Anda di halaman 1dari 12

Paracetamol atau acetaminophen adalah obat penghilang rasa sakit dan demam yang paling

banyak digunakan. Kepopulerannya terutama disebabkan obat ini memiliki sedikit efek
samping dan lebih ringan di perut, berbeda dengan aspirin dan ibuprofen yang dapat
menyebabkan iritasi lambung.

Khasiat Paracetamol

1. Analgesik. Paracetamol bekerja sebagai inhibitor prostaglandin lemah dengan


menghalangi produksi prostaglandin, yang merupakan zat kimia yang terlibat dalam
proses pengiriman pesan rasa sakit ke otak. Dengan mengurangi jumlah
prostaglandin, paracetamol membantu mengurangi rasa sakit. Namun, berbeda dengan
aspirin, paracetamol memblokir pesan rasa sakit di sistem saraf pusat, bukan pada
sumber rasa sakit. Paracetamol digunakan untuk meringankan nyeri ringan sampai
sedang, termasuk sakit kepala, migrain, nyeri otot, neuralgia, sakit punggung, nyeri
sendi, nyeri rematik, sakit gigi, nyeri tumbuh gigi, artritis, dan nyeri menstruasi.
2. Antipiretik. Paracetamol adalah antipiretik yang dapat mengurangi demam dengan
memengaruhi bagian otak yang disebut hipotalamus yang mengatur suhu tubuh. Efek
ini membuat paracetamol banyak digunakan dalam obat-obatan untuk batuk, pilek dan
flu. Secara khusus, paracetamol diberikan kepada anak-anak setelah pemberian
vaksinasi untuk mencegah demam pasca-imunisasi.
3. Khasiat lain. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa paracetamol mungkin
bermanfaat melindungi arteri dari perubahan yang mengarah pada pengerasan
pembuluh darah, yang dapat menyebabkan stroke, serangan jantung atau penyakit
kardiovaskuler. Hal ini karena paracetamol dapat mencegah proses pembentukan plak
arteri dengan menghambat oksidasi LDL (kolesterol buruk). Beberapa bukti lain
menunjukkan paracetamol mungkin juga bermanfaat melindungi terhadap kanker
ovarium.

Paracetamol direkomendasikan untuk pasien yang kontraindikasi NSAID (obat anti-inflamasi


non-steroid), termasuk mereka yang memiliki asma atau tukak lambung/maag dan mereka
yang sensitif terhadap aspirin. Namun, paracetamol tidak memiliki sifat anti-inflamasi
sehingga tidak berguna untuk mengurangi peradangan atau pembengkakan pada kulit atau
sendi.

Efek paracetamol

Tubuh menyerap paracetamol dengan cepat. Paracetamol dalam bentuk larutan lebih cepat
diserap daripada tablet padat. Efek paracetamol biasanya akan mencapai puncaknya antara
setengah jam sampai dua jam setelah konsumsi, dengan efek analgesik berlangsung selama
sekitar empat jam. Setelah itu, paracetamol akan dikeluarkan dari tubuh.

Tips untuk Anda

Beberapa tips berikut perlu diperhatikan bila Anda mengambil paracetamol untuk pengobatan
sendiri:

