Pendahuluan
bidang politik, ekonomi dan sosial yang begitu cepat terjadi sejak paruh pertama
pokok bahasan yang sama tersebut, kemudian diikuti dengan berbagai peraturan
Pada dasarnya Pegawai Negeri Sipil (PNS) di negara manapun mempunyai tiga peran
yang serupa. Pertama, sebagai pelaksana peraturan dan perundangan yang telah
ditetapkan pemerintah. Untuk mengemban tugas ini, netralitas PNS sangat diperlukan.
Kedua, melakukan fungsi manajemen pelayanan publik. Ukuran yang dipakai untuk
mengevaluasi peran ini adalah seberapa jauh masyarakat puas atas pelayanan yang
diberikan PNS. Apabila tujuan utama otonomi daerah adalah mendekatkan pelayanan
kabupaten dan pemerintah kota, maka PNS pada daerah-daerah tersebut mengerti
benar keinginan dan harapan masyarakat setempat. Ketiga, PNS harus mampu
utama PNS. Setiap kebijakan yang diambil pemerintah harus dapat dimengerti dan
dipahami oleh setiap PNS sehingga dapat dilaksanakan dan disosialisasikan sesuai
dengan tujuan kebijakan tersebut. Dalam hubungan ini maka manajemen dan
pemerintahan lain telah diserahkan kepada pemerintah kota dan pemerintah kabupaten
Prasyarat Netralitas
(a) Stabilitas, yang menjamin agar setiap PNS tidak perlu kuatir akan masa
(b) Balas jasa yang sesuai untuk menjamin kesejahteraan PNS beserta keluarganya.
Sehingga keinginan untuk melakukan korupsi, baik korupsi jabatan maupun korupsi
harta, menjadi berkurang, kalau tidak mungkin dihapuskan sama sekali dan
(c) Promosi dan mutasi yang sistematis dan transparan, sehingga setiap PNS dapat
Ketiga prasyarat ini akan menumbuhkan keyakinan dalam diri setiap PNS, apabila
mereka menerima sesuatu jabatan harus siap pula untuk melepas jabatan yang
didudukinya itu pada suatu waktu tertentu. Bahkan kehilangan jabatan tersebut tidak
perlu dikuatirkan. Apabila sistem penggajian sudah ditata rapih, setiap PNS tidak
bersama keluarganya. Selain itu, sistem kepegawaian yang memenuhi ketiga kreteria
tersebut akan menjaga integritas dan kepribadian setiap PNS yang memang sangat
diperlukan untuk mewujudkan peran sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa
Masalah Otonomi
Dalam perkembangan keadaan saat ini, diperkirakan akan timbul berbagai masalah
berbagai permasalahan yang ada, akan menonjol berbagai persoalan utama yang
meliputi:
(a) Dengan adanya desentralisasi kewenangan yang diberikan kepada daerah, ada
kemungkinan jumlah dan struktur PNS di daerah menjadi tidak terkendali. Apalagi
bila dalam pengangkatan pegawai baru dan promosi serta mutasi tidak mengikuti
prinsip “merit sistem” tetapi lebih pada “marriage sistem (sistem kekeluargaan)” yang
dianut oleh pemerintah pusat selama ini. Karena sulit meninggalkan paradigma lama
yang telah berakar selama 33 tahun itu, kewenangan yang besar kepada daerah
memberhentikan PNS di daerahnya mulai dari pangkat I/a sampai dengan golongan
IV/e, Pembina Utama. Suatu kewenangan yang sebelum terbit Peraturan Pemerintah
(b) Kualitas PNS daerah akan sangat bervariasi antara daerah yang satu dengan
daerah lainnya. Akibat dari kewenangan dalam butir (a) tersebut. Apalagi kalau
mobilitas PNS antar daerah terhambat sebagai akibat dari “Daerah sentrisme”. Tanpa
kualitas memadai serta mobilitas yang tidak dimungkinkan ini, maka pembinaan
karier PNS yang selama ini telah terjaga dan terjamin baik, kemungkinan besar akan
(c) Dalam waktu lima tahun kedepan, manajemen kepegawaian di daerah masih
perlu banyak pembenahan. Namun sebagai akibat dari butir (b) tersebut kapasitas
dilaksanakan oleh suatu badan yang netral, tidak terimbas pengaruh politik dan
tunduk pada salah satu kekuatan politik. Ditambah dengan daya serap daerah yang
diperkirakan menimbulkan masalah sisi lain dari otonomi dan desentralisasi, apabila
Langkah Kebijakan
akibat dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi secara nyata dan luas
tersebut, beberapa langkah kebijakan masih mungkin diusulkan dalam waktu dekat.
