Anda di halaman 1dari 16

ILMU TAJWID

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAKARTA II


KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wata΄ala, karena


berkat rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Ilmu Tajwid
“Pentingnya membaca Al-Qur’an dengan benar”. Makalah ini diharapkan agar kita
selaku umat-Nya bisa lebih memenuhi ibadah kepada-Nya,salah satu wujudnya
adalah membaca kitab-Nya (Al-Qur’an) sesuai ajaran yang di tetapkan yaitu
memahami ilmu tajwid. Karena tak sedikit dari kita banyak yang kurang memahami
atau bahkan tak mengenal sama sekali apa itu ilmu tajwid. Padahal membaca Al-
Qur’an sesuai aqidah hukumnya Fardhu A’in, maka wajib pula kita memahami ilmu
tersebut.
Kami sadar makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan
makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat
untuk umat islam dalam memenuhi ibadah-Nya

Jakarta, Desember 2010

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar 2
Daftar Isi 3

BAB I 4

A. Pengertian Tajwid 4
B. Hukum Mempelajari Ilmu Tajwid 4

a. Dalil dari Al-Qur’an 4


b. Dalil dari As-Sunnah 4
c. Dalil dari Ijma' Ulama 5
C. Tujuan 5
D. Adab dalam membaca Al-Qur’an 6

BAB II 8

A. Mad 8
a. Mad Thabi’I 8
b. Mad Far’I 9
B. Hukum Nun Mati Tanwin 13
a. Idghom 13
1. Idghom bigunnah/maal gunnah 14
2. Idghom Bilagunnah 14
b. Idzhar 14
c. Iqlab 15
d. Ikfha

Daftar Pustaka 16

3
BAB I

A. Pengertian Tajwid
Pengertian Tajwid menurut bahasa (etimologi) adalah: memperindah sesuatu.
Sedangkan menurut istilah, Ilmu Tajwid adalah pengetahuan tentang kaidah
serta cara-cara membaca Al-Quran dengan sebaik-baiknya.

B. Hukum mempelajari Ilmu Tajwid


Mempelajari ilmu tajwid hukumnya fardhu kifayah, akan tetapi
mempergunakan ilmu itu dalam membaca Al-Qur’an hukumnya adalah Fardhu
‘Ain.
Dalil Wajib Mempraktekkan Tajwid Dalam Setiap Pembacaan Al-Qur’an:
a. Dalil dari Al-Qur’an.
Firman Allah s.w.t.:

Artinya: Dan bacalah Al-Qur’an itu dengan perlahan/tartil (bertajwid)


[Q.S. Al-Muzzammil (73): 4].

Ayat ini jelas menunjukkan bahwa Allah s.w.t. memerintahkan Nabi s.a.w.
untuk membaca Al-Qur’an yang diturunkan kepadanya dengan tartil, yaitu
memperindah pengucapan setiap huruf-hurufnya (bertajwid).

Firman Allah s.w.t. yang lain:

Artinya: Dan Kami (Allah) telah bacakan (Al-Qur’an itu) kepada


(Muhammad s.a.w.) secara tartil (bertajwid) [Q.S. Al-Furqaan (25): 32].

b. Dalil dari As-Sunnah.


Dalam hadits yang diriwayatkan dari Ummu Salamah r.a. (istri Nabi s.a.w.),
ketika beliau ditanya tentang bagaiman bacaan dan sholat Rasulullah s.a.w.,
maka beliau menjawab:

4
Artinya: "Ketahuilah bahwa Baginda s.a.w. sholat kemudian tidur yang
lamanya sama seperti ketika beliau sholat tadi, kemudian Baginda kembali
sholat yang lamanya sama seperti ketika beliau tidur tadi, kemudian tidur
lagi yang lamanya sama seperti ketika beliau sholat tadi hingga menjelang
shubuh. Kemudian dia (Ummu Salamah) mencontohkan cara bacaan
Rasulullah s.a.w. dengan menunjukkan (satu) bacaan yang menjelaskan
(ucapan) huruf-hurufnya satu persatu." (Hadits 2847 Jamik At-Tirmizi)
Dalam hadits yang diriwayatkan dari Abdullah Ibnu ‘Amr, Rasulullah s.a.w.
bersabda:

