Anda di halaman 1dari 36

III.

SIKLUS METABOLISMA

Agar supaya mikroorganisma dimanipulasi agar memproduksi secara maksimal bahan


yang secara ekonomis penting bagi manusia, tetapi dengan biaya rendah, adalah
penting mengerti secara baik fisiologi dari organisma. Sel khamir akan membelah dan
memproduksi CO2 dalam kondisi aerobik, jika diberikan larutan glukosa dan garam
ammonium. Peningkatan jumlah sel dari pertumbuhan dan timbulnya CO2 adalah salah
satu bukti dari banyaknya reaksi kimia yang terjadi di dalam sel. Sel khamir dalam
mengabsorbsi glukosa harus memproduksi berbagai jenis protein yang akan
membentuk enzim yang dibutuhkan dalam mengkatalis berbagai macam reaksi yang
berhubungan dengan pembentukan protein, karbohidrat, lemak dan komponen lain dari
sel seperti vitamin yag akan membentuk koenzim. Sejumlah enzim yang saling
berangkai diproduksi saat glukosa dan amonium ditambahkan untuk diubah menjadi
senyawa lain atau bahan metabolisme lainnya. Sejumlah reaksi kimia yang tercakup
dalam pengubahan bahan kimia (atau metabolit) pada organisma menjadi produk akhir
disebut dengan siklus metabolik. Ketika reaksi-rekas tersebut menuju pada
pembentukan bahan yang lebih komplek disebut dengan anabolisma dan siklusnya
disebut siklus anabolisma. Sedangkan jika reaksi-reaksi yang saling terkait mengarah
pada terbentuknya senyawa yang lebih sederhana disebut dengan katabolisma.
Senyawa-senyawa yang tercakup dalam siklus metabolik disebut intermediates
(senyawa antara) dan produk akhir diketahui sebagai hasil.

Reaksi-rekasi katabolik kebanyakan mempelajari glukosa. Empat siklus pemecahan


glukosa menjadi asam piruvat (glikolisis) telah diketahui. Reaksi katabolik biasanya
menghasilkan energi dalam bentuk ATP dan senyawa-senyawa berenergi tinggi lainnya
yang akan digunakan dalam rekasi-reaksi biosintesa. Fungsi kedua dari rekasi
katabolik adalah untuk menghasilkan rangka karbon untuk biosintesis. Reaksi anabolik
mengarah pada pembentukan molekul yang berukuran besar yang diantaranya adalah
komponen dari sel.
Meskipun anabolisma dan katabolisma merupakan dua fenomena yang berbeda, pada
beberapa siklus memilik elemen-elemen bahan antara turunan dari katabolisma tetapi
juga ada pada anabolisma yang disebut dengan bahan antara amphibolik.

METABOLIT PRIMER DANS SEKUNDER PRODUK INDUSTRI MIKROBIAL

Produk dari industri mikrobial dapat dibagi menjadi dua kategori, produk yang dihasilkan
dari metabolisme primer dan lainnya yang berasal dari metabolisme sekunder.
Perbedaan keduanya terkadang tidak jelas tetapi dengan pembedaan tersebut
mempermudah membahas produk-produk industri mikrobial.

Produk metabolit primer


Metabolit primer adalah satu grup reaksi yang saling berhubungan dalam
mikroorganisma yang berhubungan dengan pertumbuhan dan mempertahankan hidup.
Metabolit primer secara mendasar sama pada diseluruh mahluk hidup yang
berhubungan dengan pelepasan energi dan sitesis makromolekul penting seperti
protein, asam nukleat, dan material sel lainnya. Ketika metabolisme promer berhenti,
maka organisma tersebut mati. Produk dari metabolisme primer berhubungan dengan
pertumbuhan dan produksi maksimal yang terjadi pada fase logaritmik pada
pertumbuhan dalam sistem kultur batch. Produk-produk katabolik meliputi alkohol,
asam laktat, butanol sedangkan produk anabolik seperti asam amino, enzim dan asam
nukleat. Protein sel tunggal dan khamir juga termasuk dalam kategori tersebut.

PRODUK METABOLIT SEKUNDER


Berlawanan dengan metabolisme primer yang berhubungan dengan pertumbuhan dari
sel dan kelangsungan hidup organisma, metabolisme sekunder, yang pertama kali
diteliti pada tanaman tingkat tinggi memiliki karakteristik sebgai berikut :
- Metabolisme sekunder tidak memiliki fungsi yang jelas pada organisma. Organisma
akan terus hidup walaupun metabolisme sekunder diblok oeh bahan biokimia yang
sesuai.
- Metabolit sekunder diproduksi sebagai respon terhadap terbatasnya bahan makanan.
Oleh karena itu diproduksi setelah fase pertumbuhan, pada akhir fase pertumbuhan
logaritmik dan pada fase stasioner (pada sistem kultur batch). Produk ini dapat lebih
mudah dikontrol pada kultur kontinu.
- Metabolisme sekunder muncul hanya pada beberapa spesies tumbuhan dan
mikroorganisme (pada kasus tertentu pada binatang). Oleh karena itu produk dari
metabolit sekunder digunakan sebagai karakteristik dari suatu spesies.
- Metabolit sekunder biasanya memiliki keanehan seperti struktur kimia yang tidak biasa
dan beberapa berhubungan dengan metabolit yang dihasilkan oleh tipe strain asli (wild).
Penelitian lanjut menunjukkan adanya keberadaan variasi alternatif siklus yang ada.
- Kemampuan dalam memproduksi metabolit sekunder tertentu, terutama pada strain
yang digunakan dalam industri, mudah hilang. Fenomena ini dikenal dengan
degenerasi strain.
- Kehilangan kemampuan dalam mensintesa metabolit sekunder terjadi terutama
karena perlakuan penambahan pewarna acridin, terkena panas tinggi atau perlakuan
lainnya yang menginduksi kehilangan plasmid. Produksi metabolit sekunder dipercayai
dikontrol oleh plasmid (pada beberapa kasus) daripada disebabkan oleh kromosom
organisma. Konfirmasi dari kemungkinan oelh plasmid dalam mengontrol metabolit
sekunder terjadi pada kasus leupetin, dimana kehilangan kemampuan dalam
menghasilkan metabolit akibat iradiasi dapat dikembalikan dengan cara
mengkonyugasikannya dengan induknya.
- Faktor-faktor yang menyebabkan metabolisme sekunder, penginduksi, juga
menyebabkan terjadinya perubahan (morphogenesis) morfologi pada organisma.

Induksi Metabolit Sekunder


Penginduksi mandiri termasuk butyrolactone (butanolides) dari actinomycetes.
Nacylhomoserine lactone (HSL) dari bakteri gram negatif, oligopeptida dari bakteri gram
positif dan B-faktor {3’-(1-butylphosphoryl) adenosine] dari firamycin yang diproduksi
pada Amycolatopsis mediterrane. Dengan fungsi dalam pengembanngan, sporulasi,
emisi cahaya, bahan anti virus, produksi antibiotic, pigmendan cianida, pengatir
konyugasi plasma dan kompetensi dalam transformasi genetic. Satu hal yang
terpenting pada fermentasi actinomicetes adalah efek menginduksi dari endogenous
butyrolactone, misalnya factor A (2-S-isocapryloyl-3R-hydroxymethil-butyrolactone).
Faktor A menginduksi baik morfologi maupun perbedaan kimia pada Streptomyces
griseus dan Streptomyces bikiniensis, yang akan membawa pada pembentukan
mycelia aerial, konidia, streptomycin synthases dan streptomycin. Konidia dapat
terbentuk pada agar tanpa factor A, tetapi mycelia aerial tidak dapat. Spora-spora
terbentuk pada caang-cabang yang secara morfologi mirip dengan hyfa tetapi mereka
tidak muncul dari permukaan koloni. Pada S. griseus, factor A diproduksi pada saat
akan memproduksi streptomycin dan menghilang sebelum streptomycin mencapai
tingkat maksimum. Hal tersebut juga menginduksi paling tidak 10 protein pada tingkat
trasncripsi. Salah satu diantaranya adalah 6-phosphotransferase, enzim yang berfungsi
pada biosintesa streptomycin dan resistennya. Pada mutan yag mengalami defisiensi
factor A, terjadi kegagalan pada seluruh transkripsi sreptomycin klaster gen. Banyk
actinomycetes yang memproduksi factor A, atau turunan butyrolacton, yang berbeda
pada panjang dari rantai samping. Pada strain-strain tersebut yang memproduksi
antibiotic lainnya selain treptomycin, butyrolactone menginduksi pembentukan
antibiotic-antibiotik tertentu sesuai dengan perbedaan morfologinya. Produk metabolic
sekunder dari mikroorganisme besar manfaatnya pada manusia. Metabolit sekunder
seperti antibiotic, pigmen, toksin, efektor dari hasil kompetisi ekologis dan simbiosis,
feromon, enzim inhibitor, bahan immunomodulating, reseptor antagonis dan agonist,
pestisida, bahan antitumor dan promoter pertumbuhan pada binatang, tumbuhan
seperti giberellic acid, bahan antitumor, alkaloid seperti ergometrin, berbagai macam
obat-obatan, racun dan bahn bermanfaat untuk pertumbuhan tanaman seperti giberellic
acid (pada table …). Produk tersebut memiliki manfaat yang banyak bagi kesehatan,
nutrisi dan ekonomi bagi manusia. Produk-produk tersebut terkadang memiliki struktur
yang tidak biasa, dan pembentukannya tergantung pada bahan nutrisi, kecepatan
tumbuh, control umpan balik, inaktivasi enzim dan induksi enzim. Pengaturannya
dipengaruhi oleh senyawa unik dengan berat molekul rendah, transfer RNA, factor-
faktor sigma, dan pembentukan produk gen selama masa setelah masa pertumbuhan
eksponensial. Sintesa metabolit sekunder terbetuk selama masa setelah pertumbuhan
eksponensial. Sintesa metabolit sekunder dikode oleh sekumpulan gen pada kromos
DNA dan kadang-kadang dari plasmid DNA. Tidak seperti metabolit primer, pathway
dari metabolit sekunder hingga saat ini masih belum diketahui dengan pasti. Metabolit
sekunder dihasilkan akibat dari kekurangan makanan, biositesa atau penambahan
induksi, dan atau akibat dari penurunan kecepatan tumbuh. Kejadian tersebut
menghasilkan sinyal yang memberikan efek pada tahapan regulasi yang berakibat
dihasilkan produk yang memiliki perbedaan kimia produk metabolit sekunder)
perbedaan morfologi (morphogenesis). Signa ini sering berupa inducer dengan berat
molekul rendah yang berperan sebagai control negative, sebagi contoh, berikatan
dengan dan menginaktifasi regulasi dari protein (repressor protein/receptor protein)
yang biasanya mencegah terbentuknya metabolit sekunder dan morphogenesis pada
saat pertumbuhan cepat dan cukup nutrisi. Ribuan metabolit sekunder dengan
berbagai jenis unsure kimia dan efek-efek fisiologi telah ditemukan. Walaupun yang
paling diminati dari produk metabolit sekunder tersebut adalah antibiotic.

