Riswandi Harahap
2. H. Muklis
M.K : Sejarah Indonesia Kontemporer
Dosen : Dr. Siti Fatimah
A. Pengantar
B. Isi
1
dalam hal ini daerah Timor-Timur memisahkan diri (merdeka) pada 1999 melalui
jejak pendapat yang pada masa itu banyak rakyat Timor-Timur memilih untuk
melepasakan diri dari Indonesia. Sekalipun bisa nanti diprediksikan
mengobarkan semangat provinsi lain untuk mengikuti jejak yang sama. Berbagai
masalah lain di Indonesia masih sangat beragam yang kurang perhatian yang
dihadirkan oleh keanekaragaman tersebut yang tak mau hidup berpisah
melainkan mau hidup menyatu atau bersama.
Lebih dari 3000 km sebelah barat laut Timor-Timur terletak Provinsi Aceh.
Aceh juga diperkirakan juga ingin meninggalkan Indonesia menjalankan
interaksi khusus dengan masyarakat Aceh. Dipandang dari sudut historisnya
daerah Aceh secara geografisnya adalah daerah kawasan Indonesia beda halnya
dengan Timor-Timur berdasarkan itulah Aceh tak mau berpisah degan Indonesia
sekalipun ada segelintir golongan (kelompok) yang menginginkan Aceh merdeka
seperti tokoh Tengku Hasan M. Ditiro yang dikenal seorang pemimpin Gerakan
Aceh Merdeka. Adapun alasan pemimpin Gerakan Aceh Merdeka itu ingin
melepasakan diri dari Indonesia salah satu penyebabnya hanya permasalahan
Aceh dan Jawa, dimana ia berpendapat bahwa orang jawa itu brutal dan bermuka
dua. Begitu juga dengan masalah hasil kekayaan alam Aceh yang sering
dinikmati masyarakat Jakarta (jawa) sihingga ia berpendapat akan menimbulkan
kesenjangan, kemakmuran antara masyarakat Aceh dengan orang jawa.
Faktor agama tidak menjadi faktor pendorong pemisah wilayah Aceh,
dikarenakan sekalipun memiliki keyakinan yang sama tidak menjamin
munculnya sikap saling menghormati.
Begitu juga halnya dengan Provinsi Irian Jaya sekarang resi desebut Papua,
sebuah konsesi simbolis pemerintah pusat, yang juga ingin melakukan pemisah
yang mempunyai penduduknya yang beragama Kristen. Pada Februari 2000 para
pemimpin dari kelompok Protestan di Papua membuat kesepakatan antara lain
menjauhi kekerasan, menuntut keadilan, dan menjaga ketidak berpihakan.
Papua pun kaya akan sumber daya alamnya akan tetapi perekonomian dan
infrastruktur tertinggal dari daerah lainnya, yang dalam hal ini kekayaan alam
2
Papua ini bukan dinikmati masyarakat Papua akan tetapi dinikmati oleh luar
Papua khususnya masyarakat jawa, hal ini yang menjadi memicu sehingga
adanya dukungan ingin berpisah dengan Indonesia. Kesenjangan sosial juga
merupakan salah satu faktor pemicunya pemisahan diri dari Indonesia.
Di pulau Maluku, kekerasan yang mengerikan juga menjadi ancaman bagi
Indonesia akan pemisahan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
dibuktikan dengan adanya pertikaian lokal, yang berasal dari ketidak stabilan.
Ambruknya keseimbangan ekonomi, politik antara kelompok Muslim dan
Kristiani. Adapun yang menjadi faktor Maluku untuk memisahkan diri dari
Indonesia dikarenakan ketidak mampuan tokoh-tokoh pusat untuk menyelesaikan
tragedi Maluku yang semakin lama dibiarkan dan banyak korban, disamping itu
juga adanya kebijakan pemerintah dan masuknya pedagang Muslim dari
Sulawesi ke Kota Ambon sehingga masyarakat Kristiani menganggap mereka
dipandang sebelah mata oleh pemerintah pusat.
Pada akhir 1999 atau masa kepemimpinan Abdul Rahman Wahid
mengagetkan orang banyak yang dalam hal pernyataannya tampak menjalankan
teori domono yang dalam hal ini memberikan sebuah sinyal kepada pemerintah
daerah-daerah lain membuka lebar pintu kelur bagi seluruh provinsi, akan tetapi
pernyataan Gusdur tersebut hanya membuat kebingungan bagi musuh/lawan
politiknya, ini dibuktikan ketika Gusdur tidak mau mengundang rakyat Aceh
untuk memilih masa depannya dalam arti mau merdeka atau tidak.