Artinya: "Ambillah bacaan Al-Qur’an dari empat orang, yaitu: Abdullah


Ibnu Mas’ud, Salim, Mu’az bin Jabal dan Ubai bin Ka’ad." (Hadits ke 4615
dari Sahih Al-Bukhari).
c. Dalil dari Ijma' Ulama.
Telah sepakat para ulama sepanjang zaman sejak dari zaman Rasulullah
s.a.w. sampai dengan sekarang dalam menyatakan bahwa membaca Al-
Qur’an secara bertajwid adalah suatu yang fardhu dan wajib. Pengarang
kitab Nihayah menyatakan: "Sesungguhnya telah ijma’ (sepakat) semua
imam dari kalangan ulama yang dipercaya bahwa tajwid adalah suatu hal
yang wajib sejak zaman Nabi s.a.w. sampai dengan sekarang dan tiada
seorangpun yang mempertikaikan kewajiban ini."

    ‫ النه به اإلله أنزال‬    ,‫ من لم يجود القرأن أثم‬   ,‫األ خذ با التجويد حطم الزم‬
‫ إلينا وصال‬$‫وهكذ منه‬
Artinya:“Membaca Alqur’an dengan tajwid hukumnya wajib”“Barangsiapa
yang tidak membacanya dengan tajwid ia berdosa”“Karena dengan
tajwidlah Allah menurunkan Alqur’an”“Dan demikian pula AlQur’an sampai
kepada kita dariNYA”.

5
C. Tujuan

Tujuan mempelajari Ilmu tajwid adalah untuk menjaga lisan agar tidak
terjatuh pada kesalahan didalam membaca Alqur’an.
Kesalahan (Al Lahn) didalam membaca Alqur’an terbagi menjadi:
a. Al Lahn Al Jaly (kesalahan nyata)
Yaitu kesalahan yang nyata yang terjadi dalam lafal Alqur’an baik dapat
merubah arti ataupun tidak.
Contoh:

َ ‫ َر ِّب ا ْل َعالَ ِم‬dibaca ‫ين‬


‫ين‬ َ ‫َر ِّب الأ لَ ِم‬
b. Al Lahn Al Khofiy (kesalahan kecil)
yaitu kesalahn yang berkaitan dengan ketidaksempurnaan dalam
pengucapan bacaan dan tidak sampai merubah arti, yang hal ini hanya bisa
diketahui oleh orang yang ahli dalam bidang tajwid.
Contoh:
Memantulkan huruf Ghoin(‫ )غ‬pada saat sukun yang tidak termasuk
kedalam huruf pantul (Qolqolah).

‫ب َعلَي ِه ْم‬ ُ ‫َغي ِر ال َمغ‬


ِ ‫ضو‬
Melakukan Al Lahn Al Jaly secara sengaja hukumnya haram, sedangkan
melakukan Al Lahn Al Khofiy hukumnya makruh.

D. Adab Dalam Membaca Al Qur’an

Ada beberapa adab yang harus diperhatikan ketika membaca Al Qur’an:

a. Suci dari hadats besar maupun kecil


Allah berfirman :

َ ‫سهُ إِاَّل ا ْل ُمطَهَّ ُر‬


‫ون‬ ُّ ‫اَّل يَ َم‬
“Tidak meyentuhnya melainkan orang yang disucikan”. (QS. Al Waqiah:79)

