ISBN : 979-99919-6-X
iii
Preface
Kata Pengantar
I I
n 2006, Indonesia and Malaysia accounted ndonesia dan Malaysia menargetkan 83%
for 83% and 89% of global exports of palm produksi dan 89% ekspor minyak sawit
oil respectively, with export trends expected dunia ditambah lagi dengan permintaan
to double by the year 2020. This has led to the produksi yang terus meningkat dua kali lipat di
expansion of oil palm. While oil palm tahun 2020. Walau sektor kelapa sawit menjadi
production is a major source of income for pendapatan utama bagi Indonesia dan
Indonesia, and some oil palm plantations are sebagaian perkebunan telah dikelola dengan
well managed, others have imposed social and baik, sebagian lainnya masih menimbulkan
environmental costs. It is recognized that there dampak negatif terhadap lingkungan dan
are environmental pressures on oil palm sosial. Disadari bahwa perluasan perkebunan
expansion to areas having high conservation kelapa sawit di daerah yang bernilai konservasi
values, including orangutan habitat, causing a tinggi menimbulkan tekanan yang negatif
significant decline in orangutan populations, terhadap lingkungan, termasuk terganggunya
particularly as palm oil can only be cultivated habitat orangutan yang menyebabkan turunnya
in tropical countries such as Indonesia and populasi orangutan. Hal ini dikarenakan
Malaysia. perkebunan kelapa sawit hanya dapat
diusahakan di negara tropis seperti Indonesia
It has been demonstrated that oil palm
dan Malaysia.
plantations can only support 0 to 20% of the
mammals, reptiles and birds that the land Kerusakan habitat oleh konversi hutan menjadi
supported prior to conversion. Where natural perkebunan kelapa sawit mengakibatkan
ecosystems have been converted to other land penurunan populasi berbagai satwa secara
uses, conflicts arise between humans and drastis. Penelitian oleh Laidlaw (1998)
wildlife, resulting in wildlife being killed, and menunjukkan bahwa suatu perkebunan kelapa
poached for trade. This includes orangutans, sawit hanya dapat mendukung 0 – 20% dari
the only great ape found in Asia. Today, kelangsungan hidup mamalia, reptil dan burung
orangutans are threatened by extinction in the yang sebelumnya ditemukan pada hutan hujan
wild. primer. Untuk bertahan hidup pada lingkungan
yang berubah, berbagai satwa (terutama
Orangutans and many other species are being
mamalia), harus memanfaatkan ruang dan
captured, and often end up injured, starving,
sumber pakan yang sama dengan manusia.
or dead. Unplanned forest conversion is
Konflik yang terjadi akibat perebutan
exacerbating this situation, completely
sumberdaya dengan manusia mendorong
disregarding the importance of biodiversity as
terjadinya perburuan dan pembantaian satwa,
genetic resource for human welfare.
diantaranya orangutan, satu-satunya kera besar
A key issue that needs to be addressed is di Asia dan saat ini dalam kondisi terancam
preventing the increase of conflicts between punah.
v
orangutans and humans. To this end, several Sudah tidak terhitung lagi kasus-kasus
conservation organizations and academic orangutan dan satwa liar lainnya yang terjebak
institutions have formed a communication atau terisolasi, dan akhirnya terjadi
forum to develop orangutan rescue guidelines penangkapan, luka, kelaparan dan kematian.
for use by oil palm companies. These technical Keadaan tersebut diperparah karena tata guna
guidelines were compiled as guiding principles lahan tidak direncanakan dengan baik dan
for Better Management Practices (BMP) of tidak mengakomodasi kepentingan konservasi
human-orangutan conflict management, sebagai sumber keanekaragaman genetik
including the protection of HCVF (High untuk kesejahteraan manusia.
Conservation Value Forests) areas within oil
Hal yang sangat penting untuk diperhatikan
palm plantations. This document aims to help
adalah mencegah munculnya potensi konflik
industrial stakeholders identify the right steps
antara manusia – orangutan. Untuk itu,
to adopt BMP, which is of clear benefit for both
beberapa lembaga konservasi dan perguruan
conservation and industrial activities.
tinggi berkumpul dalam forum komunikasi
The authors would like to thank the following efektif berinisiatif menyusun pedoman dalam
individuals and organizations for their meyelesaikan konflik antara manusia dengan
contribution to the development of this guide: orangutan, melalui praktik-praktik teknis
Marc Ancrenaz, Fitrian Ardiansyah, Monica manajemen (BMP) yang lebih baik melalui
Borner, Doris Calegari, Stuart Chapman, Marc berbagai tahapan, termasuk dengan menjaga
Dunais, Garreth Goldthorpe, Lone Droscher dan mempertahankan kawasan-kawasan yang
Nielsen, Amalia Prameswari, Aldrianto bernilai konservasi tinggi (HCVF) dari kegiatan
Priadjati, Bella Roscher, Anne Russon, Ian konversi hutan menjadi perkebunan kelapa
Singleton, Jatna Supriatna; Borneo Orangutan sawit. Dokumen ini diharapkan dapat
Survival Foundation, Conservation membantu pihak industri untuk menemukan
International-Indonesia Program, Orangutan langkah yang tepat untuk mengadopsi BMP
Conservancy, Fauna & Flora International yang bermanfaat, baik bagi upaya konservasi
Indonesia Program, Sumatran Orangutan maupun aktivitas industri, dengan membagi
Conservation Program, Wildlife Conservation pengetahuan tentang konservasi
Society-Indonesia Program, World Wide Fund
Penulis mengucapkan terima kasih kepada
for Nature-Indonesia, WWF-Malaysia, WWF-
individu-individu dan organisasi-organisasi yang
Switzerland; Universitas Indonesia, Universitas
telah turut berkontribusi dalam pembuatan
Nasional, The Hacin Family Foundation.
petunjuk ini:
Marc Ancrenaz, Fitrian Ardiansyah, Monica
Borner, Doris Calegari, Stuart Chapman, Marc
Dunais, Garreth Goldthorpe, Lone Droscher
Nielsen, Amalia Prameswari, Aldrianto Priadjati,
Bella Roscher, Anne Russon, Ian Singleton,
Jatna Suprijatna; Borneo Orangutan Survival
Foundation, Conservation International-
Indonesia Program, Orangutan Conservancy,
Sumatran Orangutan Conservation Program,
Wildlife Conservation Society-Indonesia
Program, World Wide Fund for Nature-
Indonesia, WWF-Malaysia, WWF-Switzerland;
Universitas Indonesia, Universitas Nasional, dan
Hacin Family Foundation.
vi
Foreword
Sambutan
P P
alm oil products have become part of roduk kelapa sawit (Elaeis guineensis)
our everyday lives and demand for them sudah menjadi bagian kehidupan kita
is constantly increasing. Globally, palm sehari-hari dan kebutuhan terhadap
oil production has increased by more than 50% berbagai produk sawit terus mengalami
since 1990, a trend that is predicted to reach peningkatan. Secara global, produksi kelapa
80% (approximately 41 million tons) by the sawit meningkat lebih dari 50 % sejak tahun
year 2020. In Indonesia, palm oil is one of the 1990 dan peningkatan ini diperkirakan akan
nation’s major sources of income. Of mencapai angka 80 % (sekitar 41 juta ton) pada
approximately 11 million hectares of oil palm tahun 2020. Di Indonesia, sawit merupakan
plantations across the world, 6 million salah satu sumber pendapatan negara utama.
hectares are established in Indonesia, while Dari sekitar 11 juta hektar perkebunan kelapa
production of Crude Palm Oil (CPO) has sawit yang ada di dunia, 6 juta hektar
increased from 2.66 tons in 1991 to 6.55 tons diantaranya terdapat di Indonesia. Produksi
in 2001. Crude Palm Oil Indonesia juga meningkat dari
2.658 juta ton pada tahun 1991 menjadi 6.550
However, the expansion of oil palm plantations
juta ton pada tahun 2001.
is causing negative impacts on the
environment, as many of the areas targeted Namun, perluasan kebun kelapa sawit
for plantations are being opened using ditengarai menimbulkan dampak merugikan
irresponsible logging practices, followed by terhadap lingkungan, karena sebagian besar
burning to clear the land. Converting forests pembukaan lahan diduga masih dilakukan
into oil palm plantations without considering dengan cara menebang hutan alam secara tidak
ecosystem linkages and environmental bijaksana yang dilanjutkan dengan pembakaran
functions can cause the following impacts: 1) (land clearing). Konversi hutan alam untuk
Loss of High Conservation Value Forests dijadikan perkebunan kepala sawit jika
(HCVF); 2) Damage of ecological and dilakukan tanpa mengindahkan keterkaitan
environmental functions of the forest ekosistem dan fungsi lingkungan, dapat
ecosystem; 3) Forest fire; 4) Loss of plant and menimbulkan dampak berupa: 1) hilangnya
species diversity, along with loss of non-timber hutan yang bernilai konservasi tinggi (High
forest products and 5) Human–wildlife conflict. Conservation Value Forest /HCVF); 2) kerusakan
In several places, the development of oil palm fungsi ekologis dan lingkungan (ecological and
plantations has caused serious social conflicts. environment function) yang melekat pada
ekosistem hutan tersebut; 3) kebakaran hutan;
Some of the species that are under serious
4) kepunahan keanekaragaman hayati antara
threat from the expansion of oil palm
lain; berbagai jenis kayu, produk hutan non kayu,
plantation include primates, especially
termasuk berbagai jenis satwa langka dan 5)
orangutans which are found in the forests of
konflik antara manusia dengan satwa. Di
Sumatra and Kalimantan (Borneo). Oil palm
vii
expansion can cause habitat and population beberapa tempat pembangunan perkebunan
loss where these large primates live. For kelapa sawit juga potensial menimbulkan konflik
example, after the opening of oil palm sosial yang cukup serius.
plantations in Central Kalimantan, hundreds
Salah satu keanekaragaman hayati yang
of orangutans had to be evacuated after their
kemungkinan besar akan terancam oleh
habitat and food sources were lost. Many
perluasan perkebunan kelapa sawit adalah
others were killed.
berbagai jenis primata, terutama orangutan
We expect that the establishment of oil palm yang menempati hutan di Sumatra dan
plantations can be carried out according to the Kalimantan. Perluasan perkebunan kelapa
principles of sustainable natural resource sawit sangat berpotensi menyusutkan habitat
management. Oil palm plantations should primata anggota keluarga ’kera besar’ ini,
minimize the negative impacts of their termasuk terhadap penurunan populasinya di
operation on the environment, especially alam. Sebagai contoh, pembukaan kebun
orangutan habitat. Therefore, we welcome the kelapa sawit di Kalimantan Tengah ditengarai
“Guidelines for the Better Management telah menyebabkan ratusan orangutan harus
Practices on Avoidance, Mitigation and dievakuasi karena kehilangan habitat dan
Management of Human – Orangutan kesulitan mencari pakan, dan sejumlah besar
conflict in and around Oil Palm”. We hope lainnya diketahui mati terbunuh.
these practical guidelines can become a useful
Kami mengharapkan agar pembangunan
reference for all stakeholders, especially those
perkebunan kelapa sawit dapat dilakukan
from the palm oil sector, in order to avoid,
dengan memperhatikan prinsip-prinsip
mitigate and manage human-orangutan
pengelolaan sumberdaya alam yang
conflict which may occur in and around
berkelanjutan. Pihak perkebunan kelapa sawit
plantations.
diharapkan dapat meminimalkan dampak
Finally, we hope that the oil palm sector, as buruk kegiatan operasionalnya terhadap
one of the nation’s major sources of income, lingkungan, terutama orangutan. Sehubungan
can solve Indonesia’s economic problems dengan hal tersebut, kami menyambut baik
without ignoring species conservation and terbitnya buku “ Guidelines for the Better
sustainable development. Management Practices on Avoidance,
Mitigation and Management of Human –
Orangutan conflict in and around Oil
Palm” sebagai salah satu upaya untuk
meminimalkan dampak lingkungan akibat
adanya pembangunan kebun kelapa sawit.
Semoga buku petunjuk praktis ini dapat
dijadikan sebagai pertimbangan acuan penting
oleh berbagai pihak yang berkepentingan,
terutama pihak perkebunan kelapa sawit untuk
membantu mencegah, mengatasi dan
mengelola konflik dengan orangutan yang dapat
terjadi karena adanya pembangunan
perkebunan kelapa sawit.
Akhir kata, semoga perkebunan kelapa sawit
dapat memberikan kontribusi secara signifikan
sebagai salah satu sumber pendapatan utama
negara untuk mengatasi permasalahan
ekonomi yang dialami oleh bangsa Indonesia,
viii
namun dengan tetap memperhatikan aspek
kelestarian berbagai kenanekaragaman hayati
yang ada guna menunjang terjadinya
pembangunan yang berkelanjutan.
ix
Foreword
Sambutan
T S
he concept of sustainable development ulit untuk tidak menyetujui sebuah
is difficult to disagree with. The notion konsep tentang pembangunan
that society should develop in such a way berkelanjutan. Sebuah gagasan dimana
that economic prosperity grows while at the masyarakat berkembang seiring dengan
same time the environment is protected and kesejahteraan yang bertambah, sementara
social progress is being made, must be lingkungan hidup terlindungi dan kemajuan
appealing to each and every one of us. It is sosial terus berjalan, tentunya adalah sesuatu
when it comes to implementation, to the yang pasti menarik bagi kita semua. Namun
technical details of how we put this in ketika diimplementasikan hingga kepada
agreements and practices, that one begins to teknik rinci yang kita tempatkan ke dalam
realise that there might be trade-offs between berbagai persetujuan dan praktik tertentu,
these three pillars of sustainability. maka mulailah disadari adanya pertukaran
yang terjadi diantara ketiga pilar pembangunan
The number of people on this planet is still
berkelanjutan tersebut.
growing. More mouths need to be fed, more
agricultural produce is required. The ecological Jumlah manusia di planet ini terus bertambah.
footprint of mankind is still growing. Semakin banyak mulut yang harus diberi makan
Technologies exist to reduce this footprint. maka semakin banyak pula produk pertanian
Agronomic yields in actual terms are usually yang dibutuhkan. Sehingga jejak ekologi
more than 50 % behind what they could be, manusia pun masih akan terus bertambah.
theoretically, with application of best means and Berbagai teknologi hadir untuk mengurangi
best knowledge. In other words, the world could jejak ini. Secara teoritis dan dengan
realise the same yields in food from half the menggunakan cara dan pengetahuan yang
number of hectares that are currently in use. A terbaik, hasil agronomi dalam perhitungan
sobering thought. aktual biasanya menghasilkan lebih dari 50%
dari jumlah yang sebenarnya. Dengan kata lain,
Juxtaposed to technical discussions about
dunia dapat menyadari bahwa jumlah
implementation of sustainable agriculture
makanan yang dihasilkan adalah sama dari
practices are guidelines such as the one you
setengah jumlah hektar yang saat ini
have in your hands. How to deal with human-
digunakan. Sebuah pemikiran yang sederhana.
orangutan conflicts. The orang-utan is an icon
species, one of the great apes, close relative of Sejajar dengan diskusi-diskusi teknik mengenai
homo sapiens. The orang-utan is under threat, implementasi praktik-praktik pertanian yang
because their natural habitat is under threat. berkelanjutan adalah pedoman-pedoman
Many people, professionals and volunteers seperti yang saat ini berada di tangan Anda.
both, are concerned about these developments Bagaimana menangani konflik antara manusia
dengan orang-utan. Orangutan adalah spesies
ikon, satu diantara kelompok kera besar dan
x
and spend time and money to try and find memiliki kekerabatan yang dekat dengan
solutions for managing these conflicts. homo sapiens. Saat ini keberadaan orang-utan
dalam keadaan hampir punah, karena habitat
I do hope that the lessons contained herein will
natural mereka tengah berada dibawah
find a large and willing audience.
ancaman. Banyak orang, professional dan
sukarelawan, memprihatinkan perkembangan-
perkembangan yang ada saat ini dan
menghabiskan waktu dan uang mereka untuk
Rotterdam, 1 March 2007 berusaha mencari penyelesaian-penyelesaian
Sincerely yours, dalam menangani konflik-konflik ini.