 Jangan melebihi dosis yang ditentukan pada label, yang didasarkan pada umur dan
berat badan. Dosis paracetamol yang disarankan untuk bayi dan anak-anak adalah 60
mg per kg berat badan per hari. Dosis yang disarankan untuk orang dewasa adalah
tidak melebihi 3 g per hari. Dalam kasus rasa sakit yang hebat dan atas resep dokter,
dosis dewasa dapat diberikan 4 g per hari.
 Berikan jeda waktu antara dua dosis paracetamol. Jeda waktu minimal 4 jam atau 6
jam pada anak-anak. Sebagai contoh, pada anak-anak diberikan 10 mg per kg bb
setiap 4 jam atau 15 mg per kg bb setiap 6 jam.
 Waspadai interaksi obat. Obat penurun kolesterol cholestyramine dapat mengurangi
tingkat penyerapan paracetamol oleh usus, sedangkan metoclopramide dan
domperidone, yang digunakan untuk meringankan gejala gangguan perut, mungkin
memiliki efek sebaliknya.
 Paracetamol tidak menimbulkan kecanduan, bahkan pada orang yang sering
menggunakannya. Namun, penggunaan jangka panjang atau reguler dapat
meningkatkan aktivitas antikoagulan warfarin atau obat-obatan sejenisnya. Jika
Anda dalam pengobatan antikoagulan, konsultasikan dengan dokter Anda bila
mengambil paracetamol lebih dari 4 hari karena potensi risiko pendarahan.
 Mintalah nasihat medis dari dokter jika rasa sakit bertahan lebih dari 5 hari dan
jika demam berlangsung lebih dari 3 hari.
 Waspadai overdosis. Jika Anda mengonsumsi obat lain, pastikan obat itu tidak
mengandung paracetamol, atau acetaminophen (nama lainnya). Banyak obat dengan
berbagai merk yang mengandung paracetamol, baik sebagai zat tunggal atau dalam
kombinasi dengan zat lain. Overdosis paracetamol dapat menyebabkan kerusakan hati
yang tidak bisa dipulihkan. Itulah mengapa di sejumlah negara maju seperti Jerman
dan Inggris, pembelian paracetamol tanpa resep dibatasi jumlahnya.
 Paracetamol aman untuk ibu hamil. Lembaga pengawasan obat AS (FDA)
menetapkan kategori B untuk penggunaan paracetamol pada masa kehamilan.
Artinya, penelitian pada reproduksi hewan tidak menunjukkan risiko terhadap janin
atau studi pada reproduksi hewan telah menunjukkan dampak buruk yang tidak
dikonfirmasi dalam studi terkontrol pada wanita hamil di trimester pertama (dan tidak
ada bukti risiko pada trimester berikutnya).
 Paracetamol aman untuk ibu menyusui. Sebuah studi menemukan bahwa dosis
puncak paracetamol dalam ASI dicapai setelah satu sampai dua jam sang ibu
mengambilnya secara oral. Dengan asumsi bayi menelan susu 90 ml pada 3, 6, dan 9
jam setelah konsumsi paracetamol ibunya, jumlah paracetamol yang tersedia untuk
konsumsi kurang dari 0,23% dari dosis ibu. American Academy of Pediatrics
mengklasifikasikan paracetamol sebagai obat yang “biasanya aman untuk ibu hamil.

OBAT ANALGESIK ANTIPIRETIK

Obat saraf dan otot golongan analgesik atau obat yang dapat menghilangkan rasa sakit/ obat
nyeri sedangkan obat antipiretik adalah obat yang dapat menurunkan suhu tubuh.

Analgesik sendiri dibagi dua yaitu :

1. Analgesik opioid / analgesik narkotika Analgesik opioid merupakan kelompok obat


yang memiliki sifat-sifat seperti opium atau morfin. Golongan obat ini terutama
digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri.

Tetap semua analgesik opioid menimbulkan adiksi/ketergantungan, maka usaha untuk


mendapatkan suatu analgesik yang ideal masih tetap diteruskan dengan tujuan
mendapatkan analgesik yang sama kuat dengan morfin tanpa bahaya adiksi.
Ada 3 golongan obat ini yaitu :

1. Obat yang berasal dari opium-morfin,


2. Senyawa semisintetik morfin, dan
3. Senyawa sintetik yang berefek seperti morfin.

2. Analgesik lainnya, Seperti golongan salisilat seperti aspirin, golongan para amino
fenol seperti paracetamol, dan golongan lainnya seperti ibuprofen, asam mefenamat,
naproksen/naproxen dan banyak lagi.

Berikut contoh obat-obat analgesik antipiretik yang beredar di Indonesia :

1. Paracetamol/acetaminophen

Merupakan derivat para amino fenol. Di Indonesia penggunaan parasetamol sebagai


analgesik dan antipiretik, telah menggantikan penggunaan salisilat. Sebagai analgesik,
parasetamol sebaiknya tidak digunakan terlalu lama karena dapat menimbulkan
nefropati analgesik.

