Anda di halaman 1dari 4

• kalau mau foto mesti minta izin

• seperti disana harus sudah tidur sebelum pukul 21.00 WIB, karena jika melebihi dibilang
pamali, tidur atau duduk menghadap Barat tidak boleh karena buat sholat dan pamali
• kamar mandi yang didirikan di atas kolam tidak ada klosetnya melainkan ikan lele yang
berada di bawahnya biar ikan lelenya yang makan kotoran manusia.
• Air bersih ternyata dari tampungan yang isinya berasal dari air hujan.
• warganya taat beribadah tak pernah lupa sekalipun untuk berdoa di suatu tempat yang
dianggap mesjid
• Masyarakat di sana kebanyakan mata pencaharian dengan bertani, baik di kebun sediri
atau bekerja di lahan orang lain.
• Disana tidak ada listrik, tetapi mereka memiliki TV yang menggunakan baterai dan HP
yang sudah ketinggalan jaman. Alasannya adalah karena (1) bangunan rumah berbahan
alam jika menggunakan listrik dan terjadi kebakaran akan lebih mudah menghabiskan
bangunan (2) penggunaan alat elektronik diminimkan supaya tidak ada kesenjangan
sosial dan iri satu sama lain.
• Lokasi Kampung Naga terletak pada ruas jalan raya yang menghubungkan Tasikmalaya -
Bandung melalui Garut, yaitu kurang lebih pada kilometer ke 30 ke arah Barat kota
Tasikmalaya (tepatnya diperbatasan antara kota Garut dan Tasikmalaya dan secara
administratif Kampung Naga termasuk kampung Legok Dage Desa Neglasari Kecamatan
Salawu Kabupaten Tasikmalaya
• Jarak tempuh dari Kota Tasikmalaya ke Kampung Naga kurang lebih 30 kilometer,
sedangkan dari Kota Garut jaraknya 26 kilometer. Sesampainya, kita disambut dengan
sebuah tugu yang diberi nama Tugu Kujang Pusaka. Senjata kujang, yang mirip keris,
dianggap memiliki makna sangat berarti bagi masyarakat Sunda. Itu karena senjata
kujang di masa lalu adalah terbilangn khas dan menjadi andalan rakyat dalam
memperkuat pertahanan diri.
• Untuk menuju Kampung Naga dari arah jalan raya Garut-Tasikmalaya harus menuruni
tangga yang sudah ditembok (Sunda sengked) sampai ke tepi sungai Ciwulan dengan
kemiringan sekitar 45 derajat dengan jarak kira-kira 500 meter.
• Kepengurusan disana ada 2 bentuk, yaitu formal dan informal. Yang formal RT : Mang
Risman RW : Pak Okin Sadikin Kadus : Pak Suharyo. Informalnya : Kuncen/Pemangku
Adat : Ade Suherlin Punduh/Pengayom : Pak Ma’un Lebe/Jenasah : Pak Ateng Dajelani.
Yang formal dipilih secara demokrasi.
• RW mencakup 9 RT.. kalo kampung naga itu 1 RT. Dipegang oleh kedusunan kampung
naga. Warga di kampung naga 304,, kalau 1 RW 600 kepala keluarga. Kampung naga itu
hanya 110 kepala keluarga.
• Upacara adat 6x : bulan muharam, bulan maulid nabi, pertengahan tahun jumadil akhir,
menyambut kedatangan bulan suci ramadhan, 1 syawal, idul adha
• Adat nya - terebang gembrung dipentaskan pada idul fitri dan idul adha diadakan malam
hari sekitar jam 9. - Terebak sejak dimainkan saat kemerdekaan RI dan khitanan,
terkadang khitanan masal. - Angklung. 2-2nya dipentaskan pada hari kemerdekaan dan
khitanan.
• Luas kampung 1,5 hektar dan bangunan yang ada tidak dapat diperjualbelikan. Di
kampung ini hanya terdapat 113 bangunan, 1 rumah yang disakralkan, 1 balai warga, dan
1 masjid.
• Kampung Naga sendiri berasal dari kata nagawir yang dalam bahasa setempat artinya
adalah tebing. Berarti kampong naga adalah kampung yang terletak diantara tebing-
tebing dan untuk memudahkan orang untuk menyebut nama kampung ini, maka hanya
disebut kampung Naga.
• Asal usul Kampung Naga sendiri pun memiliki cerita tersendiri. Adalah Singaparana