Saya berharap pelajaran-pelajaran yang termuat
Jan Kees Vis dalam pedoman ini dapat memperoleh
dukungan dan persetujuan dari banyak pihak.
RSPO President
xi
Acronyms
Singkatan-singkatan
xii
SOP : Standard Operating Procedures
SOS-OIC : Sumatran Orangutan Society-Orangutan Information Center
TNC : The Nature Conservancy
USD : United States Dollar
UU : Undang-Undang (Regulation)
WCS : Wildlife Conservation Society
WWF : World Wide Fund for Nature
YAYORIN : Yayasan Orangutan Indonesia
xiii
Orangutan jantan Kalimantan
( T. Wahyu/UNAS)
Chapter I Introduction
Bab I Pendahuluan
T N
he name “orangutan” comes from Malay ama orangutan berasal dari bahasa
language, meaning “man from the Melayu yang berarti “orang hutan”.
forest”. The orangutans, Pongo Orangutan Pongo pygmaeus di Borneo
pygmaeus in Borneo, and Pongo abelii in dan orangutan Pongo abelii di Sumatra
Sumatra, are the only great apes living in Asia. merupakan satu-satunya kera besar yang hidup
The other three species of great apes can be di Asia. Ketiga jenis kera besar lainnya
found in Africa; the bonobo (Pan paniscus), the ditemukan di Afrika, yaitu Bonobo (Pan
chimpanzee (Pan troglodytes) and the gorilla paniscus), Simpanse (Pan troglodytes) dan
(Gorilla gorilla). All great apes are categorized Gorilla (Gorilla gorilla). Semua kera besar
in the Pongidae family, order Primata. digolongkan ke dalam suku Pongidae yang
merupakan bagian dari bangsa Primata.
Based on fossil records, scientists have
concluded that orangutans originate from the Berdasarkan catatan fosil para ahli
Himalaya Mountains on the Asian continent menyimpulkan bahwa orangutan berasal dari
(Hooyer 1948; von Koningswald, 1981 in daratan Asia, di suatu tempat di Pegunungan
Rijksen and Meijaard, 1999). Until the end of Himalaya (Hooyer 1948; von Koningswald,
the Pleistocene era (11,550 years before 1981 dalam Rijksen & Meijaard, 1999). Hingga
present), orangutans could be found in most akhir Pleistosen, orangutan dapat ditemukan
Southeast Asia lowland forests, from Wuliang di sebagian besar hutan dataran rendah di Asia
Shan hills in Yunan, South China, to the island Tenggara, dari kaki perbukitan Wuliang Shan di
of Java, Indonesia. At that time, the range of Yunan, Cina Selatan, sampai ke selatan di Pulau
orangutans covered up to 1.5 million km2. Jawa, dengan luas total sebaran mencakup 1,5
However, today orangutans can only be found juta km2. Akan tetapi, saat ini orangutan hanya
on the islands of Borneo and Sumatra, with ditemukan di Borneo dan di bagian utara
90% of the population living in Indonesia and Sumatra, dengan 90% dari total populasinya
the other 10% in Malaysian Borneo. Clearly, berada di wilayah Indonesia (Gambar 1 dan 2).
orangutan conservation is a national duty. Dengan demikian, sudah selayaknya jika
melestarikan orangutan menjadi kewajiban
Genetic, morphological, ecological, behavioral
nasional.
and life history research shows that Sumatran
orangutans are different from their Borneo Berdasarkan hasil penelitian genetika,
relatives (Delgado & van Schaik, 2000, morfologi, ekologi, tingkah laku, dan daur hidup
Groves, 2001, Zhang et al. 2001). The (life history), orangutan yang hidup di Sumatra
Sumatran orangutan, Pongo abelii, and Borneo dibedakan dari orangutan yang ada di Borneo
orangutan, Pongo pygmaeus, were (Delgado& van Schaik, 2000, Groves, 2001,
geographically separated some 10,000 years Zhang et al., 2001,). Orangutan sumatra, Pongo
ago, when sea level rose and led to the abelii, dan orangutan borneo, Pongo pygmaeus,
formation of the islands of Borneo and telah terpisah secara geografis paling sedikit
1
I Introduction
Pendahuluan
Sumatra. The Borneo orangutan is classified sejak 10.000 tahun yang lalu saat terjadi
into 3 sub-species (Groves, 2001; Warren et kenaikan permukaan laut antara kedua pulau
al. 2001): itu. Variasi morfologi dan genetik yang terdapat
pada populasi, orangutan borneo kemudian
a. Pongo pygmaeus pygmaeus: ranging
dikelompokkan ke dalam 3 subspesies yang
from northwest Kalimantan (Betung
berbeda (Groves, 2001; Warren et al, 2001):
Kerihun and Lake Sentarum national parks,
as well as the surrounding area), north of a. Pongo pymaeus pygmaeus di bagian
Kapuas River across to the east of Serawak barat laut Kalimantan (Taman Nasional
State (Malaysia); Betung Kerihun and Danau Sentarum, dan
b. Pongo pygmaeus wurmbii: ranging from sekitarnya), utara Sungai Kapuas sampai
southwest Kalimantan to the south of timur laut Serawak;
Kapuas River and through the Barito River; b. Pongo pygmaeus wurmbii di barat daya
and Kalimantan, bagian selatan sungai Kapuas
c. Pongo pygmaeus morio: ranging from dan bagian barat sungai Barito; dan
Sabah and eastern Kalimantan until the c. Pongo pygmaeus morio di Sabah dan
Mahakam River. bagian timur Kalimantan sampai sejauh
sungai Mahakam.
Today, both Sumatran and Borneo orangutans
are threatened by extinction. The World Saat ini keberadaan kedua spesies orangutan
Conservation Union (IUCN, 2002) classifies di alam sangat terancam dan rentan terhadap
the Kalimantan orangutan as Endangered, kepunahan. Oleh IUCN (2002) orangutan
while its relative in Sumatra has been borneo ditetapkan sebagai “endangered”
classified as Critically Endangered. Both (Genting), sementara kondisi yang lebih kritis
species have also been listed in Appendix I of terjadi di Sumatra sehingga IUCN
the Convention on International Trade in menempatkan orangutan di pulau itu ke dalam
Endangered Species of Wild Fauna and Flora kategori “critical endangered” (Kritis). Kedua
(CITES), meaning that neither the animal nor spesies orangutan juga terdaftar dalam
any of its body parts can be exported or traded. Appendix I CITES (Convention on International
In Indonesia, orangutans are legally protected Trade in Endangered of Wild Species of Fauna
by the Wildlife Protection Regulation no. 233 and Flora atau Konvensi Perdagangan
yr. 1931, Law no. 5 yr. 1990, Decree of the Internasional Satwa dan Tumbuhan Liar
Minister of Forestry 10 June 1991 no. 301/ Terancam Punah), yang berarti orangutan,
Kpts-II/1991 and Government Regulation no. termasuk bagian tubuhnya tidak boleh
7 yr. 1999. diperdagangkan di manapun juga. Di Indonesia,
orangutan telah dilindungi secara hukum
The biggest threat to orangutans is the
melalui : Peraturan perlindungan binatang liar
destruction of their natural habitat by forest
no. 233 Th. 1931, UU no. 5 Th. 1990, SK
conversion for agriculture, plantations, mining
MenHut 10 Juni 1991 no. 301/Kpts-II/1991
sites and housing areas. These factors not only
dan PP no. 7 Th. 1999.
destroy habitat wholesale, they also affect the
distribution of the species by fragmenting Ancaman terbesar terhadap kelangsungan
surviving orangutans into small, fragile hidup orangutan berasal dari perusakan
populations scattered in equally small and habitatnya yang disebabkan oleh penebangan
vulnerable habitats (Rijksen & Meijaard, 1999; dan pembukaan hutan untuk dijadikan lahan
Robertson & van Schaik, 2001). pertanian, perkebunan, pertambangan, dan
pemukiman. Akibatnya, populasi orangutan
Recently, the acceleration of natural forest
yang semula tersebar luas saat ini terpencar
conversion into oil palm plantations has
ke dalam kantong-kantong populasi berukuran
dramatically increased incidences of direct
kecil dengan daya dukung habitat yang rendah
conflict between orangutans and humans. The
(Rijksen & Meijaard, 2001, Robertson & van
conflict is occurring as a consequence of
Schaik, 2001).
2
habitat loss and fragmentation (Goossens et Akhir-akhir ini meluasnya konversi hutan alam
al. 2006), contributing to a rapid reduction in menjadi perkebunan kelapa sawit membawa
orangutan numbers. Coordination between konflik yang tak terhindarkan antara manusia
stakeholders, including the managers of oil dan orangutan sebagai implikasi dari habitat
palm plantations, is urgently needed to solve yang hilang dan terfragmentasi (Goossens et
this conflict. al., 2006). Konflik yang terjadi selalu berakhir
dengan penyusutan lebih lanjut populasi
orangutan. Untuk
mengatasi konflik
diperlukan kerjasama
berbagai pihak dan
harus melibatkan
m a n a j e m e n
perkebunan kelapa
sawit. Sebagai langkah
awal untuk membentuk
forum komunikasi yang
efektif bagi
penyelamatan
orangutan, beberapa
organisasi konservasi
dan perguruan tinggi ,
berinisiatif menyusun
suatu pedoman yang
berisi praktik-praktik
penanganan orangutan
yang terjebak di dalam
lahan yang dialihkan
fungsinya menjadi
perkebunan. Berbagai
panduan teknis
tersebut dirangkum
sebagai Better
Management Practises
(BMP) bagi pihak
m a n a j e m e n
perkebunan, sehingga
kegiatan operasi
mereka tidak
merugikan orangutan
dan keanekaragaman
hayati lainnya.
3
I Introduction
Pendahuluan
4
Figure 2. Orangutan (Pongo pygmaeus) distribution in Borneo (Singleton et al, 2004)
Gambar 2. Peta sebaran orangutan (Pongo pygmaeus) di Borneo (Singleton et al, 2004)
5
I Introduction
Pendahuluan
6
long and slow life cycle. Adult female (terutama tidur di malam hari) orangutan
orangutans can reach 35 - 55 kg and adult biasanya membuat sarang di pohon yang dibuat
males 85 - 110 kg. Newborns weigh around 1 dari ranting pohon dan daun.
- 2 kg (average 1.8 kg). Females become
Berat badan orangutan betina dewasa berkisar
sexually mature when they are 14 years old
35-55 kg dan jantan dewasa 85-110 kg, dengan
and pregnancy averages around 8 months and
berat bayi yang baru lahir sekitar 1-2 kg (rata-rata
20 days. Only one offspring is produced from
1,8 kg). Orangutan betina siap bereproduksi pada
each pregnancy and it takes around 6-9 years
usia sekitar 14 tahun, dengan lama kehamilan
for females to give birth again (Wich et al.
berlangsung 8-9 bulan. Setiap kelahiran
2004). This is the longest inter-birth interval
orangutan hanya menghasilkan satu bayi dengan
of any land living mammal.
jarak kelahiran 6-9 tahun (Wich et al., 2004).
Orangutans are considered to be mostly
Orangutan hidup semi soliter (cenderung
solitary, with adults only forming brief mating
sendiri). Aktivitas harian dimulai dengan bangun
pairs. Daily activity begins at dawn (05:00 -
pagi saat matahari terbit (sekitar pukul 5:00 –
06:00) when orangutans wake up to search
6:00), untuk kemudian mencari makan,
for food. During the day they wander around,
berjalan, beristirahat dan diakhiri dengan
feeding moving and resting and finally, shortly
membuat sarang setelah matahari terbenam
before sunset they build a new nest up in the
(sekitar pukul 17:00 – 18:00). Dalam satu hari,
trees (17:00 - 18:00). Orangutans wander as
orangutan mampu menjelajah sejauh 1 sampai
far as 1 - 2 km per day, depending on the
2 km, tergantung pada ketersediaan sumber
availability of food. Besides the food factor,
pakan. Selain itu, daerah jelajah jantan sangat
the distribution of male orangutans also
ditentukan oleh sebaran betina dewasa. Dari
depends on the distribution of females.
hasil penelitian jangka panjang tentang pola
The result of a thorough home range mapping jelajahnya, secara umum ada 3 tipe orangutan,
exercise has shown that in general, there are yaitu:
three types of orangutan ranging behaviours:
1) penetap, individu yang sebagian besar
1) residents: orangutans that spend most of waktunya dalam setiap tahun dihabiskan
their time in one particular area over the di kawasan tertentu (Rijksen, 1978; te
course of a year (Rijksen, 1978; Boekhorst Boekhorst et al, 1990). Biasanya mereka
et al. 1990). Residents occupy a home menguasai daerah jelajah sekitar 2-10
range of approximately 2 - 10 km2 of high- kilometer persegi dengan kualitas habitat
quality habitat and are usually individuals yang tinggi dan umumnya mereka adalah
with high society status (adult females with individu dengan status sosial yang tinggi
offspring; adult males). (betina dewasa dan anaknya; jantan
2) commuters: nomadic orangutans that live dewasa);
in one area for several weeks or months 2) penglaju, individu yang secara teratur
each year and move to other areas (usually selama beberapa minggu atau beberapa
adult and young males). The commuters bulan menetap di satu kawasan untuk
occupy much more extensive ranges, and kemudian pindah ke kawasan lain atau
utilize more than one major habitat site of nomadis (umumnya jantan dewasa dan
high or reasonable quality. muda). Mereka menjelajahi daerah yang
3) wanderers, orangutans that never or lebih luas dan terdiri dari lebih dari satu
infrequently return to the same place for at habitat utama dengan kualitas yang baik;
least three years (young males) (Rijksen & dan
Meijaard, 1999). 3) pengembara, individu yang tidak pernah,
Based on DNA analysis, orangutans share atau sangat jarang kembali ke tempat yang
around 97 % of their genome (hereditary sama dalam waktu paling sedikit 3 tahun
information that is encoded in DNA) with (umumnya jantan muda) (Rijksen dan
humans. This makes them vulnerable to Meijaard, 1999).
7
I Introduction
Pendahuluan
8
dikembangkan oleh perusahaan untuk
melindungi lingkungan akibat aktivitas
mereka, sehingga penting untuk
memastikan dicapainya kebijakan tata
guna lahan dan praktik management
perusahaan yang baik dan diterima oleh
banyak kalangan.
Suatu perusahaan perkebunan dapat
mengembangkan satu atau lebih
komponen BMP sebagai pedoman dalam
menerapkan praktik-praktik perkebunan
berwawasan lingkungan, sehingga dapat
dijadikan contoh bagi perusahaan lainnya
yang memiliki permasalahan yang sama.
Kebun kelapa sawit dan hutan Berdasarkan hasil dari pertemuan antara
( Eko HY/BOS Foundation) beberapa pihak yang terkait dalam
kelapa sawit di berbagai negara BMP
plantation productivity. This document
tersebut dapat disesuaikan dengan situasi dan
describes steps that can be taken by industrial
kondisi di masing-masing tempat.
stakeholders to internally balance production
and socio-environmental concerns. BMP can Ada beberapa pendekatan dalam BMP yang
be considered as tools developed by dapat diterapkan suatu perkebunan, antara
plantation companies to protect the area lain:
where they operate, while demonstrating to ¾ HCVF: Menyediakan alat untuk
stakeholders that they are implementing BMP mengidentifikasi High Conservation Values
with respect to landscaping policy. A company pada tingkat bentang alam atau landscape
can use one or more BMP components in its dan perkebunan untuk meningkatkan
management practices, which can then serve pengelolaan/manajemen kebun.
as an example for other companies that may ¾ Resolusi konflik manusia dengan
be facing similar problems. hidupan liar: Menyediakan pedoman
Following meetings between palm oil untuk mengatasi konflik manusia dengan
stakeholders in several countries, it was hidupan liar pada skala perkebunan dan
suggested that the BMP can be adjusted kabupaten. Hal ini mencakup pedoman
depending on the situation and condition of untuk penetapan dan/atau pemiliharan
each area where they are applied. koridor bagi hidupan liar, kawasan
bantaran sungai atau hutan.
