Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

Istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran konsepsi sebelum

janin dapat hidup di luar kandungan. Batasan abortus adalah pengakhiran kehamilan

sebelum janin mencapai berat 500 gram atau kurang dari 20 minggu.1

Aborsi masih merupakan masalah kontroversi di masyarakat indonesia,

namun terlepas dari kontroversi tersebut, aborsi diindikasikan merupakan masalah

kesehatan masyarakat karena memberikan dampak pada kesakitan dan kematian ibu.

Aborsi merupakan salah satu penyebab kematian ibu, dimana muncul dalam bentuk

komplikasi itu perdarahan dan sepsis.2,3

Aborsi merupakan fenomena sosial yang semakin hari semakin

memprihatinkan. Keprihatinan itu bukan tanpa alasan, karena sejauh ini perilaku

pengguguran kandungan banyak menimbulkan efek negatif baik untuk diri pelaku

mapun pada masyarakat luas. Hal ini disebabkan karena aborsi menyangkut norma

moral serta hukum suatu kehidupan bangsa.

Angka aborsi tak aman di dunia diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar 20

juta kasus, 26% dari jumlah tersebut tergolong legal dan lebih 70.000 aborsi tak aman

di negara berkembang berakhir dengan kematian ibu. Adapun fakta mengenai aborsi

tidak aman di indonesia, diperkirakan rata-rata per tahun sebanyak 2 juta kasus,

sebagian besar dilakukan oleh perempuan menikah.4

1
Fakta mengenai aborsi akhir-akhir ini menunjukkan jumlah yang cukup

mengagetkan. Budi utomo dan kawan-kawan dalam penelitiannya di 10 kota besar

dan 6 kabupaten,menemukan bahwa pertahun terdapat 2 juta kasus abors, atau 37

aborsi per 1000 perempuan usia 15-49 tahun, atau 43 aborsi per 100 kelahiran hidup,

atau 30% kehamilan. Sebuah klinik di jakarta memperkirakan rata-rata terdapat

sekitar 100-500 negara adalah adanya larangan aborsi dengan alasan apapun di

indonesia, sebagaimana dinyatakan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

pasal 346-3497 dan Undang-Undang Kesehatan nomor 23/1992 pasal 15 ayat 1 dan

2.4

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi Aborsi

Aborsi menurut pengertian secara medis ialah gugur kandungan atau

keguguran dan keguguran kandungan itu sendiri berarti berakhirnya kehamilan,

sebelum fetus dapat hidup sendiri di luar kandungan. Batasan umur kandungan 28

minggu dan berat badan fetus yang keluar kurang dari 1000 gram.2,5 Definisi ini

sekarang telah berubah sehingga lama kehamilan untuk istilah aborsi adalah kurang

dari 20 minggu atau sebelum mencapai berat badan 500 gram.1

2. Klasifikasi aborsi

Menurut Encyclopedia Britania “ The American College Of Obstericians and

Gyneologist “ ada dua jenis aborsi :5

1. Accident abortion, yaitu penghentian kehamilan sebelum kematangan yang terjadi

selama alami, tanpa perlakuan medis.

2. Therapeutic abortion, artinya bahwa penghentian kehamilan melakukan

perlakuan tenaga medis, melalui operasi atau penggunaan RU486 atau beberapa

terapi lainnya.

Dalam ilmu kedokteran, istilah-istilah ini digunakan untuk membedakan

aborsi:5

1. Spontaneous abortion: gugur kandungan yang disebabkan oleh trauma

kecelakaan atau sebab-sebab alami.

3
2. Induced abortion atau procured abortion: pengguguran kandungan yang

disengaja. Termasuk di dalamnya adalah:

- Therapeutic abortion: pengguguran yang dilakukan karena kehamilan

tersebut mengancam kesehatan jasmani atau rohani sang ibu,

terkadang dilakukan sesudah pemerkosaan.

- Eugenic abortion: pengguguran yang dilakukan terhadap janin yang

cacat.

