Anda di halaman 1dari 2

Editorial tanggal 10-4-2011

Cerita Warisan Budaya Dari


Penduduk Asli Keturunan
Dharmasraya: Hilangnya Si
Anak Hilang.

Cerita Warisan Budaya Dari


Penduduk Asli Keturunan
Dharmasraya: Hilangnya Si
Anak Hilang. TARMIZI,
adalah sah keturunan
penduduk Dharmasraya,
yang telah ada beberapa
generasi sejak kisah
Maharaja Adityawarman.
Raja Minangkabau keturunan
pembesar Majapahit itu.
Kakeknya, Imam Rasyad
memang bertemu dengan si Yamin (Mr. Muhammad Yamin) semasa
hidupnya yang menyaksikan pembongkaran sepasang patung si Rocok (ocok
= oco = arca) dari Padang Oco (= Padang arca) di Sungai Langsek (sekarang
Kabupaten Dharmasraya, Provinsi Sumatera Barat (bukan Sungai langsek di
Sijunjung). Patung itu, menurut cerita kakeknya diangkat ke tepi sungai
Batanghari (oleh orang Jawa). Patung ini, ada dua buah ( satu patung wanita,
satu lagi laki-laki). Patung wanita diperkirakan menggambarkan (dewi
Durga?). Pada saat pengangkatan patung wanita terjatuh ke sungai dan
tidak bisa diambil lagi. Patung yang dianggap Adityawarman itu dibawa
dengan perahu gandeng menuju kota Jambi oleh penduduk setempat.
Sekarang, patung itu ada di Museum Nasional Jakarta. Pada sekitaran abad
ke -13, ada tiga kerajaan besar melayu di daerah Sumatera, yaitu KERAJAAN
PALEMBANG, KERAJAAN DHARMASRAYA, dan KERAJAAN PAGARUYUNG,
semuanya terkait dengan sejarah kerajaan MAJAPAHIT. Ada yang menarik
tentang kesaksian, kakek Tarmizi ini. (1) Ada tempat yang bernama Padang
Candi di Sungai Dareh. Pada tahun 60-an tempat ini masih berupa tanah
kosong (bhs. Minang = tanah lapang). Di Lapangan ini ada sebuah Candi dari
bahan bata, pernah di selidiki orang Balando (bhs. Minang= Belanda),
seorang arkeolog bersama si Yamin ( Mr. Muhammad Yamin), yang ingin
mengeluarkan candi ini. Candi ini menurut cerita terbenam belasan meter.
Tetapi di batalkan. Menurut cerita Tarmizi, tempat candi ini sekarang sudah
menjadi sawah/ kebun rakyat. (2) Tanah Berhalo (Bhs. Minang = Tanah
berhala), kakek tarmizi menyaksikan bagaimana si ulando (Belanda)
menggali tanah di sekitar tempat ini beberapa meter dari patung ini. Patung
ini sekarang tidak jelas kemana (tidak diketahui penduduk). Ciri dari patung
ini, salah satu tangannya patah. Menurut kesaksian kakek Tarmizi, tulisan
yang ada pada patung ini dibuat replikanya oleh Yamin, yaitu dengan
melekatkan kertas karton ke tulisan itu untuk membuat replika (katanya
akan dikirim India). Saat itu, menurut kakek Tarmizi, beberapa meter dari
patung itu diadakan penggalian oleh arkeolog itu yang disaksikan oleh
Yamin. Hasilnya adalah lima buah barang keramik yang masih baik dan satu
pecah. Kemudian ada pisau dalam botol (mungkin pisau dari bahan
tembaga/ perunggu, karena mudah dibengkokkkan/diluruskan). Menurut
Tarmizi bahwa sekarang ini tempat ini sudah menjadi kebun karet penduduk
setempat. (3) Ada tempat lain yang bernama Padang Roco, (oco = arca), di
Timpeh, adalah tempat ditemukan patung patung Aditiyawarman dan
patung wanita yang yang hilang terbenam di sungai Batabghari. Ada yang
menarik dari ke tiga tempat ini, sebab denahnya berbentuk segi tiga, yang
dihubungkan dengan jalan, pada zaman dahulu penduduk setempat sangat
menghormati lokasi segi tiga ini. Namun oleh perjalanan jaman, lokasi segi
tiga ini hilang dari ingatan penduduk dan sekarang sudah jadi kebun dan
sawah. (4) Ada yang penting dari cerita Tarmizi ini, bahwa ada kealpaan
pihak-pihak tertentu dari pemerintah Propinsi Sumatera Barat, maupun
pemerintah pusat, tentang pelestarian budaya masa lampau di Sumatera
Barat. Apakah ini disengaja atau tidak, wallahuallam? (5) Memang masih ada
misteri tentang Raja Adityawarman, misalnya tentang siapa sebenarnya
ayah Adityawarman, yang bernama Adwayawarman atau Mahamantri I Hino
Dyah Adwayabrahma, yang jadi pembesar di Majapahit. Kalau keturunan
raja-raja dari Palembang, semua orang tahu, dan itu tidak dipersoalkan. Dan
siapa pula sangka kalau Raja-raja terakhir Majapahit sejak tahun 1478 selalu
diliputi rahasia, seperti raja Majapahit NYOO LAY WHA dan PRABU NATA tidak
pernah disebut dalam sejarah, dan bahkan raja-raja Demak pun setelah
Majapahit Runtuh, adalah keturunan Cina. Mengenai hal ini terungkap
setelah arsip KELENTENG SAM PO KONG DI SEMARANG, yang berbahasa
Tionghoa. Tetapi Anda jangan salah sangka dahulu, sebab keturunan Cina
yang dimaksud adalah dari Yunan dan Swatow dan bukan orang Hokkian.
Arsip ini dirampas dan diterjemahkan oleh Residen Poortman tahun 1928,
semasa pemerintah Hindia Belanda. Arsip itu dapat diperoleh karena ada
pemberontakan komunis saat itu yang memungkinkan Poortman,
menggeledah Klenteng SAM PO KONG, namun tetap DIRAHASIAKAN oleh
Belanda sampai mereka cabut dari Nusantara ini. Dan baru terungkap sedikit
sejak tahun 1964, namun tetap juga dirahasiakan (Mulyana, 2007). Cerita
lengkapnya baca buku karangan Prof. Dr. Slamet Mulyana, (2007),
RUNTUHNYA KERAJAAN HINDU-JAWA DAN TIMBULNYA NEGARA-NEGARA
ISLAM DI NUSANTARA, sebagai pembanding baca kar. Ir. Mangaraja Onggang
Parlindungan, dalam bukunya TUANKU RAO (terutama arsip dari buku ini).

Anda mungkin juga menyukai