There are several aspects to consider in
¾ Restorasi dan konservasi habitat::
developing BMP for plantations, including:
Mengkonservasi kawasan hutan yang
¾ HCVF: Provides a tool to identify High berada di dalam kawasan perkebunan
Conservation Values Forest in the area to untuk meningkatkan keanekaragaman
improve the management of the hayatinya. Hal ini termasuk kawasan yang
plantation. diklasifikasikan sebagai tidak sesuai bagi
¾ Human-wildlife conflict resolution: perkebunan kelapa sawit.
Provides guidance to manage human- ¾ Resolusi dan pencegahan konflik
wildlife conflict in plantations and at the tanah/ulayat: Mengidentifikasi potensi
district level. Such guidance includes resolusi bila terjadi konflik dengan
guidelines to identify wildlife corridors, masyarakat setempat yang merasa
watershed areas or forest. memiliki lahan yang dijadikan perkebunan,
¾ Habitat conservation and restoration: sebagai contoh sumberdaya masyarakat
Protect the forest inside plantations in order
9
I Introduction
Pendahuluan
to maintain their biodiversity levels. This tradisional/adat dan hak-hak ulayat dari
includes the areas classified as masyarakat adat..
inappropriate for oil palm plantations. ¾ Zero burning/tanpa bakarr : Teknik
¾ Prevention/resolution of land penyiapan lahan yang tidak menimbulkan
conflicts: Identification of potential resiko kebakaran.
resolution of conflicts with local ¾ Integrated pest management (IPM)/
communities claiming, for example, their pengendalian hama terpadu:
right of plantation land. Pengendalian populasi hama secara
¾ Zero-burning land clearing: land terpadu untuk melindungi tanaman dan
clearing techniques with no risk of fire. menekan pengggunaan pestisida kimiawi
¾ Integrated pest management (IPM): yang berbahaya bagi lingkungan dan
Protecting plants by using minimal amounts kesehatan.
of pesticides, which can be harmful to the ¾ Meminimalkan dan memanfaatkan
environment and human health. sampah:: Pemanfaatan yang efisien dari
¾ Waste reduction: Efficient management limbah perkebunan dan industri kelapa
of plantation and palm oil industrial waste, sawit yang dapat meminimalkan
to minimize pollution. pencemaran.
The palm oil industry has not applied BMP in a Kurang konsistennya penerapan BMP oleh
consistent way, which has drawn concern from pelaku industri telah menyebabkan
the industry and environmental stakeholders. kekhawatiran baik bagi industri itu sendiri
In fact, BMP have not effectively addressed maupun kalangan yang peduli terhadap
masalah-masalah lingkungan. Hal
ini terutama disebabkan oleh BMP
selama ini belum secara tepat
mengatasi permasalahan yang
terkait dengan konservasi yang
merepresentasikan salah satu
pilar penting dari ‘sustainability’,
seperti mengatasi konflik dengan
hidupan liar.
Oleh karenanya, dokumen ini
diharapkan dapat membantu
pihak industri untuk menemukan
langkah yang tepat untuk
mengadopsi BMP yang
bermanfaat, baik bagi upaya
Perkebunan Kelapa Sawit di Kalimantan Tengah konservasi maupun aktivitas
( Eko HY/BOS Foundation) industri, dengan membagi
pengetahuan tentang konservasi.
conservation issues such as sustainable
Tujuan dari panduan ini adalah:
wildlife management.
1. Menjadi pedoman dalam meyelesaikan
Hence, this document aims to assist industrial
konflik antara manusia dengan orangutan,
stakeholders to adopt BMP, a beneficial step
melalui praktik-praktik teknis manajemen
for both conservation efforts and industrial
yang lebih baik melalui berbagai tahapan,
activity. The purpose of these guidelines is to:
termasuk dengan menjaga dan
1. Become guiding principles to resolve mempertahankan kawasan-kawasan yang
human-orangutan conflicts, using better bernilai konservasi tinggi (HCVF) dari
management practices that are applied in kegiatan konversi hutan menjadi
a step-wise fashion, including protection of perkebunan kelapa sawit
HCVF areas within oil palm plantations.
10
2. Apply conflict management techniques that 2. Menerapkan teknik pengelolaan konflik
are adapted to the situation in the field, yang sesuai dengan kondisi dan situasi
and which are beneficial to both lapangan dengan prinsip saling
orangutans and humans. menguntungkan.
3. Become a reference for the government 3. Menjadi bahan pertimbangan bagi
when issuing plantation activity permits, to pemerintah dalam memberikan ijin
avoid potential conflict. kegiatan perkebunan untuk menghidari
4. Be taken up by investors, retailers and terjadinya konflik
buyers in the development and marketing 4. Untuk menjadi bahan pertimbangan
of sustainable oil palm plantation products. terhadap kebijakan investasi, pembeli,
pedagang produk-produk kelapa sawit
It is hoped that BMP can support the criteria
dalam kegiatan pembangunan perkebunan
for sustainable palm oil approved by the
yang berkelanjutan
Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO).
Aspects that could considered for the Seperti telah disebutkan sebelumnya, BMP ini
development of BMP guidelines are provided diharapkan dapat mendukung kriteria yang
in the following table, which also indicates the telah ditetapkan oleh Forum Meja bundar
linkage of the BMP to the criteria for Minyak Sawit Lestari (RSPO), yang menegaskan
sustainable palm oil. hal-hal mengenai minyak sawit lestari. Hal-hal
yang dapat dipertimbangkan sebagai panduan
3. Human-Orangutan Conflict untuk pembentukan BMP, disebutkan dalam
The conflict between humans and orangutans tabel dibawah ini, yang mana juga
occurs because of competition for limited mengindikasikan hubungan antara BMP
natural resources. Many people still consider dengan kriteria minyak sawit lestari.
Table 1. Suggested BMP subjects and linkage between BMP and RSPO criteria.
Tabel 1. Hubungan antara BMP dan kriteria RSPO.
BMP Subject Linkage to RT Criteria
Pokok-pokok BMP Pertalian dengan criteria RSPO
Conduct environmental appraisal or Environment Impact Criteria 5.1, 5.2, 5.3 and 7.4 Managing
Assessment prior to development of new plantations or environmental impacts
change of crop types. Kriteria 5.1, 5.2, 5.3 dan 7.4 Mengelola
Mengadakan penilaian lingkungan atau Memberikan pengaruh-pengaruh pada lingkungan
penilaian atas pengaruh lingkungan sebelum
dilakukannya pengembangan perkebunan-perkebunan
baru atau perubahan pada jenis tanaman hasil panen.
Protection of High Conservation Value Forests (HCVF). Criterion 5.2 and 7.3 Biodiversity and conservation
Perlindungan terhadap Hutan-hutan Bernilai Konservasi Kriteria 5.2 dan 7.3 Biodiversitas dan konservasi
Tinggi (HCVF).
‘Forests-in-Plantations’ 1) Criteria 7.1 and 7.2 Biodiversity and conservation
Hutan-hutan yang terdapat dalam perkebunan. 1) Kriteria 7.1 dan 7.2 Biodiversitas dan konservasi
Retention of riparian reserves and buffer zones 2) Criteria 7.1, 7.2 and 7.3 Biodiversity and
Mempertahankan hutan pinggir sungai/ riparian dan conservation
daerah penyangga/buffer zone.2) Kriteria 7.1, 7.2 dan 7.3 Biodiversitas dan
konservasi
Mitigating human-wildlife conflicts with flagship species Criteria 5.2, and 7.3 Biodiversity and conservation
– elephant, orangutan, tiger. Kriteria 5.2, dan 7.3 Biodiversitas dan konservasi
Mengurangi konflik manusia-satwa liar dengan spesies
kunci/ bendera - gajah, orangutan, harimau
Maintaining and enhancing biodiversity in plantations. Criteria 5.2, 7.1, 7.2, and 7.3 Biodiversity and
Memelihara dan meningkatkan biodiversitas pada conservation
perkebunan. Kriteria 5.2, 7.1, 7.2, and 7.3 Biodiversitas dan
konservasi
11
I Introduction
Pendahuluan
Notes:
1) Small patches of forest that are kept within plantations can function as a home for small
carnivores and other rat predators. This can keep the rat population within the plantation at a
low level, reducing the need for the government to apply rodenticides. It is actually more cost-
effective to keep these patches of forest within the plantation, and in the long-run the companies
can draw more benefits (see the work by Rajanathan at Tabin, Sabah, Malaysia).
2) Usually, forest is cleared and replaced with palms up to the edges of the river, which increases
pollution by chemicals and natural salutation. A natural forest buffer area extending 20 m at
least should be kept along all rivers and tributaries (Ancrenaz, pers. comm.).
Catatan:
1).Hutan kecil yang dipertahankan keberadaannya di dalam area perkebunan dapat menjadi rumah
bagi hewan karnivora (pemakan daging) kecil dan predator tikus lainnya, hasilnya populasi tikus di
dalam perkebunan dapat terus ditekan sehingga pemerintah dapat mengurangi penggunaan
pestisida untuk mengkontrol hama. Hal ini sebenarnya efektif (biaya) “cost-effective” untuk
mempertahankan hutan kecil ini dan dalam jangka panjang perusahaan akan menghasilkan
keuntungan yang lebih banyak (lihat hasil kerja Rajanathan di Tabin, Sabah, Malaysia)
2).Menghargai keberadaan hutan pinggir sungai (riparian); biasanya hutan pinggir sungai dibuka
(tebang habis) dan diganti dengan sawit sampai ke batas sungai, mengakibatkan polusi dari
limbah kimia dan “natural salutation”. Adanya daerah penyangga paling tidak 20 meter berupa
hutan alam, sebaiknya dipertahankan sepanjang semua sungai dan anak sungai (Ancrenaz, kom.
pri)
12
Figure 2. Flow chart for the development of BMP’s
Gambar 2. Bagan proses pengembangan BMP
Identification of BMPs
Identifikasi BMP
Preparatory stage/Identification
of partners
Tahap Persiapan/Identifikasi partner
Publication and
communication of BMP
Publikasi dan Komunikasi BMP
13
I Introduction
Pendahuluan
14
worse by the fact that much of the conversion manusia. Berikut adalah beberapa penyebab
is unplanned and completely ignores the hilangnya hutan hujan tropis yang menjadi
importance of biodiversity conservation. habitat orangutan:
According to the UN Food and Agriculture
Organization (FAO), during the 1990s 3.1.1. Konversi hutan
Indonesia’s forests declined by 13 million ha Saat ini perubahan hutan alam menjadi
(12% of 108 million ha); in Malaysia by 2.4 perkebunan kelapa sawit merupakan
million ha (12% of 20 million ha); and in Papua penyebab utama hilangnya habitat orangutan.
New Guinea by 1.1 million ha (4% of 27.5 Keadaan tersebut diperparah karena tata guna
million ha) (Glastra et al. 2003). lahan tidak direncanakan dengan baik dan
tidak mengakomodasi kepentingan konservasi
The destruction of forests has significantly
sebagai sumber keanekaragaman genetik
decreased orangutan populations. Laidlaw
untuk kesejahteraan manusia.
(1998) has shown that an oil palm plantation
can only support 0-20% of the mammals, Hutan hujan tropis tersisa di Asia Tenggara
reptiles and birds that the land supported prior berada di bawah tekanan dari dua kegiatan
to conversion. To survive in the converted besar yaitu, pembalakan secara besar-besaran
environment, wildlife (especially mammals) (legal maupun ilegal) serta kegiatan konversi
must share the same environment with lahan untuk berbagai keperluan, termasuk
humans, leading to conflicts and wildlife pembangunan perkebunan kelapa sawit.
hunting and poaching. Berdasarkan data UN Food and Agriculture
Organisation (FAO), tutupan hutan di Indonesia
3.1.2. Forest Fire sepanjang tahun 1990 an mengalami
Wildfires are not common natural occurrences penurunan hingga 13 juta hektar (12%),
in tropical rainforests. Yet, during 1997 - 1998, Malaysia 2,4 juta hektar (12%) dan PNG 1,1
fires raged throughout rural Indonesia, juta hektar (4%) (Glastra, et al. 2003)
Tabel 2: Plantation area and estimated forest area cleared based on industry estimates (in Mha).
Tabel 2: Areal perkebunan dan estimasi areal penebangan hutan berdasarkan perkiraan industri
(Mha).
Oil palm Share of oil Forest area Total oil palm Additional Additional
plantation area palm cleared for oil area target/ area to be forest to be
(2002) plantations palm (to end allocation established cleared
involving forest 2002) (2003)
conversion
Area Saham Area hutan yang Jumlah total Area tambahan Area hutan
perkebunan perkebunan ditebang untuk area minyak yang akan tambahan yang
minyak sawit minyak sawit minyak sawit sawit yang dibangun akan ditebang
(2002) yang (hingga akhir ditargetkan/
mengikutsertakan 2002) alokasi (2003)
konversi hutan
Malaysia 3.67 33% 1.21 3.74 0.07 0.02
Indonesia 3.10 66% 2.05 9.13 6.03 3.98
PNG 0.07 n.a n.a n.a n.a n.a
Total 6.77 48% 3.26 12.87 6.10 4.00
(n.a = not available)
Source: Greasy Palms, The social and ecological impact of large-scale oil palm plantation development
in Southeast Asia, Friends of the Earth, March 2004
Sumber: Greasy Palms, The social and ecological impact of large-scale oil palm plantation development
in Southeast Asia, Firends of the Earth, March 2004
15
I Introduction
Pendahuluan
affecting no less than 6% of the country’s total Kerusakan habitat oleh konversi hutan menjadi
landmass. These fires produced a thick, perkebunan kelapa sawit mengakibatkan
unhealthy smog which covered large parts of penurunan populasi berbagai satwa secara
Indonesia, Malaysia, Brunei and Singapore for drastis. Penelitian oleh Laidlaw (1998)
at least 3 months. At that time, Indonesia’s menunjukkan bahwa suatu perkebunan kelapa
former Minister of Environment, Emil Salim sawit hanya dapat mendukung 0 – 20% dari
stated: kelangsungan hidup mamalia, reptil dan burung
yang sebelumnya ditemukan pada hutan hujan
“The damage inflicted by these fires and haze
primer. Untuk bertahan hidup pada lingkungan
was terrible. Wildlife, natural habitats, and
yang berubah, berbagai satwa (terutama
ecosystems in the worst affected areas were
mamalia), harus memanfaatkan ruang dan
devastated beyond recovery. There were also
sumber pakan yang sama dengan manusia.
heavy losses felt more directly by people. For
Konflik yang terjadi akibat perebutan
every fire-setter who gained some short-term
sumberdaya dengan manusia mendorong
economic benefit from burning... countless
terjadinya perburuan dan pembantaian satwa.
paid a heavy toll in loss of income, bodily injury,
and environmental destruction”. (in: Glover
3.1.2. Kebakaran hutan
and Jessup, 1999).
Api liar bukan merupakan fenomena alamiah
A report by the Center for International Forestry yang biasa ditemukan pada daerah-daerah
Research (CIFOR) estimated the economic hutan tropis. Akan tetapi pada periode 1997-
costs of the 1997 - 1998 fires and haze at 1998, banyak titik api yang merambah ke
USD 2.3 - 3.5 billion, excluding the cost of berbagai daerah pinggiran di Indonesia. Tidak
carbon release which may have amounted to kurang dari 6% total daratan Indonesia
as much as USD 2.8 billion. CIFOR estimated mengalami kebakaran lahan yang
that the fires affected 11.7 million ha of land, mengakibatkan negara-negara tetangga,
half of which was forested. Only 7% of the area seperti Malaysia, Brunei dan Singapura,
burnt was grassland. According to CIFOR, diselimuti oleh asap yang sangat tidak sehat
447,000 ha of estate crops were burnt during selama kurang lebih 3 bulan. Mengingat
the same period (Tacconi, 2003). Suzuki (in kejadian itu kembali, bekas Menteri
Singleton et al. 2004) noted that all orangutans Lingkungan Hidup, Emil Salim menyatakan:
apparently died in some areas that were
“Kerusakan yang diakibatkan oleh api dan
kabut ini sangat
buruk sekali.
