Anda di halaman 1dari 9

February 1st, 2009

ERA INFORMASI, ERA PEMBELAJARAN MANDIRI

Posted by Risa in What Risa thinks back then....and maybe still does

Thomas L. Friedman dalam bukunya “The World is Flat” menerawang informasi sebagai kapital
baru dunia. Dunia digambarkan menjadi semakin horizontal disebabkan oleh makin beragamnya
kebutuhan manusia. Berbagai upaya pemenuhan kebutuhan bertumpu pada informasi yang
menghubungkan pihak konsumen dengan industri.

Industri secara umum diterima sebagai sekumpulan kegiatan usaha untuk memenuhi sekumpulan
kebutuhan. Dalam prosesnya, industri melibatkan pihak konsumen, kebutuhan dan pemasok
kebutuhan. Beragamnya kebutuhan manusia tidak lagi terbatas pada produk dan jasa namun juga
informasi. Yang terakhir ini kini merupakan hal yang memiliki nilai sangat tinggi.

Era informasi bertumpu pada pengetahuan yang bernilai strategis. Informasi menjadi komoditi
yang sangat penting dan bernilai tinggi. Informasi sangat penting karena dengan informasi
kebutuhan dapat terpenuhi dengan mudah dan murah. Informasi bernilai tinggi karena
memungkinkan terciptanya berbagai inovasi.

Oleh karenanya diperlukan kecakapan informasi atau information literacy agar dapat sukses
berkarya dalam era informasi ini. Kecakapan informasi didefinisikan sebagai kemampuan untuk
mengenali, memperoleh dan menggunakan dengan maksimal informasi yang dibutuhkan.
Ditambahkan pula untuk mendayagunakan informasi seseorang harus menjunjung tinggi kode
etik sehingga tidak melanggar hak-hak orang lain. Sebagai contoh pelanggaran kode etik itu
adalah plagiarisme atau pelanggaran hak cipta.

Pemanfaatan informasi dan hubungannya dengan kecakapan informasi dapat ditemui hampir di
semua lini kehidupan. Seorang pengusaha akan sangat bergantung pada informasi mengenai
bagaimana memperoleh bahan baku yang murah, teknologi yang efisien, dan lokasi yang tepat
untuk memasarkan produknya. Seorang karyawan akan dinilai kinerjanya berdasarkan
kecakapannya mengatasi berbagai tantangan kerja dengan cara yang kreatif dan efektif.
Mahasiswa harus memiliki strategi agar informasi yang diterima di bangku kuliah dapat
dikembangkan untuk keperluan studi lanjut maupun peluang kerjanya kelak. Kecakapan
informasi menjadi hal yang penting untuk diajarkan pada semua orang.

Peran institusi pendidikan untuk mengembangkan kecakapan informasi sangatlah besar. Hal ini
dimungkinkan dengan paradigma pendidikan baru yang bertujuan menciptakan pembelajar yang
mandiri. Pemerintah melalui Kerangka Pembangunan Pendidikan Tinggi Jangka Panjang
(KPPTJP) 2003-2010 menekankan pentingnya peran Pendidikan Tinggi sebagai incubator bagi
pembangunan social-ekonomi negri ini. Hal ini berarti universitas di Indonesia wajib
memikirkan berbagai inovasi yang menitikberatkan pada penerapan atau pemanfaatan informasi
atau pengetahuan bagi kepentingan pembangunan. Oleh karenanya peran institusi pendidikan
tinggi di Indonesia adalah untuk menekankan dalam proses pembelajarannya sisi aplikasi dari
ilmu yan diajarkan. Hal ini merupakan komponen dasar kecakapan infomasi, yaitu ketrampilan
untuk menerapkan dan mengembangkan pengetahuan untuk mendapatkan manfaat yang
maksimal.

Sementara itu, UNESCO mendengungkan pentingnya menciptakan pembelajar sepanjang hayat.


Dengan ini pendidikan diharapkan tidak hanya terjadi di bangku pendidikan formal, maupun
dalam bentuk pembelajaran kolektif. Dengan terbentuknya pembelajaran sepanjang hayat,
belajar dapat terjadi di mana saja dan kapan saja, sepanjang hidup seorang pembelajar. Sifat
kemandirian ini sangat penting karena salah satu misi Millenium Development Goals (MDG)
adalah untuk memberikan pendidikan bagi setiap orang, atau Education for All. Dengan
terbukanya akses pada pengetahuan di era informasi ini, diharapkan tidak ada seorangpun yang
tertinggal untuk mendapatkan manfaat dari perkembangan dunia.