Ini berlaku khusus bagi mereka yang membaca Al Qur’an dengan


menggunakan Mushaf, adapun membacanya tanpa melalui mushaf maka

6
diperbolehkan meskipun dalam keadaan hadats terkecuali hadats besar
sebagaimana yang telah disebutkan oleh para ulama (*lihat Mulakhas Fiqih
karya “Syaikh FauzanPada Bab “Amalan-amalan yang haram bagi orang yang
berhadats”)Namun demikian dalam keadaan yang memungkinkan Sangat
dianjurkan bagi seseorang untuk senantiasa berada dalam keadaan suci
meskipun tidak membaca Al Qur’an dengan menggunakan mushaf .Imam
Haromain berkata,“Orang yang membaca Al-Qur’an dalam keadaan Hadats,
dia tidak dikatakan mengerjakan hal yang makruh, akan tetapi dia
meninggalkan sesuatu yang utama“. (At-Tibyan, hal. 58-59)

b. Berlindung kepada Allah dari godaan Syaitan yang terkutuk


Allah berfirman :

‫يم‬ َّ ‫ست َِع ْذ بِاهّلل ِ ِم َن ال‬


ِ َ‫ش ْيط‬
ِ ‫ان ال َّر ِج‬ َ ‫فَإِ َذا قَ َر ْأتَ ا ْلقُ ْر‬
ْ ‫آن فَا‬
“Maka apabila engkau membaca Al Qur’an, maka mintalah perlidungan
kepada Allah dari godaan Syaitan yang terkutuk”. (QS. An Nahl:98)

c. Berusaha untuk memperbagus suara


Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam yang artinya:
“Hiasilah Al-Qur’an dengan suaramu .” (HR: Ahmad, Ibnu Majah dan Al-
Hakim).
Di dalam hadits lain dijelaskan, yang artinya: “Ti dak termasuk umatku
orang yang tidak melagukan Al-Qur’an.” (HR: Bukhari dan Muslim).
Maksud hadits ini adalah membaca Al-Qur’an dengan susunan bacaan yang
jelas dan terang makhroj hurufnya, panjang pendeknya bacaan, tidak
sampai keluar dari ketentuan kaidah tajwid. Dan seseorang tidak perlu
melenggok-lenggokkan suara di luar kemampuannya.

d. Membaca Al Qur’an dengan perlahan dan tidak terburu-buru agar


dapat dihayati maknanya
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, yang artinya:“S iapa saja
yang membaca Al-Qur’an (khatam) kurang dari tiga hari, berarti dia tidak
memahami.” (HR: Ahmad dan para penyusun kitab-kitab Sunan)
Sebagian sahabat membenci pengkhataman Al-Qur’an sehari semalam,
dengan dasar hadits di atas. Rasulullah telah memerintahkan Abdullah Ibnu
Umar untuk mengkhatam kan Al-Qur’an setiap satu minggu (7 hari) (HR:

7
Bukhori, Muslim). Sebagaimana yang dilakukan Abdullah bin Mas’ud, Utsman
bin Affan, Zaid bin Tsabit, mereka mengkhatamkan Al-Qur’an sekali dalam
seminggu.

BAB II

A. Mad

Mad, menurut bahasa, berarti tambahan.


Menurut istilah tajwid, memanjangkan suara sewaktu membaca huruf mad
atau huruf layin jika bertemu dengan hamzah atau sukun.
Huruf mad ada 3, yaitu: alif, wau dan ya.
Syarat mad: Huruf sebelum wau berbaris dhammah, sebelum ya berbaris
kasrah dan sebelum alif berbaris fathah.
Jika huruf yang sebelum ya atau wau sukun itu berbaris fathah, tidak disebut
huruf mad, akan tetapi disebut huruf layin.