Kehidupan liar,
habitat natural dan
ekosistem pada
daerah-daerah yang
terkena akibat
paling buruk,
hancur tanpa dapat
diperbaiki lagi.
Masih banyak lagi
kerugian yang
sangat dirasakan
langsung oleh
orang-orang di
lingkungan
Kebakaran hutan yang mengakibatkan kabut asap
sekitar,…Bagi
( BOS Foundation)
setiap dari mereka
yang memulai
16
kebakaran tersebut, yang memperoleh
keuntungan ekonomi jangka pendek dengan
membakar hutan…, tidak terhitung jumlah
mereka yang lainnya yang menderita kerugian
pemasukan, luka fisik, dan kehancuran
lingkungan.” (Mantan Menteri Lingkungan
Hidup Indonesia, Emil Salim pada: Glover and
Jessup, 1999).
Menurut laporan yang dikeluarkan oleh Pusat
Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR),
kerugian ekonomi yang disebabkan oleh
kebakaran hutan dan kabut asap pada tahun
1997/1998 ditaksir sebesar US$ 2.3-3.5
miliar, tidak termasuk kerugian yang
disebabkan oleh pelepasan karbon ke atmosfir
yang mungkin dapat mencapai US$ 2.8 miliar.
Dalam laporan yang sama, CIFOR juga
memperkirakan bahwa kebakaran hutan yang
terjadi merusak sekitar 11.7 juta ha lahan,
setengah di antaranya merupakan daerah
tutupan hutan. Di pihak perkebunan,
Kebakaran hutan kebakaran yang terjadi pada periode tersebut
( BOS Foundation)
merusak sekitar 447.000 ha tanaman panen
(Tacconi, 2003). Sementara itu, kerusakan
extensively burned in 1983. An estimated
ekosistem yang terjadi akibat punahnya
1,000 out of 40,000 orangutans (2.5%) died
berbagai bentuk kehidupan di dalam sistem
from severe fires in 1997, but this may well
hutan hujan tropis tidak dapat diperkirakan lagi.
have been an underestimate (Singleton et al.
Suzuki (dalam Singleton dkk, 2004) mencatat
2004).
semua orangutan terlihat mati di beberapa area
yang mengalami kebakaran luas pada tahun
3.1.3. Logging (legal and illegal)
1983. Berdasarkan perhitungan, paling tidak
Logging – both legal and illegal - is a serious
1000 dari 40.000 orangutan (2,5%) mati
threat to the habitat of orangutans. In the case
karena kebakaran hebat pada tahun 1997
of legal logging, problems occur when HPH
(Singleton dkk., 2004).
(logging concessions holders) do not follow the
Annual Allowable Cut (RKT) agreed with the
3.1.3. Pembalakan (legal dan illegal)
provincial forestry office, they frequently clear
Pembalakan hutan, baik yang legal maupun
forests well beyond boundaries of their
illegal, saat ini merupakan ancaman serius
concession, and they often do not apply
terhadap hilang dan terfragmentasinya habitat
regulations that ensure the sustainability of
orangutan. Pada pembalakan legal, kerusakan
forest ecosystems. Orangutan populations
habitat orangutan terjadi karena ada
have greatly decreased over the last 15 years,
perusahaan yang tidak mematuhi RKT
due to large concessions being handed out,
(Rencana Kerja Tahunan) yang disepakati,
especially in lowland areas where the highest
menebang di luar konsesi, dan tidak
orangutan densities occur (Singleton,
menerapkan aturan tebang pilih,serta berbagai
pers.comm.). Recently, this activity has resulted
aturan yang menjamin keberlanjutan
in deforestation rates of up to 2.8 million ha
ekosistem hutan. Banyak orangutan lenyap 15
per year in Indonesia (Ministry of Forestry,
tahun terakhir sebagai akibat diijinkannya
2005).
konsesi besar, terutama di hutan dataran
rendah tempat keberadaan populasi orangutan
17
I Introduction
Pendahuluan
18
3.2. Impacts of the Conflict konflik dan menambah tekanan terhadap
One of the impacts of increasing human- keberlangsungan spesies tersebut.
orangutan conflict is an increase in orangutan
Untuk orangutan sebagai spesies yang
killing and poaching for trade. The conversion
terancam punah, adanya habitat yang
of natural forests opens access to orangutan
berkesinambungan merupakan harapan
habitat, which often results in an increase in
utama yang harus dipertahankan untuk
hunting activities. Moreover, such activities
mempertahankan populasi/keberadaan
can push orangutans out of the forest, beyond
mereka.
their natural borders, in search for food. This
often brings orangutans into cultivated areas 3.2. Dampak Konflik
managed by local communities. In extreme Salah satu dampak dari konflik antara manusia
cases, forest conversion has even forced dan orangutan adalah peningkatan kasus
orangutans to enter residences and terbunuhnya orangutan dan perburuan
plantations, thus exacerbating negative orangutan untuk diperdagangkan. Konversi
perceptions of these animals by local people. hutan alam untuk berbagai kepentingan
For example, orangutans are increasingly (misalnya perkebunan) dan pembangunan
regarded as crop raiding pests in several infrastruktur yang memotong habitat orangutan
locations along the forest edges (especially in membuka akses ke habitatnya dan
Sumatra), and are consequently illegally meningkatan perburuan. Selanjutnya
persecuted (Clearly contrary to Law No 5, perburuan yang terjadi, semakin mendesak
article 21; yr. 1990). orangutan keluar dari habitatnya, dan bergerak
ke daerah-daerah pinggiran sungai atau sumber
Another impact of the human-orangutan
pakan yang biasanya merupakan daerah
conflict is the killing of orangutans by tree-
perkebunan. Bahkan tekanan perburuan dan
felling activities, and starvation of these
ketiadaan sumber pakan dapat menyebabkan
primates because of lack of food resources.
orangutan memasuki daerah-daerah
These factors contribute to decreases in
pemukiman manusia dan perkebunan mereka
orangutan populations and eventually lead to
sehingga meningkatkan konflik antara
local extinction of the species.
keduanya.
Contohnya, orangutan seringkali dianggap
sebagai hama yang mengambil hasil kebun
masyarakat dibanyak lokasi sepanjang
perbatasan hutan (terutama di Sumatra) dan
konsekuensinya mereka disiksa/dianiaya, hal
ini bertentangan dengan UU no. 5, pasal 21;
1990.
Dampak lain dari konflik antara manusia
dengan orangutan adalah kematian orangutan
akibat tertimpa pohon pada saat kegiatan land
clearing dan orang utan mati karena kelaparan.
Dari semua itu, pada akhirnya terjadi penurunan
populasi orangutan secara cepat, bahkan
menimbulkan kepunahan orangutan di tempat
itu.
Korban konflik
( BOS Foundation)
19
Orangutan korban konflik sebelum di evakuasi
( Eko HY/BOS Foundation)
Chapter II Human-Orangutan Conflict
Management In Oil Palm Plantations
Bab II Pengelolaan Konflik Antara Manusia
dengan Orangutan di Perkebunan
Kelapa Sawit
T L
he best way to manage human-orangutan angkah terbaik dalam mengelola konflik
conflict is to protect the habitat of antara manusia dan orangutan adalah
orangutans and to maintain their melindungi habitat dan populasi
population. If the land targeted for orangutan. Jika lahan yang menjadi target
development is likely to be orangutan habitat kegiatan pembangunan merupakan habitat
(based either on prior knowledge or habitat potensial orangutan, pengelola lahan wajib
suitability), the management should initially melakukan survey terlebih dahulu (EIA atau
carry out an EIA (or AMDAL in Indonesian) for AMDAL untuk HGU besar) dengan melibatkan
large HGU with qualified personnel, to ensure para ahli untuk memastikan keberadaan
the protection of orangutans. Naturally, a direct primata yang dilindungi ini. Deteksi secara
visual sighting of an orangutan is the best visual keberadaan orangutan merupakan
factual evidence of the species’ presence in petunjuk yang terbaik. Jika tidak ditemukan
an area but if they are not encountered directly, secara visual, maka tanda-tanda lain yang
other signs such as the presence of nests or ditinggalkan orangutan perlu diperhatikan,
hearing orangutan vocalisations can also be seperti; keberadaan sarang dan terdengarnya
used to determine if they are there or not. suara orangutan.
Prior to implementing any conflict mitigation Sebelum melakukan kebijakan mitigasi hal
measures, the executor should also be aware penting yang perlu diperhatikan adalah fakta
of the behaviour and nature of the orangutan. bahwa orangutan merupakan mahluk yang
For example, fear on the part of field staff is pintar, pemalu, dan waspada. Mereka tidak
often cited as an excuse for shooting or akan menyerang mahluk lain, apalagi
capturing the animals, whereas this species melakukan perusakan, apabila dirinya tidak
will not attack people unless it is first provoked, merasa terganggu dan terdesak.
or cornered or otherwise feels threatened.
Tahapan-tahapan yang harus dipertimbangkan,
The following steps should be considered for baik pada lahan yang belum dibuka maupun
both forest areas that have yet to be cleared pada lahan yang sudah dibangun, adalah
and plantations that have already been sebagai berikut :
established:
Kegiatan I (pembukaan
Activity 1: Development of new perkebunan baru)
plantations Harus dilakukan survei orangutan dengan
Assessments should be carried out by melibatkan ahlinya dan pihak berwenang pada
qualified personnel in consultation with kawasan yang direncanakan dengan
knowledgeable scientists, using the following menggunakan prosedur berikut ini:
procedure:
21
II Human-Orangutan Conflict Management In Oil Palm Plantation
Pengelolaan Konflik Antara Manusia dengan Orangutan di Perkebunan Kelapa Sawit
22
must therefore berbeda disetiap tipe habitat. Oleh karena itu,
sample each sensus sarang harus dilakukan disetiap habitat
different habitat yang berbeda didalam area target. Sensus
type within the sarang biasanya dilakukan disepanjang jalur
target area. Nests yang sudah ditentukan disetiap lokasi yang
are normally ditentukan; agar dapat diuji, setiap lokasi harus
censused along diwakili oleh kira-kira 3 km transek. Sensus
transects cut at dilakukan sebaiknya oleh 4 orang yang dapat
each selected melakukan sensus kira-kira 1 km/hari (2 orang
location; for untuk membuka jalur dan mengukur panjang
reliability, each transek, 2 orang untuk menghitung dan
location should be mencatat jumlah sarang). Sensus sarang di
represented by at area target perkebunan kelapa sawit dapat
Pembukaan Perkebunan Baru
( BOS Foundation)
least ca 3 km of dilakukan paling tidak sekitar 3-4 minggu kerja
transect. The rate di lapangan. Namun harus dilakukan oleh orang
at which a team of 4 forest workers can census yang sudah berpengalaman karena
nests is ca 1 km a day (2 people to cut and membutuhkan akurasi tinggi dalam
measure transects, 2 people to count and penghitungan sarang. Tenaga ahli dapat diminta
record nests). A nest census of an area large untuk membantu merancang, melaksanakan,
enough to support an oil palm plantation could menganalisa data, dan meinterpretasikan hasil
easily involve 3-4 weeks’ field work. sensus sarang ini.
Conducting nest censuses requires
experienced observers because they provide Kegiatan II. Perkebunan yang
more accurate nest counts than inexperienced sudah dibangun
observers. Professional help should be sought Harus dilakukan survey orangutan dengan
to design, conduct, analyze, and interpret nest melibatkan ahlinya dan pihak berwenang pada
censuses. kawasan perkebunan yang sudah dibangun
dengan menggunakan prosedur berikut ini:
Activity 2: Existing Plantations ¾ Hitung orangutan yang tertahan di hutan
An orangutan survey should be carried out with
yang terisolasi di wilayah proyek
the involvement of experts and
¾ Area yang diidentifikasi mengandung
representatives of the plantation, using the
populasi orangutan (sebaiknya)
following procedure:
difungsikan sebagai kawasan konservasi
¾ Count orangutans in isolated forest ¾ Membangun koridor yang dapat
patches inside the plantation menghubungkan populasi orangutan yang
¾ Ideally, designate orangutan habitat as tertahan di dalam wilayah proyek dengan
protected areas and set them aside populasi lain di luar
¾ Develop a corridor connecting the isolated ¾ Pertahankan daerah tersebut (unit
orangutan populations within the manajemen) dekat dengan sumber air/
plantation with orangutan populations DAS.
outside the plantation ¾ Infra struktur proyek (sebaiknya)
¾ Plantation infrastructure should ideally be dimodifikasi untuk mengakomodasikan
adapted to accommodate the presence of orangutan
orangutans ¾ Lakukan kebijakan mitigasi untuk
¾ Develop a mitigation policy to ensure that memastikan kebutuhan orangutan tetap
orangutan requirements are still fulfilled. terpenuhi
¾ Monitor the reaction of orangutans once ¾ Lakukan monitor reaksi-reaksi orangutan
the plantation project is underway and terhadap kegiatan proyek dan apabila ada
sustain discussions with the management temuan baru menjadi bahasan selama
during the implementation of the project pelaksanaan proyek
23
Land clearing process/Proses pembukaan lahan
( Eko HY/BOS Foundation)
Chapter III Conflict Mitigation Procedures
Bab III Langkah-langkah Mitigasi Konflik
M K
itigation efforts should aim to reduce ebijakan mitigasi ini direkomendasikan
problems caused by human- untuk mengambil keputusan-keputusan
orangutan conflict. However, steps penting yang berkaitan dengan konflik
that can solve one kind of conflict are not manusia dan orangutan. Konsep-konsep teknis
always applicable to others. This requires dalam mitigasi sebaiknya diarahkan sebagai
constant research and monitoring to develop pendekatan untuk mengurangi permasalahan
new suitable approaches. yang ditimbulkan oleh konflik. Apa yang dianggap
ideal untuk menyelesaikan suatu masalah, belum
The implementation of mitigation techniques
tentu sesuai untuk masalah lain meskipun tingkat
will be more effective if the experts and other
permasalahannya sama, sehingga harus selalu
stakeholders are involved in both the planning
dilakukan penelitian dan monitoring untuk
and the executing phases. Mitigation activities
menghasilkan pendekatan yang lebih baik.
have to be monitored and evaluated based on
the intensity of the conflict. This can be carried Penerapan teknis mitigasi akan lebih efektif jika
out by the company or other (more melibatkan para ahli dan berbagai pemangku
independent) parties, to acquire more kepentingan dalam perencanaan dan
objective assessments. pelaksanaannya. Tindakan mitigasi yang
dilakukan juga harus selalu dimonitor dan
Any discussion about possible mitigation
dievaluasi dengan mempertimbangkan tingkat
procedures to be implemented in established
intensitas konflik. Pegawasan dan evaluasi dapat
plantations must include land usage plans,
dilakukan oleh perusahaan itu sendiri, maupun
land usage transformation plans, security
pihak lain (yang berdiri sendiri/endependent)
considerations, barrier installation, relocation,
untuk mendapatkan hasil yang lebih objektif.
sanctions and penalties. The description of
procedures required for orangutan protection Pembahasan langkah-langkah mitigasi pada
and rescue are based on both scientific perkebunan yang sudah dibangun mencakup
research and the experience of several rencana penggunaan lahan, perubahan
conservation organizations. Specific penggunaan lahan, penjagaan, pemasangan
recommendations can be given to some rintangan, pemindahan, serta sangsi dan denda.
policies in some particular cases. Table 3 Langkah-langkah yang dijabarkan merupakan
outlines several steps towards conflict hasil pengetahuan dan praktek-praktek yang
mitigation. telah dilakukan berbagai lembaga konservasi
dalam perlindungan dan penyelamatan
orangutan yang belum dijadikan rekomendasi
khusus. Rekomendasi khusus dapat diberikan
untuk beberapa langkah kebijakan dengan
kasus-kasus tertentu. Pilihan langkah-langkah
mitigasi dapat dilihat pada Tabel 3.