Jika dosis terapi tidak memberi manfaat, biasanya dosis lebih besar tidak menolong.

Dalam sediaannya sering dikombinasi dengan cofein yang berfungsi meningkatkan


efektivitasnya tanpa perlu meningkatkan dosisnya.

2. Ibuprofen

Ibuprofen merupakan derivat asam propionat yang diperkenalkan banyak negara.


Obat ini bersifat analgesik dengan daya antiinflamasi yang tidak terlalu kuat. Efek
analgesiknya sama dengan aspirin.

Ibuprofen tidak dianjurkan diminum oleh wanita hamil dan menyusui.

3. Asam mefenamat

Asam mefenamat digunakan sebagai analgesik. Asam mefenamat sangat kuat terikat
pada protein plasma, sehingga interaksi dengan obat antikoagulan harus diperhatikan.
Efek samping terhadap saluran cerna sering timbul misalnya dispepsia dan gejala
iritasi lain terhadap mukosa lambung.

4. Tramadol

Tramadol adalah senyawa sintetik yang berefek seperti morfin.

Tramadol digunakan untuk sakit nyeri menengah hingga parah. Sediaan tramadol
pelepasan lambat digunakan untuk menangani nyeri menengah hingga parah yang
memerlukan waktu yang lama.
Minumlah tramadol sesuai dosis yang diberikan, jangan minum dengan dosis lebih
besar atau lebih lama dari yang diresepkan dokter.

Jangan minum tramadol lebih dari 300 mg sehari.

5. Benorylate

Benorylate adalah kombinasi dari parasetamol dan ester aspirin. Obat ini digunakan
sebagai obat antiinflamasi dan antipiretik. Untuk pengobatan demam pada anak obat
ini bekerja lebih baik dibanding dengan parasetamol dan aspirin dalam penggunaan
yang terpisah. Karena obat ini derivat dari aspirin maka obat ini tidak boleh
digunakan untuk anak yang mengidap Sindrom Reye.

6. Fentanyl

Fentanyl termasuk obat golongan analgesik narkotika. Analgesik narkotika digunakan


sebagai penghilang nyeri. Dalam bentuk sediaan injeksi IM (intramuskular) Fentanyl
digunakan untuk menghilangkan sakit yang disebabkan kanker.

Menghilangkan periode sakit pada kanker adalah dengan menghilangkan rasa sakit
secara menyeluruh dengan obat untuk mengontrol rasa sakit yang persisten/menetap.
Obat Fentanyl digunakan hanya untuk pasien yang siap menggunakan analgesik
narkotika.

Fentanyl bekerja di dalam sistem syaraf pusat untuk menghilangkan rasa sakit.
Beberapa efek samping juga disebabkan oleh aksinya di dalam sistem syaraf pusat.
Pada pemakaian yang lama dapat menyebabkan ketergantungan tetapi tidak sering
terjadi bila pemakaiannya sesuai dengan aturan.

Ketergantungan biasa terjadi jika pengobatan dihentikan secara mendadak. Sehingga


untuk mencegah efek samping tersebut perlu dilakukan penurunan dosis secara
bertahap dengan periode tertentu sebelum pengobatan dihentikan.

7. Naproxen

Naproxen termasuk dalam golongan antiinflamasi nonsteroid. Naproxen bekerja


dengan cara menurunkan hormon yang menyebabkan pembengkakan dan rasa nyeri di
tubuh.

8. Obat lainnya

Metamizol, Aspirin (Asetosal/ Asam asetil salisilat), Dypirone/Methampiron,


Floctafenine, Novaminsulfonicum, dan Sufentanil.

Untuk pemilihan golongan obat analgesik dan antipiretik yang tepat ada baiknya anda harus
periksakan diri dan konsultasi ke dokter.