Pada kenyataannnya, manfaat yang besar dari metabolit sekunder hingga saat ini
belum diidentifikasi dan belum dimanfaatkan, hal tersebut mungkin disebabkan oleh
metode screening yang kebanyakan bertumpu pada penemuan bahan-bahan antibiotic.

5.3 HUBUNGAN ANTARA TROPOPHASE DAN IDIOPHASE DALAM PRODUKSI


METABOLIT SEKUNDER

Dari hasil penelitian pada Peniciium urticae, istilah trophophase dan idiophase
diperkenalkan untuk membedakan dua fase pertumbuhan dari organisma yang
memproduksi metabolit sekunder. Trophofase (Greek, tropho=nutrisi) adalah fase
makan dimana metabolit primer dihasilkan. Pada system kultur batch, phase tersebut
berupa logaritmik pada kurva pertumbuhan yang dikuti dengan idiophase (idio=tidak
biasa/khas) fase dimana metabolit sekunder disintesa. Sintesa sekunder terjadi pada
fase akhir logaritmik, dan pada fase stasioner. Dapat dikatakan bahwa metabolit
sekunder dapat dikatakan sebagai “idiolite” untuk membedakannya dari metabolit
primer.

5.4 ROLE OF SECONDARY METABOLITES IN THE PHYSIOLOGY OF ORGANISMS


PRODUCING THEM

Sejak banyaknya produk-produk industry mikrobiologi adalah produk metabolism sekunder, para
pekerja berusaha mengetahui aturan dari metabolit sekunder pada organisma yang bertahan.
Mengingat keutamaan antibiotic dalam bidang medis, maka fokus pengerjaan adalah pada
antibiotic. Dalam diskusi ini selain antibiotic juga akan tercakup berbagai produk metabolit
sekunder.
Hippotesa awal mengenai keberadaan metabolism sekunder rupanya saat ini sudah tidak bias
diterima oleh para pekerja yang bekerja dilingkup ini. Hal ini termasuk bahwa metabolit
sekunder adalah merupakan bahan makanan simpanan, yang merupakan produk samping dari
hasil metabolism sel dan merupakan hasil dari penguraian molekul-molekul berukuran besar.
Teori tersebut kini sedang didiskusikan;
Rasionalisasi untuk mengamatinya adalah lebih mengerti mengenai fisiologi organism tersebut
akan membantu kearah bagaimana memanipulasi produksi yang lebih rasional agar diperoleh
produktifitas yang maksimum.

Some earlier hypotheses for the existence of secondary metabolism are apparently no
longer considered acceptable by workers in the field. These include the hypotheses that
secondary metabolites are food-storage materials, that they are waste products of the
metabolism of the cell and that they are breakdown products from macro-molecules. The
theories in currency are discussed below; even then none of these can be said to be water
tight. The rationale for examining them is that a better understanding of the organism’s
physiology will help towards manipulating it more rationally for maximum productivity.
. As further

(i) Hipotesis kompetisi, dalam teori ini, yang mengacu secara spesifik pada antibiotic,
organism penghasil metabolit sekunder (antibiotic) memungkinkan berkompetisi
untuk makanan dengan mikroorganisma tanah lainnya. Pendapat ini didukung
kenyataan bahwa produksi antibiotic dapat dihasilkan pada taah steril maupun non
steril yang diberi suplemen maupun tidak diberi bahan suplemen bahan organic.
Selanjutnya yang mendukung teori tersebut adalah bahwa kandungan lactamase pada
banyak mikroorganisma adalah untuk membantu organism menetralkan antibiotic
laktam. Kekruangan dari teori ini adalah hanya terbatas pada antibiotic dan
kemungkinan banyak antibiotic yang berada di luar β-laktam
(ii) Hipotesa pemeliharaan. Metabolisme sekunder biasanya muncul karena kekurangan
nutrisi vital seperti glukosa. Hal tersebut kemudian diklaim bahwa kelebihan selektif
dari metabolit sekunder adalah untuk menjamin terlaksananya mekanisme dari
perintah operasional multiplikasi sel ketika multiplikasi sel menjadi tidak mungkin.
Dengan membentuk enzim sekunder, enzim dari metabolism primer membentuk
precursor dari metabolisme sekunder oleh karena itu enzim dari metabolit primer
kemudian dihancurkan. Pada hipotesa ini, metabolit sekunder sendiri tidak perlu, hal
yang penting adalah siklus untuk menghasilkannya.
(iii) Hipotesa pertumbuhan teori pemeliharaan, hipotesa ini menyatakan bahwa
mekanisme control pada beberapa organisma terlalu lemah untuk menghindari
sintesis berlebih dari beberapa metabolit primer. Metabolit primer tersebut diubah
menjadi metabolit sekunder yang dikeluarkan oleh sel. JIka hal tersebut tidak terlalu
dapat diubah, maka akan menjadikan kematian pada organisma tersebut.
(iv) Hipotesa detoksifikasi. Hipotesa ini menyatakan bahwa molekul yang terakumulasi
pada sel dihilangkan racunnya untuk menghasilkan antibiotic. Pernytataan ini sesuai
dengan bukti bahwa precursor asam penicilanik lebih beracun dibandingan
Penicillium crrysogenumn dibanding benzy penicillin. Akantetapi Tidak banyak
precursor beracun dari antibiotik yang telah diteliti.
(v) Hipotesa regulasi; Produksi metabolit sekunder diketahui berhubungan dengan
perbedaan morfologi pada organisma penghasilnya. Pada jamur Neurospora crassa,
karotenoid diproduksi selama sporulasi. Pada Cephalospoium acremonium,
cephalosporin C diproduksi selama idiophase ketika arthospora diproduksi. Sejumlah
contoh dari penglepasan metabolit sekunder berubungan dengan perbedaan morfologi
telah diamati pada jamur. Satu hal yang sangat menarik hubungan antara perbedaan
bentuk dengan produksi metabolit sekunder adalah antara produksi antibiotic peptide
oleh Bacillus spp dengan pembentukan spora. Keduanya, yaitu pembentukan spora
dan produksi antibiotikdihambat oleh glukosa; mutan dari Bacilus yang tidak dapat
membentuk spora juga tidak memproduksi antibiotic, sedangkan pembentukan spora
yang diikuti dengan pembentukan antibiotic terjadi pada actinomycetes. Berbagai
macam siklus yang berhubungan dengan antibiotic dengan pembentukan spora telah
diketahui, tetapi yang paling jelas adalah produksi gramicidin pada saat sporulasi dari
Bacillus spp. Ketiadaan antibiotic menyebabkan terjadi defisiensi parsial pada
pembentukan enzim yang dibutuhkan dalam pembentukan spora, menghasilkan spora
abnormal yang sensitive terhadap panas. Antibiotik peptide oleh karenanya
menghambat gen vegetative yang medorong pertumbuhan spora yang sesuai. Pada
teori ini keberadaan dari metabolit sekunder adalah penting untuk mengatur beberapa
perubahan morfologi pada organisma. Tentu saja terdapat mekanisme eksternal yang
memicu produksi dari metabolit sekunder seperti juga terjadi perubahan morfologi

(vi) Hipotesa dari metabolit sekunder sebagai ekspresi dari reaksi evolusioner
Zahner telah meletakkan 4 siklus yang paling popular untuk metabolit sekunder. Untuk
menghargai hipotesanya, adalah penting untuk diingat bahwa baik metabolism primer
maupun sekunder dikontro oleh gen yang dibawa oleh organisma tersebut. Gen yang
tidak dibutuhkan akan hilang. Sesuai dengan hipotesa tersebut, metabolism sekunder
adalah rumah pembersihan atau tas yang berisi campuran berbagai reaksi biokimia, yang
sedang menjalani testuntuk dilihat kemunkinan bergabung dengan reaksi-reaksi primer
pada sel. Setiap rekasi pada tas campuran rekasi tersebut akan memberikan efek baik
pada setiap proses-proses primer dengan demikian menjadikan organisma lebih cocok
dan bertahan terhadap lingkungan, bergabung menjadi bagian dari metabolism primer.
Menurut hipotesa ini, sifat sifat antibiotic dari beberapa metabolit sekunder secara tidak
sengaja dan bukan didisain melindungi mikroorganisma. Hiposesa ini menarik karena
berimplikasi bahwa metabolit sekunder harus sealu terjadi pada mikroorganisma karena
evolusi adalah prose yang terus berlanjut. Jika itu masalahnya, maka keberadaan
metabolit sekunder terbatas hanya karena keterbatasan pada teknik pendeteksiannya yang
kurang sensitif. Kemungkinan tersebut didukung dengan meningkatnya jumlah antibiotic
yang ditemukan setelah menggunakan metode baru pada proses seleksinya. Jika
kemudian metode deteksi diperoleh, bukan tidak mungkin akan lebih banyak lagi
metabolit sekunder yang ditemukan yang bermanfaat bagi manusia

5.5 SIKLUS SINTESIS METABOLIT PRIMER DAN SEKUNDER YANG PENTING DI INDUSTRI

Sumber utama dari karbon dan energy untuk media industri adalah karbohidrat. Akihr-akhir ini
sering digunakan hydrocarbon sebagai sumber penganti. Katabolisme dari senyawa-senyawa
tersebut akan diterangkan di bawah ini secara singkat karena merupakan rangka karbon dari
sintesis metabolit primer dan sekunder. Hubungan antara siklus dari metabolism primer dengan
metabolism sekunder juga akan diterngakan secara singkat di bawah ini.