Mad dibagi dua yaitu:

a. Mad Thabi'i atau Mad Asli


Bila huruf yang setelah mad bukan huruf hamzah atau sukun.
Dinamakan thabi'i karena mad tersebut merupakan sesuatu yang thabi'i
(alami), kadarnya tidak kurang dan tidak lebih. Aturan membacanya
panjang 2 harakat. Mad thabi’I dibagi tiga, yaitu:
1. Pada Wakaf dan Washal
Huruf mad tetap ada disaat washal atau wakaf, baik huruf mad itu

terletak di tengah, seperti pada kata atau di


akhir, seperti pada kata
.
Syarat mad thabi’i, tidak terdapat huruf hamzah atau sukun setelah
huruf mad tersebut.
Contoh: Al-Mutaffifiin (83): 26

8
2. Pada Washal
Mad asli atau thabi'i bisa terjadi pada shilah shughra, yaitu huruf wau
kecil yang terdapat setelah ha dhamir yang berbaris dhammah dan ya
kecil yang terdapat setelah ha dhamir yang berbaris kasrah.
Agar ha dhamir bisa disambung dengan wau atau ya, maka disyaratkan
agar huruf itu harus terdapat di antara 2 huruf yang berharakat

seperti .
Dalam hal ini wau dan ya dibaca panjang 2 harakat (dengan syarat tidak
terdapat huruf hamzah pada kata lain) ketika washal, sedangkan ketika
wakaf tidak dibaca panjang.
Contoh: 'Abasa (80): 35

3. Pada Wakaf
Mad asli atau thabi’i bisa juga terjadi pada huruf mad yang ada ketika
wakaf dan hilang ketika washal. Hal ini terjadi pada huruf alif

pengganti tanwin (fathatain) seperti , jika berhenti

pada huruf alif .


Dalam hal ini mad akan hilang jika disambung dengan kata sesudahnya.
Contoh: 'Abasa (80): 26

b. Mad Far'i
Mad yang merupakan tambahan terhadap mad thabi’i karena salah satu 2
sebab, yaitu: hamzah atau sukun. Mad far’I dibagi menjadi lima, yaitu:
1. Mad Muttashil
Disebut mad muttashil, bila dalam satu kata bertemu mad thabi'i
dengan huruf hamzah. Dinamakan muttashil karena mad thabi'i dengan
huruf hamzah dalam satu kata.

9
Mad muttashil disebut juga mad wajib. Aturan bacaannya panjang, 4
harakat atau 5 harakat atau 6 harakat ketika berhenti.
Contoh: Ar-Ra'd (13): 21

2. Mad Munfashil
Disebut mad munfashil, bila mad thabi'i bertemu dengan huruf hamzah
di kata berikutnya. Dinamakan munfashil karena huruf mad dengan
huruf hamzah terdapat pada kata yang berbeda. Aturan membacanya,
boleh 2 harakat, 4 harakat atau 5 harakat menurut imam Hafsh.
Termasuk mad munfashil, shilah kubra, yaitu bila wau kecil yang
terdapat setelah ha dhamir yang berbaris dhammah dan ya kecil yang
terdapat setelah ha dhamir yang berbaris kasrah bertemu dengan
hamzah di lain kata. Aturan membacanya sama dengan mad shilah di
saat washal, sedangkan di saat wakaf tidak dibaca panjang.
Contoh : Al-'Anfaal (8): 72

3. Mad 'Aridh
Disebut mad 'aridh, bila huruf mad atau huruf layin bertemu dengan
sukun yang terjadi karena wakaf. Dinamakan 'aridh karena mad asli
yang terdapat di akhir ayat dibaca sukun karena wakaf, jika di washal
dia tetap sebagai mad thabi'i.
Aturan membacanya boleh 3 macam: pendek (2 harakat), sedang (4
harakat), panjang (6 harakat).

Contoh: .
Hal yang sama juga diperlakukan pada mad layin ketika wakaf.

