Anda di halaman 1dari 36

MANAJEMEN PEMASARAN

- CHAPTER 3 –

Memuaskan, memberi nilai, dan mempertahankan


pelanggan

KELOMPOK 12

Nama :

Dewi Mega Hardi ( 2008120021 )


Reni Kurniati ( 2008120033 )
Cindy Arasma N ( 2008120037 )
Mhd. Thio Adynata ( 2009120042 )

INSTITUT ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK JAKARTA


2011
MEMUASKAN,MEMBERIKAN NILAI, DAN MEMPERTAHANKAN
PELANGGAN

Terlalu banyak perusahaan yang berpikir bahwa mendapatkan dan mengelola pelanggan
adalah sepenuhnya tugas departemen pemasaran / penjualan. Akan tetapi, kenyataannya adalah
bahwa pemasaran hanyalah salah satu faktor untuk menarik dan mempertahankan pelanggan.
Departemen pemasaran yang terbaik di dunia sekalipun tidak dapat menjual produk yang buruk
buatannya atau yang gagal memenuhi kebutuhan. Departemen pemasaran dapat efektif pada
perusahaan - perusahaan yang para karyawannya telah menerapkan sistem yang unggul dalam
penyampaian nilai kepada pelanggan.

Kita ambil contoh McDonalds. Rata-rata 45 juta orang setiap hari mengunjungi 29.000
restoran McDonalds di 121 negara di dunia. Orang berduyun - duyun ke McDonalds bukan
hanya karena suka hamburger-nya ; beberapa restoran lain membuat hamburger yang lebih
nikmat. Orang mengerubuti sistem, bukan hamburgernya. Di seluruh dunia sistem pemasok,
pemilik waralaba, dan karyawan yang senantiasa disesuaikan dengan keadaan itu telah
memberikan standar yang tinggi yang oleh McDonalds disebut QSCV — quality / mutu, service
/ layanan, clean - liness / kebersihan, dan value / nilai.

Mendefinisikan Nilai dan Kepuasan Pelanggan

Lebih dari 38 tahun yang lalu, Peter Drucker mengamati bahwa tugas pertama
perusahaan adalah “ menciptakan pelanggan ”. Akan tetapi, pelanggan menghadapi beraneka
ragam pilihan produk dan merk, harga, dan pemasok. Bagaimana cara pelanggan membuat
pilihan ?

Kita percaya bahwa para pelanggan memperkirakan tawaran mana yang akan memberikan nilai
tertinggi. Para pelanggan bertindak dalam rangka memaksimumkan nilai, dengan dibatasi oleh
biaya pencarian serta keterbatasan pengetahuan, mobilitas, dan penghasilan. Mereka membentuk
harapan akan nilai dan bertindak berdasarkan harapan itu. Kenyataan apakah suatu tawaran
memenuhi harapan akan nilai mempengaruhi kepuasan dan kemungkinan pembelian kembali.
Nilai yang dipikirkan pelanggan

Premis kita adalah bahwa para pelanggan akan membeli dari perusahaan yang mereka yakini
menawarkan nilai yang dipikirkan pelanggan ( CPV: Customer Perceived Value ) yang tertinggi:
 Nilai yang dipikirkan pelanggan adalah selisih antara evaluasi calon pelanggan atas
semua manfaat serta semua biaya tawaran tertentu dan alternatif - alternatif lain yang
dipikirkan.
 Nilai pelanggan total ( Total Customer Value ) adalah nilai moneter yang dipikirkan
atas sekumpulan manfaat ekonomis, fungsional, dan psikologis, yang diharapkan oleh
pelanggan atas tawaran pasar tertentu.
 Biaya pelanggan total ( Total Customer Cost ) adalah sekumpulan biaya yang
pelanggan harapkan untuk dikeluarkan guna mengevaluasi, mendapatkan, menggunakan,
dan membuang tawaran pasar tertentu.

Para pembeli bertindak dengan berbagai kendala dan mereka terkadang membuat pilihan lebih
berdasarkan pada manfaat pribadinya daripada manfaat perusahaan. Akan tetapi, nilai yang
dipikirkan pelanggan merupakan kerangka kerja yang bermanfaat yang berlaku dalam banyak
situasi dan menghasilkan wawasan yang luas. Berikut adalah beberapa implikasinya : Pertama,
penjual harus menentukan nilai pelanggan total dan biaya pelanggan total tiap - tiap tawaran
pesaingnya untuk mengatahui peringkat beberapa tawarannya di pikiran pembeli. Kedua, penjual
yang kalah dalam nilai yang dipikirkan pelanggan mempunyai dua alternatif : meningkatkan nilai
pelanggan total atau menurunkan biaya pelanggan total. Alternatif pertama memerlukan
peningkatan atau penguatan manfaat produk, layanan, karyawan, dan / atau citra tawaran.
Alternatif kedua, mengharuskan penurunan biaya pembeli, dengan menurunkan harga,
menyederhanakan proses pemesanan dan penyerahan, atau menyerap sebagian risiko pembeli
dengan menawarkan garansi.
Kepuasan Total Pelanggan

Secara umum, kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah
membandingkan antara kinerja ( hasil ) produk yang dipikirkan terhadap kinerja ( atau hasil )
yang diharapkan. Jika kinerja berada di bawah harapan, pelanggan tidak puas. Jika kinerja
memenuhi harapan, pelanggan puas. Jika kinerja melebihi harapan, pelanggan amat puas atau
senang.

Tautan antara kepuasan pelanggan dan kesetiaan pelanggan tidak bersifat proporsional.
Andaikan kepuasan pelanggan diberi peringkat dengan skala satu sampai lima. Pada level
kepuasan pelanggan yang sangat rendah ( level satu ), para pelanggan cenderung menjauhi
perusahaan dan menyebarkan cerita jelek tentang perusahaan tersebut. pada level dua sampai
empat pelanggan agak puas tetapi masih merasa mudah untuk beralih ketika tawaran yang lebih
baik muncul. Pada level lima, pelanggan sangat cenderung membeli ulang dan bahkan
menyampaikan cerita pujian tentang perusahaan. Kepuasan atau rasa senang yang tinggi
menciptakan ikatan emosional dengan merek atau perusahaan tersebut tidak sekedar kelebih -
sukaan rasional.

HARAPAN PELANGGAN

Bagaimana para pembeli membentuk harapan mereka ? Dari pengalaman pembelian mereka
sebelumnya, nasihat teman dan kolega, dan janji serta informasi para pemasar dan pesaingnya.
Jika para pemasar meningkatkan harapan terlalu tinggi, para pembeli cenderung akan kecewa.
Sebaliknya, jika perusahaan menetapkan harapan terlalu rendah, maka para pembeli tak akan
tertarik ( walaupun mereka yang benar - benar membeli akan terpuaskan ).
Beberapa perusahaan yang paling berhasil saat ini senantiasa meningkatkan harapan dan
memberikan kinerja yang memenuhi harapan itu. Perusahaan - perusahaan itu menuju ke
kepuasan pelanggan total ( Total Customer Satisfaction — TCS ). Xerox, sebagai contoh :
menjamin “ kepuasan total “ dan akan mengganti atlas biaya perusahaan terhadap setiap
peralatan milik pelanggan yang tidak puas selama periode tiga tahun setelah pembelian. Cigna
mengiklankan “ Kami tidak akan puas 100% sampai anda 100% puas “. Dan salah satu iklan
Honda berkata : “ Satu alasan mengapa pelanggan kami puas adalah karena kami tidak puas “.
Nissan mengundang calon pembeli Infiniti supaya mampir guna melakukan “ guest drive “
( bukan “ test drive “ ), karena istilah orang Jepang bagi pelanggan adalah “ tamu terhormat “.

Keputusan pelanggan untuk setia atau beralih ke yang lain adalah jumlah dari banyak pertemuan
kecil dengan perusahaan. Perusahaan konsultasi Forum Corporation mengatakan bahwa supaya
semua pertemuan kecil itu menghasilkan kesetiaan pelanggan, perusahaan perlu menciptakan “
pengalaman pelanggan yang diberi merek “.

MEMBERIKAN NILAI PELANGGAN YANG TINGGI

Kunci untuk menghasilkan kesetiaan pelanggan adalah memberikan nilai pelanggan yang tinggi.
Menurut Michael Lanning, dalam karyanya Delivering Profitable Value, perusahaan harus
merancang proposisi nilai ( value proposition ) yang unggul sehingga mampu bersaing yang
dibidikkan ke segmen pasar tertentu, dan yang didukung dengan sistem pemberian nilai ( value -
delivery system ) yang unggul.

Proposisi nilai terdiri dari keseluruhan kelompok manfaat yang dijanjikan akan diberikan oleh
perusahaan ; proposisi itu lebih jauh dari sekedar penentuan posisi inti tawaran tersebut.

Sebagai contoh : penentuan posisi inti Volvo adalah “ keselamatan ”, tetapi pembeli dijanjikan
lebih dari sekedar mobil yang aman ; manfaat lain mencakup mobil yang awet, layanan yang
baik, dan periode garansi yang panjang. Pada dasarnya, proposisi nilai adalah pernyataan tentang
pengalaman yang dihasilkan yang akan diperoleh para pelanggan dari tawaran pasar perusahaan
dan dari hubungan mereka dengan pemasok. Merk tersebut harus menggambarkan janji tentang
pengalaman total yang dapat diharapkan oleh pelanggan. Apakah janji itu dipenuhi, bergantung
pada kemampuan perusahaan itu dalam mengelola sistem pemberian nilainya. Sistem
pemberian nilai mencakup semua pengalaman yang akan didapatkan pelanggan dalam usahanya
untuk mendapatkan dan menggunakan tawaran itu.
Tema serupa ditekankan oleh Simon Knox dan Stan Maklan dalam karya mereka Competing on
Value. Terlalu banyak perusahaan yang menciptakan kesenjangan nilai ( value gap ) karena
gagal menyelaraskan nilai merek ( brand value ) dengan nilai pelanggan ( customer value ). Para
pemasar merek berupaya membedakan merek mereka dari merek lain dengan slogan ( “ mencuci
lebih putih ” ) atau dengan proposisi penjualan yang unik ( “ Satu Mars sehari membantu Anda
bekerja, beristirahat, dan bermain ” ) atau menambah tawaran dasar dengan layanan tambahan ( “
Hotel kami akan menyediakan komputer kalau diminta ” ). Akan tetapi, mereka semua kurang
berhasil dalam memberikan nilai pelanggan yang khas, terutama karena orang - orang pemasaran
mereka memusatkan perhatian pada pengembangan merek. Apakah pelanggan benar - benar
akan menerima proposisi nilai yang dijanjikan, akan bergantung pada kemampuan pemasar
untuk mempengaruhi berbagai proses bisnis inti. Knox dan Maklan menginginkan para pemasar
perusahaan menghabiskan waktu untuk mempengaruhi proses inti perusahaan sebanyak waktu
untuk merancang profil merek.