25
III Conflict Mitigation Procedures
Langkah-langkah Mitigasi Konflik
Policy analysis based Abandoned land Data and permit Clear Business Time consuming Commitment since
on land use planning Tanah/Lahan information Guarantee Proses panjang the beginning
Analisa kebijakan Terlantar Data dan Konservasi dan Komitmen yg
berdasarkan peta mengumpulkan jaminan usaha yg muncul dari awal
tata guna lahan informasi perijinan jelas
Find abandoned
Forest area land or land swap
Hutan alam Cari abandoned
area atau tukar area
Orangutan Survey Population Conflict Dibutuhkan ahli Adjustment to the
Survei keberadaan Excist estimation by expert management plan recommendation of
orangutan Ada orangutan Survei/hitung Prediksi PHVA 2004 and
kepadatan populasi penanganan konflik HCVF
oleh ahli Sesuaikan dengan
rekomendasi PHVA
2004 dan HCVF
Referred to the next
Not excist procedure
Tidak ada Lihat prosedur
orangutan berikutnya
Habitat Survey Corridor Conservation and Cost, possibility of Support from Multi
Survei Habitat Fragmentation development clear business thievery Stakeholders needed
Fragmentasi Membangun koridor guarantee Biaya, kemungkinan Perlu dukungan dari
Konservasi dan adanya perambahan banyak stakeholder
jaminan usaha yg
jelas
Planning of area idem Cost and special Adjustment to the
No fragmentation that can minimize idem skill recommendation of
Tidak conflict Biaya, RSPO and HCVF
terfragmentasi Rencanakan area yg membutuhkan Sesuaikan dengan
dapat meminimalisir kemampuan khusus rekomendasi PHVA
konflik 2004 dan HCVF
Potential orangutan Protecting the area idem Extra security cost Conducted by
food resource & Average Mengamankan area idem Biaya ekstra experts
vegetation survey Cukup pengamanan Dilakukan oleh ahli
Survei potensi
pakan orangutan
dan vegetasi
Habitat enrichment idem Extra cost Conducted by experts
Poor Perkaya habitat idem Biaya ekstra and suggested inside
Kurang HCVF
Conducted by experts
and suggested
inside HCVF
Boundary Planning of area idem Cost and special Adjustment to the
orangutan habitat Available that can minimize idem skill recommendation of
survey Ada conflict Biaya, RSPO and HCVF
Survei tapal batas Rencanakan area yg membutuhkan Sesuaikan dengan
habitat orangutan dapat kemampuan khusus rekomendasi PHVA
meminimalisir 2004 dan HCVF
konflik
Not available
Tidak ada
26
Orangutan yang terusir dari habitatnya
( Eko HY/BOS Foundation)
Mitigation can be preventive or curative. Mitigasi dapat bersifat preventif dan bisa juga
Preventive action is always preferred, to avoid kuratif. Tindakan preventif selalu dianjurkan/
disturbances caused by orangutan behaviour, dipilih, karena berguna untuk mencegah
while curative action attempts to solve the ganguan yang akan ditimbulkan orangutan,
problem after the incident has occurred. sedangkan tindakan kuratif untuk
Preventive monitoring action is more effective menyelesaikan masalah setelah adanya
in the long-term, although curative action should gangguan orangutan. Pengawasan preventif
be available to managers and communities in lebih efektif untuk jangka waktu yang lama,
order to empower them to deal with conflict as meskipun selalu harus disertai dengan
and when it occurs. Curative action is required persiapan tindakan kuratif. Hal itu diperlukan
whenever the preventive approach was not karena terkadang tindakan preventif sudah
effective to avoid orangutan invasion inside the tidak efektif lagi untuk mencegah masuknya
plantation. gangguan orangutan ke lahan perkebunan.
Preventive action can be active, such as Tindakan preventif dapat berupa tindakan aktif
physically chasing animals away from crops dan perlindungan pasif serta dapat digunakan
before they damage them, and passive, pada lahan yang lebih luas atau pada tingkat
including the erection of barriers. These komunitas setempat. Perlindungan pasif tidak
measures can be applied for both large, melibatkan konfrontasi langsung namun
commercial areas and local community scale cenderung pada masalah penggunaan lahan,
plantations. Passive protection does not directly penggunaan rintangan, pengawasan dan
confront the problem; rather it addresses the penolakan lainnya (Tabel 4). Kewenangan
broader issue by considering land use, fence dalam hal ini ada pada BKSDA, dimana mereka
installation, monitoring and other methods for memiliki kewenangan untuk menentukan
anticipating conflict (Table 4). The relevant apakah relokasi/translokasi orangutan adalah
authority, in this case BKSDA (Natural pilihan yang sesuai.
Conservation Authority at the provincial level),
has the authority to decide whether or not
relocating orangutans is a suitable option.
27
III Conflict Mitigation Procedures
Langkah-langkah Mitigasi Konflik
Corridor Land clearing towards the corridor and to evacuate At the beginning of land clearing process
development orangutan and other animal to the corridor. Pada tahap awal pembukaan lahan
Pembuatan Pembukaan lahan ke arah koridor atau hutan perbatasan.
koridor Pengusiran orangutan dan satwa lainya ke arah koridor
dan hutan.
To build a clear 1 Buffer zone construction (20 - 30 m) At the early stage and whithin the project period
border separating 1. Pembuatan daerah penyangga (20-30 m). Pada tahap awal dan Proyek berlangsung
orangutan and the
2 Cannal construction (3 X 3 m depth)
project
2. Pembuatan parit pembatas (3 m lebar x 3 m kedalaman)
Pembuatan batas
yang jelas antara 3 Electric fence installation
daerah orangutan 3. Pembuatan pagar listrik.
dengan proyek
4 Patrol path along the border
4. Jalan pembatas untuk petugas patroli.
Relocation Make a report to BKSDA Final handling (last alternative) for orangutan
Relokasi Melaporkan ke petugas yang berwenang (BKSDA). trespassing and destroy community/project
property, and cannot be brushed away
Relocation will be executed in coordination between
Penanganan akhir (alternatif terakhir) untuk
individual/team/organization expert in the necessary
orangutan yang masuk dan merusak daerah
subjects (veterinarian, orangutan expertise)
manusia/proyek, yang tidak dapat di halau lagi.
Dilakukan bersama-sama dengan orang/team/lembaga
yang ahli di bidangnya (team rescue yg terdiri dari dokter
hewan dan teknisi ahli lainnya dalam melakukan
penanganan orangutan)
Diagnose and medical treatment in accordance with For orangutan trapped inside: project area,
standard procedure, before relocation action. fragmented small wood or swamp, or poor
Dilakukan pemeriksaan dan penanganan kesehatan condition habitat inside the project area
sesuai dengan standar prosedur yang telah ditetapkan, Untuk orangutan yang terjebak dalam:Kawasan
sebelum direlokasi. proyek/perkebunan, hutan kecil/rawa yang
terfragmentasi, habitat yang miskin di dalam
kawasan proyek
28
Action To be done Criteria/condition
Jenis penanganan Apa yang dapat dilakukan Kriteria/Keadaan
Rehabilitation Develop a species transit center, recommended by BKSDA Nursery for parentless baby/juvenile orangutan
Rehabilitasi Membangun transit satwa yang direkomendasikan BKSDA Untuk bayi/anak orangutan yang tidak ada
setempat induknya
29
Penyelamatan orangutan akibat penganiayaan
( Eko HY/BOS Foundation)
Chapter IV Conflict Avoidance and Management
Guidelines
Bab IV Teknik Penanganan Konflik
31
IV Conflict Avoidance and Management Guidelines
Teknik Penanganan Konflik
Figure 4. Indicative Map on Oil Palm Suitability in Kalimantan (WWF and SARVision,
2006)
Gambar 4. Peta Indikasi kesesuaian lahan untuk perkebunan kelapa sawit di Kalimantan
(WWF dan SARVision, 2006)
Border line
(Kalimantan-
Malaysia)
Kalimantan
Malaysian and Brunei part part of
are not mapped
Borneo only
(Sabah,
Sarawak
and Brunei
are not
mapped)
Figure 4. Indicative Map on Barrens land in Kalimantan (WWF and SARVision, 2006)
Gambar 4. Peta Indikasi Lahan Gundul di Kalimantan (WWF dan SARVision, 2006)
Malaysian
and Brunei
part are not
mapped
Border line
(Kalimantan- Kalimantan
Malaysia) part of
Borneo only
(Sabah,
Sarawak
and Brunei
are not
mapped)
32
Figure 6. Indicative Map on Palm Oil Suitability in Nangroe Aceh Darussalam and North
Sumatra (LIF, 2006)
Gambar 6. Peta Indikasi kesesuaian lahan untuk perkebunan kelapa sawit di Nanggroe Aceh
Darussalam dan Sumatra Utara (LIF, 2006)
33
IV Conflict Avoidance and Management Guidelines
Teknik Penanganan Konflik
of Forestry etc.) and the private sector di tingkat kabupaten dan provinsi, LSM dan
(Indonesian Chamber of Commerce and lainnya.
Trade/KADIN, Indonesian Palm Oil ¾ Peta indikasi ini dan laporannya telah
Commission/KMSI, Indonesian Palm Oil digunakan untuk meyakinkan dan
Producers Association/GAPKI etc.) to halt mempengaruhi/memberikan masukan
plans to develop oil palm plantations on the pemerintah pusat (Bappenas, Menteri
border between Indonesia (Kalimantan) and Pertanian, Menteri Kehutanan, dll) dan sektor
Malaysia, and to use only abandoned land swasta (KADIN, KMSI, GAPKI, dll) untuk
for the development of new plantations. For menghentikan rencana pengembangan
up to date information please visit: perkebunan kelapa sawit di perbatasan
www.sarvision.com (spot vegetation); Kalimantan dan hanya memanfaatkan tanah
www.sarvision.co.id/sawit (land suitable for terlantar untuk pengembangan/
oil palm plantation). pembangunan di masa depan. Untuk
informasi terbaru: www.sarvision.com (spot
vegetation); www.sarvision.co.id/sawit
(kesesuaian lahan untuk perkebunan kelapa
1.2. Land Use Transformation sawit).
Cautious land-use planning can be an effective
tool for the long-term protection of natural
resources. The fragmentation of orangutan 1.2. Perubahan penggunaan lahan
habitat inevitably results in an overall decline Penggunaan lahan secara bijak diharapkan
in orangutan numbers, and the habitat loss is mampu mempertahankan sumberdaya yang
often directly the result of inadequate or ada secara efisien dan berkesinambungan.
inappropriate land-use planning. To mitigate Fragmentasi habitat orangutan yang dapat
the conflict between humans and orangutans, berdampak pada penyusutan populasinya
it is important to have clear borders to sering kali terjadi akibat kurang atau tidak
separate areas for human activities and those adanya perencanaan dalam pemanfaatan
for orangutans. Opening a new plantation in suatu lahan. Untuk tujuan mitigasi konflik
close proximity to, or even within orangutan manusia-orangutan, perlu kiranya secara jelas
menetapkan wilayah-wilayah mana saja yang
dapat dimanfaatkan manusia dan wilayah-
wilayah mana saja yang merupakan habitat
penting bagi orangutan dengan batasan yang
sangat jelas. Ini berarti akan terdapat
perbedaan dan batasan untuk daerah hutan
bagi orangutan dan tempat untuk
pembangunan bagi kepentingan manusia..
Membuka perkebunan baru yang berbatasan
atau bahkan berada di dalam wilayah yang
menjadi habitat orangutan tentu saja akan
mendatangkan konflik dengan berbagai
dampak buruknya.
Dalam merancang pemanfaatan lahan, hutan
yang mengandung nilai konservasi tinggi (HCVF/
high conservation value forest) wajib
dipertahankan. Konsep HCVF diharapkan
berguna dalam menyelesaikan sejumlah
permasalahan sosial dan lingkungan, termasuk
konflik manusia dengan satwa liar.
Hutan enclave
di tengah kebun sawit
( Eko HY/BOS Foundation)
34
habitat, will lead to conflict with humans which Kriteria hutan yang memiliki nilai
are likely to increase in severity over time. konservasi tinggi
Ada 6 kriteria Nilai Konservasi Tinggi (HCV) yang
In the process of land-use planning, any High
dikutip dari FSC (FSC 2000) yaitu kawasan
Conservation Value Forest (HCVF) has to be
hutan dengan nilai konservasi tinggi adalah
protected. The HCVF concept can solve socio-
kawasan hutan yang memiliki satu atau lebih
environmental problems, including the
ciri-ciri berikut:
conflicts between humans and wildlife.
HCV1: Kawasan hutan yang mempunyai
HCVF Criteria konsentrasi nilai-nilai keanekaragaman
There are 6 categories of High Conservation hayati yang penting secara global,
Values (HCV) according to the Forest regional dan lokal (misalnya spesies
Stewardship Council (FSC, 2000): endemik, spesies hampir punah,
HCV1: Forest areas containing globally, tempat menyelamatkan diri (refugia).
regionally or nationally significant HCV2: Kawasan hutan yang mempunyai
concentrations of biodiversity values tingkat lanskap yang luas yang penting
(e.g. endemism, endangered species, secara global, regional dan lokal, yang
refugia). berada didalam atau mempunyai unit
HCV2: Forest areas containing globally, pengelolaan. Sebagian besar populasi
regionally or nationally significant large spesies, atau seluruh spesies yang
landscape level forests, contained secara alami ada di kawasan tersebut
within, or containing the management berada dalam pola-pola distribusi dan
unit, where viable populations of most kelimpahan alami.
if not all naturally occurring species HCV3: Kawasan hutan yang berada di dalam
exist in natural patterns of distribution atau mempunyai ekosistem yang
and abundance. langka, terancam atau hampir punah.
HCV3: Forest areas that are in or contain rare, HCV4: Kawasan hutan yang berfungsi sebagai
threatened or endangered ecosystems. pengatur alam dalam situasi yang kritis
HCV4: Forest areas that provide basic (misanya perlindungan daerah aliran
services of nature in critical situations sungai, pengendalian erosi).
(e.g. watershed protection, erosion HCV5: Kawasan hutan yang sangat penting
control). untuk memenuhi kebutuhan dasar
HCV5: Forest areas fundamental to meeting masyarakat lokal (misalnya
basic needs of local communities (e.g. pemenuhan kebutuhan pokok,
subsistence, health). kesehatan)
HCV6: Forest areas critical to local HCV6: Kawasan hutan yang sangat penting
communities‘ traditional cultural untuk identitas budaya tradisional
identity (i.e. areas of cultural, masyarakat lokal (a.l. kawasan-
ecological, economic or religious kawasan budaya, ekologi, ekonomi,
significance identified in cooperation agama yang penting yang diidentifikasi
with such local communities). bersama dengan masyarakat lokal yang
bersangkutan).