yang disebut sebagai nenek moyang dari masyarakat Kampung Naga. Bahwa dahulu
Singaparan yang sedang berperang harus mencari suatu daerah yang dapat menjadi
tempat berlindung dari serangan musuh. Lalu, ia menemukan daerah, yang sekarang
disebut Kampung Naga, dimana tempat tersebut adalah tempat yang strategis untuk dapat
berlindung dari serangan musuh.
• Bentuk rumah masyarakat Kampung Naga harus panggung. Bahan rumah, untuk dinding
dan lantainya pun, harus dari bambu dan kayu. Atap rumah harus dari daun nipah, ijuk,
atau alang-alang. Lantai rumah pun terbuat dari bambu dan kayu, tahan 30 sampai 40
tahun
• Dalam membangun rumah pun tidak sembarangan, namun ada aturannya tersendiri pula.
Rumah harus menghadap ke utara atau selatan dengan memanjang ke arah Barat-Timur.
Dinding rumah harus terbuat dari anyaman bambu dan dicat dengan kapur. Bahkan,
bahan rumah pun tidak boleh menggunakan tembok.
• Uniknya lagi, rumah-rumah di Kampung Naga tidak boleh dilengkapi dengan perabotan,
misalnya meja, kursi, tempat tidur, walaupun sebenarnya mereka mampu untuk
memenuhinya. Pintu rumah disana akan ditutup untuk memberi tanda bahwa mereka
sedang berada di luar walaupun jendela rumah terbuka lebar. Dan mereka tidak perlu
khawatir karena kampung mereka aman. Atinya, mereka belum pernah sekali pun
kemalingan atau kehilangan barang-barang berharga.
• tabu bagi mereka untuk menyebut nama leluhur mereka, yakni Singaparana, secara
sembarangan. Kalaupun mereka akan menyebut nama leluhur mereka tersebut, mereka
akan menundukkan kepala lalu mulutnya akan berkomat-kamit, tampak seperti sedang
berdoa untuk memohon izin. Lalu, tabu pula bagi masyarakat Kampung Naga untuk
membicarakan segala yang berkaitan tentang asal usul, sejarah, leluhur, adat istiadat dan
tentang Kampung Naga itu sendiri, pada hari Selasa, Rabu, dan Sabtu karena mereka
sangat menghormati Singaparana yang merupakan cikal bakal Kampung Naga.
• Pada malam hari, di Kampung Naga diadakan ronda yang terdiri dari 3 laki-laki dewasa
untuk menjaga keamanan kampung. Mereka bertugas secara bergiliran. siskamling, tetapi
bukan untuk menjaga dari maling tetapi dari bahaya api, dan saat wanita mau melahirkan.
• Di Tasikmalaya ada sebuah tempat yang bernama Singaparna, yakni sebuah pasar, namun
masyarakat Kampung Naga menyebutnya Galunggung karena kata Singaparna
berdekatan atau berbunyi hampir sama dengan nama leluhur masyarakat Singaparna.
• Untuk acara pernikahan di Kampung Naga, ijab kabulnya dilakukan di mesjid kampung
tersebut. Setelah itu dilanjutkan acara menjamu tamunya di rumah pengantin, tanpa ada
hiburan musik-musik yang berisik.
• Kampung Naga dikelilingi oleh hutan yang tidak boleh dimasuki oleh siapapun sekalipun
oleh warga dan pemimpin di sana. Karena hutan dianggap terlarang. Bila ada yang masuk
ke sana dianggap hutan akan dirusak dan kotor oleh orang yang tidak bertanggung jawab.
Selain itu dikatakan jika di dalam hutan terdapat makam.
• Warga disini kebanyakan juga memelihara ayam. Ayam yang mereka pelihara tidak
dimasukkan ke dalam kandang tetapi dibiarkan bebas. Pada umumnya ayam-ayam
tersebut akan berada di bawah rumah karena memang bentuk rumah penduduk agak
sedikit naik seperti rumah panggung. Karena didalam rumah lantainya merupakan kayu-
kayu yang berongga, maka jika ada remah-remah makanan yang jatuh maka akan
langsung jatuh ke bawah dan bisa dikonsumsi oleh ayam-ayam tersebut.

Anda mungkin juga menyukai