Selain melacak harapan dan kepuasan nilai pelanggan, perusahaan - perusahaan juga harus
memantau kinerja pesaing mereka di bidang - bidang tersebut. Sebagai contoh : sebuah
perusahaan senang karena mengetahui bahwa 80% dari pelanggannya menyatakan kepuasan
mereka. Lalu sang CEO mengetahui bahwa pesaing utamanya memperoleh tingkat kepuasan
pelanggan 90 %. Ia bertambah kecewa setelah mengetahui bahwa pesaing tersebut berusaha
mencapai tingkat kepuasan 95 %.

Tabel 3.1 menggambarkan empat metode yang digunakan oleh perusahaan untuk melacak
kepuasan pelanggan.

Tabel 3.1 Alat untuk Melacak dan Mengukur Kepuasan Pelanggan


Sistem keluhan dan saran Organisasi yang berpusat pada pelanggan mempermudah para
pelanggannya guna memasukkan saran dan keluhan. Sejumlah
perusahaan yang berpusat pada pelanggan — P&Q, General
Electric, Whirpool —menyediakan nomor telepon bebas pulsa
hot lines. Perusahaan juga menggunakan situs Web dan e - mail
untuk berkomunikasi dua arah yang cepat.
Survey kepuasan pelanggan Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa walaupun para
pelanggan kecewa pada satu dari setiap empat pembelian,
kurang dari 5 % yang akan mengadukan keluhan. Kebanyakan
pelanggan akan membeli lebih sedikit atau berpindah pemasok.
Perusahaan yang tanggap mengukur kepuasan pelanggan secara
langsung dengan melakukan survey secara berkala. Sambil
mengumpulkan data pelanggan perusahaan tersebut juga perlu
bertanya lagi guna mengukur minat membeli ulang dan
mengukur kecenderungan atau kesediaan merekomendasikan
perusahaan dan merek ke orang lain.

Belanja siuman Perusahaan dapat membayar orang untuk berperan sebagai


calon pembeli guna melaporkan titik kuat dan titik lemahyang
dialami sewaktu membeli produk perusahaan dan pesaing.
Pembelanja misterius itu bahkan dapat menguji cara karyawan
penjualan di perusahaan itu menangani berbagai situasi. Para
manajer itu sendiri harus keluar dari kantor dari waktu ke
waktu, masuk ke situasi penjualan di perusahaannya dan di para
pesaingnya dengan cara menyamar, dan merasakan sendiri
perlakuan yang mereka terima. Cara yang agak mirip dengan itu
adalah para manajer menelepon perusahaan mereka sendiri
guna mengajukan pertanyaan dan keluhan dalam rangka melihat
cara menangani telepon.

Analisis pelanggan yang Perusahaan harus menghubungi para pelanggan yang berhenti
hilang membeli atau yang telah beralih ke pemasok lain guna
memperlajari alasan kejadian itu. Yang penting dilakukan
bukan hanya melakukan wawancara terhadap pelanggan yang
keluar segera setelah berhenti membeli; yang juga penting
adalah memantau tingkat kehilangan pelanggan.
Bagi perusahaan yang berfokus pada pelanggan, kepuasan pelanggan adalah sasaran dan
sekaligus alat pemasaran. Perusahaan - perusahaan yang mencapai tingkat kepuasan pelanggan
yang tinggi akan memastikan bahwa pasar sasaran ( target market ) mereka mengetahuinya.
Honda Accord telah memperoleh urutan pertama dalam tingkat kepuasan pelanggan dari J.D.
Powers selama beberapa tahun, dan iklan Honda atas fakta itu telah membantu menjual lebih
banyak Accord. Pertumbuhan pesat Dell Computer dalam industri komputer pribadi sebagian
dapat dikatakan berasal dari pencapaian dan pengiklanan urutan pertamanya dalam kepuasan
pelanggan.

MENGUKUR KEPUASAN

Walaupun perusahaan yang berpusat pada pelanggan berusaha mencipta kepuasan pelanggan
yang tinggi, tetapi itu bukan sasaran utama. Jika perusahaan meningkatkan kepuasan pelanggan
dengan menurunkan harga atau meningkatkan pelayanannya, hasilnya mungkin adalah laba yang
lebih rendah. Perusahaan mungkin mampu meningkatkan profitabilitasnya dengan cara selain
meningkatkan kepuasan ( sebagai contoh : dengan memperbaiki proses manufaktur atau
menambah investasi di bidang R & D ). Perusahaan mempunyai banyak pemercaya (
stakeholders ), yang mencakup karyawan, penyalur, pemasok, dan pemegang saham.
Mengeluarkan lebih banyak biaya untuk meningkatkan kepuasan pelanggan mungkin
mengalihkan dana yang seharusnya untuk meningkatkan kepuasan “ mitra ” lain. Akhirnya,
perusahaan harus beroperasi dengan filosofi bahwa perusahaan senantiasa berusaha memberikan
level kepuasan pelanggan yang tinggi asalkan juga dapat memberikan setidaknya level kepuasan
yang dapat diterima oleh para pemercaya lain, dengan sumber daya total tertentu.

Jika para pelanggan menilai kepuasan mereka berdasarkan salah satu unsur kinerja perusahaan
— misalnya, penyerahan barang , perusahaan perlu menyadari bahwa beragam sekali cara
pelanggan mendefinisikan penyerahan barang yang baik. Penyerahan barang yang baik dapat
berarti penyerahan yang lebih awal, penyerahan yang tepat waktu, kelengkapan pesanan, dan
seterusnya. Tetapi jika perusahaan harus menyebutkan tiap - tiap unsur dengan rinci, para
pelanggan akan menghadapi daftar pertanyaan yang terlalu banyak. Perusahaan juga harus
menyadari bahwa dua pelanggan dapat melaporkan menerima “ kepuasan yang tinggi ” namun
dengan sebab yang berbeda. Seseorang mungkin selalu mudah dipuaskan sepanjang waktu,
sementara yang lainnya mungkin sukar disenangkan tetapi merasa senang pada saat ini.

Dewasa ini perusahaan - perusahaan perlu secara khusus memperhatikan level kepuasan
pelanggan mereka karena Internet menjadi alat konsumen menyebarkan cerita - cerita yang jelek
dan juga yang baik kepada seluruh dunia.

Sifat perusahaan yang berkinerja tinggi

Beberapa perusahaan bisa melewati semua hambatan tersembunyi untuk mencapai sasaran nilai
dan kepuasan pelanggan. Kita menyebut perusahaan itu sebagai perusahaan berkinerja -
tinggi. Perusahaan konsultasi Arthur D. Little mengajukan model karakteristik perusahaan yang
memiliki kinerja tinggi. Ia menunjuk empat faktor yang terlihat sebagai kunci keberhasilan :
pemercaya, proses, sumber daya, dan organisasi.

Pemercaya ( Stakeholders )

Sebagai pemberhentian pertama di jalan menuju kinerja yang tinggi, perusahaan harus
mendefinisikan pemercayanya dan kebutuhan mereka. Secara tradisional, kebanyakan
perusahaan berfokus pada pemegang saham. Sekarang perusahaan semakin menyadari bahwa
tanpa memelihara para pemercaya lain — pelanggan, karyawan, pemasok, distributor —
perusahaan tersebut tidak akan menghasilkan laba yang memadai bagi pemegang saham.
Perusahaan dapat bermaksud memberikan level kepuasan di atas minimum kepada para
pemercaya yang berbeda - beda. Sebagai contoh : perusahaan itu dapat menyenangkan
pelanggan, berlaku baik kepada karyawan, dan memberikan level kepuasan sedikit di atas
minimum kepada pemasoknya. Dalam menetapkan level - level itu, perusahaan harus hati - hati
agar tidak melanggar rasa keadilan berbagai pemercaya atas perlakuan relatif yang mereka
terima.

Ada hubungan dinamis yang menghubungkan kelompok - kelompok pemercaya. Perusahaan


yang cerdas akan menciptakan level kepuasan karyawan yang tinggi, sehingga mendorong
karyawan bekerja keras, yang menghasilkan mutu produk dan layanan yang tinggi, yang
menciptakan kepuasan pelanggan yang lebih tinggi, yang menghasilkan kepuasan pelanggan,
yang menghasilkan lebih banyak pembelian ulang, yang menghasilkan pertumbuhan dan laba
yang lebih tinggi, yang menghasilkan kepuasan pemegang saham yang tinggi, yang
menghasilkan investasi yang lebih besar, dan serterusnya. Kejadian - kejadian itu merupakan
lingkaran tanpa ujung yang mengarah ke laba dan pertumbuhan.

Proses

Perusahaan dapat mencapai sasaran pemercaya hanya jika dapat mengelola dan menghubungkan
sejumlah proses kerja. Perusahaan yang berkinerja tinggi semakin berfokus pada kebutuhan akan
pengelolaan proses bisnis inti seperti mengembangkan produk baru, menarik dan
mempertahankan pelanggan, dan memenuhi pesanan. Perusahaan tersebut merekayasa ulang arus
kerja dan membentuk tim lintas fungsi yang bertanggung jawab atas masing - masing proses.

Sebagai contoh : Di Xerox, Kelompok Operasi Pelanggan bertugas menghubungkan penjualan,


pengiriman, pemasangan / instalasi, pelayanan, dan penagihan sehingga kegiatan - kegiatan itu
mengalir dengan lancar dari satu kegiatan ke kegiatan lainnya. Perusahaan yang berhasil adalah
perusahaan yang memiliki kemampuan yang sangat baik dalam pengelolaan proses bisnis intinya
melalui tim lintas fungsi.

