3). Departemen kesehatan memperkirakan bahwa
populasi yang rawan tertular Hiv pada tahun 2006 sebesar 193.070
orang, dengan jumlah terbesar berturutturut di provinsi Dki Jakarta,
papua, Jawa barat dan Jawa Timur
18
Di bidang Perlindungan
a. Pekerja anak:
19
Tenggara Barat (9,67%), Sulawesi Selatan (9,66%), Jambi
(9,29%).
22
Sampai dengan Maret 2006, anak-anak yang diasuh di panti-
panti asuhan anak telantar se-NAD berjumlah 16.234 anak. Di
antara seluruh anak asuh tersebut, 16,3%-nya adalah anak-anak
korban tsunami (2.589 anak), terdiri dari 1.449 anak laki-laki dan
1.107 perempuan yang telantar/terpisah dari keluarganya, serta
21 anak laki-laki dan 12 perempuan yang cacat.
23
51 ruko yang dijadikan rumah tinggal sementara bagi para
pengungsi. Lokasi penampungan pengungsi lainnya adalah Balai
Desa Renokenongo, Porong, dan rumah-rumah keluarga korban.
Hingga 30 Agustus 2006, jumlah pengungsi mencapai lebih dari
11.000 jiwa (Atmanto dan Bahaweres, 2006).
24
(combatant) dalam konflik bersenjata di Aceh sejak 1976.
Namun, jumlahnya tidak pernah diketahui secara pasti.
25
Data statistik tentang jumlah pengungsi anak usia 0-18 tahun
korban konflik dengan kekerasan di Poso tidak tersedia.
Bagaimana perubahannya hingga tahun 2008 pun tidak diketahui
secara pasti. Yang jelas, hingga Januari 2007, banyak pengungsi
termasuk pengungsi anak korban kerusuhan Poso masih enggan
meninggalkan lokasi-lokasi pengungsian dan kembali ke Poso,
kampung halaman mereka sebelumnya. Bahkan operasi
penegakan hukum oleh tim Mabes Polri, pada 11 dan 22 Januari
2007, yang menewaskan 14 warga sipil dan dua aparat
kepolisian, serta menangkap 21 orang dari 29 orang yang
sebelumnya dinyatakan sebagai DPO, belum mampu
meyakinkan para pengungsi akan situasi Poso yang sudah aman
(Hamdin, 2007).
Penduduk 0 - 4 Tahun
Provinsi
Memiliki Akta Kelahiran
Jumlah
Banyaknya Persentase
Sumatera Utara 543.768 135.028 24,83
Sumatera Barat 134.858 60.695 45,01
Riau 193.580 86.435 44,65
Jambi 75.847 57.979 76,44
Sumatera Selatan 194.065 101.592 52,35
Bengkulu 39.033 25.504 65,34
Lampung 147.400 76.502 51,90
Kep. Bangka Belitung 37.398 28.873 77,20
Kepulauan Riau 111.823 73.461 65,69
DKI Jakarta 714.565 595.908 83,39
Jawa Barat 1.760.374 999.113 56,76
Jawa Tengah 995.145 623.053 62,61
DI Yogyakarta 122.654 99.563 81,17
Jawa Timur 1.170.912 820.122 70,04
Banten 439.072 274.338 62,48
Bali 158.819 84.285 53,07
Nusa Tenggara Barat 156.525 47.414 30,29
26
Nusa Tenggara Timur 3.183 29.117 39,79
Kalimantan Barat 108.688 62.884 57,86
Kalimantan Tengah 55.044 28.008 50,88
Kalimantan Selatan 129.535 74.280 57,34
Kalimantan Timur 169.079 110.864 65,57
Sulawesi Utara 72.452 39.225 54,14
Sulawesi Tengah 48.594 24.369 50,15
Sulawesi Selatan 258.485 120.497 46,62
Sulawesi Tenggara 45.213 19.435 42,99
Gorontalo 25.391 8.698 34,26
Maluku 36.780 20.010 54,40
Maluku Utara 23.518 12.611 53,62
Papua 75.866 45.169 59,54
Jumlah 8.117.666 4.785.032 58,95
Sumber: SUPAS BPS: 2005)
Secara nasional selama tahun 2006 telah terjadi sekitar 2,81 juta
tindak kekerasan dan sekitar 2,29 juta anak pernah menjadi
korbannya.