Gusdur malah membuat suatu kebijakan yang dalam hal kebijakan tersebut
melakukan proses pengusutan unsur TNI yang melanggar hak azasi manusia dan
juga memberikan sebuah kekhususan kepada daerah-daerah di Indonesia yang
mengalami gejolak salah satunya Aceh dan Maluku. Itu semua dilakukan Gusdur
hanya untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sekitar
tahun 2000 pemerintah Indonesia merencanakan dua Undang-undang untuk
masing-masing daerah Aceh dan Papua yang bertujuan memberikan otonomi
yang seluas-luasnya sekalipun nanti diterima atau ditolak masyarakat Aceh dan
Papua itu sendiri. Dengan adannya undang-undang tersebut akan membuat
3
suasana damai dan longgar sehingga terjaga keutuhan Negara Republik
Indonesia. Dan itu terbukti sampai sekarang daerah Aceh, Maluku dan Papua
tidak memisahkan diri dari Indonesia.
Disamping dari masyarakt (daerah) Indonesia sendiri tidak tertutup
kemungkinan negara asing juga menginginkan Indonesia terpecah dengan kata
lain tidak bertahan ini dibuktikan adanya kalangan aktivis HAM yang
menginginkan berakhirnya hubungan politik luar negeri Indonesia dengan negara
lain khususnya dengan Amerika Serikat. Lain dengan real politik, sikap dan
perilaku yang dijiwai moral politik yang mengutamakan kepekaan terhadap
pelanggaran hak-hak azasi manusia yang dilakukan oleh siapapun juga termasuk
pimpinan negara yang besar dan berposisi strategis. Dengan adanya real politik
dengan moral politik sebagai patokan utama dalam mengadakan/mengurangi
bahkan perlu mengakhiri hubungan resmi Amerika – Indonesia.
Menteri Otonomi Daerah Ryaas Rasyid telah mengakui adanya tantangan
ini, menurut beliau kasus daerah yang menginginkan berpisah (merdeka) dari
Indonesia pada dasarnya dipicu adanya simpati negara barat, yang simpati
nantinya bisa terwujud dalam bentuk moral, materil dan juga politik kepada
gerakan kemerdekaan termasuk hak bangsa untuk menentukan nasibnya sendiri,
menurut Ryaas Rasyid lagi dengan adanya dukungan dari negara luar akan
menjadi ancaman yang sangat kuat dan serius bagi Indonesia yang pada akhirnya
menginginkan Indonesia mengalami sebuah kehancuran atau tidak bertahan.
Dengan dasar pemikiran tersebut beliau menjalankan “diplomasi pagar” dalam
arti berupaya menjamin jangan sampai gerakan merdeka anti Indonesia
menikmati dukungan resmi dari luar negeri.
Kebutuhan Indonesia juga trgantung kepada banyak faktor antara lain
memberikan otonomi yang seluas-luasnya kepada pemerintah daerah, fasilitas,
modal, pendapatan, kebebasan, kedudukan yang dalam hal ini pemerintah pusat
harus lebih arif dan bijaksana terhadap pemerintah daerah sehingga kesenjangan
antar daerah tidak terlalu jau agar menghindari perpecahan atau pemisahan ciri
terhadap negara Indonesia bisa terjaga. Pemberian otonomi daerah yang seluas-
4
luasnya kepada daerah bukan hanya masalah sistem pemerintahannya saja akan
tetapi masalah pendapatan daerah juga dijadikan sebagai yang peroritas yang
pada dasarnya hanya bertujuan adanya pemerataan pembangunan daerah-daerah
di Indonesia apalagi daerah perbatasan dengan negara lain, dengan adanya
pemerataan pembangunan disetiap daerah kemungkinan besar perpecahan
ataupun pemisahan diri dari Indonesia akan terjaga.
C. Penutup
5
sebuah semboyan Bhineka Tunggal Ika, sekalipun banyak perbedaan itu akan
tetapi bukan dijadikan perselisihan ataupun kehancuran akan tetapi perbedaan itu
dijadikan sebagai alat menuju Indonesia yang lebih sejahtera dan damai seperti
harapan pendiri bangsa.
Sekali lagi penulis (team) berharap kepada pemerintah lebih peka lagi akan
persoalan bangsa ini, jikalau ini tidak ditanggapi dengan serius bukan tidak
mungkin Indonesia tidak bisa bertahan menjadi Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Jawaban Akankah Indonesia Bertahan penulis hanya bisa menjawab
itu semua kembali kepada semua elemen masyarakat (rakyat) tanpa membedakan
status sosial begitu juga suku dan agama.