Contoh: .
Dinamakan mad layin (lembut) karena pengucapannya lembut dan
mudah.
Contoh: Al-Fajr (89): 6

10
4. Mad Badal
Disebut mad badal, bila huruf hamzah terdapat sebelum mad thabi'i di
dalam 1 kata (setelah mad tidak ada lagi hamzah.atau sukun).
Dinamakan badal karena huruf mad merupakan pengganti dari huruf
hamzah, dimana asal dari mad badal pada umumnya adalah karena
bertemunya 2 hamzah dalam 1 kata, yang pertama berharakat dan yang
kedua sukun, seterusnya huruf hamzah yang kedua diganti menjadi
huruf mad yang sesuai dengan jenis harakat huruf hamzah yang
pertama, untuk meringankan bacaan.
Jika huruf hamzah yang pertama berbaris fathah, maka yang kedua
diganti menjadi huruf alif, seperti:

asalnya .
Jika huruf yang pertama berbaris kasrah, maka yang kedua diganti
menjadi huruf ya, seperti:

asalnya .
Jika huruf yang pertama berbaris dhammah, maka yang kedua diganti
menjadi huruf wau, seperti:

asalnya .
Aturan membacanya, panjang dua harakat seperti mad thabi'i.
Contoh: Ali Imran (3): 173

5. Mad Lazim
Disebut mad lazim, bila mad thabi'i bertemu dengan sukun yang tetap
ada baik dalam keadaan washal atau wakaf, baik dalam 1 kata ataupun
tidak. Dinamakan lazim (harus), karena mad tersebut harus dibaca 6
harakat dan keharusan adanya sukun, baik ketika washal ataupun
wakaf.Mad lazim dibagi menjadi 4, yaitu:

11
5.1 Mad Lazim Mutsaqqal Harfi
Yaitu mad thabi'i yang bertemu dengan sukun asli (bukan karena wakaf)
pada salah satu huruf hijaiyah yang bertasydid.
Dinamakan harfi karena sukun asli tersebut terdapat setelah huruf
mad. Hal ini terdapat pada huruf-huruf hijaiyah yang terletak di awal
beberapa surat. Dinamakan mutsaqqal karena berat mengucapkannya
akibat adanya tasydid pada sukun tersebut.
Aturan membacanya wajib panjang, 6 harakat.
Contoh: Al-Baqarah (2): 1

5.2 Mad Lazim Mukhaffaf Harfi


Mad thabi'i yang bertemu dengan sukun asli pada salah satu huruf
hijaiyah yang tidak bertasydid.
Dinamakan mukhaffaf karena ringan mengucapkannya akibat tidak
adanya tasydid dan ghunnah pada mad itu. Contoh, huruf mim dalam:

.
Catatan: huruf hijaiyah yang terdapat pada permulaan surat ada 14
huruf, yaitu yang tergabung dalam kalimat:

.
Ini terbagi ke dalam 4 bagian: Pertama, yang jumlah hurufnya ada 3,
dimana huruf mad terletak di tengah-tengah. Ada 7 huruf yang
termasuk dalam bagian ini, yaitu yang tergabung dalam kalimat:

kecuali huruf 'ain.


Bagian pertama ini aturan membacanya panjang, 6 harakat.
Kedua, jumlah hurufnya ada 3, dimana huruf layin terletak di tengah-
tengah, yaitu huruf 'ain. Bagian kedua ini boleh dibaca panjang, 4 atau 6
harakat.
Ketiga, jumlah hurufnya ada 2, dimana yang kedua adalah huruf mad.

Hurufnya ada 5, yaitu yang tergabung dalam kalimat: .


Bagian ketiga ini aturan membacanya sama dengan mad thabi'i, yaitu 2
harakat.
Keempat, jumlah hurufnya ada 3 dan tidak terdapat huruf mad di

12
tengah-tengahnya. Hurufnya hanya 1, yaitu alif. Aturan membacanya
adalah biasa, tidak terdapat mad.