Jumlah tersebut jika dibandingkan dengan jumlah anak
menunjukkan besarnya angka korban kekerasan terhadap anak
pada tahun 2006 mencapai 3%, yang berarti setiap 1000 anak
terdapat sekitar 30 orang pernah menjadi korban tindak kekerasan.
Angka korban kekerasan korban anak di perdesaan lebih tinggi
dibandingkan perkotaan yakni 3,2 berbanding 2,8%. Sedangkan
angka korban kekerasan pada anak laki-laki lebih tinggi
dibandingkan perempuan yaitu 3,1 berbanding 2,9%.
h. Anak Jalanan
28
Kalimantan Tengah 10 anak, Gorontalo 66 anak, dan Kepulauan
Riau 186 anak.
ANAK JALANAN
No PROVINSI/KABUPATEN/KOTA
[jiwa]
1 Nanggroe Aceh Darussalam 608
2 Sumatera Utara 4.525
3 Sumatera Barat 6.330
4 Riau 914
5 Jambi 1.756
6 Sumatera Selatan 1.764
7 Bengkulu 794
8 Lampung 1.096
9 Bangka Belitung 191
10 Kepulauan Riau 186
11 DKI Jakarta 4.478
12 Jawa Barat 6.428
13 Jawa Tengah 10.025
14 DI Yogyakarta 1.305
15 Jawa Timur 13.136
16 Banten 2.492
17 Bali 680
18 Nusa Tenggara Barat 12.307
19 Nusa Tenggara Timur 11.889
20 Kalimantan Barat 3.240
21 Kalimantan Tengah 10
22 Kalimantan Selatan 3.671
23 Kalimantan Timur 1.330
24 Sulawesi Utara 451
25 Sulawesi Tengah 2.652
26 Sulawesi Selatan 3.931
27 Sulawesi Tenggara 2.254
29
28 Gorontalo 66
29 Sulawesi Barat 249
30 Maluku 2.728
31 Maluku Utara 2.430
32 Papua Barat 227
33 Papua 354
TOTAL 104.497
Pengeroyokan 19 10% - -
Penganiayaan 2 1,05% - -
Anak yang terkena kasus Napza menempati urutan kedua pada data
Lapas Anak Tangerang dan Pondok Bambu (tidak dijelaskan terlibat
sebagai pengguna atau pembuat/pengedar). Hasil asesmen cepat
30
ILO/IPEC, 2004, memperlihatkan bahwa dari 92 responden (usia 14
– 19 tahun) yang diwawancara, sebanyak 50% pernah terlibat dalam
produksi Napza (Children Involved In The Production, Sale and
DistributionOf Illicit Drugs In Jakarta : A Rapid Assessment. 2004).
Pengangkatan/Adopsi Anak
31
Panti Sosial Asuhan Anak (PSAA) atau Panti Asuhan atau Panti
merupakan istilah yang mengacu pada semua fasilitas panti untuk
anak terlantar atau anak penyandang cacat, baik milik pemerintah
maupun swasta, baik yang dikelola di rumah pribadi untuk
kelompok kecil anak maupun di dalam bangunan asrama untuk
200 anak. Panti asuhan untuk Anak Terlantar terutama mengasuh
anak yatim piatu, anak yatim/piatu dan anak yang orangtuanya
tidak mampu mengasuh mereka.
