Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

Dermatitis kontak iritan merupakan reaksi peradangan setempat yang non-


imunologik pada kulit sesudah mendapat paparan iritan baik satu kali maupun
berulang.1 Paparan sekali (tidak disengaja atau kecelakaan) biasanya dari iritan asam,
basa dan sebagainya. Sedangkan paparan berulang yang merusak kulit secara kumulatif
misalnya iritan yang lebih kecil dosisnya.2 Dermatitis kontak iritan (DKI)
bermanifestasi sebagai eritema, edema ringan dan pecah-pecah. DKI merupakan respon
non spesifik kulit terhadap kerusakan akibat agen kimia, fisik, atau biologik dari luar
yang kemudian melepaskan mediator-mediator inflamasi yang sebagian besar berasal
dari sel-sel epidermis.3,4
Dermatitis kontak iritan merupakan bentuk paling lazim dari penyakit kulit
akibat kerja, diperkirakan sekitar 70%- 80% dari semua penyakit kulit akibat kerja. DKI
dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras dan jenis kelamin.
Jumlah penderita DKI diperkirakan cukup banyak terutama yang berhubungan dengan
pekerjaan (DKI akibat kerja).1 Insiden dari penyakit kulit akibat kerja di beberapa
negara adalah sama, yaitu 50- 70 kasus per 100.000 pekerja pertahun. Pekerjaan dengan
resiko besar untuk terpapar bahan iritan yaitu pemborong, pekerja industri mebel,
pekerja rumah sakit (perawat, cleaning services, tukang masak), penata rambut, pekerja
industri kimia, pekerja logam, penanam bunga, pekerja di gedung. 5 Lebih dari 80% dari
seluruh kasus mengenai daerah kulit yang terpapar seperti tangan dan lengan bawah.
Spektrum kulit sangat lebar, dari kemerahan ringan sampai bulla yang berat dan
ulserasi.2

1
BAB II
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS
Nama Pasien : Ny. KW
Umur : 47 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
No.Rekam Medis : 261731
Pekerjaan : PNS
Alamat : Perum Sedayu Permai No.80 Argorejo Sedayu

B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis, pada pukul 10.00 tanggal
21 Maret 2011 di Poliklinik Kulit & Kelamin RSUD Panembahan Senopati
Bantul, dengan melihat rekam medik (status) pasien atas seizin dokter yang
merawat.
1. Keluhan Utama
Pada bagian dada terdapat ruam kemerahan yang terasa gatal dan
memberat setelah diterapi
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang wanita usia 47 tahun datang ke poliklinik kulit dan kelamin
RSUD Panembahan Senopati Bantul mengeluh pada bagian dada sebelah
kiri terdapat ruam kemerahan yang makin lama malah makin menghitam
setelah diobati sebelumnya. Bintik kemerahan juga menyebar ke sampai
daerah leher. Tujuh hari yang lalu, saat bangun tidur pasien mengeluhkan
adanya bentol seperti setelah digigit serangga, dengan warna merah
disekitarnya di dada sebelah kiri. Penyebab bentol pada pasien tersebut
tidak diketahui. Karena terasa gatal, pasien sering menggaruknya hingga
bentol dan warna merah tersebut meluas. Pada area tersebut terasa nyeri
dan panas. Hal ini mendorong pasien berobat ke dokter umum langgananya
dan diberi obat berupa acyclovir salep, neurodex dan asam mefenamat.
Setelah pengobatan, pasien merasa keluhanya makin memburuk. Warna
merah makin meluas ke bagian leher dan pada luka awal berubah menjadi

2
kering, menghitam dan sangat gatal. Pasien baru pertama kali mengalami
hal seperti ini. Riwayat kontak dengan bahan-bahan iritan disangkal.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
 Pasien belum pernah mengalami penyakit yang serupa sebelumya
 Terdapat riwayat alergi disangkal
 Riwayat asthma disangkal
 Riwayat atopic disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
 Riwayat keluhan serupa pada keluarga disangkal
 Riwayat alergi pada keluarga disangkal
 Riwayat atopic disangkal

C. STATUS DERMATOLOGIS
Pada daerah dada sebelah kiri terdapat UKK berupa plak
hiperpigmentasi dengan skuama berukuran ± 7x4cm, berbatas tidak tegas, lebih
kasar dari permukaan disekitar UKK dan disertai macula eritema yang meluas
sampai bagian leher.