Kajian McKinsey & Company melaporkan :

Perusahaan - perusahaan yang berkinerja tinggi menekankan seperangkat


keterampilan yang sangat berbeda dengan perusahaan sejenis yang kurang berhasil.
Mereka menghargai keterampilan lintas - fungsi, sementara perusahaan lain
membanggakan kekuatan fungsional mereka. Mereka yang berkinerja tinggi
menggembar - gemborkan, “ Kami telah mendapatkan manajer proyek paling baik di
dunia ”. Mereka yang berkinerja rendah mengatakan, “ Kami telah mendapatkan
perancang sirkuit terbaik di dunia ”.
AT&T, Polaroid, dan Motorola adalah beberapa perusahaan yang melakukan reorganisasi para
karyawan mereka ke dalam tim - tim lintas fungsi ; tetapi tim lintas fungsi juga semakin umum
ditemukan di dalam organisasi nirlaba dan pemerintah juga.

Sumber Daya

Untuk melaksanakan proses bisnisnya, perusahaan memerlukan sumber daya — tenaga kerja,
bahan baku, mesin, informasi, dan energi. Secara tradisional, perusahaan memiliki dan
mengendalikan sebagian besar sumber daya yang masuk ke bisnis mereka, tetapi situasi itu sudah
berubah. Beberapa sumber daya yang mereka kendalikan tidak menghasilkan kinerja sebaik yang
dapat mereka peroleh dari luar perusahaan. Saat ini, banyak perusahaan yang menggunakan
sumber luar ( outsource ) untuk mendapatkan sumber daya yang tidak terlalu penting jika mereka
dapat memperolehnya dengan mutu yang lebih baik atau biaya lebih murah. Biasanya, sumber
daya yang diperoleh dari luar meliputi jasa kebersihan, pemeliharaan lapangan, dan manajemen
armada angkutan. Bahkan Kodak menyerahkan manajemen departemen pengolahan datanya
kepada IBM. Di sini ada dua contoh pemanfaatan sumber luar yang berhasil.

Kuncinya adalah memiliki serta memelihara sumber daya dan kompetensi inti merupakan
hakikat bisnis. Nike, misalnya, tidak membuat sendiri sepatunya, karena pabrik - pabrik di Asia
lebih mampu melakukan tugas itu. Akan tetapi, Nike memelihara keunggulan di bidang
perancangan dan perdagangan sepatu, yang merupakan dua kompetensi utamanya. Kita dapat
mengatakan bahwa kompetensi inti memiliki tiga karakteristik : (1) Kompetensi itu merupakan
sumber keunggulan bersaing, (2) kompetensi itu bisa diterapkan secara luas ke berbagai pasar,
dan (3) kompetensi itu sulit ditiru oleh pesaing.

Keunggulan bersaing juga didapat dalam waktu panjang oleh perusahaan - perusahaan yang
memiliki kapabilitas / kecakapan yang khas. Kompetensi inti cenderung mengacu ke keahlian
teknik dan produksi khusus, sedangkan kapabilitas khas cenderung menggambarkan kehebatan
proses bisnis yang lebih luas. Sebagai contoh : WalMart memiliki kapabilitas yang khas di
bidang penyediaan produk dagangan berdasarkan pada beberapa kompetensi inti yang mencakup
perancangan sistem informasi dan logistik. Profesor George Day melihat organisasi yang
didorong pasar itu hebat dalam tiga kapabilitas yang khas, yakni : kepekaan terhadap pasar,
pertautan dengan pelanggan, dan keterikatan dengan saluran pemasaran.

Keunggulan bersaing akhirnya berasal dari seberapa baik perusahaan telah “


memadukan ” kompetensi inti dan kapabilitas khasnya menjadi “ sistem kegiatan ” yang benar -
benar erat terjalin. Para pesaing merasa sulit meniru perusahaan seperti : Southwest Airlines,
Dell, atau IKEA karena mereka tidak mampu meniru sistem kegiatan mereka.

Organisasi dan budaya organisasi

Organisasi perusahaan terdiri dari struktur, kebijakan, dan budaya perusahaan, yang kesemuanya
dapat tidak berfungsi di dalam lingkungan bisnis yang cepat berubah. Struktur dan kebijakan
dapat diubah ( walaupun sulit ), sedangkan budaya perusahaan sangat sulit diubah. Namun,
pengubahan budaya perusahaan sering merupakan kunci keberhasilan dalam penerapan strategi
baru.

Apa sebenarnya yang dimaksud dengan budaya perusahaan ? Sebagian besar usahawan sulit
menemukan kata - kata untuk menjelaskan konsep yang sulit digambarkan itu, yang oleh
sebagian orang didefinisikan sebagai “ pengalaman, cerita, keyakinan, dan norma bersama yang
menjadi ciri organisasi ”. Namun, bila memasuki perusahaan apa saja, hal pertama yang Ada
hadapi adalah budaya perusahaan seperti : cara orang berpakaian, cara mereka berbicara satu
sama lain, dan juga cara mereka menyambut pelanggan.

Kadang - kadang budaya perusahaan berkembang secara organis dan dipancarkan langsung dari
kepribadian dan kebiasaan CEO ke para karyawan perusahaan. Kasus semacam itu terjadi di
raksasa komputer Microsoft, yang mengawali perusahaan itu sebagai perusahaan wirausaha.
Bahkan ketika bertumbuh menjadi perusahaan yang bernilai $14 milyar, Microsoft tidak
kehilangan budaya kerja keras yang dilaksanakan dalam waktu yang panjang oleh pendirinya
Bill Gates. Sesungguhnya, kebanyakan orang merasa bahwa budaya di Microsoft yang membuat
sangat unggul dalam bersaing merupakan kunci terbesar bagi keberhasilannya dan bagi
dominasinya di industri komputer yang banyak menuai kritik itu.
Pertanyaan mengenai apa penyebab keberhasilan perusahaan yang memiliki kinerja tinggi dan
berlangsung lama dijawab dengan penelitian selama enam tahun oleh Collin dan Porras yang
berjudul Built to Last. Para peneliti dari Stanford tersebut mengidentifikasi masing-masing dua
perusahaan pada 18 industri. Yang pertama dinamakan “ perusahaan yang memiliki visi (
visionary company ) ” dan yang lainnya dinamakan “ perusahaan pembanding ( comparison
company ) ”. Visionary companies dikenal sebagai pemimpin di dalam industri dan disegani ;
perusahaan tersebut menetapkan sasaran yang ambisius, mengkomunikasikannya kepada para
karyawan, dan menetapkan tujuan yang bukan hanya sekedar laba. Visionary companies juga
jauh melampaui margin laba comparison companies. Visionary companies mencakup General
Electric, Hewlett Packard, dan Boeing ; perusahaan - perusahaan pembanding mereka adalah
Westinghouse, Texas Instrument, dan McDonnell Douglas.

Para penulis tersebut menemukan tiga kesamaan karakter di antara 18 pemimpin pasar. Pertama,
masing - masing visionary companies memiliki seperangkat nilai khas yang tidak pernah mereka
simpangi. Dengan demikian, IBM memegang teguh prinsip - prinsip menghormati individu,
kepuasan pelanggan, dan perbaikan mutu yang berkesinambungan sepanjang sejarahnya, dan
Johnson & Johnson berpegang pada prinsip bahwa tanggung jawab utamanya adalah kepada para
pelanggannya, kedua kepada karyawannya, ketiga kepada lingkungannya, dan keempat kepada
pemegang sahamnya. Kesamaan karakter kedua adalah bahwa visonary companies
mengungkapkan tujuan mereka ke dalam istilah - istilah yang mencerahkan. Xerox ingin
memperbaiki “ produktivitas kantor ” dan Mosanto ingin “ membantu mengakhiri kelaparan di
dunia ”.

Menurut Collins and Porras, tujuan inti perusahaan hendaknya tidak dikacaukan dengan tujuan
atau strategi bisnis yang bersifat khusus, dan tidak semata - mata penggambaran atas lini produk
perusahaan. Kesamaan karakter ketiga adalah bahwa visionary companies menyusun visi tentang
masa depan mereka dan bertindak dalam rangka melaksanakan visi itu. IBM sekarang sedang
berusaha memantapkan kepemimpinan sebagai perusahaan yang “ berpusat pada jaringan kerja ”
dan bukan semata - mata sebagai pembuat komputer yang terkemuka.
Perusahaan - perusahaan yang berhasil perlu mengadopsi pandangan baru tentang cara
menciptakan strategi mereka. Pandangan tradisional menyatakan bahwa manajemen senior
menyiapkan strategi dan meneruskannya ke bawah. Gary Hamel menawarkan pandangan
sebaliknya bahwa gagasan imajinatif tentang strategi itu ada di banyak tempat di perusahaan.
Manajemen senior harus mengidentifikasi dan mendorong gagasan - gagasan segar dari ketiga
kelompok yang cenderung diremehkan dalam pembuatan strategi berikut ini : karyawan dengan
perspektif orang muda ; karyawan yang terpisah jauh dari kantor pusat perusahaan ; dan
karyawan yang baru masuk ke industri. Masing - masing kelompok itu mampu menantang
ortodoksi perusahaan dan merangsang gagasan - gagasan baru.

Strategi juga harus disusun dengan mengidentifikasi dan menyeleksi pandangan -pandangan
yang berbeda tentang masa depan. Royal Dutch / Shell Group telah memelopori analisis
skenario. Analisis skenario terdiri penyusunan rerpresentasi yang masuk akal tentang masa
depan perusahaan yang menghasilkan asumsi - asumsinya yang berbeda tentang kekuatan -
kekuatan yang mendorong pasar dan memasukkan berbagai ketidakpastian yang berbeda - beda.
Para manajer perlu memikirkan masing - masing skenario dengan pertanyaan : “ Apa yang akan
kita lakukan jika skenario itu terjadi ? ” Mereka perlu mengambil salah satu skenario yang
dianggap paling mungkin dan mengawasi petunjuk - petunjuk arah dari waktu ke waktu yang
mungkin mengukuhkan atau tidak mengukuhkan skenario tersebut.