- Elective abortion: pengguguran yang dilakukan untuk alasan-alasan

lain.

Dalam bahasa sehari-hari, istilah "keguguran" biasanya digunakan untuk

spontaneous abortion, sementara "aborsi" digunakan untuk induced abortion.5

3.Metode-Metode Aborsi

Trimester Pertama :

1. Metode Penyedotan (Suction Curettage)

Pada 1-3 bulan pertama dalam kehidupan janin, aborsi dilakukan dengan

metode penyedotan. Teknik inilah yang paling banyak dilakukan untuk kehamilan

usia dini. Mesin penyedot bertenaga kuat dengan ujung tajam dimasukkan ke dalam

rahim lewat mulut rahim yang sengaja dimekarkan. Penyedotan ini mengakibatkan

tubuh bayi berantakan dan menarik ari-ari (plasenta) dari dinding rahim. Hasil

penyedotan berupa darah, cairan ketuban, bagian-bagian plasenta dan tubuh janin

terkumpul dalam botol yang dihubungkan dengan alat penyedot ini. Ketelitian dan

4
kehati-hatian dalam menjalani metode ini sangat perlu dijaga guna menghindari

robeknya rahim akibat salah sedot yang dapat mengakibatkan pendarahan hebat yang

terkadang berakhir pada operasi pengangkatan rahim. Peradangan dapat terjadi

dengan mudahnya jika masih ada sisa-sisa plasenta atau bagian dari janin yang

tertinggal di dalam rahim. Hal inilah yang paling sering terjadi yang dikenal dengan

komplikasi paska-aborsi.

2. Metode D&C - Dilatasi dan Kerokan

Dalam teknik ini, mulut rahim dibuka atau dimekarkan dengan paksa untuk

memasukkan pisau baja yang tajam. Bagian tubuh janin dipotong berkeping-keping

dan diangkat, sedangkan plasenta dikerok dari dinding rahim. Darah yang hilang

selama dilakukannya metode ini lebih banyak dibandingkan dengan metode

penyedotan. Begitu juga dengan perobekan rahim dan radang paling sering terjadi.

Metode ini tidak sama dengan metode D&C yang dilakukan pada wanita-wanita

dengan keluhan penyakit rahim (seperti pendarahan rahim, tidak terjadinya

menstruasi, dsb). Komplikasi yang sering terjadi antara lain robeknya dinding rahim

yang dapat menjurus hingga ke kandung kencing.

3. Pil RU 486

Masyarakat menamakannya "Pil Aborsi Perancis". Teknik ini menggunakan 2

hormon sintetik yaitu mifepristone dan misoprostol untuk secara kimiawi

menginduksi kehamilan usia 5-9 minggu. Di Amerika Serikat, prosedur ini dijalani

dengan pengawasan ketat dari klinik aborsi yang mengharuskan kunjungan sedikitnya

3 kali ke klinik tersebut. Pada kunjungan pertama, wanita hamil tersebut diperiksa

5
dengan seksama. Jika tidak ditemukan kontra-indikasi (seperti perokok berat,

penyakit asma, darah tinggi, kegemukan, dll) yang malah dapat mengakibatkan

kematian pada wanita hamil itu, maka ia diberikan pil RU 486.

Kerja RU 486 adalah untuk memblokir hormon progesteron yang berfungsi

vital untuk menjaga jalur nutrisi ke plasenta tetap lancar. Karena pemblokiran ini,

maka janin tidak mendapatkan makanannya lagi dan menjadi kelaparan. Pada

kunjungan kedua, yaitu 36-48 jam setelah kunjungan pertama, wanita hamil ini

diberikan suntikan hormon prostaglandin, biasanya misoprostol, yang mengakibatkan