Di medicastore anda dapat mencari informasi obat seperti : kegunaan atau indikasi obat,
generik atau kandungan obat, efek samping obat, kontra indikasi obat, hal apa yang harus
menjadi perhatian sewaktu konsumsi obat, gambar obat yang anda pilih hingga harga obat
dengan berbagai sediaan yang dibuat oleh pabrik obat. Sehingga anda dapat memilih dan beli
obat sesuai dengan kebutuhan anda.

TUGAS FARMAKOKINETIKA KLINIK 1


Posted on March 29, 2008 by farmakoterapi-info| 1 Comment

RESPON TERAPEUTIK VS TOKSISITAS ASPIRIN


Efek terapeutik obat tergantung dari banyak faktor, antara lain dari cara dan bentuk
pemberiannya, sifat fisikokimiawinya yang menentukan resorpsi, biotransformasi dan ekskresinya
dalam tubuh. Begitu pula dari kondisi fisiologis pemakai (fungsi hati, ginjal, usus, dan peredaran
darah). Faktor – faktor individual lainnya, misalnya etnik, kelamin, luas permukaan badan dan
kebiasaan makan juga sangat penting. Setiap obat dalam dosis yang cukup tinggi dapat
mengakibatkan efek toksis. Pada umumnya, reaksi toksis berhubungan langsung dengan tingginya
dosis, bila dosis diturunkan, efek toksis dapat dikurangi pula.

Sifat dan intensitas efek suatu bahan kimia bergantung pada kadarnya di tempat kerja, yaitu
dosis efektifnya. Umumnya, kadarnya di dalam organ sasaran merupakan fungsi kadar darah.
Namun, peningkatan toksikan dalam jaringan akan menambah kadarnya, sementara sawar jaringan
cenderung mengurangi kadarnya. Karena kadar darah lebih mudah diukur, terutama pada jangka
waktu tertentu, inilah parameter yang sering digunakan dalam penelitian toksikokinetik.

Artikel ini akan membahas berbagai bentuk dan mekanisme interaksi obat dan dampaknya
secara klinik serta bagaimana menghindari kemungkinan-kemungkinan dampak yang
merugikan. Interaksi obat adalah peristiwa di mana aksi suatu obat diubah atau dipengaruhi
oleh obat lain yang diberikan bersamaan. Kemungkinan terjadinya peristiwa interaksi harus
selalu dipertimbangkan dalam klinik, manakala dua obat atau lebih diberikan secara
bersamaan atau hampir bersamaan.. Interaksi dapat membawa dampak yang merugikan kalau
terjadinya interaksi tersebut sampai tidak dikenali sehingga tidak dapat dilakukan upaya-
upaya optimalisasi. Secara ringkas dampak negatif dari interaksi ini kemungkinan akan
timbul efek samping dan tidak tercapainya efek terapetik yang diinginkan.

Interaksi obat berdasarkan mekanismenya dapat dibagi menjadi 3 golongan besar, yaitu :

1.      Interaksi farmasetik

Adalah interaksi fisiko-kimia yang terjadi pada saat obat diformulasikan/disiapkan sebelum
obat di gunakan oleh penderita. Misalnya dua obat yang dicampur pada larutan yang sama dapat
terjadi reaksi kimia atau terjadi pengendapan salah satu senyawa, atau terjadi pengkristalan salah
satu senyawa. Bentuk interaksi:
a. Interaksi secara fisik

Misalnya : Terjadi perubahan kelarutan dan penurunan titik beku

b. Interaksi secara khemis

Misalnya : Terjadinya reaksi satu dengan yang lain atau terhidrolisisnya suatu obat selama
dalam proses pembuatan ataupun selama dalam penyimpanan.

2.      Interaksi farmakokinetik

Pada interaksi ini obat mengalami perubahan pada proses ADME yang disebabkan
karena obat/senyawa lain. Hal ini umumnya diukur dari perubahan pada satu atau lebih
parameter farmakokinetika, seperti konsentrasi serum maksimum, luas area dibawah kurva,
waktu, waktu paruh, jumlah total obat yang diekskresi melalui urine, dsb.