5.5.1 Katabolisme dari karbohidrat

Empat siklus dari kaatbolisme dari karbohidrat hingga menjadi asam piruvat telah diketahui.
Empat siklus tersebut terjadi pada bakteri, aktinomicetes dan fungi termasuk juga khamir.

Empat siklus tersebut adalah Embden-Meyerhof-Parmas, Siklus Pentose Phosphate, sikus Entner
Duodoroff dan siklus Phosphoketolase. Walaupun siklus tersebut untuk memecah glukosa,
tetapi karbohidrat lainnya juga dapat dianggap sama siklus pemecahan yang terjadi
(i) The Embden-Meyerhof-Parnas (EMP Pathways): Hasil akhir dari siklus ini adalah
mendegradasi glukosa (C6) menjadi pyruvat (C3) (Gambar 5.3). Daalm kondisi aerobic
biasanya fungsinya tergabung dengan siklus asam Trikarboksilat yang akan mengoksidasi
piruvat menjadi CO2 dan H2O. Dalam kondisi anaerobic piruvat difermentasi menjadi berbagai
macam produk fermentasi, beberapa merupakan produk penting dalam industry.

(ii) The pentose Phosphate Pathway (PP): Disebut juga HexoseMonophosphate Pathway
(HMP) atau siklus phosphogluconate. JIka prouk akhir dari siklus EMP adalah piruvat senyawa
C3, pada siklus PP tidak ada prduk akhir, tetapi gabungan dari triosa (C3), pentose (C5),
heksosa (C6) dan heptosa (C7) fofat. Tujuan utama dari swiklus PP utamanya adalah untuk
menghasilkan energy dalam pembentukan NADP2 untuk biosintesis dan tujuan-tujun lainnya
dan pentose fosfa untuk sintesis nukleotida (Fig 5.4)
Gambar 5.4. Pentose Phosphate pathway

(iii) The Entner-Duodoroff Pathway (ED):


Siklus ini hanya terbatas pada beberapa bakteri terutama Pseudomonas, tapi juga dapat terjadi
pada beberapa fungi. Digunakan oleh beberapa organisma pada pemecahan glukosa dalam
kondisi anaerobic dan yang lain hanya pada kondisi metabolism glukonat (Gambar 5.5.)
(iv) The Phosphoketolase Pathway: `PAda beberapa bakteri fermentasi glukosa menghasilkan
asam laktat, ethanol dan CO2. Pentosa juga difermentasi menjadi asam laktat dan asam asetat,
sebagai contoh adalah Leuconostoc mesenteroides. (Gambar 5.6)
Siklus yang digunakan oleh mikroorganisma
Dua siklus uang digunakan oleh mikroorganisma untuk metabolisme karbohidrat adalah EMP
dan PP. Masing-masing mikroorganisma menggunakan siklus-siklus tersebut dengan berbeda
cara. Saccharomyces cerevisiaedalam kondisi aerobic umumnya menggunakan siklus EMP;
dalam kondisi anaerobic hanya sekitar 30% dari glukosa di katabolisasi menggunakan siklus ini.
PAda PEnicillium crysogenum, sekitar 66% dari glukosa dimanfaatkan menggunakan siklus PP.
Siklus PP juga digunakan oleh Actobacter, yaitu bakteri asam asetat. Bakteri hmofermentatif
memanfaatkan siklus EMP untuk pemecahan glukosa. Siklus ED terutama digunakan oleh
Pseudomonas

BAB VI. Overproduction metabolit dari Mikroorganisme Industri

Kompleksitas dati aktivitas di dalam sel telah disebutkan dalam bab 5 ketika mendiskusikan
metabolism dari sel khamir yang diletakkan pada larutan glukosa dan garam ammonium. Sel
khamir terlebih dahulu memungkinkan hidup dalam kondisi glukosa dan garam ammonium.
Pada kondisi yang cocok seperti pH dan suhu, pertumbuhan dari khamir dihasilkan dari
munculnya tunas dalam setengah jam. Hingga mencapai pertumbuhan tunas, ratusan aktivitas
terjadi dalam sel. Berbagai protein baru yang bergabung membentuk enzim dan mensintesis
struktur lainnya; asam nukleat untuk kromosom, dan karbohidrat untuk dinding sel, seluruhnya
disintesis. Ratusan jenis nzim berpartisipasi dalam aktivitas sintesis tersebut. Organisma harus
mensintesis setiap senyawa pada waktu yang tepat dalam jumlah yang tepat. Jika selama dalam
garam ammonium, asam amino di pasok, sel kemudian akan menghentikan absorbs dari garam
ammonium dan menggantikannya dengan asam amino sebagai substrat yang telah tersedia
Beberapa khamir dapat memanfaatkan pati. Khamir tersebut jika di pasok pati dan garam
ammonium, akan menghasilkan enzim untuk memecah pati menjadi gula. Gula yang dihasilkan
kemudian diabsorbsi dan digunakan dengan garam-gara ammonium untuk aktivitas yang
dijelaskan sebelumnya. Jelaslah ketika perlatan genetic organisma telah menentukan
keseluruhan dari bahan-bahan potensial yang harus disintesis, tetapi pada dasarnya apa yang
seharusnya disintesis tergatung pada apa yang tersedia di alam. Yang paling penting,
mikroorganisma tidak hanya dapat memutuskan kapan membuat dan mengsekresi enzim untuk
dapat memanfaatkan bahan-bahan yang ada disekelilingnya tetapi juga dapat pula menentukan
kapan berhenti mensintessis senyawa tertentu jika telah tersedia. Kemampuan mekanisma on
dan off pada proses sintesis memungkinkan organisma mencegah terjadinya over
production dari suatu bahan tertentu. Jika tidak memiliki mekanisma regulasi, akan
menyianyiakan energy dan sumber-sumber (yang biasanya terbatas di alam) untuk
menghasilkan bahan yang tidak dibutuhkan.
Organisma yang efisien yang tidak menyianyiakan bahan baku dalam memproduksi bahan yang
tiak dibutuhkan, akan bertahan baik dalam lingkungan alam dimana kompetisi terjadi.
Organisma yang tersebut di atas yang dapat bertahan hidup di alam, tidak banyak digunakan
sebagai mikrobioogi untuk industry. Ahli-ahli industry mikrobiologi lebih menyukai, atau
mencari organisma yang tidak efisien, dimana mekanisma regulasinya tidak bagus sehingga akan
menghsilkan produk metabolit tertentu dengan berlebih. Pengetahuan mengenai mekanisma
regulasi dan siklus biosintesa dibutuhkan, agar dapat para microbiologist industry untuk merubah
ata mengacaukan sehingga organisma akan memproduksi bahan secara berlebih.
Dalam bab ini proses-proses dimana organisma mengatur sendiri dan mencegah terjadinya
produksi berlebih dengan melalui pengaturan enzim dan kontrl permeabilitas akan didiskusikan
pada awal. Kemudian akan dilanjutkan dengan diskusi metode bagaimana para microbiologist
merubah atau mengacaukan kedua mekanisme tersebut yang menyebabkan produksi berlebih.
Mnipulasi genetic akan dibicarakan kemudian.
Metode-metode regulasi dan cara mengubah mikroorganisman produksi agar dihasilkan
metabolit dengan produksi berlebih jeuh lebih mudah dimengerti pada metabolit-metabolit
primer dibandingkan dengan metabolit sekunder. Sebenarnya selama beberapa waktu dianggap
bahwa metabolit sekunder tidak perlu diatur Karena mikroorganisma tidak terlalu jelas
membutuhkannya. Dalam diskusi di atas metabolit primer menjadi hal yang utama
dipertimbangkan. Hanya sedikit contoh yang diberikan dalam hubungannya dengan metabolit
primer.

9.1. DEFINISI FERMENTOR ( Alat Fermentasi )

Fermentor adalah tabung yang dibuat untuk mengembangkan / menumbuhkan


mikroorganisme, terhindar dari kontaminasi dan terkondisi untuk mendapatkan hasil yang
terbaik. Istilah lain “ Fermentor “ yang sesuai untuk pertumbuhan mikroorganisme dengan
menyesuaikan faKtor seperti pH, Suhu, oksigen dan beberapa faktor lingkungan pendukung
lainya. Dalam Industri kimia, tabung yang dapakai untuk proses reaksi disebut reactor, adapun
tabung ntuk fermentasi disebut sebagai bio-reaktor.
Fermentor bisa digunakan untuk cairan, semi padat maupun padat. Kebanyakan Fermentor dalam
industiy adalah type “ SUBMERGED / Perendaman Dasar “, karena type tersebut lebih efisien
dan mudah dalam pengawasan dan perawatan. Pembahasan secara rinci mengenai “
SUBMERGED FERMENTOR “ termasuk jenis permentasi padat akan diuraikan dalam akhir
bab ini. Adapun jenis fermentor berdasarkan kapasitas dengan skala laboratorium antara 1
sampai 20 liter, sedangkan untuk kapasitas besar layaknya industry antara 100.000 liter sampai
500.000 liter ( berkisar 25.000 – 125.000 galon ). Ada beberapa temuan diantara percobaankecil
( pilot fermentor ) akan dibahas pada bab selanjutnya. Hal-hal yang perludicatan / dierhatikan
dalam menentukan ukuran fermentor adalah volume, dimana sekitar 75 % dari volume adalah
kapasitas fermentasi yang sebenarnya, sedangkan sisanya adalah gelembung dan gas yang
menguap. Ada beberapa type dari fermentor berdasarkan pengadukannya dan berdasarkan basis
kebutuhan oksigen meliputi aerob dan anaerob baik dengan system batch atau kontinyu.
Kebanyakan tipe fermentor yang dipakai adalah tangki pengaduk aerasi sistim batch. Tipe ini
yang akan dibahas pada awal bab ini, adapun tipe lain akan dibahas pada bab selanjutnya.
Perbedaan mendasar yang akan dibahas pada tipe fermentor di atas dengan tipe lain meliputi
penyesuaian dan pengoperasiannya.