33
Bantuan dan pelayanan untuk kesejahteraan anak menjadi hak setiap
anak tanpa diskriminasi
34
UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan
setiap anak berhak atas sebuah nama sebagai identitas yang dituangkan
dalam akte kelahiran dan kewarganegaraan
Internasional:
- Convention on the Rights of the Child (CRC) / Konvensi Hak-hak
Anak
- Deklarasi A World Fit for Chidren (WFC)
- Millenium Development Goals (MDGs)
Pada Sidang Umum PBB ke-27 Khusus mengenai anak pada tahun 2002
negara-negara peserta telah menyatakan komitmennya dalam deklarasi
“Dunia Yang Layak Bagi Anak” (Wold Fit for Children – WFC). Aspek-aspek
yang menjadi fokus dalam deklarasi tersebut adalah promosi hidup sehat,
penyediaan pendidikan yang berkualitas, perlindungan terhadap perlakuan
salah, ekploitasi dan kekerasan, serta penanggulangan HIV/AIDS.
35
PNBAI 2015 disusun berdasarkan analisis kondisi anak Indonesia yang
dalam penyusunannya dikoordinasikan oleh Bappenas dan dilaksanakan
bersama-sama lintas departemen/lembaga pemerintah terkait, dengan
masukan dari berbagai organisasi dan lembaga swadaya masyarakat
peduli anak, serta perwakilan anak. PNBAI 2015 sebagai dokumen yang
menjadi acuan semua pihak yang berkepentingan dan terlibat dalam upaya
memperjuangkan kesejahteran dan perlindungan anak.
36
menurunkan AKB dan AKBA menjadi 1/3 dari kondisi 2001
menurunkan angka kematian ibu menjadi 1/3 dari kondisi 2001
menurunkan angka kekurangan gizi, terutama bblr dan usia di
bawah 2 tahun (variasi 30-50%)
meningkatkan keterjangkauan air bersih dan jamban saniter
dalam keluarga sebesar 30%
menyelenggarakan program nasional perkembangan anak usia
dini
penyelenggaraan program kesehatan nasional remaja
penyelenggaraan program nasional kesehatan reproduksi
Di bidang Penanggulangan HIV/AIDS adalah:
Sampai dengan 90% populasi memperoleh informasi tentang
HIV/AIDS dan pencegahannya.
100% darah donor bebas kontaminasi HIV
80% Ibu hamil dalam perawatan ante-natal memperoleh
informasi, konseling HIV, dan perawatan untuk mencegah bayi terinfeksi
Setiap ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) memperoleh
pengobatan, perawatan, dan dukungan yang dibutuhkan
37
3. Pengarusutamaan hak-hak anak ke dalam kebijakan dan program
pembangunan ...................................(Ibu Pardina)
A. Pengertian PUHA
Mengacu pada definisi tersebut, kita dapat memperolah gambaran yang jelas
tentang apa yang dimaksud dengan “pengarusutamaan”. Pengarusutamaan
merupakan suatu stratagi untuk mencapai tujuan. Sedangkan cakupan
pengarusutamaan cukup luas yakni mencakup semua bidang, semua tingkat
dan semua aspek manajemen (perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan
penilaian).
Strategi PUHA merupakan salah satu strategi yang telah dimasukan dalam
RPJMN 2004-2009. Strategi PUHA diartikan sebagai strategi yang dilakukan
secara rasional dan sistematis untuk mencapai perlindungan dan tumbuh
kembang anak melalui pengintegrasian hak-hak anak ke dalam penyusunan
peraturan perundang-undangan, kebijakan, program, kegiatan dan
anggaran, mulai dari tahap perencanaan, penyusunan, pelaksanaan,
pemantauan dan evaluasi dengan prinsip kepentingan terbaik bagi anak.
PUHA dijadikan sebagai batasan dan pijakan dalam menyusun suatu
kebijakan dan program.
Strategi PUHA mencakup tiga tataran yakni makro, meso dan mikro. Tataran
makro adalah perundangan dan kebijakan strategis. Perencanaan dalam
38
program jangka pendek, menengah dan panjang merupakan tataran meso.
Pada tataran mikro mencakup kegiatan-kegiatan dan anggaran yang
berpihak pada anak.
1. kebijakan pembangunan
Upaya pengembangan kebijakan dibuat untuk mendorong dan melindungi
upaya pemenuhan hak anak. Kebijakan publik seyogyanya sensitive
terhadap anak, dan mempunyai manfaat positif bagi nasib anak.
