Sebagai pelaku seni (perupa) saya sendiri mempunyai definisi yang menjadi
acuan bagi saya untuk berkreasi. Dalam melahirkan karya sangat
dipengaruhi oleh suasana hati, yang kadang-kadang hanya ingin melepaskan
kerinduan pada masa kecil, namun kadang-kadang ingin mevisualisasikan
perasaan saya yang cemas terhadap nilai kultur yang semakin tipis, dan
bahkan ingin berjuang melawan ketidak adilan. Tetapi pada akhirnya saya
lebih fokus pada masalah pelestarian budaya yang menurut saya materi ini
telah banyak membentuk sikap perilaku kelompok manusia dalam kehidupan
sosialnya.
Pada dasarnya semua perupa pasti bisa melukis, apapun aliran atau isme
yang dianut apakah dia seorang realism, ekspresionism, dlsb. Namun
sejujurnya, bahwa hasil karya itu sendirilah yang pada kenyataannya dapat
berbicara. Ada yang secara konsep sangat bagus, tetapi tidak dapat
diwujudkan dengan indah karena ybs kurang menguasai teknik, material
dlsb. Sebaliknya ada yang sangat piawai dalam mewujudkan bentuk dan
teknik namun tidak didukung dengan konsep yang bagus sehingga
lukisannya hampa dan tak bermakna.
Dalam diskusi panjang yang pernah saya lakukan dengan seorang alumni ISI
Yogya, terungkap berbagai persoalan yang sengaja dibalut oleh berbagai
kepentingan yang tdk dapat dipaparkan secara vulgar sehingga posisi perupa
benar-benar harus banyak belajar agar keberadaannya mempunyai makna
baik bagi dirinya sendiri, dunia senilukis serta masyarakat yang mempunyai
kepentingan dengan dunia senilukis itu sendiri.