9.2. TANGKI PENGADUK AERASI SISTIM BATCH

Tipe fermentor seperti pada gambar ( figure.9.1. ) adalah dengan kondisi tangki berbentuk
silinder, bagian atas tertutup rapat, sedangkan di bagian dalam ada empat atau lebih sudu-sudu
yang menempel pada dinding tangki, disekeliling tangki terdapat chamber sebagai jaket air dan
coil / elemen untuk pemanasan atau pendinginan, terdapat bagian yang disebut sebagai aliran
aerasi, juga ada mixer agitator yang biasanya terpasang impeller ( kipas pengaduk ), ada juga
bagian / lubang yang dipakai untuk memasukkan mikroorganisme ataupun makanya ( nutrisi )
sekaligus berfungsi untuk tempat pengambilan sample, dilengkapi juga dengan lubang
pembuangan gas. Fermentor modern biasanya dengan sistim automatis mengenasi sistim
monitorinya, pengawasanya atau data record mengenai pH, Oksidasi-reduksi Potensial, Oksigen
terlarut, sisa oksigen dan karbon dioksida yang keluar, dan komponen kimia larutan fermentasi (
untuk fermentasi beer disebut sebagai larutan baku sebelum diekstrak ).Tidak semua criteria
yang diproses menggunakan sistim automatis bisa dilakukan dengan fermentor sistim
manual.Hal yang pernting dalam pembuatan fermentor adalah tingkat dan cara kerbersihanya,
sebab fermentor baik cara pembuatan maupun instalasinya memerlukan biayamahal, begitu jua
dengan perawaytanya jika banyak melakukan modifikasi, jadi sebaiknya dibuat oleh sautu
instansi yang mengerti cara pembuatanya dan perawatanya untuk periode penggunaan fermentor
dalam jangka waktu yang lama, termasuk komponen penunjang/ spare-part yang akan untuk
periode kedepan.
9.2.1. Bahan untuk pembuatan fermentor.

Fermentor sistim batch sederhana hanya dengan tangki terbuka yang terbuat dari kayu,
semen, besi tanpa adanya pengatur pH dan temperature, sedangkan pengaturan temperature
hanya dikendalikan didalam ruangan / gedung saja. Beberapa perlakuan untuk pembuatan
fermentasi beer, hanya doilakukan dengan fermentasi terbuka selama beberapa tahun. Perlakuan
tersebut tidak praktis, bahkan adanya jamur yang masuk bisa sebagai konsumsi makanan dari
hewan-hewan kecil yang hidup dipermukaan fermentor. Terjadinya kontaminasi harus dibatasi,
sebab kondisi asam dari media itulah yang dipakai. Bagaimanapun untuk fermentasi harus
dilakukan pembatasan kontaminasi dengan kondisisteril dan tertutup dari kondisi lingkungan
sekitarnya. Sebagai contoh dalam industri pembuatan antibiotic bahan yang akan dipakai
disterilisasi menggunakn uap / steam. Untuk ukuran besar suatu cairan bisa menggunakan cara
system tekanan hidrostatik kapasitas besar. Bahan material stainless-steel umum dipakai untuk
uji coba skala kecil dan produksi fermentasi. Fermentor skala laboratorium biasanya
menggunakan gelas pyrek didalam tabung autoclave.
Jika ada suatu material yang mudah korosif sepersi asam sitrat ( citric acid ), maka
sebaiknya fermentor dibuat dari stainless-steel yang tahan karat, beberapa material yang korosif
akan bercampur dengan media, seperti kandungan logam besi akan memnengaruhi pertumbuhan
mikroorganisme, jadi pelapisan fermetor akan sangat dianjurkan dalam pembuatannya,
pelapisanya bisa menggunakan material kaca / glass, atau plastic seperti phenol epoxy plastic
coating. Bahan pelapis yang digunakan harus sesuai dan tidak menyebabkan terjadinya abrasi /
pengelupasan dinding fermentor, penggunaan lapisan material kaca sangat sedikit digunakan,
sebab disamping biaya yang tinggi juga mudah pecah. Dalam rangka menghindari terjadinya
kontaminasi, maka dalam pembuatan tabung / tangki fermentor harus dilakukan dengan
pengelasan yang baik dan rapat, jika ada lubang sedikit saja maka bisa mengakibatkan adanya
kontaminasi dari timbuhnya mikroorganisme agar terjaga dalam kondisi steril. Tempat
sambungan masuk dan keluar sebaiknya dirancang adanya tempat / kotak khusus agar tidak
menyu;litkan proses sterilisasi, sedangkan gasket sambungan dipakai yang tidak berporous (
matial berlubang-lubang ).

9.2.2. Aerasi dan Pengadukan dalam Fermentasi


Oksigen adalah hal yang penting untuk pertumbuhan dalam proses metabolsme mikroorganisme
aerob. Dalam proses fermentasi dimana menggunakan mikroorganisme aerobic, maka persediaan
oksigen menjadi faktor kritis. Untuk oksigen yang diserap / dibutuhkan oleh mikroorganisme
harus bersifat terlarut dalam larutan air dan bercampur dengan nutrisi / makanan. Biasanya
kadar oksigen dalam udara hanya 20 %, tetapi oksigen juga tidak mudah larut di dalam air.
Sebagai ontoh pada suhu 20 0 C didalam air hanya berkisar 9 ppm oksigen. Untuk selanjutnya,
pada kondisi suhu tinggi oksigen akan berkurang ( termasuk gas-gas lain ) di dalam air.
Beberapa fermentasi aerobic seperti pertumbuhan jamur, ataupun asam sitrat, oksigen menjadi
sangat penting,bahwa oksigen dalam larutan secara keseluruhan hanya berisi 15 detik untuk
persediaan mikoroorganisme. Pada fermentasi yang lain, aerasi diharuskan terus menerus untuk
menghasilkan oksigen yang sesuai kebutuhan batasan hidup mikroorganisme. Dalam proses
selanjutnya, akan menunjukkan bahwa control oksigen dalam industry fermentasi menjadi sangat
penting seperti halnya pH, Suhu dan pengawasan terhadap kondisi lingkungan sekitarnya. Udara
yang digunakan dalam kebanyakan proses fermentasi harus steril, adapun prosesnya akan
diuraikan dalam bab 11. Bagaimanapun bahwa beberapa fermentasi yang tidak memerlukan
kondisi steril seperti fermentasi jamur, udara dipisahkan dengan melewatkan media seperti
glycerol. Udara yang dipakai dalam fermentasi baik dalam kondisi steril atau tidak, dalam
kondisi bertekanan melalui bagian bawah tangki fermentor, diaduk dengan impeller untuk
kemudian disalurkan melalui lubang-lubang. Makin kecil lubang maka udara yang dihasilkan
semakin lembut, dan ini lebih baik untuk proses persedian oksigen bagi pertumbhan
mikroorganisme. Lubang yang sangat kecil akan memerlukan tekanan lebih tinggi, tetapi hal ini
akan meningkatkan kebutuhan energy dan biaya yang lebih tinggi. Untuk meneimbangkan
tekanan diantara lubang-luban kecil, harus dibuat plug / penahan sehingga cukup untuk
menghasilkan oksigen yang lembut / kecil-kecil. Penahan lubang yang berbentuk saringan /
lapisan akibat jamur atau bahan lain bisa saja terjadi. Biasanya diameter lubang dengan kisaran
0.25 – 3 cm bisa ditemukan dan masih dalam batas toleransi.Jika lubang ukuranya bisa
dipastikan, maka jumlah oksigen yang masuk dalam media, biasanya dihitung dengan satuan
FEED/DETIK dan bisa dikontrol dengan tekanan udara yang masuk. Dalam pengoperasian skala
besar, dimana aerasi dikondisikan dengan agitasi / pengadukan dengan sistim floating buble (
pengapungan gelembung permukaan melewati media, proses ini memerlukan biaya tinggi, untuk
itu dalam rangka mencapa hasil yang optimal, sebaiknya dalam proses pembuatanya melibatkan
tenaga ahli dalam perancangan dan perhitunganya. Agitator akan menstabilkan udara masuk,
membentuk gelembung dan putaran turbulensi disekitar media yang diaduk dan meratakan suhu
di dalamnya. Proses pembuatan sistim ini dirancang dan dibuat berdasarkan hasil percobaan
skala kecil, baru dibuat skala besar. Kekentalan larutan akan berpengaruh terhadap efektifitas
impeller / kipas pangaduk. Kondisi kekentalan larutan bisa berubah pada saat terjadinya proses
fermentasi, untuk itu dalam pembuatan impeller harus diperhitungkan adanya toleransi tentang
ukuran impeller, bentuk impeller, dan jumlah impeller harus diranvang dan dikerjakan diluar
sebelum dipasang dalam tabung aerasi. Fermentor yang tidak dilengkapi buffle / sudu, akan
mengakibatkan terjadinya pusaran larutan saat pengadukan, bahkan larutan bisa meluap ke atas
akibat adanya turbulensi pusaran,. Akibat lain adalah partikel yang lebih beasr akan mengendap,
itu berarti proses pangadukan tidak rata. Penambahan buffle / sudu akan membantu terjadinya
pemisahan larutan dan akan mencampurkan kembali larutan yang ada di pinggir tangki masuk
tengah adukan. Contoh kecil seperti proses pambuatan kopi dalam gelas, bahwa air akan berputar
lebih cepat disbanding partikel kopi, bahkan beberapa p[artikel ada yang nempel pada sendok
pengaduk untuk jangka watu pengadukan yang cukup lama. Pada saat ada empat sendok yang
secara bergantian dicelupkan dalam kondisi proses pengadukan the dalam gelas, maka dalam hal
ini akan libih jelas kelihatan efek-efeknya seperti yang sudah di uraikan di atas tentang agitator
dan fungsi buffle / sudu. Seperti di ketahui bahwa oksigen dengan ukuran kecil ( fine bubbles )
dengan melewatkan beberapa rintangan / saringan / lubang sebelum mencapai organism dalam
dua model lapisan gas untuk mencegah kontaminasi.