3.  Interaksi farmakodinamik.

Adalah obat yang menyebabkan perubahan pada respon pasien disebabkan karena
berubahnya farmakokinetika dari obat tersebut karena obat lain yang terlihat sebagai perubahan
aksi obat tanpa mengalami perubahan konsentrasi plasma. Misalnya naiknya toksisitas dari
digoksin yang disebabkan karena pemberian secara bersamaan dengan diuretic boros kalium
misalnya furosemid

METABOLISME OBAT

Hepar adalah organ utama dalam metabolisme obat, terutama obat-obat per oral. Pada
dasarnya enzim hepar merubah obat menjadi bahan yang lebih polar dan mudah larut dalam air
sehingga, mudah diekskresi melalui ginjal dan empedu. Metabolisme obat dalam hepar ada 2 tahap.
Pada tahap I, terjadi reduksi hidrolisa dan oksidasi. Pada tahap ini belum terjadi proses detoksikasi,
karenanya kadang-kadang terbentuk suatu bahan metabolit yang justru bersifat toksik. Pada tahap
ke II, terjadi reaksi konjugasi dengan asam glukoronat, sulfat glisin, sehingga terbentuk bahan yang
kurang toksik, mudah larut dalam air dan secara biologis kurang aktif. Metabolisme ini terjadi dalam
mikrosom sel hati, dan yang berperan: NADPH C Reduktase dan Sitokrom p 450.

Salah satu obat yang kami bahas dalam artikel ini yang memiliki efek terapetik dan toksisitas
adalah Aspirin. Aspirin/asam asetil salisilat/asetosal merupakan obat hepatotoksik (obat yang dapat
menyebabkan kelainan pada hepar dan tergantung pada besarnya dosis (Predictable)). Gejala
hepatotoksik timbul bila kadar salisilat serum lebih dari 25 mg/dl (dosis : 3 – 5 g/hari). Keadaan ini
nampaknya sangat erat hubungannya dengan kadar albumin darah, karena bentuk salisilat yang
bebas inilah dapat merusak hepar. Pemilihan obat pada anak terbatas pada NSAID yang sudah diuji
penggunaannya pada anak, yaitu: aspirin, naproksen atau tolmetin, kecuali pemberian aspirin pada
kemungkinan terjadinya Reye’s Syndrome, aspirin untuk menurunkan panas dapat diganti dengan
asetaminofen, nimesulide, seperti halnya NSAID lain, tidak dianjurkan untuk anak dibawah 12 tahun
karena aspirin bersifat iritatif terhadap lambung sehingga meningkatkan risiko ulkus (luka) lambung,
perdarahan, hingga perforasi (kebocoran akibat terbentuknya lubang di dinding lambung), serta
menghambat aktivitas trombosit (berfungsi dalam pembekuan darah) sehingga dapat memicu resiko
perdarahan).

ASPIRIN

MEKANISME KERJA

    Mengasetilasi enzim siklooksigenase dan menghambat pembentukan enzim cyclic


endoperoxides.

    Menghambat sintesa tromboksan A-2 (TXA-2) di dalarn trombosit, sehingga akhirnya
menghambat agregasi trombosit.

    Menginaktivasi enzim-enzim pada trombosit tersebut  secara permanen. Penghambatan inilah
yang mempakan cara kerja aspirin dalam pencegahan stroke dan TIA (Transient Ischemic Attack).

    Pada endotel pembuluh darah, menghambat pembentukan prostasiklin. Hal ini membantu
mengurangi agregasi trombosit pada pembuluh darah yang rusak.

FARMAKOKINETIKA

Mula kerja : 20 menit -2 jam.

Kadar puncak dalam plasma: kadar salisilat dalam plasma tidak berbanding lurus dengan besamya
dosis.

Waktu paruh : asam asetil salisilat 15-20 rnenit ; asarn salisilat 2-20 jam tergantung besar dosis yang
diberikan.