Misalnya :
- sudah adakah kode etik (code of conduct) yang terkait dengan
penegakan hak anak di lingkungan bekerja ?
- Berapa besar (persentase) anggaran yang dialokasikan bagi program
untuk kepentingan terbaik bagi anak, termasuk kegiatan yang
mendorong strategi PUHA itu sendiri ?
39
3. Keterlibatan pemangku kepentingan
Pemangku kepentingan (pengambil keputusan, baik eksekutif dan
legislatief serta masyarakat sipil) harus memiliki pemahaman terhadap
hak anak, khususnya yang berkaitan dengan upaya pemenuhan dan
perlindungan hak anak.
Fokus PUHA tentu saja adalah anak sebagai pemegang hak. Dalam hal ini
anak harus didorong untuk berperan aktif dalam memberikan masukan
sepanjang proses penyusunan kebijakan, program, kegiatan dan bahkan
penganggaran. Anak hendaknya mendapatkan fasilitasi bagi ketersediaan
akses dan informasi yang layak sesuai dengan umur dan kematangan
anak. Anak juga harus diberikan keterampilan untuk menyalurkan dan
menyampaikan ekspresinya, sedemikian rupa sehingga didengarkan,
dihargai, dan dipertimbangkan oleh para pengambil keputusan.
40
hal yang sangat mendasar. Oleh karena itu pembentukan kelompok-
kelompok anak atau organisasi abak harus didorong dan dikembangkan.
Organisasi anak tersebut, apapun namanya, akan berfungsi sebagai
wadah penyalur aspirasi anggota mereka maupun anak-anak pada
umumnya.
C. Tahapan PUHA
Proses PUHA selalu diawali dengan analisis situasi anak, dilanjutkan dengan
perencanaan program, pelaksanaan dan pemantauan, serta evaluasi
program. Setiap tahapan PUHA selalu mempertimbangkan empat prinsip hak
anak.
2. Tahapan perencanaan
Tahapan perencanaan meliputi penentuan situasi anak yang akan dicapai
(vision) berdasarkan pada kesenjangan pemenuhan hak anak hasil
analisis situasi anak pada tahap 1, dan dilanjutkan dengan penentuan
prioritas program pembangunan sebagai upaya pemenuhan hak anak
yang meliputi penentuan tujuan (outcomes) yang biasanya berupa
perubahan KAP, keluaran (outputs) yang mendorong pencapaian
outcomes, kegiatan sebagai proses untuk mengubah masukan menjadi
keluaran yang berkualitas, dan diakhir dengan pengembangan masukan.
Setiap perencanaan dimulai dengan menentukan hak anak yang akan
dipenuhi dari suatu kebijakan, program atau kegiatan yang akan
direncanakan.
41
target indikator sendiri sesuai dengan kemampuan dan kondisi daerahnya
masing-masing.
1 Dasar pemikiran
.
Anak merupakan potensi yang sangat penting, generasi penerus masa depan
bangsa, penentu kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang akan
menjadi pilar utama pembangunan nasional, sehingga perlu ditingkatkan
kualitasnya dan mendapatkan perlindungan secara sungguh-sungguh dari
semua elemen masyarakat.
SDM yang berkualitas tidak dapat lahir secara alamiah, bila anak dibiarkan
tumbuh dan berkembang tanpa perlindungan, maka mereka akan menjadi
beban pembangunan karena akan menjadi generasi yang lemah, tidak
produktif dan tidak kreatif, sedangkan jumlah mereka lebih dari sepertiga
penduduk Indonesia.
Makanan dan pakaian saja belum cukup untuk menjadikan anak sebagai
media persemaian SDM yang berkualitas, kreatif, berdaya saing tinggi yang
memiliki jiwa nasionalisme dan pekerti luhur. Perlu adanya kesadaran yang
tinggi dan kemauan politik yang kuat untuk menciptakan lingkungan yang
peduli dan responsif terhadap kepentingan dan kebutuhan anak.
42
Secara sosial, anak-anak tidak berdaya menghadapi gelombang sajian iklan
dan pemandangan kehidupan konsumerisme yang sangat kapitalistik yang
merugikan perkembangan jiwa anak-anak secara langsung maupun tidak
langsung.