( Gambar 9.2 )
Pemisah / tahanan seperti diuraikan di atas ditunjukkan dalam gambar sebagai berikut :
( I ) Gas- Film Penahan antara gas dan Pemisahnya
Gas- Cairan Tahanan Pemisah
( iii ) Cairan – Lapisan Penahan antara pemisah dan persediaan cairan
( iv ) Cairan – Saluran Penahan yang dikarektiriskan aliran persediaan oksigen.
( V ) Cairan – Lapisan Penahan sekitar cell atau koloni cell
( vi ) Penahan untuk reaksi( penyerapan ) oksigen dengan cell respirasi enzim.

Dalam sistim ini, dalam proses pemindahan / pengaliran oksigen dari gelembung gas ke dalam
cairan, akan tertahan / terhenti karena adanya lapisan gas dan lapisan cairan diantara kedua sisi
didalamnya. Penahan dalam lapisan ini aakan mengalirkan larutan tergantung dari derajat agitasi
/ pengadukan. Dalam beberapa kasus, bahwa oksigen akan tertahan pada lapisan, tetapi lapisan
tersebut akan rusak dengan adanya perputaran / pengadukan.
Fungsi dari proses pangadukandalam fermentasi sebagai berikut :
1. Terjadinya pencampuran gas atau udara sama air pada area bisa dalam jumlah besar.

2. Mereduksi faktor ketebalan, yaitu aliran oksigen yang tertahan oleh lapisan menjadi
lebih rata pada setiap gelembung.

3. Bisa sebagai larutan persediaan untuk culture / media aktif.

4. Mengontrol adanya perbedaan ukuran.

Bentuk yang jernih seperti yang terlihat di gambar menunjukkan bahwa gelembung lebih bagus,
dalam jumlah oksigen lebih besar untuk total area, maka akan berpengaruh terhadap jumlah
oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme. Agitasi / pengadukan dan aerasi menjadi faktor
yang sangat penting dari fermentor dengan sistim aerasi. Proses dengan kapasitas ribuan liter
media, maka proses agitasi dan aerasi memerlukan biaya yang cukup tinggi. Seperti yang telah
diuraikan sebaiknya melbatkan tenaga ahli dalam pembuatan fermentor agar beberapa faktor
seperti perhitungan tangki, aliran udara dan kebutuhan energy / power bisa diperhitungkan.
Penguapan air dari fermentor dilewatkan melalui filter / saringan yang disterilisasi dengan steam
/ uap dari waktu ke waktu / terus menerus. Perlakuan ini untuk menegah tumbuhnya
mikroorganisme yang bersifat pathogen ( seperti halnya Vaksin ). Posisi instalasi pipa penguapan
dimulai dari awal sterilisasi udara guna mencegah terjadinya kontaminasi. Untuk selanjutnya,
batang pengaduk impeller dihubungkan dengan motor enggerak dan seal / pelindung di dalam
tangki fermentor aga terhindar dari kontaminasi.
Udara steril yang diperlukan pada beberapa proses fermentasi aerob dan udara steril diproduksi
di dalam beberapa cara termasuk iradiasi, penyerapan partikel electrostatic, digunakan untuk
menghasilkan panas dari pemampatan gas. Tetapi method yang paling banyak digunakan adalah
melewatkan udara melalui filter-filter yang bahannya terbuat dari cellulose nitrat, atau bahan
cotton dan bahan-bahan lain yang telah distandarkan.Sterisasi akan diuraikan secara jelas pada
bab 11.
Persediaan oksigen disamping untuk pertumbuhan mikroorganisme, berfungsi juga untuk
menguangi tekanan udara dan membantu / mencegah terjadinya penguapan metabolism, bisa
juga berfungsi mengaurangi terjadinya kontaminasi oleh tekaan udara yang berleihan.

9.2.3. Pengendalian SUHU dalam FERMENTOR


Beberapa proses fermentasi dengan menggunakan panas, sebaiknya dikurangi sekecil
mungkin untuk menjaga temperature pada kondisi optium untuk produktifitas mikroorganisme.
Di dalam fermentor skala laboratorium, pengendalian suhu bisa dicapai dengan cara
menggunakan water bath, dalam skala sedang pengendalian suhu bisa dilakukan dengan adanya
water jacket ( jaket air ) berupa sirkulasi air dingin yang terletak di luar angki. Dalam fermentor
skala besar pengendalian suhu bisa dilakukan dengan sirkulasi pendinginan dengan pipa-pipa air
di dalam fermentor atau kadang-kadang diluar tangki fermentor. Pemanasan dengan coil juga
perlu dipersiapkan untuk menjaga sewaktu-waktu jika diperlukan.
Persyaratanarea untuk transfer panas bisa dihitung secara teori berdasarkan kebutuhan dasar dari
proses fermentasi, yaitu meliputi energy yang diperlukan untuk agitator, kecepatan kerja aliran
udara, dan perhitungan panas yang dipakai untuk sterilisasi larutan. Kehilangan panas bisa
diperhitungkan / diambil dari udara yang terbuang dan proses pendinginan air.

9.2.4. PRODUKSI BUSA DAN PENGENDALIANYA


Foam terbentuk / terdispersi sebagai gas di dalam larutan. Dalam fermentasi biasanya akan
terjadi foam / busa akibat adanya proses pengadukan dalam aerasi, pada beberapa proses industry
seperti industry beer ( dimana foam sebagai acuan kualitas ), atau produsi foam / busa dalam
industri latek bahwa adanya busa berakibat hasil yang baik. Bagaimanapu dalam kebanyakan
industry fermentasi, busa tidak diperlukan oleh mikroorganisme , katrena itu akan
mempengaruhi secara ekonomi dan konsekuensi bagi sistim kimia engineering, seperti di uraikan
di bawah ini :
1. Sarana yang diperluan dalam industry fermentasi dengan adanya foam / busa adalah
tersdianyaruangan lain untukpenampungan. Dengan menguangi adanya busa, maka total
hasil fermentasi akan nal menjadi30 – 40 %.

2. Fermentasi skala sedang, akan lebih cepat menghasilkan busa / foam, kemudian sistim
aerasi dan pengadukan bisa tidak optimal akibat busa ang berlebihan. Proses tersubut
akan mengakibatkan transfer oksigen menjadi berkurang.

3. Jika busa bisa dihilangkan, kemudian kontaminasi bisa diuraikan dengan adanya
gelembung yang besar dan dikembalikan dalam skala sedang melalui filter / saringan dan
lainya termasuk komponen yang tidak steril.

4. Bahan organic maupun ion an-organik yang membetuk ion komplek bisa dihilangkan dari
media dengan adanya gelembung terapung / melayang, fenomena ini bia dilihat pada
industry beer, ketika protein, resin, dekstrin dan lainya, akan terkonsentrasi membentuk
lapisan busa. Kehilangan nutrisi daro proses fermenasi adalah sangat mungkin dan
mengakibatkan hasil fermentasi bekurang.

5. Bisa dilihat bahwa pada hasil fermentasi bisa berkurang dengan pengujian pada saat
proses gelembung terapung. Adapun kehilangan secara nyata dalam pengujian
laboratorium dengan antibiotic, monamycin.

6. Kehilangan mikroorganisme bisa mudah terjadi dan mengurangi hasil ermentasi.

Busa bersifat tidak stabil, biasanya hanya akan bertahan pada kisaran 20 detik dan
berlangsung pada proses selanjutnya.