1.3. Protected Areas
Protecting orangutan habitat is of critical 1.3. Potensi menjadi kawasan yang
importance if we are to ensure a future for the dilindungi
species and reduce conflicts with humans. This Perlindungan atas habitat orangutan menjadi
can be achieved by protecting forests that are suatu sarana terpenting bagi konservasi
sufficiently large and of high enough quality to orangutan dan mengurangi konflik manusia-
orangutan. Luasnya kawasan hutan habitat
35
IV Conflict Avoidance and Management Guidelines
Teknik Penanganan Konflik
support viable populations of the species.. orangutan yang terjaga dan kaya dengan
Forests that meet these criteria will also ensure berbagai macam jenis pohon buah dan
the continuity of ecosystem services. tumbuhan sumber pakan lainnya mencegah
terjadinya konflik manusia orangutan. Selain
According to the population modelling
untuk menghindari konflik, habitat orangutan
analyses carried out during the Population
yang terjaga juga dapat menjamin keseimbangan
Habitat Viability Analysis (2004), a population
proses ekologis yang ada didalamnya.
of 500 orangutans is demographically and
genetically stable, and may contribute to the Menurut analisa model populasi yang dibawakan
long-term conservation of the species. A pada workshop PHVA tahun 2004, populasi
population of 250 orangutans has a high orangutan sebanyak 500 ekor adalah stabil
survival probability in the absence of human- secara demografis dan genetika dan dapat
related mortality, habitat loss or unforeseen memberikan konstribusi pada konservasi jangka
catastrophic events, but will suffer a panjang bagi spesies ini. Populasi sebanyak 250
substantial loss in genetic diversity of the ekor memberikan kemungkinan yang sangat
population over time. tinggi bagi orangutan untuk bertahan hidup,
terlepas dari kematian yang diakibatkan oleh
As an endangered species, orangutans and
manusia, habitat yang hilang ataupun bencana-
their habitat need to be conserved. The
bencana tak terduga, namun jumlah yang
Government of Indonesia’s commitment to
berkurang akan sangat terlihat dan termasuk
achieving this was clearly stated when it signed
juga hilangnya substansi diversitas genetika.
the UNEP/UNESCO/GRASP “Kinshasa
declaration” in the DRC, 2005.. Therefore, the Sebagai satwa yang langka dan dilindungi
establishment of oil palm plantations should keberadaan orangutan dan habitatnya harus
take into account orangutan presence in the tetap dilindungi, terutama setelah pemerintah
area from the onset. Where orangutans are Indonesia turut menandatangani UNEP/
present, there should be an option for the UNESCO/GRASP deklarasi Kinshasa di Republik
company to set up a protected area inside the Demokrasi Kongo tahun 2005. Oleh karena itu
plantation area. However, such an activity pembangunan perkebunan kelapa sawit sejak
should be controlled and evaluated by the dari awal sudah harus memperhitungkan
relevant authority. keberadaan orangutan serta membuat
perencanaan penetapan kawasan lindung yang
dilakukan secara bersama-sama dengan
2. Established Plantation perusahaan dan instansi terkait. Namun dalam
pelaksanaannya tetap dikontrol dan dievaluasi
2.1. Corridor oleh pihak berwenang.
In fragmented forests, corridors can be
established to reconnect isolated habitats and
thereby allow resident animals to fulfil their 2. Perkebunan yang sudah
biological needs. Corridors allow orangutans dibangun
(and other wildlife) to migrate from one area
to another in search of food and mates, and 2.1. Koridor
provides access to new areas for young Pada hutan yang telah terfragmentasi koridor
orangutans dispersing from their natal range. berfungsi untuk menghubungkan satu habitat
Corridors also allow genetic exchange between orangutan dengan habitat lainnya, sehingga
populations, thus preventing the decline of kebutuhan hidup dan biologisnya dapat
genetic quality (inbreeding) associated with a terpenuhi. Adanya koridor memungkinkan
low number of animals. Just as with protected orangutan (dan satwa liar lainnya) untuk
areas, developing corridors is a complicated bermigrasi ke tempat lain, sesuai ketersediaan
process that is beyond the capability of an pakan di setiap habitat, dan juga menyediakan
individual plantation’s management. However, daerah baru bagi orangutan muda yang harus
mandiri dan menjauh dari keluarganya. Fungsi
36
Figure 5. Design corridor koridor yang penting lainnya adalah sebagai
Gambar 5. Desain koridor di sepanjang bantaran sungai jalur pertukaran gen untuk mencegah
penurunan kualitas genetik apabila
perjumpaan banyak orangutan terganggu akibat
habitat yang telah terfragmentasi.
Sama halnya dengan kawasan lindung,
pembuatan koridor biasanya di luar kemampuan
manajemen sebuah perkebunan karena
melibatkan pemikiran tentang pemakaian lahan
yang luas. Oleh karena itu, sejumlah perkebunan
besar di lokasi yang berdekatan sebaiknya
membangun koridor secara bersama.
Sebaiknya pembuatan koridor direncanakan
major oil palm plantations located near one secara matang dengan melibatkan para ahli
another could (and should) develop corridors (ekologi, sosial, dan ekonomi) sebelum
together. To ensure that corridors are correctly pembukaan lahan.
planned, and implemented, the relevant
Undang-Undang No 5/1990 tentang Konservasi
expertise in the form of ecologists, sociologists
Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya maupun
and economists should be sought.
Keputusan Presiden No. 32/1990 dan Undang-
Law No 5/1990 on Natural Resources and Undang Tata Ruang No.24/1992 secara tegas
Ecosystem Conservation, along with menyebutkan bahwa kawasan hutan yang
Presidential Decree No. 32/1990 and Law on terdominasi oleh kelerengan 40% atau 18
Spatial Plan No.24/1992 state clearly that derajat harus dilindungi. Demikian juga terhadap
forest land dominated by 40% (or 18-degree) kawasan gambut dengan kedalaman lebih dari
slopes, and peat soils of 3 m depth or more, 3 meter. Termasuk kawasan bantaran sungai
must be protected. The same regulations also kecil 50 meter kiri – kanan dan sungai besar
protect small rivers/creeks, requiring a 100 meter kiri kanan tetap dipertahankan. Ini
watershed area of 50 m width on each side, memberikan peluang bagi kegiatan usaha
and larger rivers, requiring a watershed area perkebunan kelapa sawit yang arealnya sebagian
of 100 m width on each side. These areas can memang tidak diperkenankan untuk ditanami
be used by oil palm plantation companies to kelapa sawit, dapat dikembangkan dan
develop wildlife corridors dijadikan koridor satwa.
The experience of 2 oil palm companies that have established plantations in peat areas
in South Sumatra, and in areas with a slope incidence of 40% in Central Kalimantan,
have demonstrated that development and production costs in those areas are distinctly
higher when compared to those incurred by plantations established in flat areas with
mineral rich soils.
In fact, the development costs on deep peat substrates are 43% higher than in mineral
soil areas (IDR 22,095,606 per hectare compared to IDR 15,512,717 per hectare; Rahim
and Asmono, 2006). These figures exclude harvest costs, which are again higher in
peat areas due to the difficulties of harvesting. Higher costs also occur when planting
palms on areas with a slope incidence of 40% or more. Here, the development cost will
be 37% higher than in flat areas, and harvesting costs per hectare will be 20% higher.
(Personal Communication, Manager of Sinar Mas Group plantation in Seruyan District,
Central Kalimantan.)
Pengalaman dari dua perusahaan perkebunan kelapa sawit di Sumatera Selatan terhadap
lahan gambut, dan di Kalimantan Tengah terhadap lahan dengan kemiringan lebih dari 40%
37
IV Conflict Avoidance and Management Guidelines
Teknik Penanganan Konflik
menunjukkan tingkat biaya pembangunan dan biaya produksi yang lebih besar dibanding
dengan pembangunan perkebunan kelapa sawit di lahan mineral dan relatif datar.
Biaya pembangunan lahan di kawasan gambut dalam, mencapai selisih hingga 43% dari Rp
15,512,717 per hektar menjadi Rp 22,095,606 per hektar. (Rahim dan Asmono, 2006).
Jumlah ini belum termasuk biaya pemanenan yang tentu saja jauh lebih sulit di lahan gambut
dalam, bila dibanding dengan lahan mineral datar. Demikian juga biaya pembangunan
perkebunan di lahan dengan kelerengaan lebih dari 40% akan lebih besar hingga 37%
ditambah 20% terhadap biaya pemanenan setiap hektarnya. (Komunikasi pribadi dengan
manager perkebunan group Sinar Mas di Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah).
Corridors become all the more important Koridor satwa menjadi penting ketika satu
where protected species, such as orangutans, spesies dilindungi, seperti orang utan untuk
are present in areas to be clear felled. dapat bergerak menuju ke kawasan hutan
Orangutans are large arboreal creatures and lainnya yang lebih luas seperti kawasan
need large tracts of forests from A to B, if they konservasi. Oleh karena itu pembangunan
are move away from a new plantation to other koridor satwa memerlukan suatu integrasi
forests at distance away. For this reason, antara satu kegiatan usaha dengan kegiatan
developing wildlife corridors requires usaha lainnya, atau antara satu pemegang
integrated effort between different activities, konsesi dengan pemegang konsesi yang
and between neighbouring concession holders. berdampingan. Perencanaan management
The plantation management also needs to perlu mengembangkan sistem pengelolaan
develop a system to manage the wildlife koridor satwa. Dari mulai perencanaan,
corridor, including planning and monitoring pengawasan hingga pengelolaannya. Kawasan
during the entire existence of the plantation yang berpeluang untuk dijadikan koridor satwa
operation. Areas that can be potentially namun telah mengalami degredasi dapat
developed as wildlife corridors include those diperbaiki dan ditingkatkan misalnya, dengan
that have already been degraded, since even penanaman kembali spesies tumbuhan lokal.
these can sometimes be rehabilitated and
upgraded by planting local tree species. 2.2. Upaya Memperkaya Habitat
Jika kekurangan sumberdaya ditengarai sebagai
2.2. Habitat Enrichment Effort penyebab terjadinya konflik manusia dan
Where the conflict between wildlife and orangutan, salah satu langkah yang diperlukan
humans is caused by a lack of natural adalah dengan menambah sumberdaya yang
resources , one solution is to increase the kurang. Pada daerah konservasi yang terisolasi
occurrence of alternative resources. Within di tengah lahan perkebunan hal tersebut dapat
conservation areas established inside dilakukan dengan menanam berbagai macam
plantations, locally available trees (such as tanaman buah dan jenis lainnya yang merupakan
local fruit/food species) can be planted, doing spesies lokal daerah itu. Pengayaan habitat
away with the need for orangutans to go diharapkan dapat mencegah orangutan keluar
outside its habitat and to invade the plantation. dari lokasi konservasi dan mengganggu
Similar efforts can also be made along the perkebunan. Langkah itu juga dapat diterapkan
corridor, allowing orangutans to move from one pada daerah sepanjang koridor, sehingga dalam
forest patch to another without actually bermigrasi orangutan tidak akan keluar dari
entering areas planted with oil palms. koridor dan menggangu perkebunan.
However, habitat enrichment requires Pengayaan habitat memerlukan pengawasan
maintenance and monitoring. It is best carried dan perawatan yang berkelanjutan, sehingga
out by preventing human access into the corridor sebaiknya dilakukan oleh perusahaan melalui
and preserving the water resources inside it. pemutusan akses manusia dan menjaga
sumber-sumber air di dalam kawasan.
38
2.3. Barrier Installation 2.3. Membangun penghalang
Orangutans will only eat oil palm if no other Orangutan hanya memakan sawit dikala mereka
palatable food is available (Ancrenaz, sudah tidak mempunyai pilihan lain yang dapat
pers.comm.). As long as they still have access mereka makan (Ancrenaz, kom.pri). Oleh karena
to sufficient food resources in the forest, they itu, jika mereka masih punya akses menuju hutan
will not disturb oil palm plantations and a yang baik sebagai sumber pakan , mereka tidak
barrier is not necessary. However, when akan mengganggu perkebunan sawit, artinya tidak
orangutans do not have access to their usual dibutuhkan penghalang sebagai rintangan fisik.
sources of food, physical barriers could be Namun, jika akses itu tidak ada rintangan fisik
installed to prevent orangutans from entering dirancang untuk mencegah orangutan agar tidak
plantations and community settlements. dapat masuk ke areal perkebunan atau
Although this option can be costly, it is quite pemukiman penduduk. Meskipun pembuatan
effective. Barriers could be established in the rintangan seringkali memerlukan biaya yang
form of canals, electric fences, patrol besar, tetapi langkah tersebut merupakan salah
pathways, buffer zones or as a combination satu pilihan yang terbaik. Rintangan yang dapat
of the above. digunakan adalah pembuatan daerah
penyangga, parit pembatas, pagar listrik, jalan
However, caution is needed as the above
patroli dan atau kombinasi diantaranya.
methods, whilst known to be effective for
orangutans in some instances, have not yet Namun, kehati-hatian diperlukan dalam
been tested on the large scale required for pelaksanaannya, sebab harus diketahui mana
effective protection of oil palm crops and yang efektif untuk orangutan, sebab belum
some time will be necessary to conduct further pernah dilakukan uji coba dalam skala besar. Oleh
research in order to find the best and most karena itu perlu dilakukan riset lebih lanjut untuk
effective methods. mendapatkan metode yang terbaik dan efektif.
39
IV Conflict Avoidance and Management Guidelines
Teknik Penanganan Konflik
To be effective, a buffer zone must be applied Daerah penyangga bisa berupa tanah lapang
in a suitably sized area, in combination with terbuka atau ditanami rerumputan dan bisa
other barrier models. It can be an open area juga dengan pohon buah. Jika hanya tanah
grown with grass or scrub vegetation. The lapang atau dengan rerumputan pendek saja,
grassy, flat buffer zone will discourage ini membuat orangutan malas untuk berjalan
orangutans from crossing as they feel dengan keempat kakinya dengan jarak yang
uncomfortable and insecure walking on flat jauh dan secara physiologis orangutan akan juga
ground and will generally avoid doing so, merasa dirinya tidak aman. Apabila ditanami
particularly for long distances. tanaman buah, diharapkan dalam jangka 5
tahun ke depan sejalan dengan umur kebun
A buffer zone planted with an abundance of
yang juga semakin tua, dapat berfungsi sebagai
fruit trees will enhance orangutan food
sumber pakan tambahan untuk orangutan dan
resources (after an initial period) and remove
satwa lainnya. Ini juga dapat berfungsi untuk
any incentive for them to venture further into
mengalihkan perhatian orangutan terhadap
a plantation. Note: Based on experience in
perkebunan. Dalam umur 5 tahun untuk
Central Kalimantan, oil palm plantations that
perkebunan kelapa sawit umumnya sudah
have been established for more than 5 years
aman dari serangan orangutan karena pohon
are strong enough to survive from orangutan
sudah besar dan cukup kuat.
invasion, as the trees are big and rigid (BOS
Foundation, 2004). Daerah penyangga secara relatif bisa juga
menjadi sebidang lahan yang tidak menarik
2.3.2. Boundary canal yang terletak antara hutan alam dan lahan
Another model of barrier that can be perkebunan.
potentially effective in preventing orangutan
invasion is the boundary canal. Digging a wide 2.3.2. Parit Pembatas
and deep canal prevents orangutans from Pembuatan rintangan lain yang dapat diterapkan
crossing the plantation border, as orangutans dan cukup efektif adalah parit pembatas.
do not swim and are often afraid of water. If Caranya adalah dengan menggali parit yang lebar
the location of the canal is close to a water dan lumayan dalam kemudiaan sehingga
resource, such as an existing river or pond, the orangutan tidak bisa menyeberang. Apabila di
canal can be easily flooded with water. daerah yang dekat dengan sumber air maka air
Boundary canals can be placed adjacent to an dapat di aliri ke dalam parit tersebut. Orangutan
electric fence, a good combination that is more tidak bisa berenang sehingga takut pada
effective in blocking orangutans as long as the kedalaman air. Parit pembatas dapat dibuat
installation is properly maintained. However, berdekatan dengan pagar listrik, suatu
kombinasi yang dapat berfungsi dengan baik jika
keduanya betul-betul dirawat. Walaupun
Figure 7. Boundary Canal Description
Gambar 7. Deskripsi Parit pembatas
The Boundary canal:
¾ Should be at least 3 m wide and 3 m deep so
that orangutans cannot jump or wade across.
¾ Should be free of trees, branches or logs.
Parit Pembatas
¾ Parit ini di buat dengan ukuran lebar
setidaknya 3 m dan dalam 3 m, orangutan
tidak bisa melompat tanpa menggunakan alat.
¾ Apabila di daerah dataran rendah dan dekat/
banyak air maka akan sangat efektif apabila
di alirkan air ke dalam parit.