Misi untuk memaksimalkan potensi pembelajar melalui pemanfaatan informasi menciptakan


pembelajar mandiri. Pembelajar mandiri adalah seseorang yang termotivasi untuk melengkapi
diri dengan informasi yang diperlukan, sementara berupaya untuk memperoleh dan
memanfaatkan akses ke informasi yang dibutuhkan tersebut. Seseorang yang duduk di bangku
kuliah pada saat yang bersamaan dapat menjadi seorang pembelajar mandiri. Hal ini terjadi
ketika ia dengan sadar dan aktif mencari berbagai jenis informasi untuk melengkapi atau
menambah pengetahuan yang telah diterimanya dalam perkuliahan. Ia menjadi seorang
pembelajar mandiri yang mampu mengelola peluang yang tersedia untuk menjadi lebih
berpengetahuan dan trampil di bidang ilmu datau keahliannya.
Menurut Gardner dan Muller dalam bukunya “Establishing Self-Access” pembelajaran otonom
ditandai dengan bertumpunya proses pembelajaran pada kebutuhan pembelajar. Oleh sebab itu,
diperlukan peran aktif pembelajar untuk mengetahui kebutuhannya akan pengetahuan. Yang juga
termasuk dalam kebutuhan adalah harapan dan keinginan pembelajar di masa datang. Hal ini
penting karena pemajanan (exposure) informasi atau pengetahuan harus berkesesuaian dengan
fungsi aplikatif dari informasi tersebut. Dengan demikian, ilmu atau informasi yang didapat
adalah yang sesuai dengan kebutuhan dan data langsung dimanfaatkan oleh pembelajar.

Oleh sebab itu, di era informasi ini, perlunya pembelajaran mandiri tidaklah dapat terelakkan.
Pembelajaran mandiri dapat terwujud dalam berbagai bentuk. Salah satunya adalah dengan
menciptakan berbagai akses ke informasi yang dibutuhkan. Terciptanya Self-Access Centers,
yang menyediakan berbagai materi dan referensi untuk belajar mandiri, merupakan salah satu
bentuk dukungan terhadap pembelajaran mandiri. Di sini, siswa dapat mendalami pokok bahasan
tertentu dengan memanfaatkan referensi, lembar kerja ataupun fasilitas multi-media yang ada.

Salah satu contoh Self-Access Centers yang telah berdiri di banyak universitas dan pendidikan
tinggi di Indonesia adalah yang dimanfaatkan untuk pembelajaran bahasa asing. Mahasiswa yang
datang dapat belajar sesuai dengan kebutuhan ketrampilan bahasa yang diinginkan. Mahasiswa
dapat mengatur sediri kecepatan belajar, yaitu jumlah jam dan intensitas belajar menggunakan
bahan-bahan ajar yang tersedia di unit ini.

Bentuk dukungan lain adalah tersedianya pembelajaran yang bersifat online. Dengan cara
pembelajaran jarak jauh ini siswa mendapat kemudahan untuk belajar di mana saja dengan
pemanfaatan akses Internet. Pembelajaran jarak jauh menjadi salah satu kunci percepatan
pembelajaran mandiri di era informasi ini. Dengan tersedianya akses yang luas, pembelajar dapat
benar-benar meraih otonomi bagi pembelajarannya.

Peran pengembang institusi pendidikan tinggi akan sangat signifikan bila peluang ini
dimanfaatkan dengan baik. Era informasi telah menciptakan revolusi pembelajaran. Hasilnya
institusi pendidikan bukan menjadi sumber utama bagi tersedianya informasi. Lebih jauh,
institusi pendidikan juga harus mampu menawarkan berbagai peluang bagi pembelajaran
mandiri. Dengan pemanfaatan teknologi yang baik, pembelajaran mandiri akan berjalan dengan
maksimal.
TIPS PEMBELAJARAN MANDIRI:

Cari sumber-sumber informasi yang terpercaya

Rancangkan jadwal pembelajaran yang bisa diterapkan

Manfaatkan teknologi mutakhir yang tersedia, misalnya e-books ketimbang buku cetak, website
dengan materi yang dapat didownload secara gratis

Risa R. Simanjuntak, M.AppLing (Melbourne), M.A. (Leeds)

Pengajar di universitas di Jakarta

*16 July 2007


Sebuah Cara Induktif Mempelajari Imbuhan:
Menunjang Pembelajaran Mandiri

I Gusti Ngurah Ciptadi


IALF Bali

Sebagian besar kecakapan berbahasa seseorang tidak diperoleh di bangku


sekolah/kursus. Pernyataan ini akan lebih terasa kebenarannya apabila sebuah kursus
bahasa berlangsung selama beberapa puluh jam dan dipadatkan dalam waktu yang tidak
lama. Oleh karena itu saya setuju dengan pendapat bahwa sebuah program pengajaran
bahasa sebaiknya memberikan komponen strategi belajar mandiri.