D. RESUME
 Wanita, 47tahun
 Pada bagian dada sebelah kiri terdapat lesi berwarna coklat kehitaman
dan bintik kemerahan sampai leher
 Terasa gatal, panas dan nyeri
 Dengan pengobatan sebelumya malam memburuk
 Penyebabnya tidak diketahui oleh pasien
 Sering digaruk oleh pasien
 Tampak plak hiperpigmentasi dengan skuama , batas tidak tegas,
macula eritema menyebar sampai daerah leher.

E. DIAGNOSIS BANDING
 Dermatitis Kontak Iritan
 Dermatitis Kontak Alergi
 Dermatitis Atopik

3
F. DIAGNOSIS KERJA
Dermatitis Kontak Iritan

G. TERAPI
 Hentikan penggunaan Acyclovir salep
 Lameson 3x4mg
 Ozen 2x1
 Kloderma Oint 2x1(ue)

4
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
 
A. DEFINISI
Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan reaksi peradangan kulit
nonimunologik, dimana kerusakan kulit terjadi langsung tanpa didahului proses
sensitisasi.1 DKI merupakan inflamasi pada kulit yang bermanifestasi sebagai
eritema, edema ringan dan pecah-pecah. DKI merupakan respon non spesifik kulit
terhadap kerusakan kimia langsung yang melepaskan mediator-mediator inflamasi
yang sebagian besar berasal dari sel epidermis.6
 
B. EPIDEMIOLOGI
  DKI dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras dan
jenis kelamin. Jumlah penderita DKI diperkirakan cukup banyak terutama yang
berhubungan dengan pekerjaan (DKI akibat kerja), namun dikatakan angkanya
secara tepat sulit diketahui.1 Hal ini disebabkan antara lain oleh banyaknya
penderita dengan kelainan ringan tidak datang berobat, atau bahkan tidak mengeluh.

Di Amerika, DKI sering terjadi di pekerjaan yang melibatkan kegiatan mencuci


tangan atau paparan berulang kulit terhadap air, bahan makanan atau iritan lainnya.
Pekerjaan yang berisiko tinggi meliputi bersih-bersih, pelayanan rumah sakit,
tukang masak, dan penata rambut. 80% Dermatitis tangan okupasional karena iritan,
lebih sering mengenai tukang bersih-bersih, penata rambut dan tukang masak.
Prevalensi dermatitis tangan karena pekerjaan ditemukan sebesar 55,6% di ICU dan
69,7% pada pekerja yang sering terpapar (dilaporkan dengan frekuensi mencuci
tangan >35 kali setiap pergantian). Penelitian menyebutkan frekuensi mencuci
tangan >35x tiap pergantian memiliki hubungan kuat dengan dermatitis tangan
karena pekerjaan (OR=4,13). Di Jerman, angka insiden DKI adalah 4,5 setiap
10.000 pekerja, dimana insiden tertinggi ditemukan pada penata rambut (46,9 kasus
per 10.000 pekerja setiap tahunnya), tukang roti dan tukang masak.6,7
  Berdasarkan jenis kelamin, DKI secara signifikan lebih banyak pada
perempuan dibanding laki-laki. Tingginya frekuensi ekzem tangan pada wanita
dibanding pria karena faktor lingkungan, bukan genetik. Berdasarkan usia, DKI bisa
muncul pada berbagai usia. Banyak kasus karena dermatitis ”diaper” (popok) terjadi