Perusahaan - perusahaan yang berkinerja tinggi didirikan dalam rangka memberikan nilai dan
kepuasan pelanggan.

Memberikan Nilai dan Kepuasan Pelanggan

Dalam perekonomian yang persaingannya maha hebat dengan semakin banyaknya pembeli yang
rasional, perusahaan hanya dapat menang dengan menciptakan dan memberikan nilai yang
unggul. Tugas itu mencakup lima kapabilitas berikut : memahami nilai pelanggan ; menciptakan
nilai pelanggan ; memberikan nilai pelanggan ; memberikan nilai pelanggan ; merebut nilai
pelanggan ; dan mempertahankan nilai pelanggan. Supaya berhasil, perusahaan perlu
menggunakan konsep rantai nilai dan jaringan kerja pemberian nilai.
Rantai nilai

Michael Porter dari Harvard mengusulkan rantai nilai ( value chain ) sebagai alat untuk
mengidentifikasi cara - cara untuk menciptakan lebih banyak nilai pelanggan. Setiap perusahaan
merupakan kumpulan dari kegiatan yang dilakukan untuk merancang, menghasilkan,
memasarkan, memberikan, dan mendukung produknya. Rantai nilai tersebut mengidentifikasi
Sembilan kegiatan yang relevan secara strategis yang menciptakan nilai dan biaya di dalam
bisnis tertentu. Kesembilan kegiatan penciptaan nilai itu terdiri dari lima kegiatan utama dan
empat kegiatan pendukung.

Kegiatan - kegiatan utama mencerminkan urutan dari membawa bahan mentah ke perusahaan (
inbound logistics ), mengubah menjadi produk jadi ( operations ), mengirim produk jadi (
outbound logistics ), memasarkannya ( marketing and sales ), dan melayaninya ( service ).
Kegiatan - kegiatan penunjang — pengadaan sumber daya, pengembangan teknologi,
manajemen sumber daya manusia, dan infrastruktur perusahaan , ditangani oleh departemen -
departemen khusus tertentu, tetapi tidak hanya di tempat itu.

Sebagai contoh : Sejumlah departemen mungkin melakukan sejumlah kegiatan pengadaan dan
mempekerjakan karyawan. Infrastruktur perusahaan mencakup biaya - biaya manajemen umum,
perencanaan, keuangan, akuntansi, hukum, dan urusan pemerintahan yang ditanggung oleh
semua kegiatan utama dan pendukung.

Tugas perusahaan adalah mengkaji biaya dan kinerja di masing - masing kegiatan penciptaan
nilai dan mencari cara untuk memperbaikinya. Perusahaan harus memperkirakan biaya dan
kinerja pesaingnya sebagai acuan pembanding ( benchmarks ) yang digunakan untuk
dibandingkan dengan biaya dan kinerjanya sendiri. Selanjutnya perusahaan tersebut harus
mempelajari praktik “ kelas terbaik ” yang dilakukan perusahaan - perusahaan terbaik di dunia.

Keberhasilan perusahaan bukan hanya bergantung pada keberhasilan masing - masing


departemen dalam melakukan tugasnya, tetapi juga pada keberhasilan dalam mengkoordinasikan
berbagai kegiatan departemen tersebut. Sering kali, departemen -departemen perusahaan
bertindak dalam rangka memaksimalkan kepentingan mereka. Departemen kredit mungkin
memerlukan waktu yang panjang untuk memeriksa kredibilitas calon pelanggan agar jangan
timbul kredit macet. Sementara itu, pelanggan menunggu dan pramuniaga frustasi. Departemen
kendaraan memilih kereta api untuk mengirim barangnya agar menghemat uang dan lagi – lagi
pelanggan harus menunggu. Masing - masing departemen telah mendirikan dinding yang
menghambat pemberian layanan yang bermutu kepada pelanggan. Jalan keluar dari masalah itu
adalah dengan lebih menekankan pada memperlancar manajemen proses bisnis inti.

Proses-proses bisnis inti itu mencakup :

• Proses memahami pasar : Semua kegiatan yang mencakup pengumpulan informasi pasar,
penyebarannya dalam organisasi, dan bertindak berdasarkan informasi tersebut.
• Proses realisasi tawaran baru : Semua kegiatan yang mencakup penelitian,
pengembangan, dan peluncuran tawaran baru yang bermutu tinggi dengan segera dan
sesuai anggaran.
• Proses mendapatkan pelanggan : Semua kegiatan yang mencakup upaya mendefinisikan
pasar sasaran dan mencari pelanggan baru.
• Proses manajemen relasi pelanggan : Semua kegiatan yang mencakup membangun
pemahaman, relasi, dan tawaran yang lebih mendalam kepada masing - masing
pelanggan.
• Proses manajemen pemenuhan pesanan : Semua kegiatan yang mencakup penerimaan
dan persetujuan pesanan, pengiriman barang yang tepat waktu, dan penagihan piutang.

Perusahaan yang kuat mengembangkan kapabilitas / kecakapan yang unggul dalam mengelola
proses - proses inti mereka. Sebagai contoh : Wal - Mart memiliki kekuatan yang unggul dalam
proses pengadaan stoknya. Pada saat toko - toko Wal - Mart menjual barang - barang mereka,
informasi penjualan mengalir melalui komputer tidak hanya ke kantor pusat Wal - Mart, tetapi
juga ke para pemasoknya yang kemudian mengirimkan pengadaan barang ke toko - toko Wal -
Mart hampir secepat barang tersebut terjual. Gagasan intinya bukan mengelola sediaan barang,
tetapi aliran barang, dan Wal - Mart telh mengalihkan tanggung jawab itu kepada para pemasok
utamanya dalam sistem yang dikenal dengan sediaan yang dikelola pemasok ( vendor - managed
inventories, VMII ).

Jaringan kerja pemberian nilai

Agar berhasil perusahaan juga perlu mencari keunggulan bersaing di luar operasinya sendiri, ke
dalam rantai nilai para pemasok, penyalur dan pelanggannya. Banyak perusahaan sekarang
bermitra dengan para pemasok dan penyalur tertentu untuk menciptakan jaringan kerja
pemberian nilai ( value-delivery network ) ( juga disebut supply chain / rantai pasokan ) yang
unggul.

Menarik dan Memperhatikan Pelanggan

Selain bekerja dengan para mitra, yang disebut manajemen relasi kemitraan ( PRM: partner
relationship management ), banyak perusahaan bermaksud mengembangkan ikatan yang lebih
kuat dengan para pelanggan akhirnya yang disebut manajemen relasi pelanggan ( CRM:
customer relationship management ). CRM adalah proses pengelolaan informasi yang rinci
tentang masing - masing pelanggan dan mengelola secara cermat semua “ titik sentuh ”
pelanggan dengan tujuan memaksimalkan kesetiaan pelanggan.

Menarik pelanggan

Para pelanggan dewasa ini semakin sulit dipuaskan. Mereka lebih cerdas, lebih sadar harga, lebih
menuntut, kurang memaafkan, dan didekati oleh lebih banyak pesaing dengan tawaran yang
sama atau yang lebih baik. Tantangannya, menurut Jeffrey Gitomer adalah bukan menghasilkan
pelanggan yang puas ; beberapa pesaing dapat melakukan itu. Tantangannya adalah
menghasilkan pelanggan yang senang dan setia.

Perusahaan yang berusaha meningkatkan laba dan penjualan harus menghabiskan banyak waktu
dan sumber daya untuk mencari pelanggan baru. Untuk menghasilkan informasi awal tentang
calon pelanggan, perusahaan menyusun iklan dan memasangnya di media yang akan mencapai
para calon pelanggan baru ; dia mengirim surat langsung dan menelepon calon pelanggan baru
yang mungkin ; tenaga penjualnya berpartisipasi dalam pameran dagang di mana mereka
mungkin menemukan informasi awal calon pelanggan baru ; dan seterusnya. Seluruh kegiatan itu
menghasilkan daftar orang yang “ dicurigai ”. Tugas berikutnya adalah mengidentifikasi orang
yang dicurigai yang benar - benar merupakan calon pelanggan yang baik, dengan mewawancarai
mereka, memeriksa keadaan keuangan mereka, dan lain – lain. Kemudian tiba saatnya untuk
mengirim tenaga penjual.

Menghitung biaya kehilangan pelanggan

Terampil dalam menarik pelanggan baru tidaklah cukup ; perusahaan harus mempertahankan dan
meningkatkan bisnis mereka. Terlalu banyak perusahaan yang menderita karena tingginya
perputaran pelanggan ( customer chum ), yakni pelanggan yang beralih ke perusahaan lain.
Perputaran itu seperti terus - menerus menambah air ke dalam pot yang bocor.

Ada langkah - langkah yang dapat diambil perusahaan untuk mengurangi tingkat peralihan
pelanggan :
Pertama, perusahaan tersebut harus mendefinisikan dan mengukur tingkat bertahannya
pelanggan ( retention rate ). Untuk majalah, tingkat berlangganan ulang merupakan ukuran
retensi yang baik. Untuk perguruan tinggi, tingkat retensi itu dapat berupa tingkat retensi tahun
pertama ke tahun kedua, atau tingkat kelulusan mahasiswanya.

Kedua, perusahaan tersebut harus membedakan sebab - sebab berkurangnya pelanggan dan
mengidentifikasi sebab - sebab yang dapat dikelola dengan lebih baik. Tidak banyak hal yang
dapat dilakukan bila pelanggan pergi meninggalkan daerah atau keluar dari bisnisnya, tetapi
banyak yang dapat dilakukan mengenai para pelanggan yag meninggalkan perusahaan karena
pelayanan yang buruk, produk yang buruk, harga yang tinggi.

Ketiga, perusahaan tersebut perlu memperkirakan berapa laba yang hilang ketika dia kehilangan
pelanggan. Pada kasus pelanggan tertentu, laba yang hilang sama dengan nilai seumur hidup (
lifetime value ) pelanggan tersebut, yaitu nilai sekarang dari arus laba yang seharusnya dapat
direalisasikan oleh perusahaan jika pelanggan tersebut tidak beralih sebelum waktunya.