Bioavailabilitas : tergantung pada dosis, bentuk, waktu pengosongan lambung, pH lambung, obat
antasida dan ukuran partikelnya.
Metabolisme : sebagian dihidrolisa rnenjadi asarn salisilat selarna absorbsi dan didistribusikan ke
seluruh jaringan dan cairan tubuh dengan kadar tertinggi pada plasma, hati, korteks ginjal , jantung
dan paru-paru.

Ekskresi : dieliminasi oleh ginjal dalam bentuk asam salisilat dan oksidasi serta konyugasi
metabolitnya.

FARMAKODINAMIK

Adanya makanan dalam lambung memperlambat absorbsinya ; pemberian bersama antasida dapat
mengurangi iritasi lambung tetapi meningkatkan kelarutan dan absorbsinya. Sekitar 70-90 % asam
salisilat bentuk aktif terikat pada protein plasma.

EFEK TERAPEUTIK

Menurunkan resiko TIA atau stroke berulang pada penderita yang pernah menderita iskemi otak
yang diakibatkan embolus. Menurunkan resiko menderita stroke pada penderita resiko tinggi seperti
pada penderita tibrilasi atrium non valvular yang tidak bisa diberikan anti koagulan.

KONTRAINDIKASI

Hipersensitif terhadap salisilat, asma bronkial, hay fever, polip hidung, anemi berat, riwayat
gangguan pembekuan darah.

INTERAKSI OBAT

Obat anti koagulan, heparin, insulin, natrium bikarbonat, alkohol clan, angiotensin converting
enzymes.

EFEK SAMPING

Nyeri epigastrium, mual, muntah , perdarahan lambung.

EFEK TOKSIK

Tidak dianjurkan dipakai untuk pengobatan stroke pada anak di bawah usia 12 tahun karena resiko
terjadinya sindrom Reye. Pada orang tua harus hati- hati karena lebih sering menimbulkan efek
samping kardiovaskular. Obat ini tidak dianjurkan pada trimester terakhir kehamilan karena dapat
menyebabkan  gangguan pada janin atau menimbulkan komplikasi pada saat partus. Tidak
dianjurkan pula pada wanita menyusui karena disekresi melalui air susu.

DOSIS

FDA merekomendasikan dosis: oral 1300 mg/hari dibagi 2 atau 4 kali pemberian. Sebagai anti
trombosit dosis 325 mg/hari cukup efektif dan efek sampingnya lebih sedikit.

UPAYA MENGHINDARI DAMPAK NEGATIF

1. Hindari pemakaian obat gabungan (polifarmasi), kecuali jika memang kondisi penyakit yang
diobati memerlukan gabungan obat dan pengobatan gabungan tersebut sudah diterima dan
terbukti secara ilmiah manfaatnya.

2. Kenali sebanyak mungkin kemungkinan interaksi yang timbul pada obat-obat yang sering
diberikan bersamaan dalam praktek polifarmasi.

3. Jika ada interaksi, perlu dilakukan tindakan-tindakan, misal pengurangan dosis atau mengganti
obat lain yang memiliki efek terapetik yang sama tapi tidak menimbulkan interaksi yang 
merugikan.

4. Evaluasi efek sesudah pemberian obat-obat secara bersamaan untuk menilai ada tidaknya efek
samping/toksik dari salah satu atau kedua obat.

FARMAKOLOGI (Cara Kerja Obat) & INTERAKSI OBAT

1. PARASETAMOL

Faemakologi

Parasetamol adalah drivat p-aminofenol yang mempunyai sifat antipiretik / analgesik. Sifat
antipiretiknya disebabkan oleh gugus aminobenzen dan mekanismenya diduga berdasarkan efek
sentral. Sifat analgesik Parasetamol dapat menghilangkan rasa nyeri ringan sampai sedang. Sifat
antiinflamasinya sangat rendah sehingga tidak digunakan sebagai antirematik. Pada penggunaan
per oral Parasetamol diserap dengan cepat melalui saluran cerna. Kadar maksimum dalam
plasma dicapai dalam waktu 30 menit sampai 60 menit setelah pemberian. Parasetamol
diekskresikan melalui ginjal, kurang dari 5% tanpa mengalami perubahan dan sebagian besar
dalam bentuk terkonjugasi.