Misalnya saat ini terdapat 43 juta anak mejadi perokok pasif. Komnas
perlindungan anak melaporkan bahwa 99,7 persen anak-anak terpapar iklan
rokok, hasil survey Global Youth Tobacco Survey di Indonesia 12,6% siswa
smp adalah perokok, 3,2 % diantaranya tergolong kecanduan.
Sejak tahun 2006 hingga saat ini rata-rata terdapat 2 sampai 4 anak
mengalami tindak kekerasan setiap hari. Lebih dari seperempat anak
perempuan mengalami perkosaan. Jumlah anak yang berkonflik dengan
hukum mencapai 4.277 anak, hal ini berarti setiap hari terdapat 11 s.d 12
anak berkonflik dengan hukum (Bareskrim Polri), sementara itu anak yang
hidup di penjara hingga saat ini mencapai 13.242 anak.
Jumlah penduduk dalam kategori anak, yaitu <18 tahun, saat ini 75.641.000
anak, jumlah anak yang berusia dibawah lima tahun 21.571.000 anak,
Mereka merupakan kelompok yang rentan mengalami berbagai masalah
social (UNICEF, 2007: 123), karena mereka selalu mengahadapi resiko
kekerasan baik di rumah, di sekolah, di tempat bermain, maupun ditempat-
tempat umum seperti tempat rekreasi, terminal, stasiun, tempat-tempat
ibadah dll.
Selain itu, ruang bermain anak belum tersedia dalam jumlah yang cukup
karena belum menjadi prioritas pembangunan pemerintah kabupaten/kota,
belum adanya rute yang aman bagi anak ke sekolah maupun ke tempat-
tempat aktivitas anak lainnya, yang ditandai dengan merebaknya berbagai
kasus kekerasan terhadap anak. Hal lain, masih terbatasnya kebijakan
pemerintah untuk menyatukan isu hak ke dalam perencanaan pembangunan
kabupaten/kota, serta belum teritegrasinya hak perlindungan anak ke dalam
pembangunan kabupaten/kota.
43
pengawasan dan penilaiannya, yaitu kebijakan pembangunan
kabupaten/kota layak anak (KLA).
KLA diharapkan dapat menjadi model pembangunan yang mewadahi
seluruh kegiatan dan upaya untuk menciptakan keluarga yang sayang anak,
rukun tetangga dan rukun warga atau lingkungan yang peduli anak,
kelurahan dan desa layak anak dan kecamatan atau kabupaten/kota yang
layak bagi anak sebagai prasyarat untuk memastikan bahwa anak-anak
tumbuh dan berkembang dengan baik, terlindungi haknya dan terpenuhi
kebutuhan pisik dan psikologisnya.
2.1 Maksud
3 Ruang Lingkup
.
44
pendidikan, perlindungan, infrastruktur, lingkungan hidup dan pariwisata baik
secara langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan implementasi hak
anak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak.
Kebijakan KLA mencakup aspek ketemagaan, pembiayaan, pengawasan dan
penilaian, penelitian dan pengembangan serta keterwakilan aspirasi dan
kepentingan anak dalam pengambilan keputusan pembangunan kabupaten/kota.
4 Sasaran
.
4.1 Sasaran antara
a. Lembaga eksekutif.
b. Lembaga legislatif.
c. Lembaga yudikatif.
d. Organisasi non pemerintah.
e. Dunia usaha.
f. Masyarakat
45
artinya anak mempunyai suara, disamping adanya prinsip lain seperti non-
diskriminasi; kepentingan terbaik untuk anak; dan hak untuk hidup dan
mengembangkan diri.