terjadinya kontraksi rahim dan membuat janin terlepas dari rahim. Kebanyakan

wanita mengeluarkan isi rahimnya itu dalam 4 jam saat menunggu di klinik, tetapi

30% dari mereka mengalami hal ini di rumah, di tempat kerja, di kendaraan umum,

atau di tempat-tempat lainnya, ada juga yang perlu menunggu hingga 5 hari

kemudian. Kunjungan ketiga dilakukan kira-kira 2 minggu setelah pengguguran

kandungan, untuk mengetahui apakah aborsi telah berlangsung. Jika belum, maka

operasi perlu dilakukan (5-10 persen dari seluruh kasus). Ada beberapa kasus serius

dari penggunaan RU 486, seperti aborsi yang tidak terjadi hingga 44 hari kemudian,

pendarahan hebat, pusing-pusing, muntah-muntah, rasa sakit hingga kematian.

Sedikitnya seorang wanita Perancis meninggal sedangkan beberapa lainnya

mengalami serangan jantung.

Di Amerika Serikat, percobaan penggunaan RU 486 diadakan pada tahun

1995. Seorang wanita diketahui hampir meninggal setelah kehilangan separuh dari

volume darahnya dan akhirnya memerlukan operasi darurat. Efek jangka panjang dari

6
RU 486 belum diketahui secara pasti, tetapi beberapa alasan yang dapat dipercaya

mengatakan bahwa RU 486 tidak saja mempengaruhi kehamilan yang sedang

berlangsung, tetapi juga dapat mempengaruhi kehamilan selanjutnya, yaitu

kemungkinan keguguran spontan dan cacat pada bayi yang dikandung.

Eric Schaaf pimpinan “National Abortion Federation” -yang selama ini

gencar mempromosikan aborsi tanpa prosedur operasi- mengatakan aspirin jauh lebih

berbahaya dan mengakibatkan lebih banyak kematian ketimbang RU-486. 

Kelompok pendukung aborsi menggunakan keberadaan pil-pil ini sebagai

peluang untuk mengubah image tentang aborsi. Mereka menggambarkan aborsi

adalah proses yang sangat sederhana dan mudah. Cukup menelan pil dan semuanya

selesai.

Pil aborsi RU-486, sejauh ini hanya bisa didapatkan di klinik dan rumahsakit.

Namun kelompok pro-aborsi menghendaki obat ini bisa disediakan dengan bebas di

rumah-rumah.

4. Suntikan Methotrexate (MTX).

Prosedur dengan MTX sama dengan RU 486, hanya saja obat ini disuntikkan

ke dalam badan. MTX pada mulanya digunakan untuk menekan pertumbuhan pesat

sel-sel, seperti pada kasus kanker, dengan menetralisir asam folat yang berguna untuk

pemecahan sel. MTX ternyata juga menekan pertumbuhan pesat trophoblastoid -

selaput yang menyelubungi embrio yang juga merupakan cikal bakal plasenta.

Trophoblastoid tidak saja berfungsi sebagai 'sistim penyanggah hidup' untuk janin

yang sedang berkembang, mengambil oksigen dan nutrisi dari darah calon ibu serta

7
membuang karbondioksida dan produk-produk buangan lainnya, tetapi juga

memproduksi hormon hCG (human chorionic gonadotropin), yang memberikan

tanda pada korpus luteum untuk terus memproduksi hormon progesteron yang

berguna untuk mencegah gagal rahim dan keguguran.

MTX menghancurkan integrasi dari lingkungan yang menopang, melindungi

dan menyuburkan pertumbuhan janin, dan karena kekurangan nutrisi, maka janin

menjadi mati. 3-7 hari kemudian, tablet misoprostol dimasukkan ke dalam kelamin

wanita hamil itu untuk memicu terlepasnya janin dari rahim. Terkadang, hal ini

terjadi beberapa jam setelah masuknya misoprostol, tetapi sering juga terjadi perlunya

penambahan dosis misoprostol. Hal ini membuat cara aborsi dengan menggunakan

suntikan MTX dapat berlangsung berminggu-minggu. Si wanita hamil itu akan

mendapatkan pendarahan selama berminggu-minggu (42 hari dalam sebuah studi

kasus), bahkan terjadi pendarahan hebat. Sedangkan janin dapat gugur kapan saja - di

rumah, di dalam bis umum, di tempat kerja, di supermarket, dsb. Wanita yang

kedapatan masih mengandung pada kunjungan ke klinik aborsi selanjutnya, mau tak

mau harus menjalani operasi untuk mengeluarkan janin itu. Bahkan dokter-dokter

yang bekerja di klinik aborsi seringkali enggan untuk memberikan suntikan MTX

karena MTX sebenarnya adalah racun dan efek samping yang terjadi terkadang tak

dapat diprediksi.