Interaksi Obat
Parasetamol diduga dapat menaikan aktivitas koagulan dari kumarin.

1. ASAM MEFENAMAT

Farmakologi

Asam mepenamat merupakan kelompok antiinflamasi non steroid bekerja dengan cara
menghambat sintesa prostaglandin dalam jaringan tubuh dengan menghambat enzim
siklooksiginase sehingga mempunyai efek analgesik, antiinflamasi dan antipiretik.

Interaksi Obat

Penggunaan bersama dengan antikoagulan oral dapat memperpanjang ” Prothombin”

1. ALUMINIUM HIDROKSIDA & MAGNESIUM HIDROKSIDA

Farmakologi

Kombinasi Aluminium Hidroksida dan Magmesium Hidroksida merupakan antasida yang bekerja
menetralkan asam lambung dan meninaktifkan pepsin sehingga rasa nyeri ulu hati akibat iritasi
oleh asam lambung dan pepsin berkurang. Disamping itu, efek laksatif dari magnesium
Hidroksida akan mengurangi efek konstipasi dari aluminium hidroksida.

Interaksi Obat

Dapat mengganggu absoropsi obat – obat tertentu seperti : Ketokenazole,metenamin,dan


tetrasiclyn sehingga mengurangi aktifitasnya.oleh karena itu pemakaian harus berselang waktu
minimal 1 – 2 jam.

1. AMOKSISILIN

Farmaklogi

Amoksisilin merupakan turunan dari penisilin semi sintetik dan stabil dalam suasana asam
lambung. Amoksisilin diabsoropsi dengan cepat dan baik pada saluran pencernaan,tidak
tergantung adanya makanan. Amoksisilin terutama diekskresikan dalam bentuk tidak berubah di
dalam urin. Ekskresi Amoksisilin dihambat saat pemberian bersamaan dengan probenesid
sehingga memperpanjang efek terapi. Amoksisilin aktif terhadap organisme Gram-positif dan
Gram-negatif.

Interaksi Obat

Probenesid dapat meningkatkan dan memperpanjang level darah dari amoksisilin. Penggunaan
bersamaan dengan allupurinol dapat menyebabkan peningkatan terjadinya reaksi kulit.

1. SULFAMETHOXAZOLE
Farmakologi

Sulfamethoxazole termasuk golongan sulfonamida,bekerja secara kompetitif dengan PABA,


dimana PABA dibutuhkan oleh bakteri dalam hidupnya. Dengan adanya
Sulfonamida,pertumbuhan bakteri dihambat,karena masuknya PABA ke dalam molekul,sehingga
pembentukan asam dihidrofolat terhambat.

Interaksi Obat

Bila digunakan bersama – sama dengan anti koagulan oral meningkatkan efek anti koagulan oral
akibatnya dapat terjadi shock hipoglukemik. Memperpanjang waktu paruh dari penitoin.
Sulfmethoxazole dapat menggantikan kedudukan ikatan protein plasma oleh beberapa obat
yang bersifat asam termasuk fenilbutajon,dikumarol dan asam salisilat.Kombinasi dengan INH
dapat menyebabkan hemolitik anemia akut. Vitamin C merupakan ekskresi dari
Sulfonamida,sehingga kemungkinan terjadinya kristaluria diperbesar. Dapat menyebabkan
trombositepenia jika digunakan bersama sama dengan diuretika tiazid.