5.3 Mad Lazim Mutsaqqal Kalimi


Yang dimaksud dengan istilah ini adalah mad thabi'i yang bertemu
dengan huruf yang bertasydid dalam 1 kata.
Aturan membacanya wajib panjang, 6 harakat.
Dinamakan mutsaqqal karena berat mengucapkannya sebagai akibat
terdapatnya tasydid pada huruf yang sukun. Contoh, huruf alif dalam:

, dari firman Allah Taala:

.
Contoh: Ali Imran (3): 61

5.4 Mad Lazim Mukhaffaf Kalimi


Yang dimaksud dengan istilah ini adalah mad thabi'i yang bertemu
dengan huruf yang sukun (tetapi tidak bertasydid) dalam satu kata.
Aturan membacanya wajib panjang, 6 harakat.
Dinamakan mukhaffaf karena mengucapkannya ringan dan mudah
sebagai akibat tidak adanya tasydid dan ghunnah pada mad itu.
Dinamakan kalimi (kata) karena sukun asli dan mad thabi'i itu terdapat

dalam 1 kata. Contoh, kata: pada 2 tempat dalam surat Yunus,


masing-masing pada ayat 51 dan 91.
Contoh: Yunus (10): 51

B. Hukum Nun Mati Tanwin


Hukuman nun mati dan tanwin ada 4, sesuai dengan kaidah:
‫ أربع أحكام فخذ تبيين‬- ‫للنون إن تسكن و للتنوين‬
a. Idgham( ‫) اإلدغام‬.

13
Dari sudut bahasa: Memasukkan sesuatu ke dalam sesuatu. Dari sudut
istilah Ilmu Tajwid: Memasukkan huruf pertama yang bertanda Sukun ke
dalam huruf berikutnya yang berbaris dan menjadikan huruf yang
berikutnya bersabdu serta terangkat lidah ketika menyebutnya. Idgham
ini terbahagi kepada dua bahagian:- Idgham Bighunnah (memasukkan
serta dengung) dan Idgham Bila Ghunnah (memasukkan tanpa dengung).
Idgham tidak akan terhasil kecuali dari dua kalimah. Bilangan huruf
Idgham sebanyak enam huruf yang terhimpun di dalam kalimah( ‫) يرملون‬.
Pembagian Idgom dalam Nun mati dan tanwin ada 2:
1. Idgom bigunnah/maal gunnah
Idgham Bighunnah (memasukkan serta dengung)( ‫) إدغام بغنة‬.
Ia dari empat huruf yang terhimpun di dalam kalimah( ‫) ينمو‬iaitu Ya', Nun,
Mim dan Wau. Apabila salah satu dari hurufnya bertemu dengan Nun Sukun
atau Nun Tanwin dengan syarat di dalam dua kalimah, ia mestilah dibaca
secara Idgham Bighunnah atau Ma'al Ghunnah kecuali pada dua tempat
iaitu: ( ‫ ن والقلم وما يسطرون‬- ‫) يس والقرآن الحكيم‬.
Hukum membacanya pula ialah Izhar Mutlaq berlainan dengan kaedah asal
kerana mengikut bacaan riwayat Hafs.
hurupnya 4 ; ya, nun, mim dan wau
Contoh :
‫ قُلُ ْوبٌ ي َّْو َم ِئ ٍذ م – َع َذابٌ ُّمقِ ْي ٌم‬- ‫ي‬
‫ن – َعنْ َّن ْفسِ ِه و – مِنْ َّو َرائ ِِه ْم‬
2. Idgham Bila Ghunnah( ‫) إدغام بدون غنة‬
yaitu memasukkan tanpa dengung. Ia terdiri dari dua huruf iaitu Ra' dan
Lam. Apabila salah satu dari dua huruf tersebut bertemu dengan Nun Sukun
atau Tanwin dengan syarat di dalam dua kalimah yang berasingan, ia
mestilah dibaca dengan Idgham Bila Ghunnah kecuali pada Nun( ‫) من راق‬
kerana di dalam bacaan ini wajib diam seketika (tanpa menyambung nafas)
dan ia tidak diidghamkan.
hurupnya ada 2 (ra dan lam)
Contoh : ‫ مِنْ لَّ ُد ْن ُه ر – َربٍّ رَّ ِحي ٍْم‬- ‫ل‬
b. Idzhar ( ‫)اإلظهار‬