5
karena iritan kulit langsung pada urine dan feses. Seorang yang lebih tua memiliki
kulit lebih kering dan tipis yang tidak toleran terhadap sabun dan pelarut. DKI bisa
mengenai siapa saja, yang terpapar iritan dengan jumlah yang sufisien, tetapi
individu dengan dengan riwayat dermatitis atopi lebih mudah terserang.6,7

C. ETIOLOGI
  Penyebab munculnya DKI adalah bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan
pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam alkali, serbuk kayu, bahan abrasif, enzim,
minyak, larutan garam konsentrat, plastik berat molekul rendah atau bahan kimia
1, 2, 6, 9, 10, 11
higroskopik. Kelainan kulit yang muncul bergantung pada beberapa
faktor, meliputi faktor dari iritan itu sendiri, faktor lingkungan dan faktor individu
penderita. Iritan adalah substansi yang akan menginduksi dermatitis pada setiap
orang jika terpapar pada kulit: dalam konsentrasi yang cukup, pada waktu yang
sufisien dengan frekuensi yang sufisien. Masing-masing individu memiliki
predisposisi yang berbeda terhadap berbagai iritan, tetapi jumlah yang rendah dari
iritan menurunkan dan secara bertahap mencegah kecenderungan untuk meninduksi
dermatitis.10 Fungsi pertahanan dari kulit akan rusak baik dengan peningkatan
hidrasi dari stratum korneum (oklusi, suhu dan kelembaban tinggi, bilasan air yang
sering dan lama) dan penurunan hidrasi (suhu dan kelembaban rendah). Tidak
semua pekerja di area yang sama akan terkena. Siapa yang terkena tergantung pada
predisposisi individu (rowayat atopi misalnya), personal hygiene dan luas dari
paparan. Iritan biasanya mengenai tangan atau lengan. Efek dari iritan merupakan
concentration-dependent, sehingga hanya mengenai tempat primer kontak.10
 
D. PATOGENESIS
  Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan
melalui kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi
keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk dan mengubah daya ikat air kulit.
Kebanyak bahan iritan (toksin) merusak membran lemak keratinosit tetapi sebagian
dapat menembus membran sel dan merusak lisosom, mitokondria atau komplemen
inti. Kerusakan membran mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam
arakidonat (AA), diasilgliserida (DAG), platelet actifating factor (PAF) dan
inositida (IP3). AA dirubah menjadi prostaglandin (PG) dan leukotrin (LT). PG dan
LT menginduksi vasodilatasi, dan meningkatkan permeabilitas vaskuler sehingga

6
mempermudah transudasi komplemen dan kinin. PG dan LT juga bertindak sebagai
kemoatraktan kuat untuk limfosit dan neutrofil, serta mengaktifasi sel mas
melepaskan histamin, LT dan PG lain, dan PAF, sehingga memperkuat perubahan
vaskuler. DAG dan second messenger lain mengstimulasi ekspresi gen dan sintesis
protein, misalnya interleukin-1 (IL-1) dan granulocyt-macrophage colony
stimulating factor (GMCSF). IL-1 mengaktifkan sel T-penolong mengeluarkan IL-2
an mengekspresi reseptor IL-2 yang menimbulkan stimulasi autokrin dan proliferasi
sel tersebut. Keratinosit juga membuatmolekul permukaan HLA-DR dan adesi
intrasel- (ICAM-1). Pada kontak dengan iritan, keratinosit juga melepaskan TNFά,
suatu sitokin proinflamasi yang dapat mengaktifasi sel T, makrofag dan granulosit,
menginduksi ekspresi molekul adesi sel dan pelepasan sitokin. Rentetan kejadian
tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik di tempat terjadinya kontak di kulit
berupa eritema, edema, panas, nyeri, bila iritan kuat. Bahan iritan lemah akan
menimbulkan kelainan kulit setelah berulang kali kontak, dimulai dengan kerusakan
stratum korneum oleh karena delipidasi yang menyebabkan desikasi dan kehilangan
fungsi sawarnya, sehingga mempermudah kerusakan sel dibawahnya oleh iritan.1
 