Pada KTT Bumi di Rio de Janeiro 1992, para kepala pemerintahan dari seluruh
dunia menyepakati prinsip-prinsip Agenda 21 yaitu Program Aksi untuk
Pembangunan Berkelanjutan. Bab 25 Agenda 21 menyatakan bahwa, anak dan
remaja sebagai salah satu Major Group – Kelompok Utama – yang dilibatkan
untuk melindungi lingkungan dan kegiatan masyarakat yang sesuai dan
berkelanjutan. Bab 28 Agenda 21 juga menjadi rujukan bahwa, remaja berperan
serta dalam pengelolaan lingkungan. Akan tetapi yang paling mendesak adalah
agar pemerintah kota melibatkan warga dalam proses konsultasi untuk mencapai
konsensus pada “Agenda 21 Lokal,” dan mendorong pemerintah kota menjamin
bahwa anak dan remaja terlibat dalam proses pembuatan keputusan, perencanaan,
dan pelaksanaan.
Setelah 25 tahun, hasil penelitian Kevin Lynch ditinjau kembali, dan dilakukan
penelitian serupa oleh Dr Louise Chawla dari the Children and Environment
Program of the Norwegian Centre for Child Research – Trondheim, Norwegia
tahun 1994-1995. Penelitian yang disponsori oleh UNESCO dan Child Watch
International, dilakukan di Buenos Aires dan Salta, Argentina; Melbourne,
Australia; Northampton, Inggris; Bangalore, India; Trondheim, Norwegia;
Warsawa, Polandia; Johannesburg, Afrika Selatan; dan Oaklands, California,
Amerika Serikat. Hasil penelitian ini menjadi indikator bagi UNICEF dalam
mengawasi pemenuhan hak anak di kota sebagai bagian dari Child Friendly City
Initiative untuk pemerintah kota.
Pada Konferensi Habitat II atau City Summit, di Istanbul, Turki tahun 1996,
perwakilan pemerintah dari seluruh dunia bertemu dan menandatangani Agenda
Habitat, yakni sebuah Program Aksi untuk Membuat Permukiman lebih nyaman
untuk ditempati dan berkelanjutan. Paragraf 13 dari pembukaan Agenda Habitat,
secara khusus menegaskan bahwa anak dan remaja harus mempunyai tempat
tinggal yang layak; terlibat dalam proses mengambilan keputusan, baik di kota
maupun di masyarakat; terpenuhi kebutuhan dan peran anak dalam bermain di
masyarakatnya. Melalui City Summit itu, UNICEF dan UNHABITAT
memperkenalkan Child Friendly City Initiative, terutama menyentuh anak kota,
khususnya yang miskin dan yang terpinggirkan dari pelayanan dasar dan
perlindungan untuk menjamin hak dasar mereka.
a. mengembangkan rencana aksi untuk kota mereka menjadi Kota Ramah dan
melindungi hak anak,
46
Upaya UNICEF dan UNHABITAT ini terus menerus dipromosikan ke seluruh
dunia dengan upaya meningkatkan kemampuan penguasa lokal (UN Special
Session on Children, 2002).
Sila kedua dari Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia yaitu
“kemanusiaan yang adil dan beradab” dan sila kelima “keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia” secara filosofis telah mengamanatkan kepada kita
untuk mempertimbangkan secara sungguh-sungguh aspek kemanusiaan, keadilan
dan keberadaban dalam melaksanakan pembangunan bagi seluruh rakyat
Indonesia.
47
a. Pembukaan Undang Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia
Tahun 1945 menyebutkan bahwa “Tujuan Negara Indonesia adalah
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
ikut melaksanakan ketertiban dunia…”;
8 Aspek Sosiologis
.
Fenomena sosial yang ada memperlihatkan kondisi yang tidak kondusif bagi
tumbuh kembang anak, terutama dalam kehidupan keluarga, teman sebaya,
masyarakat, media massa dan politik.
Pada kehidupan politik, anak belum menjadi isu utama. Partai politik sebagai
agen perubahan belum mengakomodir kepentingan anak dalam programnya.
Sehingga isu kesejahteraan dan perlindungan anak kurang mendapat perhatian.
9 Aspek Antropologis
.