9.2.4.1. POLA BUSA


Materi yang berhubungan dengan busa, sangat penting untk diketahui dalam pembahasan
utami yang tersusun untuk memahami tahapan-tahapan fermentasi selanjutnya.
Media fermentasi biasanya dibuat dari campuran bahan dimana komposisi tidak selalu sama.
Komponen yang bisa menjadikan kenaikan busa, memproduksi protein adalah yang banyak
mestabilkan busa. Media yang hanya berisi komponen an-organik akan menghasilkan sedikit
busa dan mengurangi metabolism yang diproduksi oleh mikroorganisme.
Dasar perhitungan antara komposisi media dengan aktifitas mikroorganisme ditunjukkan pada
gambar 9.3 di dalam type yang pertama dari gambar 9.3 bahwa busa yang tebentuk dalam
kondisi stabil, dimana kondisi tersebut tidak bercampur dengan media yang terdiri dari beberapa
material yang terus menerus, media ini berisi bahan-bahan organic. Tipe yang kedua bahwa busa
turun dari level yang tinggi ke level yang rendah dan stabil pada level tersebut, mengikuti
instalasi penstabil busa dalam nutrisi pada pertimbuhan mikroorganisme. Pada tipe ini
ikroorganisme akan memproduksi busa dengan sendirinya.
Tipe yang ketiga bahwa ketahanan busa akan turun duluan dan bertahan. Kondisi ini sangat
memungkinkan terjadinya busa yang stabil, dismping itu mikroorganisme juga memproduksi
sendiri secara alamiah menghasilkan penstabil busa. Tipe yanh ke empat bahwa media pada
awalnya berisi penstabil busa dalam jumlah kecil, selanjutnya jumlahnya akan bertambah secara
metabolism dengan adanya tumbuhnya sekelompok mycelium. Dalam kombinasi prakteknya
semua hal di atas akan terjadi secara bergantian.
9.2.4.2. Pengendalian BUSA
Adanya busa dalam industry fermentasi dikontrol dengan cara kimia dan mekanik. Jenis
bahan kimia yang berfungsi untuk mengontrol busa disebut sebagai ANTIFOAM, yang mana
bisa ditambahkan pada media untuk mencegah terbentuknya busa, sedangkan DEFOAMER
berfungsi untuk menghentikan bertambahnya busa dan dikondisikan pada titik tertentu. Adapun
ada beberapa hal yang belum diuraikan antara keduanya akan dibahas secara rinci pada metari
antifoam & defoamer.
Busa akan terbentuk dari suatu proses dengan daya tahan sementara akibat adanya pencampuran
gelembung gas dalam larutan / caian, tidak ada bentuk khusus dalam busa. Gelembung akan
terdapat dalam permukaan, akan terjadi beberapa jenis gelembung pada saat kontak dengan
lamella / laposan benang-benang. Bahan-bahan yang bisa mengakibatkan erjadinya busa pada
suatu larutan seperti protein, peptide, deterjen sistesis, sabun dan proses seperti saponin ( hasil
dari proses saponifikasi ), meskipun bahanini lebih rendah tegangan permukaanya pada sauatu
larutan / cairan. Beberapa perlakuan dalam iji coba macam-macam fermentasi memakai bahan
lembaran karet atau jenis material elastic lainya dengan berbagai macam ketebalan untuk
mengurangi tegangan permukaan. Produk yang digunakan untuk menurunkan tegangan
permukaan adalah SURFACTANTs, ( ada beberapa nama yang bisa disgunakan sesuai dengan
golongan kimia surfactans tersebut ). Secara umum surfactants ada yang bersifat positive
hydrophobic atau water repellent dan negative, hydrophilic pada air dalam penyerapannya.
Bentuk susunan surfactants bisa dilihat pada hasil pertambahan busa disekitar gelembung.
Beberapa surfactant yang diperdagankan bisa menurunkan tegangan permukaan sampai 92 dyne
cm-1 ( 7,2 _ 10-2Nm-1 ) sampai kira-kira 27 dyne cm-1 ( 27_10-2Nm-1 ). Penyerapan positive
surfactants pada cairan, secara fenomena akan membentuk sifat elastic seperti pada lembaran
karet dan merata. Anti foam di dalam lamella adalah bersifat positif apisa tunggal dilihat dari
gelembung da penyebaranya, tetapi hal ini akan merusak lapisan elastic yang ada, sehingga
lapisan film yang terbentuk daya tahanya menjadi lemah. Antifoam digunakan untuk industry
dengan mengikuti / menyesuaikan dengan material produknya dan mempertimbangkan hal-hal
sebagai berikut :
1. Tidak meracuni mikroorganisme dan hewan lain, khususnya untuk pemakaian dalam
proses fermentasi untuk pemalkaian secara langsung.

2. Tidak mempengaruhi rasa dan bau / aroma, karena adanya perubahan yang terasa secara
organoleptik akan mengakibatkan penolakan produk, apalagi yang berhubungan langsung
dengan konsumen ( produk consumer god ). Secaratepat dalam pemakaian antifoam
dengan basis silicon dalam industry beer harus sesuai dengan ambang batas yang di
tetapkandan tidak mempengaruhi kualitas saat proses pemanasan, kadar silicon harus
dihilangkan supaya tidak mengganggu kestabilan busa pada ruang permukaan diatas
untuk produk beer.

3. Bisa dipanaskan dalam kondisi bertekanan.

4. Tidak bisa dimetabolisme / diuraikan oleh mkroorganisme, kadang-kadan antifoam yang


berasal dari minyak nabati ketika digunakan, maka sebagian komponenya akan berkurang
akibat metabolism, jadi pemakaianya harus ditamah terus menerus.

5. Tidak mengganggu transfer oksigen.

6. Bisa aktif untuk pemakaian dalam jumlah kecil, murah dan tahan lama.

Penambahan antibusa dapat dilakukan secara manual ketika tampak timbul busa. Akan tetapi
metode tersebut menjadi mahal karena proses harus selalu diperhatikan. Penambahan antibusa
secara otomatis sekarang lebih sering digunakan yang hanay bergantung pada sensor yang akan
bekerja ketika busa meningkat dan menyentuhnya. Metode modern adalah system yang
diaktifkan menggunakan listrik. Sistem lainnya adalah memberikan antifoam dengan
menyemprotkan bersama udara atau dengan memberikannya terus-menerus sedikit-sedikit.
Secara umum, bahan ini bekerja dengan cara memecahkan busa dan melarutkannya.

Beberapa kimia antifoam akan diuraikan dalam table 9.1. Kebanyakan antifoam berfungsi
dengan baik ika dalrutkan dengan bahan pereaks yang cocok. Seperti halnya Alkaterge C ( merk
dagang ) minyak paraffin merupakan bahan yang ditemukan sebagai pereaksi terbaik.
9.2.5. Proses control pada Fermentor
Proses ferentasi biasanya diikuti dengan memonitor berbagai jenis parameter
operasional seperti pH, udara masuk, Gas yang dihasilkan, suhu, factor-faktor lainnya
seperti rendemen sel, produksi bahan metabolit juga ikut diukur. Keakuratan
pengukuran berdasar pada peralatan yang digunakan. Disini akan dibicarakan prinsip
dari peralatan ukur yang digunakan dalam fermentasi.

9.2.5.1. Pengukuran dan control pH


Telah diketahui bahwa perlu pengontrolan pH dalam memelihara pertumbuhan mikroba. Pada
beberapa industry fermentasi, rendemen yang tinggi dihasilkan dari keakuratan pegontrolan pH
dari medium. Terkadang pengontrolan pH dlakukan dengan menggunakan buffer yang ada pada
medium, misalnya fosfat dan kalsium karbonat digunakan sebagai buffer. Akan tetapi efek
buffer dari senyawa ini biasanya bersifat temporer. Media harus dilakukan pengambilan sampel,
dan pH diatur dengan menggunakan asam atau basa. Metode tersebut hanya digunakan di
laboratirum, dan tidak akan dapat menggambarkan dengan tepat perubahan pH yang terjadi pada
medium. Detektor pH saat ini telah tersedia dan dapat dimasukan dalam medium fermentor,
sehingga perubahan pH dapat dimonitor dan secara otomatis dapat diatur dengan penambahan
asam atau basa. Pada kebanyakan fermentasi ha lag perlu diatasi adalah perubahan menjadi
asam dibandingkan dengan basa yang diakibatkan dari aktivitas microbial. Biasanya pengaturan
dilakukan dengan menambahkan anhydrous ammonia saat meningkatnya keasaman

9.2.5.2 Pengukuran CO2


Air dan karbondioksida adalah produk akhir yang umumnya dihasilkan dari proses fermentasi
aerobik. Pengukuran CO2 membantu menentukan sejauh mana fermentasi terjadi serta juga
kesetimangan dari sumber karbon. Metode pertama yang paling banyak digunakan
adalah kemampuan dari CO2 mengadsobsi sinar inframerah. Sensor sensitive
kemudian akan mengubahnya menjadi tekanan atau atau rekaman yang data dibaca.
Prinsip lainnya adalah, gas yang dihasilkan dari media kemudian dialirkan pada larutan
NaOH yang mengandung fenol merah. Perubahan warna dari larutan fenol merah
direfleksikan pada fotosel dan jumlah CO2 dihitung menggunakan kurva standar.
Metode ketiga bergantung pada konduktivitas panas dari berbagai campuran gas.

9.2.5.3. Kontrol dan penentuan oksigen


Sejumlah metode yang tersedia dalam memnetukan konsentrasi oksigen pada medium
fermentasi. Pada metode kimia yang paling umum digunakan adalah Winkler, yang
baisa digunakan dalam penentuan BOD dari air. Metode ini menggunakan titrasi iodine
dan pati pada garam mangan anoksida yang ditambahkan pada cairan yang dianalisis.
Akan tetapi bahan yang mengganggu biasanya terdapat pada medium fermentasi,
selain itu metode ini sulit. Metode terbaru tidak berdasar pada metode ini, tetapi
berdasar pada 2 prinsip polarografik atau metode galvanic.

Pada metode polarografik, arus elektrik negative voltase 0.6-0.8 dilalukan melalui
elektroda yang dicelupkan pada elektrolit yang terbuat dari potassium klorida netral.
Nogatif elektroda (katoda) tersebut terbuat dari lagam mulia seperti platimun atau emas
sedangkan anodanya terbuat dari calomel atau Ag/AgCl. Pada kondisi ini oksigen
terlarut kemudian direduksi pada permukaan dari katoda sesuai dengan reaksi sebagai
berikut :

Cathode: O2 + 2H2O + 2e H2O2 + 2OH–


H2O2 + 2e–  2OH–
Anode: Ag + Cl–  Ag Cl + e–
Overall: 4 Ag + O2 + 2H2 + 4 Cl  4 Ag Cl + 4OH–

Arus yang diukur setelah melalui elektrolit sebanding dengan oksigen yang terlarut yang
bereaksi pada katoda, anoda dan cairan elektrolit yang dipelajari. Oksigen terlarut
berdifusi melalui membrane dan reaksinya pada katoda diukur menggunakan alat
pengukur arus. (gambar 9.5). Elektrolite segera akan menjadi lemah akibat
penggantian konstan Cl oleh OH sehingga elektrolit harus diganti.
Pada metode galvanic, tidakada sumber listrik eksternal yang digunakan, dan listrik
tersebut dihasilkan antar logam dasar anoda (seng atau cadmium) dan logam mulai
katoda (perak atau emas) yang cukup untuk mereduksi oksigen pada katoda. Reaksi
tersebut adalah :
Cathode: O2 + 2H2 + 4e _ 4 OH
Anode: Pb _ Pb2+ + 2e
Overall: O2 + 2Pb + 2H2O _ 2Pb(OH)2
Pada prinsipnya sama dengan metode sebelumnya. Arus listrik yang dihasilkan dari
system sebanding dengan jumlah oksigen yang bereaksi pada katoda. Pada dasarnya
elektrolit tidak ikut bereaksi tetapi permukaan anoda lama-kelamaan akan teroksidasi.