Efek samping yang tercatat dalam studi kasus adalah sakit kepala, rasa sakit,

diare, penglihatan yang menjadi kabur, dan yang lebih serius adalah depresi sumsum

tulang belakang, kekuragan darah, kerusakan fungsi hati, dan sakit paru-paru. Dalam

8
bungkus MTX, pabrik pembuat menuliskan peringatan keras bahwa MTX memang

berguna untuk pengobatan kanker, beberapa kasus artritis dan psoriasis, "kematian

pernah dilaporkan pada orang yang menggunakan MTX", dan pabrik itu

menyarankan agar hanya para dokter yang berpengalaman dan memiliki pengetahuan

tentang terapi antimetabolik saja yang boleh menggunakan MTX. Meski para dokter

aborsi yang menggunakan MTX menepis efek-efek samping MTX dan mengatakan

MTX dosis rendah baik untuk digunakan dalam proses aborsi, dokter-dokter aborsi

lainnya tidak setuju, karena pada paket injeksi yang digunakan untuk aborsi juga

tertera peringatan bahaya racun walau MTX digunakan dalam dosis rendah.

Trimester Kedua:

1. Metode Dilatasi dan Evakuasi (D&E)

Metode ini digunakan untuk membuang janin hingga usia 24 minggu. Metode

ini sejenis dengan D&C, hanya dalam D&E digunakan tang penjepit (forsep) dengan

ujung pisau tajam untuk merobek-robek janin. Hal ini dilakukan berulang-ulang

hingga seluruh tubuh janin dikeluarkan dari rahim. Karena pada usia kehamilan ini

tengkorak janin sudah mengeras, maka tengkorak ini perlu dihancurkan supaya dapat

dikeluarkan dari rahim. Jika tidak berhati-hati dalam pengeluarannya, potongan

tulang-tulang yang runcing mungkin dapat menusuk dinding rahim dan menimbulkan

luka rahim. Pendarahan mungkin juga terjadi. Dr. Warren Hern dari Boulder,

Colorado, Amerika Serikat, seorang dokter aborsi yang sering melakukan D&E

mengatakan, hal ini sering membuat masalah bagi karyawan klinik dan menimbulkan

kekuatiran akan efek D&E pada wanita yang menjalani aborsi. Dokter Hern juga

9
melihat trauma yang terjadi pada para dokter yang melakukan aborsi, ia mengatakan,

"tidak dapat disangkal lagi, penghancuran terjadi di depan mata kita sendiri.

Penghancuran janin lewat forsep itu seperti arus listrik."

2. Metode Racun Garam (Saline)

Caranya ialah dengan meracuni air ketuban. Teknik ini digunakan saat

kandungan berusia 16 minggu, saat air ketuban sudah cukup melingkupi janin. Jarum

disuntikkan ke perut si wanita dan 50-250 ml (kira-kira secangkir) air ketuban

dikeluarkan, diganti dengan larutan konsentrasi garam. Janin yang sudah mulai

bernafas, menelan garam dan teracuni. Larutan kimia ini juga membuat kulit janin

terbakar dan memburuk. Biasanya, setelah kira-kira satu jam, janin akan mati. Kira-

kira 33-35 jam setelah suntikan larutan garam itu bekerja, si wanita hamil itu akan

melahirkan anak yang telah mati dengan kulit hitam karena terbakar. Kira-kira 97%

dari wanita yang memilih aborsi dengan cara ini melahirkan anaknya 72 jam setelah

suntikan diberikan. Suntikan larutan garam ini juga memberikan efek samping pada

wanita pemakainya yang disebut "Konsumsi Koagulopati" (pembekuan darah yang

tak terkendali diseluruh tubuh), juga dapat menimbulkan pendarahan hebat dan efek

samping serius pada sistim syaraf sentral. Serangan jantung mendadak, koma, atau

kematian mungkin juga dihasilkan oleh suntikan saline lewat sistim pembuluh darah.