E. KLINIS
1. Riwayat Penyakit
Riwayat yang terperinci sangat dibutuhkan karena diagnosis dari DKI
tergantung pada adanya riwayat paparan iritan kutaneus yang mengenai tempat-
tempat pada tubuh. Tes tempel juga digunakan pada kasus yang berat atau
persisten untuk menyingkirkan DKA. Gejala subjektif primer biasanya meliputi
hal-hal sebagai berikut6: Riwayat paparan yang cukup terhadap iritan kulit
Onset gejala muncul dalam beberapa menit hingga beberapa jam pada DKI akut.
Pada DKI subakut merupakan ciri iritan tertentu seperti benzalkonium klorida
(ada pada disinfektak) yang mendatangkan reaksi radang 8-24 jam setelah
paparan. Onset dan gejala bisa tertunda beberapa minggu pada DKI kumulatif.
Nyeri, rasa terbakar, rasa tersengat atau tidak nyaman pada fase awal. Gejala
subjektif lainnya meliputi: onset dalam 2 minggu paparan dan adalanya keluhan
yang sama pada rekan kerja atau anggota keluarga lainnya. DKI okupasional
biasanya terjadi pada karyawan baru atau mereka yang belum belajar untuk
melindungi kulitnya dari iritan. Individu dengan dermatitis atopik (khususnya
pada tangan) rentan terhadap DKI tangan.6

7
 
2. Pemeriksaan Fisik
Kriteria diagnostik primer DKI menurut Rietschel meliputi: 6 Makula
eritema, hiperkeratosis atau fisura yang menonjol, kulit epidermis seperti
terbakar, prose penyembuhan dimulai segera setelah menghindari paparan bahan
iritan, Tes tempel negatif dan meliputi semua alergen yang mungkin.
Kriteria objektif minor meliputi: Batas tegas pada dermatitis, bukti
pengaruh gravitasi seperti efek menetes, kecenderungan untuk menyebar lebih
rendah dibanding DKA. Untuk kepentingan pengobatan, berdasarkan perjalanan
penyakit dan gejala klinis DKI dikelompokkan menjadi DKI akut, lambat akut
dan kumulatif. Ada pula bentuk DKI lainnya yaitu: reaksi iritan, DKI traumatik,
DKI noneritematosa dan DKI subyektif.

F. HISTOPATOLOGIK
Gambaran histtopatologik DKI tidak karakteristik. Pada DKI akut (oleh
iritan primer), dalam dermis terjadi vasodilatasi dan sebukan sel mononuklear di
sekitar pembuluh darah dermis bagian atas. Eksositosis di epidermis diikuti
spongiosis dan edema intrasel dan akhirnya menjadi nekrosis epidermal. Pada
keadaan berat, kerusakan epidermis dapat menimbulkan vesikel atau bila. Di dalam
vesikel atau bula ditemukan limfosit atau neutrofil.1, 6
Pada DKI kronis adalah
hiperkeratosis dengan area parakeratosis, akantosis dan perpanjangan rete ridges.6
 
G. DIAGNOSIS
Diagnosis DKI didasarkan anamnesis yang cermat dan pengamatan
gambaran klinis. DKI akut lebih mudah diketahui karena munculnya lebih cepat
sehingga penderita pada umumnya masih ingat apa yang menjadi penyebabnya.
Sebaliknya DKI kronis timbul lambat serta mempunyai variasi gambaran klinis
yang luas, sehingga kadang sulit dibedakan dengan DKA. Untuk ini diperlukan uji
tempel dengan bahan yang dicurigai.1

H. DIAGNOSIS BANDING
Perlu di perhatikan beberapa penyakit yang memberikan gambaran seperti
dermatitis kontak iritan, antara lain :