Keempat, perusahaan tersebut perlu menghitung berapa biaya untuk menurunkan tingkat
peralihan pelanggannya. Selama biaya tersebut lebih kecil daripada laba yang hilang, perusahaan
harus mengeluarkan uang tersebut.

Kelima, jangan mengabaikan untuk mendengarkan pelanggan. Beberapa perusahaan


menciptakan mekanisme yang terus berjalan yang memungkinkan manajer senior untuk tetap
dan terus mendapatkan umpan balik pelanggan barisan depan.

Perlunya mempertahankan pelanggan

Kebanyakan teori dan praktek pemasaran lebih berpusat pada seni menarik pelanggan baru
daripada mempertahankan dan mengembang - biakkan pelanggan yang sudah ada. Penekanan
biasanya pada penjualan dan bukannya pada pembentukan relasi ; pada pra - penjualan serta
penjualan dan bukan pada perhatian terhadap pelanggan sesudah penjualan. Akan dianggap
bijaksana jika perusahaan mengukur kepuasan pelanggannya secara teratur, karena kunci untuk
mempertahankan pelanggan adalah kepuasan pelanggan.

Pelanggan yang sangat puas akan tetap setia dalam waktu yang lebih lama, membeli lebih
banyak ketika perusahaan memperkenalkan produk baru dan memperbarui produk - produk yang
ada, membicarakan hal - hal yang baik tentang perusahaan dan produknya, memberi perhatian
yang lebih sedikit kepada merek dan iklan para pesaing serta kurang peka terhadap harga,
menawarkan gagasan tentang jasa atau produk kepada perusahaan, dan membutuhkan biaya
pelayanan yang lebih kecil dibandingkan biaya pelayanan pelanggan baru karena transaksinya
rutin.

Beberapa perusahaan berpikir bahwa mereka bisa merasakan kepuasan pelanggan dengan
menghitung munculnya keluhan pelanggan, tetapi 96 % pelanggan yang tidak puas justru tidak
menyampaikan keluhan ; banyak yang berhenti membeli begitu saja. Tindakan terbaik yang
dapat dilakukan perusahaan adalah mempermudah pelanggan untuk menyampaikan keluhan.
Formulir saran dan nomor telepon bebas pulsa perusahaan serta alamat e - mail berfungsi
memenuhi tujuan itu. Perusahaan 3M mengklaim bahwa lebih dari 2 / 3 gagasan perbaikan
produknya didapatkan dari mendengar keluhan pelanggan. Akan tetapi, mendengarkan saja tidak
cukup.

Perusahaan harus menanggapi keluhan dengan cepat dan konstruktif :

Dari para pelanggan yang menyampaikan keluhannya, antara 54 sampai 70 % dari


mereka akan melakukan bisnis lagi dengan organisasi jika keluhan mereka
diselesaikan. Angka itu melonjak secara mengejutkan sampai 95 % jika pelanggan
merasa bahwa keluhan mereka cepat diselesaikan. Para pelanggan yang
menyampaikan keluhan kepada organisasi dan keluhan mereka diselesaikan secara
memuaskan, bercerita kepada rata - rata lima orang tentang perlakuan baik yang
mereka terima.

Salah satu perusahaan yang sejak lama diakui karena penekanannya pada kepuasan pelanggan
adalah L.L. Bean, Inc., yang menjalankan bisnis katalog pemesanan melalui surat yang menjual
pakaian dan peralatan untuk hidup yang keras. Bean pernah mengembalikan uang atas sepasang
sepatu anak berusia dua tahun karena pelanggan mengatakan sepatu itu tidak senyaman yang
diharapkan. L.L. Bean secara berhati - hati meramu program pemasaran eksternal dan
internalnya. Kepada para pelanggan dia menawarkan berikut ini :

Dijamin 100%
Semua produk kami dijamin memberikan kepuasan 100 % sepenuhnya. Kembalikan barang
yang dibeli dari kami kapan saja jika terbukti tidak memuaskan. Kami akan menggantinya
dan mengembalikan uang Anda tunai atau meng-kredit kartu kredit anda, terserah mana
yang anda inginkan. Kami tidak menginginkan anda memiliki barang dari L.L. Bean yang
tidak sepenuhnya memuaskan.
Untuk memotivasi para karyawannya guna melayani pelanggan dengan baik, perusahaan tersebut
memasang poster berikut secara mencolok di sekeliling kantornya :

Siapa pelanggan?

Pelanggan adalah orang paling penting yang pernah ada di kantor ini . . . yang harus
ditemui langsung atau disurati.
Pelanggan tidak tergantung pada kita . . . kita tergantung pada dia.
Pelanggan bukan pengganggu pekerjaan kita . . . dia adalah tujuan pekerjaan kita. Kita
jangan menganggap bermurah hati ketika melayani dia . . . dia bermurah hati karena
memberi kita peluang untuk melayaninya.
Pelanggan bukan sasaran argumentasi kita atau sasaran adu kecerdasan. Tak seorang pun
yang akan bisa menang dalam beradu argumentasi dengan pelanggan.

Pelanggan adalah orang yang menyampaikan keinginannya kepada kita. Tugas kita adalah
menanganinya supaya mendatangkan keuntungan bagi kita dan bagi kita sendiri.

Dewasa ini, semakin banyak perusahaan yang mengakui pentingnya memuaskan dan
mempertahankan pelanggan yang ada. Para pelanggan yang puas bisa akan menjadi modal relasi
perusahaan. Jika perusahaan tersebut harus dijual, perusahaan pembelinya harus membayar tidak
hanya pabrik dan peralatan serta nama merek, tetapi juga basis pelanggan yang diberikan, yakni
banyaknya dan nilai pelanggan yang akan berbisnis dengan perusahaan baru itu. Di sini ada
beberapa fakta penting yang terkait dengan bertahannya pelanggan :

1. Biaya untuk mendapatkan pelanggan baru bisa mencapai lima kali lipat lebih besar
daripada biaya yang tercakup dalam memuaskan dan mempertahankan pelanggan yang sudah
ada. Diperlukan usaha yang keras untuk membujuk pelanggan yang puas agar beralih dari
pemasok mereka yang sekarang.

2. Rata - rata perusahaan kehilangan 10 % dari pelanggannya setiap tahun.


3. Pengurangan tingkat peralihan pelanggan sebesar 5 % dapat meningkatkan laba sebesar
25 % sampai 85 %, tergantung pada industrinya.

4. Tingkat laba pelanggan cenderung meningkat selama hidup pelanggan yang tetap
bertahan itu.

Mengukur nilai seumur hidup pelanggan

Kasus peningkatan tingkat retensi pelanggan ditangkap dalam konsep nilai seumur hidup
pelanggan. Nilai seumur hidup pelanggan ( CLV : Customer Life Value ) menggambarkan nilai
sekarang arus laba masa depan yang diharapkan selama pembelian seumur hidup pelanggan.
Perusahaan harus mengurangi dari pendapatan yang diharapkan biaya untuk menarik, menjual,
dan melayani pelanggan itu. Beragam estimasi telah dibuat atas produk dan jasa yang berbeda.

Perusahaan memerlukan estimasi pelanggan rata - rata, cara mengestimasi CLV masing - masing
pelanggan. Itu karena perusahaan tersebut harus memutuskan besarnya yang harus diinvestasikan
pada masing - masing pelanggan.

Kita dapat menyajikan contoh perhitungan estimasi CLV. Misalkan perusahaan menganalisis
biaya perolehan pelanggan barunya :

Biaya rata - rata per kunjungan penjualan


( mencakup gaji, komisi, tunjangan, dan beban ) $300
Rata-rata jumlah kunjungan penjualan untuk mengubah
rata-rata calon pelanggan menjadi pelanggan x4

Biaya untuk menarik pelanggan baru $1.200

Perhitungan itu merupakan estimasi yang lebih kecil daripada seharusnya karena kita tidak
memperhitungkan biaya iklan dan promosi, ditambah kenyataan bahwa hanya sebagian calon
yang diburu yang akhirnya berubah menjadi pelanggan.
Misalkan perusahaan tersebut mengestimasi nilai seumur hidup pelanggan secara rata -rata
sebagai berikut :
Pendapatan tahunan dari pelanggan $5.000
Rata-rata lama tahun kesetiaan x2
Marjin laba perusahaan 0,10
Nilai seumur hidup pelanggan $1.000

Perusahaan itu jelas mengeluarkan uang untuk menarik pelanggan baru yang lebih banyak
daripada nilai pelanggan baru tersebut. Perusahaan itu jelas menuju kebangkrutan, kecuali jika ia
dapat memperoleh pelanggan dengan kunjungan penjualan yang lebih jarang, mengeluarkan
biaya yang lebih kecil untuk tiap kunjungan penjualan, merangsang supaya pengeluaran tahunan
pelanggan baru semakin besar, mempertahankan pelanggan lebih lama, atau menjual produk
yang labanya lebih besar kepada mereka.

Terdapat dua cara untuk memperkuat retensi ( bertahannya ) pelanggan. Pertama, dengan
mendirikan rintangan beralih yang tinggi. Para pelanggan kurang tertarik beralih ke pemasok lain
jika peralihan itu memerlukan biaya modal yang tinggi, biaya pencarian yang tinggi, atau
kehilangan diskon bagi pelanggan setia. Pendekatan yang lebih baik adalah dengan memberikan
kepuasan pelanggan yang tinggi. Hal itu mempersulit para pesaing jika pesaing tersebut hanya
menawarkan harga yang lebih rendah atau perangsang lain untuk beralih. Tugas untuk
menciptakan kesetiaan pelanggan yang kuat disebut manajemen relasional pelanggan.