48
memberikan rasa nyaman bagi anak dalam masyarakat. Gejala ini tergambar dari
tanggungjawab masyarakat yang hanya lebih memfokuskan pada keluarga inti,
sehingga berbagai hal yang terjadi pada kerabat atau paguyuban kurang mendapat
perhatian pada masing-masing keluarga. Pranata sosial tidak mampu
mengakomodir kepentingan masyarakatnya, hal ini berdampak pada semakin
tidak optimalnya perlindungan anak.
Relasi sosial didasarkan pada solidaritas mekanik, dia ada karena adanya
kepentingan dari warga yang berelasi. Oleh karena itu dengan merenggangnya
nilai-nilai kebersamaan menyebabkan masing-masing warga lebih terfokus
kepada kehidupan masing-masing, tidak saling mengetahui apa sesungguhnya
yang terjadi pada warga lain bahkan tidak saling tegur.
a. beralih fungsinya ruang terbuka hijau menjadi ruang terbangun yang tidak
berorientasi pada kepentingan anak;
49
menurun.
Orang dewasa pada umumnya berpendapat bahwa pembangunan yang cocok bagi
dirinya, maka cocok pula bagi anak-anak, sehingga anak dipandang tidak penting
untuk didengarkan pendapat dan aspirasinya dalam merencanakan dan
menentukan arah pembangunan.
Hal yang perlu dilakukan agar anak akrab dengan lingkungan tempat
tinggalnya antara lain adalah:
50
Pada lingkungan masyarakat, diharapkan anak dapat lebih menyesuaikan
diri dengan lingkungan masyarakat, untuk itu perlu dilakukan adalah:
51
berkurang dan udara panas mempengaruhi daya serap anak terhadap
pelajaran;
d. perlu menggunakan metode Cara Belajar Siswa Aktif atau metode lain
yang memberi kesempatan anak untuk berdiskusi, perlu diterapkan
agar anak-anak terlatih mengemukakan pendapat atau gagasannya;
Topik penting yang perlu diperhatikan oleh perencana dan perancang ketika
melakukan diskusi dengan anak mengenai pembangunan taman bermain
52
adalah masalah keselamatan anak.
53
bagi anak. Kenyataan, tak jarang tempat-tempat itu tidak aman bahkan
menjadi penyebab timbulnya penyakit bagi anak. Menurut WHO, sebagian
besar penyakit anak-anak berhubungan erat dengan lingkungan tempat
mereka tinggal (rumah), belajar (sekolah) dan bermain (masyarakat) (WHO,
2002:7). Resiko utama ditimbulkan oleh lingkungan seperti air yang kurang
bersih, sanitasi buruk, polusi udara, dan higiene makanan yang buruk.
Resiko lainnya ditimbulkan oleh serangga yang menjadi perantara bibit
penyakit; sedangkan tanah dan air merupakan perantara infeksi cacing.
Bahaya lain adalah kecelakaan dan kekerasan. Selain itu, permukiman yang
padat, ventilasi yang buruk, dan kurang air bersih untuk mencuci,
mempercepat penyebaran berbagai penyakit (UNICEF & UNEP, 1990:25).
Bagi masyarakat perkotaan, resiko juga ditimbulkan dari kekurang hati-
hatian dalam menggunakan bahan kimia yang berbahaya, pembuangan
sampah toxic dan degradasi lingkungan. Pemakaian zat kimia yang tidak
aman untuk produk rumah tangga dan alat permainan anak seperti boneka,
bisa pula menjadi sebuah ancaman.
54
dipenahanan atau penjara anak, dan sebagian besar harus tinggal
bersama/dicampur dengan orang-orang dewasa (Sumber: Media Perlindungan
Anak Konflik Hukum, RESTORASI, edisi 9-IV/2008).
Anak yang berkonflik dengan hukum sebanyak 4.277 anak < 16 tahun sedang
menjalani proses pengadilan, anak yang dipenjara sebanyak 13.242 anak
dengan variasi usia antara 16-18 tahun, 98% diantaranya adalah anak laki-laki
dan 83% yang menjalani pengadilan di hukum penjara, jumlah anak di penjara
usia < 18 tertinggi di Jakarta, Jabar, Jatim. Sumsel (Sumber: Bareskrim, Polri).