Salah satu komponen yang saya perkenalkan kepada siswa-siswa saya di masa lalu
adalah cara induktif belajar imbuhan dengan bantuan kamus Indonesia-Inggris.
Langkah-langkah di bawah ini saya harap bisa memberikan gambaran bagaimana cara
belajar ini diperkenalkan dan dipraktikkan.

Langkah Pertama: Pelajaran membaca

Para pembelajar membaca sebuah wacana yang "sesuai" dengan tingkat kecakapan
mereka (menantang untuk meningkatkan kecakapan mereka). Wacana yang terlalu
mudah tidak memberikan masukan baru, sebaliknya, wacana yang berisi terlalu banyak
masukan baru akan membuat pembelajar menjadi patah arang. Sebagai contoh, wacana
di bawah ini saya berikan kepada pembelajar Tingkat III di IALF Bali.

IWAN: PENYANYI TUKANG PROTES

(FORUM Keadilan no. 40 tahun VIII, 9 Januari 2000)

Amerika punya Bob Dylan, Indonesia punya Iwan Fals. Keduanya sama-sama pelantun
lagu country. Yang membedakan, syair lagu-lagu Iwan, yang sarat dengan kritik sosial
itu, terasa lebih telanjang.
Iwan Fals, yang bernama asli Virgiawan Listianto, memang menjadi fenomena
tersendiri bagi industri musik Indonesia. Sejak Oemar Bakri meledak di awal 1980-an,
penyanyi kelahiran Jakarta, 3 September 1961, ini langsung meroket dan mendapat cap
"penyanyi tukang protes". Album-albumnya laku keras dan tidak terhitung lagi yang
dibajak.

Sejatinya, Iwan Fals hanya memotret kejadian di sekitarnya. Bisa jadi, itulah yang
membuat anak-anak muda begitu mengidolakannya. Mereka, misalnya, bukan sekedar
membentuk Fals Mania, tapi kerap juga berbondong-bondong mendatangi rumah Iwan.
Konser Iwan Fals sendiri selalu dipenuhi penonton dan kerap membuat waswas aparat.
Pada tahun 1989 dan 1993 konsernya berakhir dengan kerusuhan. Karena itulah,
rencana tur musik "100 kota"-nya tak mendapat ijin. Iwan terpukul dan kemudian masuk
ke pedepokan Rendra di Citayam.

Kini, Iwan tenang memetik buah dari puluhan album lagunya. Ia tinggal dengan istri dan
putrinya, Cikal (putranya, Galang Rambu Anarki, meninggal dunia pada tahun 1997) di
rumahnya yang lapang sekaligus merangkap studionya di kawasan Cibubur, Jawa Barat.
Sesekali, selain mencipta lagu, ia juga asyik menekuni hobinya yang lain: melukis.

Banyak kegiatan belajar membaca yang bisa dikembangkan dengan wacana ini. Setelah
wacana ini dimanfaatkan sesuai dengan fungsi utamanya (belajar membaca), perhatian
pembelajar bisa diarahkan pada upaya memperkaya kosa-kata, terutama kosa-kata yang
menarik perhatiannya. Di dalam kelas guru bisa, seperlunya saja, menjadi sumber
informasi. Di luar kelas pembelajar harus menggunakan kamus. Sekali lagi, pengajaran
yang memberdayakan pembelajar mengarahkan pembelajar menuju kemandirian. Dalam
proses belajar mandiri ini kamus menjadi alat belajar yang sangat penting.

Langkah Kedua: Mengenali kata dasar

Mengenali kata dasar merupakan keterampilan fundamental dalam belajar mandiri.


Pembelajar tidak bisa belajar dari kamus tanpa keterampilan ini. Ada dua kegiatan
pokok dalam langkah ini.

Pembelajar menggarisbawahi semua kata dasar dari kata-kata imbuhan yang ada dalam
wacana

Mengenali kata dasar dalam sebuah kata berimbuhan berarti mengenali secara langsung
imbuhan yang digunakan. Oleh karena itu, dengan kegiatan ini pengajar bisa
mengetahui imbuhan mana yang sudah dikenali pembelajar. Kesulitan biasanya
dijumpai pada kata-kata dasar yang huruf pertamanya mengalami perubahan
morfofonemik, misalnya mengirim, menyimak, penerima, dan lain-lain.

Pengajar memberikan balikan

Balikan bisa diberikan dengan berbagai cara, misalnya wacana yang semua kata
dasarnya dicetak tebal seperti berikut:

Iwan Fals, yang bernama asli Virgiawan Listianto, memang menjadi fenomena
tersendiri bagi industri musik Indonesia. Sejak Oemar Bakri meledak di awal 1980-an,
penyanyi kelahiran Jakarta, 3 September 1961, ini langsung meroket dan mendapat cap
"penyanyi tukang protes". Album-albumnya laku keras dan tidak terhitung lagi yang
dibajak.