8
1. Dermatitis kontak alergi
Dermatitis kontak alergi disebabkan terpaparnya kulit dengan bahan yang
bersifat alergen. Pada yang kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul,
likenifikasi dan mungkin juga fisur, batasnya tidak jelas. Kelainan ini sulit
dibedakan dengan dermatitis kontak iritan kronis; mungkin penyebabnya
juga campuran.
Dermatitis kontak alergi (DKA)(dikutip dari kepustakaan no.11)
Bila dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan, jumlah penderita
dermatitis kontak alergik lebih sedikit, karena hanya mengenai orang yang
kulitnya sangat peka (hipersensitif). Namun sedikit sekali informasi
mengenai prevalensi dermatitis ini di masyarakat.
2. Dermatitis atopik
Pada gambaran klinis terdapat vesikel-vesikel dan papul-papul serta
eritem, untuk membedakan dengan dermatitis kontak iritan, pada dermattits
atopik mempunyai tiga tanda khas. Yaitu :
a. Pruritus.
b. Morfologi dan distribusi khas pada wajah (khusus pada anak) dan daerah
lipatan kulit (fosa kubiti, fosa poplitea, leher, dan pergelangan tangan).
c. Cenderung menjadi kronis kambuh.

Pada dermatitis atopik juga didapatkan riwayat atopik (rhinitis alergi, asma
bronkial),dan pada pemeriksaan penunjang di temukan eosinofilia dan peningkatan
kadar IgE, sedangkan pada dermatitis kontak iritan tidak terdapat riwayat atopik.

I. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan kultur bakteri bisa dilakukan apabila ada komplikasi infeksi
sekunder bakteri. Pemeriksaan KOH bisa dilakukan dan sampel mikologi bisa
diambil untuk menyingkirkan infeksi tinea superficial atau kandida, bergantung
pada tempat dan bentuk lesi. Uji tempel dilakukan untuk mendiagnosis DKA, tetapi
bukan untuk membuktikan adanya iritan penyebab munculnya DKI. Diagnosis
adalah berdasarkan eksklusi DKA dan riwayat paparan iritan yang cukup Biopsi
kulit bisa membantu menyingkirkan kelainan lain seperti tinea, psoriasis atau
limfoma sel T.6

9
 
J. PENATALAKSANAAN
Upaya pengobatan DKI yang terpenting adalah menghindari pajanan bahan
iritan, baik yang bersifat mekanik, fisis atau kimiawi serta menyingkirkan faktor
yang memperberat. Bila dapat dilakukan dengan sempurna dan tanpa komplikasi,
maka tidak perlu pengobatan topikal dan cukup dengan pelembab untuk
memperbaiki kulit yang kering. Apabila diperlukan untuk mengatasi peradangan
dapat diberikan kortikosteroid topikal. Pemakaian alat perlindungan yang adekuat
diperlukan bagi mereka yang bekerja dengan bahan iritan sebagai upaya
pencegahan.
1. Dermatitis akut
Untuk dermatitis akut, secara lokal diberikan kompres larutan garam
fisiologis atau larutan kalium permanganas 1/10.000 selama 2-3 hari dan setelah
mengering diberi krim yang mengandung hidrokortison 1-2,5%.  Secara
sistemik diberikan antihistamin (CTM 3x1 tablet.hari) untuk menghilangkan
rasa gatal. Bila berat/luas dapat diberikan prednison 30 mg/hari dan bila sudah
ada perbaikan dilakukan tapering. Bila terdapat infrksi sekunder diberikan
antibiotik dengan dosis 3x500 mg selama 5-7 hari.3
2. Dermatitis kronik
Topikal diberikan salep mengandung steroid yang lebih poten seperti
hidrokortison yang mengalami fluorinasi seperti desoksimetason, diflokortolon.
Sistemik diberikan antihistamin (CTM 3x1 tablet.hari) untuk menghilangkan
rasa gatal.3
 
K. KOMPLIKASI6
Adapun komplikasi DKI adalah sebagai berikut: DKI meningkatkan risiko
sensitisasi pengobatan topikal. Lesi kulit bisa mengalami infeksi sekunder,
khususnya oleh Stafilokokus aureus Neurodermatitis sekunder (liken simpleks
kronis) bisa terjadi terutapa pada pekerja yang terpapar iritan di tempat kerjanya
atau dengan stres psikologik Hiperpigmentasi atau hipopignemtasi post inflamasi
pada area terkena DKI. Jaringan parut muncul pada paparan bahan korosif,
ekskoriasi atau artifak.
 