Pertama, penetapan formasi PNS oleh pemerintah pusat berdasarkan standar analisis
kebutuhan pegawai sesuai beban kerja dan lingkup kerja yang dilakukan. Penetapan
formasi ini diikuti pula dengan penerapan standar dan prosedur pengangkatan dalam
jabatan yang berlaku umum secara nasional. Upaya ini dimaksudkan untuk
menghindarka kesenjangan dikalangan PNS di daerah baik dari segi jumlah, kualitas,
Kedua, sistem evaluasi kinerja PNS yang didasarkan atas standar prestasi kerja dan
kompetensi jabatan. Upaya ini dimungkinkan bila terdapat sistem dan program seleksi
Calon PNS (CPNS) yang seragam dan mengacu pada “merit sistem”. Untuk itu perlu
digunakan alat bantu komputer (Computer Assisted Test) sehingga obyektifitas dalam
kepegawaian di daerah dalam jangka waktu lima tahun dimulai saat awal pelaksanaan
otonomi daerah dan desentralisasi. Sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 159
Tahun 2000, lembaga ini dinamakan Badan Kepegawaian Daerah (BKD) yang
regional BKN yang tersebar pada delapan wilayah kerja dewasa ini.
Kebijakan pengembangan sumber daya aparatur negara sangat diperlukan bukan saja
tetapi terlebih lagi untuk mengisi pelaksanaan otonomi daerah. Pada dasarnya langkah
tinggi, serta mempunyai kemampuan berperan sebagai perekat kesatuan dan persatuan
Penutup
tantangan yang tidak ringan. Pertama, sejauh mana sistem kepegawaian mampu
bertahan dari tekanan politik. Dalam sistem multipartai yang meyebabkan pemimpin
institusi pemerintah, baik di pusat maupun di daerah, berasal dari partai-partai politik,
mampukah PNS bersikap netral? Artinya jenjang karier dari PNS telah tersusun rapih,
sehingga tidak ada jabatan karier yang akan diisi oleh personil dari suatu partai atau
golongan tertentu saja. Kedua, sejauh mana sistem kepegawaian mampu
meninggalkan azas netralitas dan peran sebagai perekat kesatuan dan persatuan.
Dalam hal ini, profesionalitas dan integritas dalam diri setiap PNS dipertaruhkan.
Untuk itu perlu dijaga tingkat kesejahteraan dan stabilitas dari PNS beserta
ada rasa kebanggaan menjadi PNS. Ini sangat berhubungan dengan tantangan pertama
dan kedua. Sampai dimana netralitas dan profesionalitas PNS masih dapat
huruf” akan teknologi informasi (IT). Artinya pemakaian komputer serta media
tidak selamanya berjalan baik. Salah satu penyebabnya adalah pemahaman yang
sering berbeda atas suatu peraturan perundangan yang sama. Penjelasan yang selalu
mencukupi untuk memahami secara benar makna dan intisari dari suatu peraturan
kalau perlu diganti seminggu kemudian. Tertib administrasi tidak lagi menjadi
“gonggongan anjing” belaka. Kenyataan tersebut yang perlu mendapat perhatian dan