9.2.5.4 Tekanan
Tekanan gas perlu diketahui agar tekanan positif dapat dijaga. Tekanan positif
membantu mengurangi kontaminasi dan berkontribusi terhadap kecukupan aerasi.
Tekanan dapat diketahui melalui alat manometer.

9.2.5.5 Kontrol Komputer


Pada industry fermentasi, terutama pada industry antibiotic, biasanya
pengoperasiannya disamakan seperti pada industry kimia. Pada industry fermentasi
pada awal tahun 1970 an penggunaan computer dalam mengatur frementasi lebih
ketinggalan disbanding pada industry kimia. Akan tetapi situasi kini berbeda, industry
fermentasi saat ini sangat otomatis. Otomatisasi adalah masalah keteknikan dan nilai
tambah yang diharapkan dari system komputerisasi adalah sebagai berikut :
1) Mengurangi jumlah karyawan dan mengurangi intervensi secara manual
2) Penggunaan computer menjadikan kerja operator jadi mudah, mengurangi
kesalahan manusia
3) Data setiap aspek fermentasi dapat disimpan dan dapat dimanfaatkan untuk
meningkatkan proses fermentasi
4) Penelitian akan menjadi lebih mudah, misalnya dengan megamati efek dari
beberapa perubahan variable-variabe seperti oksigen terlarut, pH, aerasi,
penambahan nutrisi, dan lain-lain
5) Kontrol kualitas akan lebih mudah dilakukan
6) Jika sumber daya terputus, dan kondisi darurat lainnya, system seharusnya
dapat segera mematikan dan menyalakan kembali secara otomatis, dan secara
bertahap kembali ke kondisi aktivitas semula.
Sensor-sensor secara komersial telah tersedia dengan berbagai parameter yang
dibutuhkan pada fermentor. Hal ini termasuk berbagai macam ion, potensial redoks,
pengukuran masa sel, pengukuran beberapa jenis karbohidrat. Keberadaan kompputer
menjadikannya mudah dalam memonitor operasi suatu fermentasi.

9.3 FERMENTOR ANAEROBIK SISTEM BATCH


Pada beberapa proses fermentasi, tidak dibutuhkan jumlah oksigen yang banyak
seperti yang terjadi pada fermentasi aerobic, bahkan pada beberapa proses sama
sekali tidak diperlukan oksigen atau disebut dengan anaerobic. Fermentasi walaupun
pada kondisi yang sangat ketat tetapi beberapa kondisi masih bersifat microaerofilik.
Fermentor anaerobic, apakah dalam kondisi ekstrim atau microaerophilik tidak umum
dipakai di industry. JIka dignakan pun jenis fermentornya mirip dengan fermentor
aerobic, akan tetapi konstruksi dan operasinya berbeda seperti yang tercantum di
bawah ini:
1. Tidak dlakukan aerasi, karena tidak dibutuhkan oksigen
2. Pengadukan dilakukan hanya untuk mendistribusikan organism secara merata,
bahan makanan, suhu, bukan untuk aerasi. Pada beberapa kasus pengadukan
hanya dibutuhkan pada awalnya, co2 dan H2 yang dihasilkan dari fermentor
anaerobic akan mengaduk medium
3. Medium dimasukan ke dalam fermentor ketika panas untuk meghindari absorpsi
gas dan biasanya dimasukkan dari bawah fermentor
4. Fermentor sedapat mungkin diisi penuh untuk mencegah terjadinya kolom udara
agar oksigen tidak ada.
5. Jika kondisi ekstrim tanpa okigen dikehendaki, gas inert seperti nitrogen
dimasukkan dalam fermentor paling tidak pada awalnya untuk mengeluarkan
oksigen
6. Senyawa redoks rendah, seperti sistein, dapat dimasukkan ke dalam medium.
Fermentor yang sama yang telah diterangkan sebelumnya dapat digunakan baik
untuk fermentasi aerobic maupun anaerobic. Hal penting lainnya adalah mungkin
jika fermentasi aerobic atau anaerobic dilakukan pada fermentor yang sama seperti
pada pembuatan alcohol yang membutuhkan kodisi awal aerobikdimana sel
diproduksi dalam jumlah besar, selanjutnya alcohol diproduksi pada kondisi
anaerobic. Akan tetapi walaupun pada fermentasi ekstrim anaerobic, fermentasi
dapat dilakukan pada tangki fermentor berpengaduk yang telah dijelaskan di atas.
Dua jenis fermentasi ekstrim anaerobic adalah proses fermentasi aseton-butanol
(Clostridium acetobutylicum) dan produksi anti tetanus toksoid (Clostridium tetani).
Contoh fermentasi microaerofilik adalah produksi asam laktat, sedangkan untuk
kondisi fermentasi awal aerobic dan selanjutnya anaerobic adalah produksi alcohol.
Contoh lain adalah produksi dekstrandan produksi 2-3 butylene-glycol

9.4 KONFIGURASI FERMENTOR


Berdasarkan nomenklatur dari Teknik Industry Kimia, fermentor diklasifikasikan menjadi
4 grup yaitu :
1) Batch fermentor (stirred Tank Batch Fermentor). Fermentor tipe ini telah
diterangkan secara jelas di atas.
2) Continuous stirred tank fermentors: Tanki yang digunakan pada system ini
secara esensi sama dengan fermentor batch, perbedaannya hanya pada kondisi
pemasukan medium dan kelauran dari broth. Sistem tersebut menggunakan
kultivasi berkelanjutan(CSTF in Fig. 9.6)
3) Tubular fermentors: Fermentor ini dinamakan demikian karena menyerupai
tabung. Secara umum frementor jenis ini tidak memerlukan pengadukan karena
reaktan (bahan yang beraksi) bergerak masuk dari satu daerah dan
meninggalkannya melalui daerah yang lain tanpa usaha untuk dicampur. Karena
tanpa pengadukan maka terjadi penurunan konsentrasi substrat secara bertahap
sebaliknya terjadi peningkatan produk pada arah yang sama.
4) Fluidized bed fermentor: Dasarnya mirip dengan fermentor tubular. Pada kedua
jenis fermentor kontinyu maupun tubular, hal yang berbahaya adalah dapat ikut
terbuangnya organism. Lain halnya pada fluidized bed reactor, mikroorganisma
disini dijaga agar tetap dalam kondisi suspensi dengan cara kecepatan dari
medium diusahakan seimbang dengan gaya gravitasi. Jika kecepatannya lebih
rendah, suspesi mikroorganisma akan mengendap di bawah sedangkan jika
kecepatan aliran medium lebih kuat disbanding dengan berat sel maka sel akan
mengalir terbawa keluar fermentor. Fermentor toer untuk usaha bird an cuka
adalah contoh dari fluidized bed fermentor.

9.4.1 Fermentasi kontinyu


Fermentasi kontinyu adalah dimana nutrisi terus menerus ditambahkan dan produk
yang dihasilkan terus-menerus diambil. Fermentasi kontinyu berlawanan dengan
fermentasi batch, dimana produk dipanen dan kemudian fermentor dibersihkan dan
dipersiapkan untuk putaran berikutnya dari fermentasi. Pada industry kimia proses
batch telah banyak digantikan dengan proses kontinyu.
Hal ini disebabkan pada produk dengan permintaan yang konstan dan tinggi, system
kontinyu memiliki beberapa keuntungan. Kelebihan teresbut jika dikaitkan dengan
industry microbial, beberapa potensi diantaranya adalah :
1) Penggunaan alat bias lebih intensif, terutama fermentor sehingga pengembalian
modal yang digunakan untuk investasi dapat lebih cepat. Banyak waktu
terbuang disbanding waktu yang digunakan untuk produksi produk final seperti
waktu saat mengosongkan fermentor saat pemanenan, pembersihan, sterilisasi,
pendinginan dan pengisian kembali dengan medium baru untuk batch
berikutnya. Selain itu banyak waktu yang digunakan untuk periode lag dimana
organism hanya tumbuh, tidak memproduksi (jika produknya adalah bahan
metabolit), atau populasi maksimum belum tercapai (jika produk adalah sel itu
sendiri). Pada system kontinyu segera setelah kondisi steady tercapai dan
kontaminasi tidak terjadi, aktivitas produksi lainnya dapat dilakukan selama
jangka waktu tertentu, sehingga dihindari waktu yang terbuang seperti pada
system batch.
2) Sehubungan dengan ha di atas maka pekerja dapat lebih sedikit
3) Proses kontinyu lebih mudah diotomatisasikan, sehingga akan mengurangi
kesalahan manusia, dan menjadikan kualitas produk lebih seragam
Otomatisai akan menghemat biaya tenaga kerja. Kecuali kemungkinan nilai tambah
yag mungkin diperoleh pada fermentasi kontinyu, belum semua industry fermentasi
menggunakan metode fermentasi kontinyu. Industri fermentasi yang telah
menggunakan adalah industry bir, produksi khamir, pembuatan cuka, dan
penanganan limbah. Alasan dari lambatnya menggunakan system kontinyu adalah
dari segi teknis dan factor ekonomi.
Satu hal yang menjadi halangan, adalah kenyataan bahwa fermentasi kontinyu akan
memudahkan terjadinya kontaminasi. Dapat dengan mudah dilihat bahwa
pertumbuhan kontaminan yanglambat tidak akan muncul pada hari ke 4, 5 atau 10 dari
fermentasi secara batch, tetapi pada fermentasi kontinyu dimana produksi berjalan 3, 6
atau bahkan 9 bulan terus menerus hal tersebut menjadi masalah besar. MAsalah
lainnya adalah mutan yang dihasilkan akan lebih mudah beradaptasi pada fermentor
kontinyu. Jika mereka ternyata lebih rpoduktif dibandingkan dengan orang tuanya,
perbedaannya menjadi sulit untuk diketahui kecuali jika berpengaruh pada efisiensi.
Jika mutan yang dihasilkan produktivitasnya lebih rendah, maka fermentasi kontinyu
menjadi kurang baik.