¾ Disekitar parit harus bersih dari pohon/cabang
kayu.
40
patrol units are still needed to achieve demikian tetap dibutuhkan tenaga patroli yang
effective and optimal results. dapat memastikan bahwa cara ini berjalan
dengan efektif.
Boundary canals have several inconveniences:
Kekurangan dari parit pembatas ini adalah harus
¾ They have to be freed from trees, branches
dibebaskan dari adanya pohon/dahan/kayu
or logs, because orangutans can use them
yang panjang, karena orangutan bisa
to cross the canal.
menggunakan kayu sebagai alat untuk
¾ Maintaining water levels may be difficult in
dibentangkan keseberang parit dan orangutan
the dry season, except for those built close
akan menyeberang dengan mudah melintasi
to watershed areas.
kayu tersebut. Harus tersedianya air sepanjang
¾ Maintenance can be complicated, including
musim untuk parit yang dialiri air dan akan terjadi
dealing with water flooding and cleaning
kendala pada saat musim kering, kecuali lokasi
up the area along the sides of the canal.
berdekatan dengan Daerah Aliran Sungai(DAS).
¾ It may be difficult to dig a canal adjacent to
the plantation border in a consistent way. Perawatannya menyangkut perawatan parit,
pengaliran air dan pembersihan sekitar parit.
2.3.3. Electric Fence Mungkin tidak mudah untuk menggali sebuah
Electric fences have been effectively applied parit mengikuti batas yang ditetapkan secara
by some conservation organizations to block ketat.
orangutan movement, such as in the Nyaru
Menteng Reintroduction Center in Central 2.3.3. Pagar Listrik
Kalimantan (BOS Foundation) and are Pagar listrik telah diterapkan oleh beberapa
nowadays widely used in zoos with orangutans. lembaga konservasi sebagai cara yang paling
Electric fences are considered to be the most efektif mencegah orangutan melintasi daerah
effective barrier for orangutans and can also tertentu, misalnya oleh Yayasan BOS di Pusat
block other animals such as wild boar and deer Reintroduksi Nyaru Menteng, Kalimantan
without causing any harm. Tengah dan kebun binatang pada umumnya
untuk orangutan. Pagar listrik (atau pagar kejut)
The purpose of installing the electric fence is
di nilai sangat efektif dan mampu mencegah
more to shock the orangutan psychologically,
hewan lainnya seperti babi hutan, rusa dll
as this is an intelligent species that is quite
masuk kedaerah perkebunan tanpa
capable of learning to overcome new
membahayakan satwanya.
obstacles. Orangutans are skilled at using
branches or logs as tools to break electric Tujuan dari pemasangan pagar listrik ini lebih
cables. In some cases, orangutans that diarahkan ke sisi psikologis orangutan,
experience shocks from electric fences and mengingat orangutan termasuk satwa yang
realize that it is not actually harmful are then pintar dan cerdik dalam mengatasi masalah
not afraid to climb the pole to reach the other atau hambatan. Orangutan sangat pintar
side of the fence, and enter the plantation. menggunakan alat/kayu untuk memukul-
Besides, orangutans can also infiltrate the mukul pagar listrik sehingga kabel listrik putus
plantation by digging under the fence. atau bahkan ada beberapa orangutan yang
pernah merasakan sengatan kejut listriknya
Preventing orangutans from digging below the
dan ternyata tidak merasakan bahaya,
fence can be done by laying mesh under the
sehingga muncul keberanian untuk memegang
ground. This can actually make the fence more
tiang dan meloncat kesebelah pagar. Cara lain,
effective as it provides grounding for better
yang pernah dilakukan orangutan adalah
electric shocks. The fence can also be built
dengan menggali tanah di bawah kabel untuk
with flexible poles so that orangutans cannot
dapat menerobos dari bawah. Kasus seperti
climb and push the fence over, since it will
itu menunjukan bahwa keefektifan sebuah
simply bend and spring back up again. Previous
pagar listrik sangat tergantung dari desain.
experience shows that the effectiveness of
41
IV Conflict Avoidance and Management Guidelines
Teknik Penanganan Konflik
12 Volt
Pagar listrik
¾ Disain dan pemasangannya harus dilakukan
oleh tenaga ahli yang berpengalaman terutama
dalam pemasangan pagar listrik untuk kera
besar.
¾ Sebaiknya dipakai panel tenaga surya/
matahari
¾ Cara ini hanya digunakan apabila kondisi
konflik perbatasan ini sangat tinggi dan
dengan cara (1) dan (2) tidak memungkinkan.
The electric fence:
¾ Biaya pembuatan dan perawatan sangat
¾ should be designed and installed by someone mahal dan hanya sebagai alternatif terakhir.
with experience in using electric fences with
great apes.
¾ should run with a solar panel Untuk mencegah mereka menggali tanah, dapat
¾ ought only to be used if the level of conflict is dicegah dengan meletakkan kawat jala di bawah
high (situations where models 1 and 2 are tanah. Hal tersebut dapat membuat pagar lebih
inapplicable)
efektif karena memberikan efek kejut (listrik)
¾ should only be chosen as a last resort, since
setting up and maintaining it is costly di tanah. Dapat juga dengan menggunakan pagar
dengan tiang yang sangat fleksibel sehingga
orangutan tidak dapat memanjatnya dan tidak
dapat mendorongnya. Oleh karena itu, desain
electric fences very much depends on their pagar listrik yang teliti sebenarnya sangat
design. penting sekali untuk keberhasilan
The careful design of an electric fence is pemakaiannya dan dapat menghindari
actually crucial to its success and most if sebagian besar atau beberapa masalah. Pagar
not all problems can generally be avoided. yang tidak mencapai tujuannya, hanya
Fences don’t achieve their aims when they are mendapatkan kerugian (biaya) saja, karena
not well designed in the first place (Singleton, tidak didesain dengan baik sejak awalnya
pers.comm.). However, it does not always (Singleton kom.pri). Namun, tidak semata-mata
depend on the design, construction and tergantung pada desain, konstruksi dan
voltage. Electric fences can often be voltasenya, Tetapi juga harus dilengkapi dengan
complemented with other barrier models and perlindungan lainnya. Ini berarti tenaga petugas
approaches, including patrol units. The patroli sangat diperlukan untuk melengkapi
downside of the barrier model is that it is costly metoda ini.
and has to be regularly maintained. Keuntungan lain dalam penggunaan pagar listrik
adalah bahwa pagar listrik tidak berbahaya bagi
42
2.3.4. Patrol pathway orangutan, resiko terluka bagi manusia maupun
The track should be clear and flat to enable orangutan juga rendah. Sedangkan
the patrol unit to pass through, be it on foot, kekurangannya adalah biaya yang terlalu mahal
on elephants,or using motorcycles or 4 serta diperlukan perawatan secara reguler.
wheeled vehicles. However, measures should
be taken to ensure that this does not also 2.3.4. Pembuatan jalan patroli
provide access for illegal loggers’ vehicles. A Jalan ini dibuat bersih dan rata sehingga
clear track can also help the field operator to memudahkan pengawas dalam melakukan
carry out other tasks such as pest control, kontrol dan jalan ini sebaiknya dapat dilewati
planting and other activities. gajah atau sepeda motor atau mobil untuk
patroli dan pastikan tidak ada akses bagi
kendaraan pembalak liar. Pembuatan jalan
yang bersih juga memudahkan dalam
melakukan kontrol terhadap gangguan lain,
43
IV Conflict Avoidance and Management Guidelines
Teknik Penanganan Konflik
44
orangutans can be translocated. Most are Pemindahan orangutan untuk ditranslokasi ke
neglected and many do not survive because daerah lain merupakan tanggung jawab
of starvation, being hit by trees or killed (in perusahaan. Namun cara ini kurang mendidik
clear violation of Law 5/ 1990). Translocations bagi para pengguna lahan dan berpotensi
must be the responsibility of the palm oil terjadinya pelanggaran-pelanggaran yang
mengancam keberlangsungan hidup
plantation company that is clearing the forest.
orangutan, karena besarnya resiko dari luka
However, this method does not educate the
serius dan bahkan kematian pada saat
plantation operator and has a risk of violating penangkapan maupun dalam transportasi. Oleh
the regulations governing harming orangutans karena itu, translokasi harus dipertimbangkan
since the risks of serious injury or death sebagai opsi/pilihan terakhir.
during capture and transport are
Menangkap orangutan untuk di translokasikan,
significant. Translocation should be
dilakukan dengan menembakan obat bius
considered as a last resort, when no other
dengan senjata bius, lalu diamankan dari
options for the survival of the individual
bawah dengan menggunakan jaring dan
orangutans exists.
dimasukan ke dalam kandang
Orangutans that need to be translocated are sementara(angkut). Hanya petugas yang
first anesthetized and secured with a net, berpengalaman dari lembaga penyelamatan
before being placed in a cage and transported. orangutan dan petugas Balai Konservasi yang
Only skilled operators from orangutan dapat dan berhak melakukan penangkapan
sanctuaries or rehabilitation centres (working orangutan. Menangkap dan melumpuhkan
in coordination with authorities such as BKSDA) orangutan membutuhkan waktu yang lama,
should carry out such procedures.
45
IV Conflict Avoidance and Management Guidelines
Teknik Penanganan Konflik
46
planning and research, e.g. evaluating the monitoring orangutan yang telah di translokasi,
destination area’s carrying capacity for karena penting sekali untuk melihat/mengukur
orangutans, human threats to orangutans, suksesnya program ini.
potential impacts on existing orangutans or
Kelebihan dari translokasi yaitu orangutan yang
other species etc. Hence, it is very important
ditranslokasi tidak harus dibunuh sehingga
that palm oil companies, supported by
populasi orangutan akan lebih berkembang
orangutan experts, establish a relocation
biak diwilayah baru. Namun kekurangannya
monitoring system to carefully measure the
adalah biaya yang begitu mahal, memerlukan
success of all relocation efforts.
tenaga yang sangat terlatih dan dapat
The benefit of the translocation method is that engacaukan susunan populasi orangutan.
the relocated orangutans are not killed and
orangutan populations can possibly improve in 2.6. Rehabilitasi
the new habitat. On the downside this method Program rehabilitasi di lakukan untuk
is very expensive, requires considerable orangutan- orangutan hasil penyelamatan yang
expertise, and tends to disturb the orangutan kondisinya tidak memungkinkan untuk
population structure at the destination site. langsung di lakukan translokasi. Kondisi ini
misalnya untuk bayi atau anak orangutan yang
2.6. Rehabilitation tidak ada induknya lagi, orangutan yang pernah
Rehabilitation programmes are carried out to di pelihara oleh manusia, orangutan yang masih
rescue and look after orangutans that have dalam kondisi sakit dan atau kesakitan.
already been captured, but which are not yet Sehingga perlu di lakukan rehabilitasi untuk
mempersiapkan
kesehatan baik
secara fisik maupun
mental sebelum
kemudian di lepas
liarkan kembali.
Untuk itu maka
diperlukan tempat
transit atau Pusat
Rehabilitasi
Orangutan yang
secara teknis harus
memenuhi syarat
baik dari segi
karantina,klinik dan
behaviornya. Tahap
ini memerlukan
biaya yang sangat
mahal dan waktu
yang cukup lama
(sekitar 3-5 tahun
tergantung umur dan
kemampuan individu
untuk siap dilepas
kembali ke alam).
Untuk orangutan
rehabilitasi (hasil
Rehabilitasi Orangutan di Nyaru Menteng, Kalimantan Tengah
( Eko HY/BOS Foundation) sitaan dari
peliharaan manusia)
47
IV Conflict Avoidance and Management Guidelines
Teknik Penanganan Konflik
ready for translocation. This includes babies dibutuhkan biaya Rp. 15 juta/tahun/individu,
or young orangutans without mothers, former sedangkan untuk biaya release mereka sekitar
pet orangutans, and sick and wounded Rp. 10 juta/individu.
orangutans. There are several requirements
for successful rehabilitation. First, 2.7. Peraturan Perundang-
rehabilitation centres should meet technical undangan
standards with regards to clinical facilities and Orangutan merupakan satwa yang dilindungi
treatment, quarantine, and behaviour berdasarkan Undang-undang No. 5 tahun 1990
management. Second, the orangutans should tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati
be physically and mentally fit enough to return dan Ekosistemnya dan Peraturan Pemerintah
to a natural habitat when they are released. No. 7 tahun 1999 tentang Pengawetan
Third, sufficient funding and time should be Tumbuhan dan Satwa Liar. Oleh karena itu
allocated, as rehabilitation is very expensive orangutan harus memperoleh perlindungan
and time-consuming (requiring anywhere from baik habitat dan populasinya serta individu
3 to 5 years, depending on the age and orangutan, dimanapun mereka berada di
capability of individual orangutans). seluruh Indonesia (baik di dalam ataupun di
Rehabilitation efforts for former pet luar kawasan konservasi, termasuk di
orangutans are estimated to cost IDR 15 pemukiman dan perkebunan) dan menurut
million per year, plus an additional IDR 10 undang-undang tersebut setiap orang dilarang
million for the individual’s release. untuk melakukan hal-hal berikut terhadap
orangutan maupun satwa dilindungi lainnya,
2.7. Regulation yaitu;
Orangutans are protected by Law No.5 (1990)
1. Menangkap, melukai, memelihara,
on Biodiversity Conservation and its
mentransportasikan dan memperdagangkan
Ecosystem and Government Regulation No. 7/
satwa yang dilindungi dalam keadaan
1999 concerning Wildlife Preservation. The law
hidup.
calls for the protection of wildlife habitat,
2. Menyimpan, memiliki, merawat,
populations and individual animals, regardless
mentransportasikan dan memperdagangkan
of where they are located in Indonesia (i.e. in
satwa yang dilindungi dalam keadaan mati.
protected areas and outside, including in
3. Memindahkan satwa yang dilindungi dari
homes, gardens and estates). According to the
satu tempat ke tempat yang lain, baik
law, it is prohibited to:
didalam maupun diluar wilayah Indonesia.
1. Catch, injure, keep as a pet, transport, and 4. Memperdagangkan, menyimpan atau
trade any live protected animal memiliki kulit, seluruh tubuh, atau bagian-
2. Keep, possess, look after, transport, and bagian tubuh lainya dari satwa yang
trade any dead protected animal dilindungi atau barang-barang yang dibuat
3. Transfer any protected animal from one dari bagian-bagian tubuh satwa yang
place to another, within or outside Indonesia dilindungi, atau memindahkan bagian-
4. Trade, keep or possess skin, bodies, or bagian tubuh atau barang-barang yang
other parts of any protected animal or the telah disebutkan dari satu tempat di
goods made of parts of the animal, or Indonesia ke tempat lainnya, baik didalam
transfer said parts or goods from one place maupun diluar wilayah Indonesia’.
in Indonesia to another, within or outside Apabila terjadi pelanggaran larangan tersebut
Indonesia. di atas terhadap orangutan akibat adanya
Anyone who violates the above article as a aktifitas suatu kegiatan proyek/perusahaan,
consequence of projects/company activities, maka berdasarkan UU No.5 tahun 1990 para
whether on purpose or by accident, will receive pelakunya dapat dikenakan sanksi hukuman
a maximum of 5 years in prison or a penalty of maksimum 5 tahun dan/atau denda
IDR 100 million. maksimum 100 juta rupiah.