Manajemen relasional pelanggan : kuncinya

Tujuan manajemen relasional pelanggan ( CRM : customer relationship management ) adalah


untuk menghasilkan ekuitas pelanggan ( customer eqiuty ) yang tinggi. Ekuitas pelanggan adalah
total nilai seumur hidup semua pelanggan perusahaan yang didiskontokan. Semakin setia
pelanggan, semakin tinggi ekuitas pelanggan. Rust, Zeithaml, dan Lemon membedakan tiga
faktor ( drivers ) yang mempengaruhi ekuitas pelanggan: ekuitas nilai, ekuitas merek, dan ekuitas
relasional.
• Ekuitas nilai adalah penilaian objektif pelanggan atas kegunaan tawaran berdasarkan
pemikirannya tentang manfaat yang kemudian dibandingkan dengan biayanya. Sub - pendorong (
subdriver ) ekuitas nilai adalah mutu, harga, dan kenyamanan. Tiap - tiap industri harus
mendefinisikan faktor - faktor spesifik yang melandasi tiap - tiap sub - pendorong dalam rangka
menemukan program yang bisa memperbaiki ekuitas nilai. Penumpang pesawat udara mungkin
mendefinisikan mutu sebagai luasnya tempat duduk ; tamu hotel mungkin mendefinisikan mutu
sebagai ukuran kamar. Ekuitas nilai memberi sumbangan terbesar pada ekuitas pelanggan jika
produk itu terdiferensiasi dan jika produk itu lebih rumit serta perlu evakuasi. Ekuitas nilai
sangat mendorong ekuitas pelanggan di pasar bisnis.

• Ekuitas merek adalah penilaian subjektif dan tak berwujud pelanggan terhadap merek,
yang di luar dan melampaui nilai yang dipikirkan secara objektif. Sub-pendorong ekuitas merek
adalah kesadaran merek pelanggan, sikap pelanggan terhadap merek, dan pemikiran pelanggan
mengenai etika merek. Perusahaan menggunakan iklan, humas, dan alat komunikasi lain untuk
mempengaruhi sub - pendorong itu. Ekuitas merek itu lebih penting daripada pendorong ekuitas
pelanggan lainnya jika produknya kurang terdiferensiasi dan memiliki dampak emosional yang
lebih besar.

• Ekuitas relasional adalah kecenderungan pelanggan untuk setia pada merek, yang di luar
dan melampaui penilaian objektif dan subjektif atas nilainya. Sub - pendorong ekuitas relasional
mencakup program kesetiaan, dan program pemahaman dan perlakuan khusus, program
pembentukan komunitas, dan program pembentukan pengetahuan. Ekuitas relasional sangat
penting jika relasi pribadi banyak diperhitungkan dan jika pelanggan cenderung terus
berhubungan dengan para pemasok sepenuhnya berdasarkan kebiasaan atau yang tidak pernah
berubah.

Formulasi tersebut memadukan manajemen nilai, manajemen merek, dan manajemen relasional
ke dalam fokus yang berpusat pada pelanggan. Perusahaan dapat memutuskan pendorong mana
yang memperkuat perolehan yang terbaik. Para periset tersebut yakin bahwa mereka dapat
mengukur dan membandingkan tingkat pengembalian keuangan atas sejumlah investasi
alternatif. Perusahaan sekarang memiliki kerangka kerja yang lebih baik untuk memilih strategi
dan tindakan berdasarkan investasi mana yang memberikan tingkat pengembalian yang terbaik
atas sejumlah investasi pemasaran.

Langkah-langkah utama dalam proses menarik dan mempertahankan pelanggan yaitu : yang
menjadi titik awal adalah setiap orang yang bisa dibayangkan akan membeli produk atau jasa
( tertuduh ). Dari situ perusahaan menetapkan calon pelanggan yang paling mungkin, yang
diharapkan menjadi pelanggan pertama, dan kemudian menjadi klien, yaitu orang - orang yang
diperlakukan perusahaan secara sangat istimewa dan dipahami secara penuh. Tantangan
berikutnya adalah mengubah kilen menjadi anggota dengan memulai program keanggotaan yang
menawarkan manfaat kepada pelanggan yang bergabung, dan kemudian menjadi pendukung,
yaitu pelanggan yang secara bergairah merekomendasikan perusahaan dan produk serta jasanya
kepada orang lain. Tantangan terakhir adalah mengubah pendukung menjadi mitra.

Beberapa pelanggan pasti akan menjadi tidak aktif atau pergi. Tantangan perusahaan adalah
mengaktifkan kembali para pelanggan yang tidak puas melalui strategi mendapatkan kembali
pelanggan ( win - back strategies ). Sering kali lebih mudah untuk menarik bekas pelanggan
( karena perusahaan mengetahui nama dan riwayat mereka ) daripada mendapatkan pelanggan
yang baru. Kuncinya adalah menganalisis sebab berpindahnya pelanggan melalui wawancara
tentang kepergian pelanggan dan survei terhadap pelanggan yang hilang.

Berapa besar yang harus diinvestasikan oleh perusahaan untuk membangun kesetiaan pelanggan
sehingga biaya untuk itu tidak melebihi pendapatannya ? Kita perlu membedakan lima level
investasi perusahaan dalam rangka membangun relasi pelanggan :

1. Pemasaran dasar : Wiraniaga menjual produknya begitu saja.


2. Pemasaran reaktif : Wiraniaga menjual produknya dan mendorong pelanggan untuk
menghubunginya jika mempunyai pertanyaan, komentar, atau keluhan.
3. Pemasaran bertanggung jawab : Wiraniaga menelepon pelanggan untuk menanyakan
apakah produknya memenuhi harapan pelanggan. Wiraniaga tersebut juga meminta saran
perbaikan produk atau pelayanan dan menanyakan apa saja kekecewaannya.
4. Pemasaran proaktif : Wiraniaga menghubungi pelanggan dari waktu ke waktu untuk
menyarankan penggunaan produk yang sudah diperbaiki atau produk baru.
5. Pemasaran kemitraan : Perusahaan terus bekerja sama dengan pelanggan untuk
menemukan cara - cara penghematan bagi pelanggan atau membantu pelanggan memperbaiki
kinerjanya. ( Contohnya : General Electric telah menempatkan beberapa teknisinya pada utilities
( pembangkit listrik ) besar untuk membantu mereka menghasilkan tenaga yang lebih besar ).

Kebanyakan perusahaan hanya menjalankan pemasaran dasar jika pasar mereka terdiri dari
banyak pelanggan dan jika marjin laba per unit mereka kecil.. Pada ekstrim lain, di sejumlah
pasar yang terdiri dari sedikit pelanggan dan bermarjin laba yang tinggi, hampir semua penjual
akan bergerak menuju pemasaran kemitraan. Sebagai contoh : Boeing bekerja sama dengan
American Airlines dalam merancang pesawat terbang yang benar - benar memenuhi level
pemasaran relasional bergantung pada jumlah pelanggan dan level marjin laba.

Pemasaran relasional yang terbaik yang terjadi dewasa ini didorong oleh teknologi. GE Plastics
tidak dapat membidikkan e - mailnya secara efektif kepada para pelanggannya yang berbeda-
beda jika tidak didukung oleh kecanggihan perangkat lunak basis data. Dell Computer tidak
dapat menerapkan pemesanaan melalui komputer yang disesuaikan dengan kebutuhan pelanggan
perusahaan globalnya tanpa dukungan kecanggihan teknologi Web. Perusahaan menggunakan e -
mail, situs Web, pusat telepon, basis data, dan perangkat lunak basis data untuk mendorong
kontak yang terus - menerus antara perusahaan dan pelanggan.

Membentuk ikatan pelanggan yang kuat : dasarnya


Perusahaan yang ingin membentuk ikatan pelanggan yang kuat perlu mengikuti dasar -dasar
berikut :
• Dapatkan partisipasi lintas - departemen dalam merencanakan dan mengelola kepuasan
pelanggan dan proses retensi.
• Padukan Suara Pelanggan dalam semua keputusan bisnis.
• Ciptakan produk, layanan, dan pengalaman yang unggul bagi pasar sasaran.
• Organisasikan dan mudahkan akses basis data informasi tentang kebutuhan,
kelebihsukaan, kontak, frekuensi pembelian, dan kepuasan pelanggan.
• Mudahkan para pelanggan untuk menjangkau personalia perusahaan yang tepat guna
mengungkapkan kebutuhan, persepsi, dan keluhan mereka.
• Jalankan program pemberian imbalan guna mengakui karyawan yang prestasinya luar
biasa.

Berry dan Parasuraman telah lebih maju lagi dari dasar itu dan mengidentifikasi tiga pendekatan
guna mempertahankan pelanggan : menambah manfaat keuangan, menambah manfaat sosial, dan
menambah ikatan struktural.

MENAMBAH MANFAAT KEUANGAN

Dua manfaat keuangan yang dapat ditawarkan oleh perusahaan adalah program seringnya
membeli dan program pemasaran klub. Program seringnya membeli ( Frequency Programs –
FPs ) dirancang untuk memberikan imbalan bagi pelanggan yang sering membeli dan membeli
dalam jumlah besar. Pemasaran seringnya membeli merupakan pengakuan akan kenyataan
bahwa 20 % pelanggan perusahaan bisa menghasilkan 80 % bisnis bagi perusahaan itu.

American Airlines merupakan salah satu perusahaan pertama yang merintis program pemasaran
seringnya membeli ketika perusahaan itu memutuskan untuk menawarkan angka kredit mil gratis
kepada para pelanggannya di awal 1980 - an. Kemudian, hotel - hotel mengadopsi FP, yang
dimulai oleh Marriot dengan Program Tamu Terhormat - nya. Tidak lama sesudahnya,
perusahaan penyewaan mobil menawarkan FP. Kemudian, perusahaan kartu kredit mulai
menawarkan poin berdasarkan level penggunaan kartu mereka. Sears menawarkan potongan
harga kepada pemegang kartu Discover - nya. Rantai pasar swalayan masa kini menawarkan “
kartu klub harga ” yang memberikan potongan harga atas beberapa barang tertentu kepada para
pelanggan anggota.

Umumnya perusahaan pertama yang memperkenalkan FP memperoleh manfaat terbesar,


terutama jika para pesaing lambat bereaksi. Setelah pesaing memberikan tanggapan, FP dapat
menjadi beban keuangan bagi semua perusahaan yang menawarkannya, tetapi beberapa
perusahaan lebih efisien dan kreatif dalam mengelola FP. Sebagai contoh : perusahaan
penerbangan menjalankan program kesetiaan bertingkat yang menawarkan level imbalan yang
berbeda kepada pelancong yang berbeda. Mereka bisa menawarkan satu mil frequent - flier untuk
setiap mil penerbangan kepada para pelancong yang jarang bepergian dan dua mil frequent - flier
untuk setiap mil penerbangan bagi para pelanggan puncak.