Dari sudut bahasa: Menyatakan, menerangkan sesuatu. Dari sudut istilah Ilmu
Tajwid: Mengeluarkan sebutan setiap huruf dari makhrajnya (tempat
keluarnya) tanpa dengung. Ia dinamakan Halqi kerana enam hurufnya keluar
dari kerongkong. Huruf-huruf tersebut ialah: Hamzah( ‫) أ‬, Ha'( ‫) هـ‬, 'Ain( ‫) ع‬,
Ha'( ‫) ح‬, Ghain( ‫) غ‬dan Kha'( ‫) خ‬.

Huruf Idzhar ada 6,

14
- Hamzah (‫ )أ‬contoh ‫ زرف أمين‬/ ‫من أمن‬
- Ha (‫ )ه‬contoh ‫من هاد‬
- Ain (‫ )ع‬contoh ‫من علم‬
- Ha (‫ )ح‬contoh ‫من حليم‬
- Gin (‫ )غ‬contoh ‫من غل‬
- Kho (‫ )خ‬contoh ‫من خير‬

c. Iqlab ( ‫) اإلقالب‬.

Dari sudut bahasa: Menukarkan sesuatu kepada sesuatu. Dari sudut


istilah Ilmu Tajwid: Menukarkan bunyi Nun Sukun dan Tanwin kepada
bunyi huruf Mim lalu diikhfa'kan (disembunyikan) ke dalam huruf Ba'
yang berbaris serta dikekalkan sifat dengung. Dinamakan Iqlab ialah
kerana Nun Sukun atau Tanwin bertukar menjadi Mim yang tersembunyi.
Hurufnya ialah Ba'.

Contoh : ‫َس ِم ْي ٌع بَصِ ْي ٌر‬

d. Ikfha

Yang dinamakan ikhfa' haqiqi adalah apabila ada nun sukun atau tanwin
bertemu salah satu huruf lima belas, selain huruf-huruf yang telah
disebutkan di atas yaitu: ‫ت ث ج د ذ ز س ش ص ض ط ظ ف ق ك‬
Cara membacanya adalah dengan menyamarkan (antara idzhar dan
idgham) disertai dengan dengung yang sempurna.
Contoh :
‫ اَ ْن َج ْي َنا ُك ْم‬- ‫ َما ًء َثجَّ اجً ا ج‬- ‫ مِنْ َتحْ تِها َ ث‬- ‫ت‬
ْ‫هللا ذ – َمنْ َذاالَّذِي‬ ِ ‫ش – َع َذابًا َش ِديْداً د – مِنْ ُد ْو ِن‬
‫صالِحً ا‬ َ ‫ان ش – َع َذابٌ َش ِد ْي ٌد ص – َولَ ًدا‬ َ ‫س – اِنَّ ااْل ِ ْن َس‬
ُ
‫ض – َم ْنض ُْو ٍد ط – َو َما َينطِ ُق ظ – َعنْ ظه ُْو ِر ِه ْم‬
ْ
‫ف – ُع ْميٌ َف ُه ْم ق – ِر ْز ًقا َقالُ ْوا ك – ك َِرامًا َكات ِِبي َْن‬

15
DAFTAR PUSTAKA

Sairuddin, Tuntunan Ilmu Tajwid Praktis, INDAH Surabaya.


Surabaya:1997

 http://belajartajwid3p.com/
 http://ilmutajwid-rizky.blogspot.com/2009/08/hukuman-nun-mati-
dan-tanwin-2-idqom.html
 http://www.icmkendari.com/pengantar-ilmu-tajwid/
 http://fakhriyatunnisa.blogspot.com/

16

Anda mungkin juga menyukai