48
Orangutan di pusat rehabilitasi
( BOS Foundation)
49
Orangutan betina liar Kalimantan dan anaknya di habitat (insert: Kebun sawit)
( F. Basalamah/UNAS; Eko HY/BOS Foundation)
Chapter V Conclusion
Bab V Kesimpulan
T T
here is no ideal solution for managing idak ada satu solusi terbaik yang mudah
human-orangutan conflict, although dilakukan untuk mengatasi konflik antara
some solutions are easier to put into manusia dan orangutan, beberapa solusi,
practice than others. For plantations facing dalam prakteknya, lebih mudah untuk
human-orangutan conflicts, preventive dipraktekan dari yang lainnya. Bagi perkebunan
measures should be combined to include yang menghadapi konflik manusia-orangutan
patrol units, barrier installation, relocation and disarankan untuk melakukan kombinasi
rehabilitation. Corridors should also be built seperti: penghalauan, pembuatan batas
to facilitate orangutan movement through (rintangan), relokasi dan rehabilitasi.
fragmented habitat. Disarankan pula untuk membangun koridor
karena akan lebih bermanfaat, khususnya
This manual is only intended as a first step
untuk orangutan yang habitatnya telah
reference, and is best suited for situations
terfragmentasi.
where ideal conditions prevail, starting with
integrated land use planning, protected area Petunjuk ini hanya menyarankan langkah
development, corridor development, barrier pertama dan terbaik yang sebaiknya ditempuh
installation, and translocation as an absolute dalam situasi yang ideal, yaitu mulai dari
last resort measure. perencanaan penggunaan lahan secara terpadu,
pembangunan kawasan lindung, pembuatan
Preventive action to solve the conflict between
koridor, pembuatan batas rintangan, penjagaan
humans and orangutans is critically needed
tanaman, dan langkah terakhir namun tidak
and has drawn international attention. A
direkomendasikan adalah translokasi.
development programme which requires the
clearing of natural forests for oil palm Hal yang sangat penting untuk diperhatikan
plantations is not recommended in an area adalah mencegah munculnya potensi konflik
that is potentially inhabited by orangutans, or antara manusia – orangutan yang telah menjadi
in locations that are known to be have perhatian internasional. Dengan demikian
significant orangutan populations. The ideal segala rencana pembangunan, termasuk
solution to prevent conflict is by issuing permits kebun sawit sebaiknya jangan sampai
for new palm oil development only on fallow, dilakukan di kawasan yang merupakan habitat
non-forested land. For example, there are 2-4 potensial orangutan , apalagi di kawasan
million ha of abandoned land in Kalimantan tersebut terdapat populasi orangutan dalam
(WWF and SARVision, 2006) that could be used jumlah yang signifikan (padat populasi). Untuk
for that purpose. mengatasi konflik adalah dengan memberi ijin
pembangunan perkebunan kelapa sawit baru
hanya di tanah/lahan terlantar (contohnya: 2-
4 juta Ha tanah terlantar di Kalimantan, WWF
dan SarVision, 2006)
51
Refferences
Daftar Pustaka
Corner, E.H.J. 1978. The Plant life. In: Kinibalu MacKinnon, J.R. 1974. The Behaviour and
summit of Borneo (Luping, D.M., Wen, C.W., ecology of wild orangutans ((Pongo
and Dingley, E.R. eds.), Sabah Soc. Kota Pygmaeus), Anim. Behav., 22: 3-74.
Kinibalu p. 112-178. Payne,J, 1988. Orang-utan Conservation in
Sabah. WWF Malaysia, Kuala Lumpur.
Delgado, R.A, and van Schaik, C.P. 2000. The
Behavior Ecology and Conservation of the Rahim, G.A. and Asmono, D. 2006. Potensi areal
Orangutan (Pongo pygmaeus): A Tale of Rendahan untuk Pengembangan Kelapa
Two Island. Evol Anthropol 9:201-218. Sawit. Seminar sehari pengembangan
kelapa sawit di lahan basah di
Galdikas, B.M.F. 1984. Adaptasi orangutan di
Banjarmasin, 26 April 2006.
Suaka Tanjung Putting, Kalimantan Tengah,
Universitas Indonesia Press. Jakarta. Rijksen, H.D., and Meijaard, E. 1999. Our
vanishing relative. The Status of
Galdikas, B.M.F. 1982. Orangutan as seed
wildnorangutans at the close of the
dispersal at Tanjung Putting Reserve
twentieth century. Kluwer Academic
Central Borneo. In: The Orangutan: Its
Publishers, Dordrecht, The Netherlands.
Biology and Conservation. (Boer, L.D. ed),
Junk Pub., Boston, p. 285 Rijksen, H.D. 1978. Field study on Sumatran
orangutans (Pongo Pygmaeus abelii,
Glastra, R, et.al. 2003. Oil Palm Plantation in
Lesson 1827) Ecology, behaviour and
Indonesia. What Role do Europe and
conservation. H. Veenman and ZonenB.V.
Germany Play?. Report for WWF Germany.
Wageningen.
Goossens, B., Chikhi, L., Ancrenaz, M., Lackman-
Robertson, J.M.Y., and van Schaik, C.P. 2001.
Ancrenaz, I., Andau, P., Bruford, M.W. 2006.
Causal factors underlying the dramatic
Genetic signature of anthropogenic
decline of the Sumatran orang-utan. Oryx
population collapse in orang-utans. PloS
35: 26-38.
Biol 4(2): e25.
Rodman, P.S. 1973. Population composition
AID Environment/Profundo Glover, D and
and captive organization among orang-utan
Jessup, T. 1999. Indonesia.s Fire and Haze:
of the Kutai reserve. In: Michael, R.P., and
The cost of Catastrophe. Institute of
Crook, J.H. (eds). Comparative ecology and
Southeast Asia Studies-ISAS and
behaviour of primates. Academic Press,
International Development Research
London.
Centre-IDRC. Groves, C.P. 2001. Primate
Taxonomy. Smithsonian Institution Press, Singleton, I., Wich, S.A., Husson, S., Stephens,
Washington DC. S., Utami Atmoko, S.S., Leighton, M., Rosen,
N., Traylor-Holzer, K., Lacy, R., and O. Byers.
Laidlaw, R.K. 1998. A Comparison between
2004. Final report orangutan population
Populations of Primates, Squirrels, Three
and habitat viability assessment 15-18
shrew and other Mammals inhabiting
January 2004, Jakarta, Indonesia.
virgin, logged, fragmented and plantation
forest in Malaysia. In: Conservation, Suhandi, A.S. 1988. Regenerasi jenis-jenis
Management and Development of forest tumbuhan yang dipencarkan oleh
Reseources. Procedings of the Malaysia-UK orangutan Sumatera (Pongo Pygmaeus
Programme Workshop 21-24 October abelii) di hutan tropika Gunung Leuser.
1996. Forest Research Institute, Malaysia.
52
Skripsi sarjana Fakultas Biologi Universitas Warren, K.S., Verschoor, E.J., Langenhuijzen, S.
Nasional, Jakarta. Heriyanto, Swan, R.A., Vigilant, L., and
Heeney, J.L. 2001. Speciation and
Tacconi, L. 2003. Fires in Indonesia: Causes,
intraspecific variation of Bornean
Cost and Policy Implications. CIFOR
orangutans, Pongo pygmaeus. Mol Biol Evol
Occasional Paper no. 38
18: 472-480.
te Boekhorst, I.J.A., Schurmann, C.L., and
WWF Forest Conversion Initiative Development
Sugardjito, J. 1990. Residential status and
and Promotion of Better Management
seasonal movements of wild orang-utans
Practices (BMPs) in the Oil Palm Industry,
in the Gunung Leuser Reserve (Sumatra,
March 2003.
Indonesia). Anim. Behav. 39: 1098-1109.
Wich, S.A, Utami-Atmoko, S.S, Mitra Setia, T,
Utami, S.S., and van Hooff, J.A.R.A.M. 1997.
Rijksen, H.D, Schurmann, C, van Hoof,
Meat-eating by adult female Sumatran
J.A.R.A.M, van Schaik, C.P.2004. Life History
orangutan (Pongo Pygmaeus abelii)
of Wild Sumatran Orangutan (Pongo abelii).
Am.J.Primatology 43: 159-165.
Journal of Human Evolution.
van Schaik C.P., Azwar, Priatna, D. 1995.
Zhang, Y, Ryder, O.A, Zhang, Y. 2001. Genetic
Population estimates and habitat
divergence of orangutan subspecies (Pongo
preferences of orangutan based on line
pygmaeus). J Mol Evol 52:516-526
transects of nest. In: The Neglected Ape.
Nadler, R.D., Galdikas, B.M.F., Sheeran, L.K.,
and Rosen, N. (eds), New York.
Contact Address
Daftar Alamat
Kalimantan Barat : WWF-Indonesia, Betung Kerihun Project
Jl. Kom. Yos Sudario No. 143, Putussibau
Balai KSDA Kalimantan Barat
Ph. (0567) 22258/
Jl. A. Yani No. 121, Pontianak
Fax. (0567) 22787
Ph./Fax. (0561) 747 004
WWF-Indonesia, Pontianak Office
Taman Nasional Be tung K
Betung Kerihun
erihun Jl. Parit. H.Husin II
Jl. Piere Tendean, Komplek Kodim 1206, Kompleks Bali Mas III, Blok A No. 23,
Putusibau, Kalimantan Barat 78871 Pontianak 78124
Ph. +62 (0567) 21935 Ph./Fax. (0561) 712998
Fax +62 (0567) 21935
Taman Nasional Bukit Bak a-Bukit Ra
Baka-Bukit Rayy a
FFI Ketapang
Jl. Dr W. Sudiro Husodo No. 75
Jl. Gajah Mada No. 97, Kali nilam, Ketapang
Sintang, Kalimanatan Barat 73112
Ph./Fax. (0534) 3036367
Ph./Fax. +62 (0565) 23521
www.ffi.or.id
Taman Nasional Gn. Palung Yayasan Palung
JL. KH. Wahid Hasyim No. 41ª, Ketapang Jl. Gajah Mada No. 97, Kalinilam,
Ph. (0534) 33539 Ketapang 78851
Ph. (0534) 3036367
53
Kalimantan Tengah : BOSF-Pusat Reintroduksi Wanariset
Samboja
Balai KSDA Kalimantan Tengah
Jl. Balikpapan-Handil Rt. 01 Km 44
Jl. Yos Sudarso No. 3, Palangka Raya
Margomulyo, Samboja 75273
Ph. (0536) 21268/Fax. (0536) 37034
Ph. (0542) 7070485, 7023600/
Taman Nasional Tanjung Puting Fax. (0542) 413069
Jl. HM Rafi’ I Km. 2, Pangkalan Bun
TNC-Berau
Ph. (0532) 23832
Jl. Pemuda No. 92, Tanjung Redeb, Berau
Ph. (0554) 21293, 23627/Fax. (0554)
BOSF-Pusat Reintroduksi Nyaru Menteng 25658
Jl. Cilik Riwut Km. 28 WWF-Indonesia, Kayan Mentarang
Po.Box. 70, Palangka Raya 73000 Project
Ph. (0536) 3308416, 3308415/ Jl. Raya Pandita (Tanjung Belimbing) Rt. 07
Fax. (0536) 3225065 No. 89, Malinau
www.orangutan.or.id Ph./Fax. (0553) 21523
BOSF-Konservasi Mawas WWF-Indonesia, Samarinda Office
Jl. Rajawali IV No. 12, Palangka Raya 73112 Jl. Ir.H. Juanda Gg. Tridaya No.15 Rt.07/02
Po.Box. 229, Palangka Raya 73000 Air Putih, Samarinda 75124
Ph. (0536) 3308414/Fax. (0536) 3225065
www.orangutan.or.id
Nangroe Aceh Darussalam :
ORCP-OFI
Balai KSDA Banda Aceh
Jl. Hasanuddin No. 10/Blk DKD,
Jl. Cut Nyak Dhien Km. 1,2,
Pangkalan Bun 74111
Lamteumen, Banda Aceh
Ph. (0532) 24778/Fax. (0532) 27506
Ph. (0651) 42694/Fax. (0651) 41934
www.orangutan.org
Balai Taman Nasional Gn. Leuser
WWF-Indonesia, Sebangau Project
Jl. Raya Blangkejeren No. 37 Km. 3
Jl. Krakatau No. 12, Bukit Hindu,
Po. Box. 16, Kutacane 24601, Aceh Tenggara
Palangka Raya 73112
Ph. (0629) 21358/Fax. (0629) 21016
Ph. (0536) 3236997, 3239404/
Fax. (0536) 3227700 FFI-NAD
Jl. Arifin Ahmad II No.3, Kaye Adang,
YAYORIN
Lampineung, Banda Aceh
Jl. Bhayangkara Km. 1, Pangkalan Bun 74112
Ph./Fax. (0651) 7410024
Ph. (0532) 29057/Fax. (0532) 29081
www.yayorin.org WWF-Indonesia, Banda Aceh Office
Jl. TGK. H.M. Daud Beureueh No. 177A
Lampriet, Banda Aceh 23126
Kalimantan Timur :
Ph. (0651) 635189, 635190/
Balai KSDA Kalimantan Timur Fax. (0651) 635192
Jl. MT. Haryono, Samarinda 1001
Ph. (0541) 743556
Sumatra Utara :
Taman Nasional Kutai
Balai KSDA SumUt I-Medan
Jl. Awang Long Box. 1, Bontang 75311
Jl. Pasar Baru No. 30, Padang Bulan, Medan
Ph. (0548) 27218
Ph. (061) 8214108
54
Balai KSDA SumUt II-Sibolga CI - Indonesia
Jl. Kemenyan III No. 6, Medan 20141 Jl. Pejaten Barat No. 16A
Kemang, Jakarta 12550, Indonesia
Taman Nasional Gn. Leuser
Ph. + 62 (021) 7883 8624
Jl. Sisingamangaraja km 5,5 No. 14, Medan
Fax + 62 (021) 780 6723
Ph. (061) 4142574
www.conservation.org
CI-Medan
OC
Jl. Rajawali No. 38, sei Sikambing B,
Po Box 2113 Aptos, CA 95003
Medan 20122
Ph. (061) 8454534, 8443962/ WCS-Indonesia Program
Fax. (061) 8443836 Jl. Pangrango No.8, Bogor 16151, Jawa Barat,
www.conservation.org Indonesia
Ph. +62 (0251) 342135
LIF/YLI
Fax +62 (0251) 357347
Jl. Bioteknologi No. 2, Kampus USU,
Medan 20154 WWF-Indonesia
Ph. (061) 8216800, 8216808 Kantor Taman A9, Unit A-1
Kawasan Mega Kuningan,
SOCP/YEL
Jakarta 12950, Indonesia
Jl.K.H.WahidHasyimNo51/74, Medan 20154
Ph. +62 (021) 576 1070
Ph. (061) 4514360/Fax. (061) 4514749
Fax +62 (021) 576 1080
www.sumatranorangutan.org
www.yelweb.org WWF-Malaysia
No. 49 jalan SS23/5, Taman SEA
SOS-OIC
47400 Petaling Jaya, Selangor
Jl. Sei Begawan No. 72, Sunggal, Medan
Ph. ++ (603) 780 33 772/Fax. ++ (603)
Ph./Fax. (061) 4156451
780 35 157
WWF-Switzerland
Kantor Pusat :
Hohlstrasse 110, Case Postale 8010, Zurich
Direktorat Konservasi Keanekaragaman Ph. 00 44 297 2121/Fax. 00 44 297 2100
Hayati service@wwf.ch
DirJen Perlindungan Hutan dan www.wwf.ch
Konservasi Alam
Universitas Indonesia
Gedung Manggal Wana Bhakti Blok 7 Lt. 7,
Dep. Biologi FMIPA UI, Gd.E
Jakarta Pusat
Kampus UI Depok 16425, Indonesia
Ph./Fax. (021) 5720227
Ph. +62 (021) 7863431
RSPO Indonesia Liaison Office
Universitas Nasional
c/o Kantor Komisi Minyak Sawit Indonesia
Fakultas Biologi, blok IV Lt.3
(KMSI/IPOC)
JL. Sawo Manila, Pejaten,
Gedung C Lt. 5 Room 504 Departemen
Jakarta 12520, Indonesia
Pertanian, Ragunan, Jakarta
Ph../Fax +62 (021) 788 33384
www.rspo.org
BOSF
Jl. Tumenggung Wiradiredja No. 216
Cimahpar, Bogor 16155
Ph. +62 (0251) 661023/661128
Fax +62 (0251) 660919
www.orangutan.or.id