Banyak perusahaan telah menciptakan program keanggotaan klub untuk mengikat pelanggan
lebih erat pada perusahaan. Keanggotaan klub dapat terbuka bagi setiap orang yang membeli
produk atau jasa, seperti klub penumpang pesawat terbang, dinners club, atau terbatas pada
kelompok ikatan erat ( affinity group ) atau bagi mereka yang ingin membayar sedikit uang jasa (
fee ). Walaupun klub - klub terbuka itu baik untuk menyusun basis data atau mencabut
pelanggan dari pesaing, klub keanggotaan terbatas merupakan pembentuk kesetiaan jangka
panjang yang sangat ampuh. Uang jasa dan syarat - syarat keanggotaan dapat mencegah
bergabungnya orang yang hanya berminat sebentar terhadap produk perusahaan. Klub pelanggan
yang terbatas itu menarik dan mempertahankan para pelanggan yang merupakan penyumbang
terbesar bisnis perusahaan.

MENAMBAH MANFAAT SOSIAL

Karyawan perusahaan berusaha meningkatkan ikatan sosial mereka dengan para pelanggan
dengan cara membangun relasi dengan masing-masing pelanggan mereka secara lebih pribadi.
Pada dasarnya, perusahaan yang memperhatikan pelanggannya akan mengubah pelanggannya
menjadi klien. Donnelly, Berry, dan Thompson menjelaskan perbedaan itu :

Pelanggan bisa tak dikenali namanya oleh lembaga ; klien harus dikenali. Pelanggan
dilayani sebagai bagian dari massa atau bagian dari segmen yang lebih besar ; klien
dilayani orang per orang. Pelanggan dilayani oleh seseorang yang kebetulan ada ;
klien dilayani oleh tenaga profesional yang ditugaskan untuknya.
Tabel 3.2 Tindakan-tindakan Sosial yang Mempengaruhi Hubungan Pembeli -Penjual
Hal - hal baik Hal - hal buruk
Berinisiatif membuat panggilan telepon yang Hanya menelepon balik
positif
Membuat rekomendasi Membuat alasan yang terdengar baik
Bahasa yang terus terang Bahasa yang akomodatif
Menggunakan telepon Menggunakan surat - menyurat
Menunjukkan penghargaan Menunggu kesalahpahaman
Menawarkan pelayanan Menunggu permintaan pelayanan
Menggunakan bahasa pemecahan masalah “ kita” Menggunakan bahasa legal “beban
Masuk ke masalah kewajiban kami”
Menggunakan istilah teknis / singkatan Hanya menanggapi masalah
Masalah-masalah pribadi ditampilkan Menggunakan komunikasi panjang lebar
Berbicara tentang “ masa depan kita bersama” Masalah-masalah pribadi disembunyikan
Tanggapan - tanggapan dirutinkan Berbicara tentang baiknya hal di masa lalu
Tanggapan yang mirip latihan mengatasi
Menerima tanggung jawab kebakaran / darurat
Merencanakan masa depan Menyalahkan yang lain
Mengulang masa lalu

MENAMBAH IKATAN STRUKTURAL

Perusahaan mungkin memberikan kepada pelanggan alat khusus atau hubungan komputer yang
membantu pelanggan mengelola pemesanan, pengupahan, dan sediaan. Salah satu contoh yang
baik adalah McKesson Corporation, pedagang besar farmasi yang terkenal, yang
menginvestasikan jutaan dolar untuk meningkatkan kemampuan EDI ( Electronic Data
Interchange / Pertukaran Data Elektronik ) untuk membantu apotik kecil mengelola sediaan,
proses pemasukan pesanan, dan ruang pajangnya. Contoh yang lain adalah Milliken & Company
yang menyediakan program perangkat lunak khusus bagi orang dalam, riset pemasaran, petihan
penjualan, dan petunjuk penjualan bagi para pelanggan setianya.

Lester Wunderman, salah satu dari pengamat paling tajam tentang pemasaran kontemporer,
berpikir bahwa pembicaraan tentang “ membuat setia ” pelanggan itu kehilangan makna. Orang
dapat setia pada negara, keluarga, dan keyakinan mereka , tetapi kurang setia pada pasta gigi,
sabun, atau bahkan bir. Tujuan pemasaran harus berupa meningkatkan kecenderungan kuat
konsumen untuk membeli ulang merek perusahaan.

Berikut ada beberapa saran untuk menciptakan ikatan struktural dengan pelanggan :

1. Ciptakanlah kontrak jangka panjang. Berlangganan surat kabar membuat orang tidak
perlu pergi membeli surat kabar setiap hari. Hipotek 20 tahun membuat orang tidak perlu pergi
meminjam ulang uang tiap - tiap tahun. Kesepakatan pembelian minyak pemanas rumah
menjamin pengiriman terus menerus tanpa harus memperbarui pesanan.

2. Tagihlah harga yang rendah kepada konsumen yang membeli pasokan yang lebih besar.
Tawarkan harga yang lebih rendah kepada orang yang sepakat untuk dipasok secara teratur
dengan merek pasta gigi, detergen, atau bir tertentu.

3. Ubahlah produk menjadi layanan jangka panjang. Daimler - Chrysler memikirkan


penjualan transportasi yang andal berdasarkan banyaknya mil dan bukan sekedar menjual mobil,
dengan konsumen bisa memesan mobil yang berbeda pada saat yang berbeda, seperti station
wagon untuk berbelanja dan mobil yang dapat ditukar untuk akhir pekan. Gaines, perusahaan
makanan anjing, dapat menawarkan layanan Pet Care yang mencakup kandang anjing, asuransi,
dan perawatan dokter hewan bersama dengan makanan.

Profitabilitas pelanggan, profitabilitas perusahaan, dan manajemen mutu total

Mengukur profitabilitas

Pada akhirnya, pemasaran adalah seni menarik dan mempertahankan pelanggan yang mampu
mendatangkan keuntungan. Menurut James V. Putten dari American Express, pelanggan terbaik
membelanjakan uang lebih besar daripada yang lainnya dengan rasio 16 : 1 di bidang
pengeceran, 13 : 1 di bidang usaha restoran, 12 : 1 di bidang usaha maskapai penerbangan, dan
5 : 1 di industri hotel dan motel. Namun, setiap perusahaan mengalami kerugian dari beberapa
pelanggannya. Kaidah 20 - 80 yang terkenal itu menyatakan bahwa 20 % pelanggan terbaik
dapat menghasilkan sebanyak 80 % laba perusahaan. Sherden telah menyarankan agar kaidah
tersebut diubah menjadi 20 – 80 - 30, untuk mencerminkan gagasan bahwa 20 % pelanggan
terbaik menghasilkan 80 % laba perusahaan, di mana separuh dari laba tersebut habis untuk
melayani 30 % pelanggan yang memberikan profitabilitas terburuk. Implikasinya adalah bahwa
perusahaan dapat meningkatkan labanya dengan “ melepas ” para pelanggan terburuknya.

Bila kita telaah lebih jauh, terlihat bahwa pelanggan perusahaan yang terbesar tidaklah selalu
memberikan laba terbesar pula. Pelanggan terbesar menuntut banyak pelayanan dan menerima
potongan harga terbesar. Pelanggan terkecil membayar harga penuh dan mendapat sedikit
pelayanan, tetapi biaya transaksi dengan pelanggan kecil mengurangi profitabilitas mereka.
Pelanggan berukuran sedang mendapatkan pelayanan yang baik dan membayar harga yang
nyaris penuh serta sering merupakan pelanggan yang paling menguntungkan. Kenyataan itu
membantu menjelaskan mengapa banyak perusahaan besar yang semula hanya memperhatikan
pelanggan besar kini memperluas pasar di kelas menengah. Contoh : perusahaan pelayanan kurir
udara menyadari bahwa tidaklah tepat mengabaikan pengirim internasional yang berukuran kecil
dan sedang. Program - program yang diarahkan ke pelanggan yang kecil merupakan jaringan
kotak kiriman, United Parcel Service ( UPS ) menyelenggarakan beberapa seminar untuk melatih
para eksportir agar dapat melakukan pengiriman barang ke luar negeri dengan lebih baik.
Apa yang membuat pelanggan itu mampu menghasilkan laba ? Pelanggan yang mampu
menghasilkan laba adalah orang, rumah tangga, atau perusahaan yang dari waktu ke waktu
memberikan arus pendapatan yang jauh melebihi arus biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan
untuk menarik, menjual, dan melayani pelanggan tersebut. Perhatikan bahwa penekanan
diberikan atas arus pendapatan dan biaya seumur hidup, bukan atas laba dari transaksi tertentu.

Berikut ini adalah dua contoh nilai seumur hidup pelanggan :


Walaupun kebanyakan perusahaan mengukur kepuasan pelanggan, kebanyakan perusahaan gagal
mengukur profitabilitas masing - masing pelanggan. Beberapa bank mengakui bahwa
pengukuran tersebut amat sulit karena para nasabah memanfaatkan layanan bank yang berbeda -
beda dan transaksinya dicatat di departemen yang berbeda - beda. Akan tetapi, beberapa bank
yang berhasil melacak transaksi para nasabahnya terkejut oleh jumlah nasabah yang tidak
menguntungkan. Beberapa bank melaporkan kerugian atas pemberian layanan terhadap lebih dari
45 persen nasabah mereka. Hanya ada dua solusi untuk menangani pelanggan yang tidak
menguntungkan : naikkan uang jasa ( fee ) atau kurangi dukungan layanan.

Analisis profitabilitas pelanggan ( CPA : Customer Profitability Analysis ) sangat baik dilakukan
dengan alat - alat yang ada pada teknik akuntansi yang disebut Activity - Based Costing ( ABC ).
Perusahaan mengestimasi semua pendapatan yang berasal dari pelanggan, dikurangi seluruh
biaya. Biaya tersebut tidak hanya mencakup biaya pembuatan dan distribusi produk dan jasa,
melainkan juga biaya - biaya seperti : menerima panggilan telepon dari pelanggan, perjalanan
mengunjungi pelanggan, traktir dan hadiah — semua sumber daya perusahaan yang digunakan
untuk melayani pelanggan tersebut.