3. Urea

Karena bahaya penggunaan saline, maka suntikan lain yang biasa dipakai

adalah hipersomolar urea, walau metode ini kurang efektif dan biasanya harus

dibarengi dengan asupan hormon oxytocin atau prostaglandin agar dapat mencapai

10
hasil maksimal. Gagal aborsi atau tidak tuntasnya aborsi sering terjadi dalam

menggunakan metode ini, sehingga operasi pengangkatan janin dilakukan. Seperti

teknik suntikan aborsi lainnya, efek samping yang sering ditemui adalah pusing-

pusing atau muntah-muntah. Masalah umum dalam aborsi pada trimester kedua

adalah perlukaan rahim, yang berkisar dari perlukaan kecil hingga perobekan rahim.

Antara 1-2% dari pasien pengguna metode ini terkena endometriosis/peradangan

dinding rahim.

4.Prostaglandin

Prostaglandin merupakan hormon yang diproduksi secara alami oleh tubuh dalam

proses melahirkan. Injeksi dari konsentrasi buatan hormon ini ke dalam air ketuban

memaksa proses kelahiran berlangsung, mengakibatkan janin keluar sebelum

waktunya dan tidak mempunyai kemungkinan untuk hidup sama sekali. Sering juga

garam atau racun lainnya diinjeksi terlebih dahulu ke cairan ketuban untuk

memastikan bahwa janin akan lahir dalam keadaan mati, karena tak jarang terjadi

janin lolos dari trauma melahirkan secara paksa ini dan keluar dalam keadaan hidup.

Efek samping penggunaan prostaglandin tiruan ini adalah bagian dari ari-ari yang

tertinggal karena tidak luruh dengan sempurna, trauma rahim karena dipaksa

melahirkan, infeksi, pendarahan, gagal pernafasan, gagal jantung, perobekan rahim.

5. Partial Birth Abortion

Metode ini sama seperti melahirkan secara normal, karena janin dikeluarkan lewat

jalan lahir. Aborsi ini dilakukan pada wanita dengan usia kehamilan 20-32 minggu,

mungkin juga lebih tua dari itu. Dengan bantuan alat USG, forsep (tang penjepit)

11
dimasukkan ke dalam rahim, lalu janin ditangkap dengan forsep itu. Tubuh janin

ditarik keluar dari jalan lahir (kecuali kepalanya). Pada saat ini, janin masih dalam

keadaan hidup. Lalu, gunting dimasukkan ke dalam jalan lahir untuk menusuk kepala

bayi itu agar terjadi lubang yang cukup besar. Setelah itu, kateter penyedot

dimasukkan untuk menyedot keluar otak bayi. Kepala yang hancur lalu dikeluarkan

dari dalam rahim bersamaan dengan tubuh janin yang lebih dahulu ditarik keluar.

6. Histeretomy (untuk kehamilan trimester kedua dan ketiga)

Sejenis dengan metode operasi caesar, metode ini digunakan jika cairan kimia yang

digunakan/disuntikkan tidak memberikan hasil memuaskan. Sayatan dibuat di perut

dan rahim. Bayi beserta ari-ari serta cairan ketuban dikeluarkan. Terkadang, bayi

dikeluarkan dalam keadaan hidup, yang membuat satu pertanyaan bergulir:

bagaimana, kapan dan siapa yang membunuh bayi ini? Metode ini memiliki resiko

tertinggi untuk kesehatan wanita, karena ada kemungkinan terjadi perobekan rahim.