10
L. PROGNOSIS
Prognosis baik pada individu non atopi dimana DKI didiagnosis dan diobati
dengan baik. Individu dengan dermatitis atopi rentan terhadap DKI. Bila bahan
iritan tidak dapat disingkirkan sempurna, prognosisnya kurang baik, dimana kondisi
ini sering terjadi DKI kronis yang penyebabnya multifaktor.1,6
 

11
BAB IV
PEMBAHASAN

Dermatitis kontak iritan(DKI) merupakan reaksi pradangan kulit non


imunologik. Kerusakan kulit terjadi secara langsung tanpa melalui proses
sensitisasi. Pada pasien ini, pada daerah dada sebelah kiri terdapat UKK berupa
plak hiperpigmentasi dengan skuama berukuran ± 7x4cm, berbatas tidak tegas,
lebih kasar dari permukaan disekitar UKK dan disertai macula eritema yang
meluas sampai bagian leher. UKK terasa gatal, panas dan kadang terasa nyeri.
UKK muncul saat bangun tidur dan berbentuk hanya seperti gigitan serangga.
Pasien tidak menyadari penyebabnya. Gejala yang dirasakan oleh pasien
tersebut termasuk akut. Pemberian salep Acyclovir makin memperburuk gejala
karena bersifat iritan. Pasien ini tidak memiliki riwayat atopic dan riwayat alergi
, tidak terdapat pruritus, morfologi UKK tidak sesuai predileksi serta tidak
berulang, sehingga diagnosis dermatitis atopic dan dermatitis alergi dapat
disingkirkan. Diagnosis pada pasien ini adalah dermatitis kontak iritan (DKI).
Pengobatanya adalah menghentikan paparan dengan bahan iritan yaitu
salep acyclovir. Selain itu adalah dengan pemberian kortikosteroid baik oral
maupun topical untuk meredakan peradangan dan pemberian antihistamin.
Prognosisnya baik bila bahan iritan penyebabnya dapat disingkirkan dengan
sempurna.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Sularsito, S. A., dan Djuanda, S. Dermatitis. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta; 2005. hal:129-153.
2. Contact Dermatitis. University of Virginia Health System; 2005. Available at:
http://www.w3.org/TR/xhtml1/DTD/xhtml1-transitional.dtd
3. Lehrer, M. S. Contact dermatitis. Medline Plus Medical Encyclopedia; 2006.
Available at: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus.html
4. Michael, J. A. Dermatitis, Contact. Emedicine; 2005. Available at:
http://www.emedicine.com/specialties.htm
5. Schalock, P. C. Dermatitis. Merck Manual Home Edition; 2006. Available at:
http://www.merck.com
6. Hogan, D. Contact Dermatitis, Irritant. Emedicine; 2006. Available at:
http://www.emedicine.com/specialties.htm
7. Irritant Contact Dermatitis. DermsnetMZ; 2007. Available at: http://dermnetnz.org
8. Jovanovi, D. L. et al. Chronic Contact Allergic And Irritant Dermatitis Of Palms
And Soles: Routine Histopathology Not Suitable For Differentiation. Acta
Dermatoven APA Vol 12, No 4; 2003.p:127-9
9. Dermatitis, Irritant Contact. VisualDxHealth; 2007. Available at:
http://visualdxhealth.com
10. A Guide To Occupational Skin Disease. In: Occupational Safety and Health
Information Series. Occupational Safety and Health Service. Department of Labour
Wellington. New Zealand; 1995
11. What is occupational irritant contact dermatitis? Canada’s National Occupational
Health and Safety Resources; Available at: http://www.ccohs.ca

13

Anda mungkin juga menyukai