Jika analsis itu dilakukan terhadap tiap - tiap pelanggan, adalah mungkin untuk mengklasifikasi
pelanggan ke dalam tingkatan laba yang berbeda : pelanggan platinum ( paling mampu
menghasilkan laba ), pelanggan emas ( mampu menghasilkan laba ), pelanggan besi ( sedikit
mampu menghasilkan laba tetapi masih diinginkan ), dan pelanggan arang ( tidak mampu
menghasilkan laba dan tidak diinginkan ).
Tugas perusahaan adalah mengalihkan pelanggan besi ke tingkatan emas dan pelanggan emas ke
tingkatan platinum, sambil membuang pelanggan arang atau membuat mereka mampu
menghasilkan laba dengan menaikkan harga atau menurunkan biaya pelayanan mereka. Investasi
pemasaran harus lebih banyak dilakukan di tingkatan yang labanya lebih tinggi.

Meningkatkan Profitabilitas Perusahaan

Perusahaan tidak hanya harus mampu menciptakan nilai mutlak yang tinggi, melainkan juga nilai
yang tinggi jika dibanding para pesaing yang biayanya cukup rendah. Keunggulan bersaing (
competitive advantage ) adalah kemampuan perusahaan melakukan dengan baik satu atau lebih
cara yang tidak dapat atau tidak akan ditandingi para pesaing. Michael Porter mendorong
perusahaan untuk menyusun keunggulan bersaing yang berkesinambungan. Namun sedikit sekali
keunggulan bersaing yang dapat berkesinambungan. Paling - paling, keunggulan itu bisa
disebarkan. Keunggulan yang bisa disebarkan adalah keunggulan yang dapat digunakan
perusahaan sebagai batu loncatan ke keunggulan baru, mirip Microsoft yang telah menyebarkan
sistem operasinya ke Microsoft Office dan kemudian ke aplikasi networking. Pada umumnya,
perusahaan yang berharap untuk bertahan lama harus menjadi perusahaan yang terus berinvestasi
pada keunggulan baru.

Apapun keunggulan bersaingnya, keunggulan itu harus dilihat oleh pelanggan sebagai
keunggulan pelanggan. Sebagai contoh : jika perusahaan memberikan layanan lebih cepat
daripada para pesaingnya, kecepatan itu tidak akan merupakan keunggulan pelanggan jika
pelanggan tidak menghargai kecepatan. Perusahaan harus berfokus pada pembentukan
keunggulan pelanggan. Kemudian mereka akan memberikan nilai dan kepuasan pelanggan yang
tinggi, yang menghasilkan pembelian ulang yang tinggi dan akhirnya profitabilitas perusahaan
yang tinggi juga.

Menjalankan Manajemen Mutu Total

Salah satu nilai utama yang diharapkan oleh pelanggan dari pemasok adalah mutu produk dan
jasa yang tinggi. Kebanyakan pelanggan tidak lagi bersedia menerima atau mentoleransi mutu
yang biasa - biasa saja. Jika perusahaan ingin bertahan dalam persaingan, apalagi ingin
memperoleh laba, mereka tidak mempunyai pilihan lain kecuali menjalankan manajemen mutu
total ( Total Quality Management – TQM ). Manajemen Mutu Total adalah pendekatan
organisasi secara menyeluruh untuk secara berkesinambungan memperbaiki mutu semua proses,
produk, dan pelayanan organisasi.

Menurut mantan dirut G.E., John F. Welch, Jr : “ Mutu merupakan jaminan terbaik bagi kita atas
kesetiaan pelanggan, pertahanan terkuat kita dalam menghadapi pesaing asing, dan satu - satunya
jalan menuju pertumbuhan dan pendapatan yang langgeng ”. Hasrat untuk menghasilkan barang-
barang terbaik di pasar dunia telah mendorong beberapa negara dan kelompok negara untuk
memberikan penghargaan kepada perusahaan - perusahaan yang menjadi contoh praktek mutu
terbaik.

Jepang : Pada tahun 1951, Jepang menjadi negara pertama yang menganugerahkan penghargaan
mutu nasional, yaitu penghargaan Deming ( diambil dari nama pakar statistik Amerika yang
mengajarkan arti penting dan metodologi peningkatan mutu di Jepang setelah perang, yaitu W.
Edwards Deming ). Karya Deming menjadi dasar bagi banyak praktek TQM.

Amerika Serikat : Di pertengahan tahun 1980 - an, Amerika Serikat menciptakan Malcolm
Baldrige National Quality Award untuk menghormati mendiang Menteri Perdagangannya.
Kriteria penghargaan Baldrige terdiri dari tujuh pengukuran : fokus dan kepuasan pelanggan,
mutu dan hasil operasi, manajemen mutu proses, pengembangan dan manajemen sumber daya
manusia, perencanaan mutu strategis, informasi dan analisis, serta kepemimpinan eksekutif
senior. Xerox, Motorola, Federal Express, IBM, Texas Instruments, dan Hotel Ritz - Carlton
adalah beberapa pemenang yang lalu. Salah satu hadiah mutu terakhir jatuh ke tangan Custom
Research, perusahaan riset pemasaran terkemuka di Minneapolis.

Eropa : European Quality Award didirikan pada tahun 1993. Lembaga itu memberikan
penghargaan kepada perusahaan - perusahaan yang telah mencapai tingkatan yang tinggi dalam
kriteria tertentu : kepemimpinan, manajemen manusia, kebijakan dan strategi, sumber daya,
proses, kepuasan masyarakat, kepuasan pelanggan, dampak pada masyarakat, dan hasil bisnis.
Lembaga itu menciptakan ISO 9000, yang telah menjadi seperangkat prinsip - prinsip yang
diterima umum untuk mendokumentasikan mutu. Untuk memperoleh sertifikasi ISO 9000,
perusahaan harus siap diaudit mutunya setiap enam bulan sekali yang dilakukan oleh penilai ISO
( International Standards Organization ) yang terdaftar.

Terdapat hubungan yang erat antara mutu produk dan pelayanan, kepuasan pelanggan, dan
profitabilitas perusahaan. Semakin tinggi level mutu menyebabkan semakin tingginya kepuasan
pelanggan, yang juga mendukung harga yang lebih tinggi dan ( sering ) biaya yang lebih
rendah. Penelitian PIMS yang terkemuka menunjukkan korelasi yang tinggi antara mutu produk
relatif dan profitabilitas perusahaan.

Sebenarnya apakah mutu itu ? Beberapa pakar telah mendefinisikan mutu sebagai “
kesesuaian dengan penggunaan ”, “ kesesuaian dengan persyaratan ”, “ bebas penyimpangan ”
dan sebagainya. Kita akan menggunakan definisi dari American Society for Quality Control :
Mutu adalah keseluruhan fitur dan sifat produk atau pelayanan yang berpengaruh pada
kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau yang tersirat. Itu jelas
merupakan definisi mutu yang berpusat pada pelanggan. Kita dapat mengatakan bahwa penjual
telah menghasilkan mutu bila produk atau pelayanan penjual tersebut memenuhi atau melebihi
harapan pelanggan.

Perusahaan yang memenuhi kebanyakan kebutuhan pelanggannya dalam waktu yang lama
disebut perusahaan bermutu, tetapi kita harus membedakan antara mutu ( derajat ) kesesuaian
dan mutu ( derajat ) kinerja. Mobil Mercedes memberikan mutu kinerja yang lebih tinggi
daripada mobil Hyundai : mobil Mercedes berjalan lebih halus, lebih cepat, lebih awet, dan
sebagainya. Akan tetapi, keduanya dapat dikatakan memberikan mutu kesesuaian yang sama jika
semua unit memberikan mutu yang dijanjikan masing - masing merek.

Mutu total adalah kunci menuju penciptaan nilai dan kepuasan pelanggan. Mutu total menjadi
pekerjaan setiap orang. Gagasan itu dinyatakan dengan baik oleh Daniel Beckham :

Para pemasar yang tidak mempelajari bahasa perbaikan mutu, manufaktur dan
operasi akan menjadi ketinggalan zaman seperti kereta kuda. Masa pemasaran
fungsional sudah berlalu. Kita tidak lagi layak menganggap diri kita sebagai
peneliti pasar, orang periklanan, pemasar langsung, pembuat strategi kita harus
melihat diri kita sebagai pemuas pelanggan juru bicara pelanggan yang berfokus
pada keseluruhan proses.

Di perusahaan yang berpusat pada mutu, para manajer pemasaran mempunyai dua tanggung
jawab. Pertama, mereka harus berpartisipasi dalam merumuskan strategi dan kebijakan yang
dirancang untuk membantu perusahaan agar unggul melalui kehebatan mutu total. Kedua,
mereka harus menghasilkan mutu pemasaran selain mutu produksi. Tiap - tiap kegiatan
pemasaran antara lain : riset pemasaran, pelatihan penjualan, periklanan, pelayanan pelanggan,
dan sebagainya harus dilaksanakan dengan standar yang tinggi.

Para pemasar memainkan beberapa peran dalam membantu perusahaan mereka mendefinisikan
dan memberikan barang dan jasa yang bermutu tinggi kepada para pelanggan sasaran. Pertama,
mereka bertanggung jawab untuk secara benar mengidentifikasi kebutuhan dan tuntutan
pelanggan. Kedua, mereka harus mengkomunikasikan harapan pelanggan secara benar kepada
perancang produk. Ketiga, mereka harus memastikan bahwa pesanan pelanggan dipenuhi secara
benar dan tepat waktu. Keempat, mereka harus memastikan bahwa pelanggan telah menerima
instruksi, pelatihan, dan bantuan teknis yang tepat dalam penggunaan produk. Kelima, mereka
harus tetap berhubungan dengan pelanggan setelah penjualan untuk memastikan bahwa
pelanggan tersebut puas dan akan tetap puas. Keenam, mereka harus mengumpulkan gagasan
pelanggan guna perbaikan produk dan pelayanan serta menyampaikan gagasan itu kepada
departemen - departemen perusahaan yang tepat. Jika para pemasar melakukan semua kegiatan
itu, mereka telah banyak menyumbang ke manajemen mutu total dan kepuasan pelanggan, dan
juga ke profitabilitas pelanggan serta perusahaan.

Anda mungkin juga menyukai