Kata-kata yang mengalami proses morfofonemik akibat penambahan imbuhan, kata


dasarnya bisa disajikan dalam tanda kurung, seperti: mengirim (meN + kirim).

Langkah Ketiga: Membuka kamus

Setelah mengenali kata dasar dan imbuhan yang ada, pembelajar mencari arti kata-kata
sulit di dalam kamus. Kamus yang sering digunakan adalah Kamus Indonesia Inggris
susunan John M. Echols dan Hassan Shadily. Pengajar bisa memasukkan komponen
keterampilan menggunakan kamus: mencari arti kata yang sesuai dengan konteks
wacana yang sedang dihadapi.

Langkah Keempat: Mengembalikan imbuhan yang dihilangkan

Tujuan utama kegiatan ini adalah membuat pembelajar menyadari pentingnya imbuhan
untuk menentukan makna. Tidak sedikit kata dasar yang tak bermakna tanpa imbuhan,
atau bermakna yang sama sekali berbeda kalau berdiri sendiri tanpa imbuhan. Dalam
langkah ini pembelajar berlatih membentuk kembali kata turunan untuk makna yang
telah diketahui sebelumnya tanpa melihat wacana sumber.

Iwan Fals, yang (nama) __________ asli Virgiawan Listianto, memang (jadi)
___________ fenomena (sendiri) ____________ bagi industri musik Indonesia. Sejak
Oemar Bakri (ledak) ___________ di awal 1980-an, (nyanyi) ___________ kelahiran
Jakarta, 3 September 1961, ini langsung (roket) ____________ dan (dapat)
____________ cap ("nyanyi) __________ tukang protes". Album-albumnya laku keras
dan tidak (hitung) ___________lagi yang (bajak) ___________.

Karena telah mendalami wacana, pembelajar diharapkan mengetahui makna yang akan
diungkapkan dengan simbol kata imbuhan. Harus diakui bahwa pada kecakapan
setingkat ini, pembelajar masih mengandalkan bahasa ibu, dalam hal ini bahasa Inggris.
Misalnya, untuk kata dasar nyanyi, pembelajar diharapkan mengetahui bahwa makna
yang akan diungkap adalah "singer/someone who makes a living by singing". Wacana
aslinya mengajarkan dia bahwa imbuhan yang harus dipakai dalam konteks ini adalah
awalan peN. Begitu pula dengan kata dasar yang lain.

Kegiatan ini bisa divariasikan dengan latihan pilihan ganda, seperti berikut ini:

Album-albumnya laku keras dan tidak (A. menghitung; B. terhitung; C. hitungan; D.


dihitung) lagi jumlah yang (A. membajak; B. bajak; C. pembajak; D. dibajak) -nya.

Dengan latihan seperti ini pembelajar diharapkan mengetahui bahwa terhitung itu
berbeda dengan dihitung dan sama sekali tidak sama dengan menghitung, cukup dengan
tahu arti terhitung.

Latihan-latihan ini bisa dibuat lebih menarik dengan menggunakan fasilitas program
pembelajaran bahasa dengan bantuan komputer, seperti program WIDA yang digunakan
di IALF Bali. Dengan program ini pembelajar secara otomatis mendapat balikan tertulis
(berikut penjelasan singkat) yang muncul di layar komputer ketika dia membuat
jawaban benar atau pun salah.

Langkah Kelima: Pembelajar membuat sendiri latihan di atas

Dalam langkah ini pembelajar memilih sendiri wacana yang disukai. Setelah
menghilangkan semua imbuhan atau membuat latihan pilihan ganda, sebagai tahap
pertama pembelajar bisa menggunakan latihan ini untuk mengevaluasi dirinya sendiri.
Sesudah itu, latihan ini bisa dilanjutkan dengan memberikan tugas membuat latihan
untuk dikerjakan oleh teman sekelas (pasangan belajar). Dalam tahap ini, pembelajar
bisa saling mengajari.

Akhir kata

Setelah melakukan latihan seperti ini berulang-ulang, pembelajar diharapkan menyusun


sejumlah hipotesis tentang sistematika imbuhan dalam bahasa Indonesia. Dalam proses
ini siswa menguji sendiri kebenaran hipotesis yang dibuatnya.

Seperti halnya teknik-teknik pembelajaran lang lain, teknik ini belum tentu cocok dan
efektif untuk semua pembelajar. Untuk mengetahui cocok atau tidaknya, perlu dicoba.
Hampir semua pembelajar dalam kelompok kecil (2 - 4 orang) yang pernah mencoba
cara ini mengatakan bahwa mereka suka cara ini untuk belajar mandiri. Mereka bisa
memilih sendiri imbuhan yang hendak diperdalam, sesuai dengan wacana yang
dihadapi.

Anda mungkin juga menyukai