9.4.1.1 Theory dari Fermentasi kontinyu


Pada kultur batch, empat atau lima fase pertumbuhan telah diketahui. Fase lag, fase
eksponensial atau pertumbuhan logaritmik, fase stasioner atau fase kematian atau fase
penurunan. Ada juga yang menambahkan dengan fase survival. Pada fase lag, sel
individu meningkat dalam ukuran, tetapi tidak dalam jumlahnya. Pada fase
eksponensial populasi meningkat dua kali lipat pada kcepatan yang konstan dengan
lingkungan yang cocok dan kebutuhan nutrisi yang cukup. Karena populasinya
meningkat, berbagai macam jenis nutrisi mulai kehabisan, dan bahan-bahan inhibitor,
termasuk asam kemudian diproduksi, dengan kata lain perubahan lingkungan terjadi.
Perubahan lingkungan akan menyebabkan kematian pada beberapa organism. Pada
fase stasioner, kecepatan pertumbuhan dari organism sama dengan fase kematian.
HAsilnya adalah populasi yang konstan. Pada fase kematian kecepatan kematian lebih
tinggi dibandingkan dengan kecepatan pertumbuhan dan populasi menurun secara
eksponensial.
Jika selama fase eksponensial pertumbuhan, volume mutrisi dipelihara konstan dengan
menjamin ketersediaan masukan nutrisi yang cukup setara dengan produk yang keluar,
maka densitas dari mikroba menjadi konstan. Prinsip ini adalah pada kultur kontinyu di
laboratorium yang disebut turbidostat.
Telah didiskusikan sebelumnya pada fase stasioner, akibat dari kekuragan nutrisi, dan
sebagian akibat dari keberadaan lingkunganyang tidak menyenangkan yang
disebabkan oleh produk metabolit seperti asam,. Kedua factor yang tersebut tadi dapat
digunakan untuk memelihara agar kultur berada pada densitas yang konstan.
Pada kultur batch, berbagai macam nutrient yang dibutuhkan berada dalam kondisi
berlebih. JIka dari seluruh nutrisi yang ada, satu dari nutrisi tersebut berada dalam
kondisi kekurangan, maka kecepatan pertumbuahan dari organism tergantung pada
proporsi dari nutrisi terbatas yang ditambahkan. Jadi jika 100 gram /liter dari nutrisi
yang terbatas tersebut ibutuhkan untuk pertumbuhan maksimum, tetapi hanya
ditambahkan 90 gram/liter maka kecepatan pertumbuannya hanya 90% dari
maksimumnya. Oleh karenanya adalah mungkin mengontrol pertumbuhan pada
berbagai kecepatan misalnya dengan menjadikan kecepatan penambahan nutrisi baru
sama dengan kecepatan mengalirkan produk hasil fermentasi dan juga pasokan dari
salah satu nutrisi dijaga agar tetap lebih kecil dari maksimum. Prinsip ini digunakan
pada metode chemostat pada pertumbuhan kontinyu. Pada kedua metode chemostat
dan turbidostat, kecepatan nutrisi yang masuk dengan pengeuaran broth (hasil
fermentasi) harus berhubungan dengan waktu generasi atau kecepatan pertumbuhan
dari organism. Jika kecepatan aliran nutrisi lebih tinggi maka tidak cukup waktu yang
dibutuhkan oleh mikroorganisma untuk berkembang hingga mencapai populasi yang
cukup. Organisma akan terbawa keluar. Jika kecepatan penambahan nutrisi terlalu
rendah maka fase stsioner akan terjadi dan jumlah populasi akan mulai berkurang. Di
atas telah diterangkan penggambaran secara non matematika prosedur dasar yang
digunakan di laboratorium dan diaplikasikan pada industry dari kultivasi individual
secara kontinyu. Studi lebih lanjut dapat dilihat pada fisiologi microbial
Kesimpulannya, bahwa alat turbidostat berfungsi untuk menjamin dan menjaga volume
dari kultur mikroba agar tetap densitasnya dan turbiditasnya konstan. Seluruh nutrisi
berada dalam kondisi berlebih, dan densitas maupun turbiditasnya dimonitor dengan sel
foto yang kemudian di translasikan perubahannya dalam bentuk mekanis secara
otomatis menambah atau mengurangi kecepatan masuk medium atau pengeuaran dari
broth seperlunya.
Pada metode chemostat, populasi konstan dijaga pada kondisi volume konstan dengan
menggunakan jumah sub maksimal dari nutrisi.
Di laboratorium dan aplikasi pada industry, chemostat lebih banyak digunakan daripada
turbidostat, hal ini disebabkan karena lebih kompelks dalam menggunakan turbidostat
yang dibutuhkan dalam memnonitor aga densitas dari broth tetap konstan.

9.4.1.2 Klasifikasi dari kultivasi mikroba secara kontinyu


Adalah penting untuk megerti fisologi produksi dari produk fermentasi agar dapat
medisain fermentasi kontinyu yang efisien. Klasifikasi dapat dilihat di bawah :

9.4.1.2.1 Fermentasi kontinyu satu tahap


Pada fermentasi yang dilakukan pada satu wadah, nutrisi ditambahkan secara simultan
dengan pengeluaran broth. Sistem ini cocok untuk fermnetasi yang berhubungan
dengan pertumbuhan seperti khamir, alcohol, atau produksi asam organic.
9.4.1.2.2 Fermentasi kontinyu bertahap
Terdiri dari beberapa tangki fermentasi yang berurutan. Medium masuk pada tangki
pertama kemudian keluar ke tangki kedu, ketig atau keempat dan seterusnya. Medol ini
biasa digunakan pada fermentasi yang melibatkan metabolit. Tangki pertama
kemungkinan digunakan untuk fase pertumbuhan, dan tangki selanjutnya untuk
produksi, tergantung pada berbagai kebutuhan agar dihasilkan produksi yang
maksimal.

9.4.1.2.3 Fermentasi kontinyu satu atau lebih tahap dengan daur ulang
Broth yang keluar dari fermentor dapat terbebas dari organism dengan cara
disntrifugasi sedagkan supernatantnya dikembalikan lagi ke system. Sistem ini
digunakan jika bahan media sulit didegradasi atau tidak mudah untuk didegradasiatau
tidak mudah larut dalam air seperti misalnya kelompok hidrokarbon. Daur ulang dapat
dilakukan pada fermentor satu tahap. Pada fermentor multi tahap, daur ulang
melibatkan beberapa wadah yang berurutan sesuai dengan kebutuhan

9.4.1.2.4 Fermentasi semi kontinyu


PAda fermentasi semi kontinyu, penambahan nutrisi secara simutan dan pengeluaran
poduk dilakukan secara terputus-putus bukan terus menerus. Ada 2 tipe fermentasi
semi kontinyu
1 kontinyu berputar (cyclic-continuous)
Satu wadah biasanya digunakan, tetapi dapat pula beberapa wadah digunakan. Proses
fermentasi menuju selesai atau mendekati selesai dan volume dari broth kemudian
dipindahkan. Medium baru yang setara dengan volume broth yang dipindahkan
kemudian dimasukan pada wadah fermetasi. Sesuai dengan jumlah medium baru yang
masuk maka fermentasi kemudian berlanjut hingga kembali mencapai batas selesai
yang kemudian beranjtu dengan proses sebelumnya yaitu pengeluaran sebaian hasil
fermentasi dan penambahan kembali dengan medium yang baru dan terus berulang
kontinyu. Sistem ini dikatakan gabungan dari siste batch dengan system kontinyu dan
produktivitas dari system ini secara teoritis maupun eksperien lebih rendah disbanding
dengan system kontinyu.
Pada system penggunaan kembali sel, sel hasil sentrifugasi broth hasil fermentasi
diinokulasikan kembali pada medium baru. Konotasi kontinyu terletak pada
penggunaan sel kembali tetapi pada dasarnya adalah fermentasi batch.

9.4.1.3 Penerapan kultivasi secara kontinyusi selulosa.


Pada berbagai literature menerangkan berbagai macam aplikasi dari fermentasi kontinyu, seperti
produksi SCP, pelarut organic seperti aseton, butanol, isopropanol, asam asetat dari bahan baku
tradisional seperti gula, apti maupun molase. Selulosa juga menjadi pertimbangan sebagai bahan
bakunya dengan memanfaatkan enzim pendegradasi dari Trichoderma. Pada pertanian , pembuatan
keju secara kontinyu, produksi starter yogurt, dan penggunaan kontinyu lactore pada whey terus
dilakukan. Aplikasi di bidang medis dan veterinary amisalnya pada produksi kontinyu vaksin, dan
penanaman sel
Pengolahan limbah kontinyu untuk limbah kimiaselain menggunakan lumpur aktif , serta system
pembuatan bir, dan wine, khamir, cuka dan alkohol secara kontinyu.
9.5 KULTIVASI FED-BATCH
Kultifasi fed-batch adalah modifikasi dari kultivasi batch dimana nutrisi ditambahkan secara
terputus-putus pada medium. Metode ini digunakan pada kultivasi khamir pada malt, dimana
jika konsentrasi malt terlalu tinggi menyebabkan pertumbuhan khamir yang berlebih yang
menjadikan kondisi menjadi anaerobic sehingga menstimuasi produksi ethanol disbanding sel
khamir. Setelah berhasil diguanakan pada kultivasi khamir, metode asli atau modifikasi
digunakan untuk mendapatkan rendemen yang lebih tinggi atau efisien pada penggunaan media
dalam memproduksi berbagai antibiotic, asam amino, vitamin, gliserol, aseton, butanol dan asam
laktat. Beberapa modifikasi menggunakan sitem penambahan secara kontinyu dibanding
terputus-putus untuk satu atau beberapa komponen media, mengambil sebagian broth
dari medium tumbuh dan pengenceran residu dengan medium baru dan penggunaan
kapsul difusi. Kapsul difusi adalah kapsul dengan bagian ujung-ujungnya berupa
membrane semi permeable. Nutrisi berdifusi keluar perlahan-lahan melalui membrane
ke dalam medium

Anda mungkin juga menyukai