1. DEXSAMETHASON

Farmakologi

Dexsametason merupakan glukokortikoid sintetik dengan efek antiinflamasi dan anti alergi.
Dexametason mencegah atau menekan timbulnya tanda – tanda peradangan yang disebabkan
oleh mikroorganisme,zat kimia atau atau iritasi termik,trauma atau alergan. Pada inflamasi
permeabilitas kapiler bertambah,menyebabkan cairan edema dan protein ke daerah
inflamasi.Dexsametason dapat mencegah gangguan permeabilitas tersebut sehingga
pembengkakan dapat ditiadakan atau dapat berkurang dan juga dapat terjadi penghambatan
eksudasi sel leukosit dan sel mast. Dexsametason dapat mempertahankan keutuhan membran
sel dan membran plasma sehingga kerusakan sel oleh toksin,enzim protolitik atau sebab
mekanik dapat diatasi. Dexsametason dapat menstabilkan membran lisosom sehingga
menghambat pengeluaran enzim hidrolase yang dapat menghancurkan isi sel dan menyebabkan
perluasan reaksi inflamasi. Aktifitas anti inflamasi ini secara kuantitatif tergantung kadar hormon
didaerah meradang. Sebagai anti alergi Dexsametason menyebabkan sel limfosit yamg berperan
pada reaksi sensitisasi dan imunologik yaitu limposit B yang menghasilkan anti bodi dan limposit
T yang desensitisasi ternyata resisten terhadap efek dekstruktif. Efek Dexsametason terhadap sel
limposit ini bersifat sekunder terhadap penghambatan sintesis protein dan metabolisme sel.
Dexsametason bekerja dengan mempengaruhi sintesa protein pada proses transkripsi RNA.

Interaksi Obat

Dexsametason menyebabkan efek derivat kumarin melemah (Karena jumlah trombosit


meningkat),tetapi kecendrungan perdarahan meningkat. Pemberian bersama Atropin atau
Antikolinergik yang lain akan meningkatkan tekanan intra Okuler. Dexsametason dapat
meningkatkan kebutuhan insulin atau antidiabetika oral. Metabolisme Kortikosteroid dipercepat
dengan adanya antiepilepsi : Carbamazepine dan Piramidone dan adanya Aminoglutetimide.
Dengan Salisilat dan antirematik non steroid akan meningkatkan insiden tukak lambung dengan
adanya bahaya perdarahan gastrointestinal. Dengan antihipertensi,terjadi antagonisme
terhadap efek hipotensi. Efek Dexsametason menurun pada pemberian bersama – sama
Antasid,derivat barbiturat (Phenobarbital),Fenitoin,Rifampisin karena metabolisme
kostikesteroid dipercepat. Pemberian bersama – sama diuretika dan thiazide menambah resiko
hipokalemia metabolisme dihambat oleh estrogen dan pada orang tua meningkat pada
hiperthyrosis.

1. DIGOKSIN

Farmakologi

Merupakan prototipe glikosida jantung yang berasal dari Digitalis lanata. Mekanisme Digoksin
melalui 2 cara yaitu efek langsung dan efek tidak langsung. Efek langsung yaitu meningkatkan
kekuatan kontraki otot jantung (efek inotropik positif). Hal ini terjadi berdasarkan
penghambatan enzim Na+,K+ -ATPase dan peningkatan arus masuk ion kalsium ke inta sel. Efek
tidak langsung yaitu pengaruh digoksin terhadap aktivitas saraf otonom dan sensitivitas jantung
terhadap neorotransmiter.

Interaksi Obat

Kuinidin,Verapamil,Amiodaron dan Profapenon dapat meningkatkan kadar digitalis. Diuretik


kortikosteroid dapat menimbulkan hipokalemia, sehingga mudah terjadi intoksikasi digitalis.
Antibiotik tertentu menginaktivasi digoksin melalui metabolisme bakterial di usus bagian bawah.
Propantelin,Difenoksilat,meningkatkan absoropsi digoksin. Antasida,Kaolin-
peptin,Sulfasalazin,Neomisinia,Kolestiramin,beberapa obat kangker, menghambat absoropsi
digoksin. Simpatomimetik,meningkatkan resiko aritima. Beta – bloker, Kalsium antagonis,
berefek aditif dalam penghambatan konduksi AV.

Anda mungkin juga menyukai