55
berekreasi, dan sedang berada dalam rumah dengan berbagai modus
operandi.
56
Antisipasi perlindungan anak di lokasi bencana harus disiapkan sebelum
bencana terjadi. Saat ini sebagian besar anak tidak mengetahui kemana
dan bagaimana memperoleh bantuan bila bencana datang.
c) Anak Cacat
57
d) Anak Jalanan
a. Kekuatan
b) Peraturan Daerah
b. Peluang
58
c) Jumlah ahli di bidang anak meningkat.
c. Hambatan
Isu anak belum menjadi prioritas dari partai politik, pembuatan dan
pengambil kebijakan. Hal ini dikarenakan isu anak kurang laku di
jual, bila dibandingkan dengan isu ekonomi dan politik itu sendiri,
misalnya pilkada, pemekaran daerah.
d. Ancaman
1 STRATEGI
2
.
59
Mengembangkan kebijakan pemenuhan hak anak yang komprehensif.
1 INDIKATOR KEBERHASILAN
3
.
Empat prinsip kunci Konvensi Hak Anak yang menjadi dasar membangun KLA:
1 Non-diskriminasi;
) Pelaksanaan dan pengembangan kebijakan KLA dilaksanakan dalam rangka
perlindungan anak tanpa membedakan suku, ras, agama, jenis kelamin,
status social, asal daerah, kondisi pisik maupun psikis anak.
60
hal yang mempengaruhi kehidupan anak.
2 Baseline data: tersedia sistem data dan data dasar yang digunakan untuk
) perencanaan, penyusunan program, pemantauan dan evaluasi.
3 Sosialisasi hak anak: menjamin adanya proses penyadaran hak anak pada
) anak dan orang dewasa secara terus menerus.
61
d) Mengumpulkan data dasar;
62
c. pelayanan dasar, rujukan, penyelidikan epidemiologi, penanggulangan
KLB dan pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan;
63
BAB V
INDIKATOR PROGRAM KLA
Indikator KLA dibagi dalam dua kategori yaitu indikator umum dan indikator khusus.
Indikator umum adalah dampak jangka menengah dan jangka panjang dari
pengembangan kebijakan KLA dimana Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan
(KPP) dan Badan Pemberdayaan Perempuan di provinsi dan kabupaten/kota tidak
terlibat secara langsung dalam upaya mencapai indikator tersebut. Dalam hal ini peran
KPP lebih pada pembuatan kebijakan agar tercipta suatu keadaan yang kondusif dalam
rangka mempercepat pencapaian indikator tersebut.
Indikator khusus adalah dampak jangka pendek dan jangka menengah dari
pengembangan kebijakan KLA dimana Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan
(KPP) dan Badan Pemberdayaan Perempuan di provinsi dan kabupaten/kota terlibat
secara langsung dalam upaya mencapai indikator tersebut.
Mengingat tugas pokok KPP antara lain adalah membuat kebijakan KLA dan
mempromosikan pelaksanaan kebijakan tersebut, maka indikator keberhasilan KLA
dapat dilihat dari aspek kebijakan dan aspek promosi pelaksanaan kebijakan yang
diklasifikasikan sebagai berikut:
64
5.1. Indikator Umum
Jenis Pelayanan
Indikator
Dasar
5. Pengorganisasian
KLA
66
Forum Anak Jumlah forum anak
Perencanaan
Rencana Aksi
Daerah
Komunikasi Informasi
dan Edukasi (KIE)
67
2. Baliho Jumlah lokasi pemasangan baliho
5. Fasilitasi
1
Paradigma lama anak dipandang dan diperlakukan sebagai asset atau faktor produksi yang dapat diberdayakan untuk
menambah penghasilan keluarga, dalam visi baru anak adalah unsur investasi yang memerlukan modal untuk
meningkatkan kualitasnya melalui pemenuhan haknya.
68
3 Sarana Jumlah sarana yang diberikan
Jumlah momitoring
69
5. Acuan dalam penyusunan program KPA di daerah
5.1. Jabaran peraturan perundang-undangan
5.2. Contoh program
8. Penutup
70