Dalam 2 tahun pertama legalisasi aborsi di kota New York, tercatat 271,2 kematian

per 100.000 kasus aborsi dengan cara ini.

4. Aspek Hukum dan Medikolegal Abortus Provokatus Kriminalis

Abortus telah dilakukan oleh manusia berabad-abad, tetapi selama itu belum

ada undang-undang yang mengatur mengenai tindakan abortus. Ada 3 aturan abortus

di Indonesia yang berlaku hingga saat ini, yaitu:

1. Undang-undang RI No.1 tahun 1946 tentang KUHP yang menjelaskan dengan

alasan apapun, abortus adalah tindakan melanggar hukum. Sampai saat ini masih

diterapkan.

12
2. Undang-Undang RI No.7 Tahun 1984 tentang pengesahan konvensi penghapusan

segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan.

3. Undang-Undang RI No.23 Tahun 1992 tentang kesehatan yang menuliskan

dalam kondisi tertentu, bisa dilakukan tindakan medis tertentu (abortus).

Di Indonesia, baik menurut pandangan agama, Undang-Undang Negara,

maupun etik kedokteran, seorang dokter tidak diperbolehkan untuk melakukan

tindakan pengguguran kandungan. Bahkan sejak awal seseorang yang akan men

jalani profesi dokter secara resmi disumpah dengan sumpah dokter indonesia yang

didasarkan atas deklarasi jenewa yang isinya menyempurnakan sumpah hipokrates,

dimana ia akan menyatakan diri untuk menghormati setiap hidup insani mulai dari

pembuahan.6

Masalah aborsi pada hakekatnya tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan

nilai-nilai serta norma-norma agama yang berkembang dalam masyarakat Indonesia,

terkait dengan hukum pidana positif di Indonesia pengaturan masalah pengguguran

kandungan tersebut terdapat pada Pasal 346, 347, 348, 349 dan 350 KUHP. Menurut

ketentuan yang tercantum dalam Pasal 346, 347, dan 348 KUHP tersebut, abortus

criminalis meliputi perbuatan-perbuatan sebagai berikut:

1. Menggugurkan kandungan (Afdrijing van de vrucht atau vrucht afdrijiving)

2. Membunuh kandungan (de dood van de vrucht veroorken atau vrucht doden)

Dari pasal 299, pasal 346, pasal 347, pasal 348, pasal 349, dan pasal 535

KUHP dapat ditarik kesimpulan:6

13
1. Seorang wanita hamil yang sengaja melakukan abortus atau ia menyuruh orang

lain, diancam hukuman empat tahun.

2. Seseorang yang sengaja melakukan abortus terhadap ibu hamil, dengan tanpa

persetujuan ibu hamil tersebut diancam hukuman 12 tahun, dan jika ibu hamil itu

mati diancam 15 tahun.

3. Jika dengan persetujuan ibu hamil, maka diancam hukuman 5,5 tahun penjara

dan bila ibu hamil tersebut mati diancam hukuman 7 tahun penjara.

4. Jika yang melakukan dan atau membantu melakukan abortus tersebut seorang

dokter, atau bidanancaman hukumannya ditambah sepertiganya dan hak untuk

praktek dicabut.

Selain KUHP, abortus buatan yang ilegal juga diatur dalam Undang-undang

Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Pasal 80: barang siapa

dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil yang tidak

memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (1) dan ayat (2),

dipidana dengan penajar paling lama 15 tahun pidana dan denda paling banyak

Rp.500.000.000,00.6

Pengakhiran kehamilan harus dilakukan karena alasan bahwa kehamilan yang

terjadi membahayakan ibunya atau alasan kondisi janin cacat (aborsi provokatus

terapetikus). Seorang perempuan tidak mampu mempertahankan kehamilannya

karena adanya vonis dari dokter terhadap kesehatan dan keselamatan nyawanya

ataupun bayinya. Jenis aborsi ini secara hukum dibenarkan dan mendapat

perlindungan hukum sebagaimana telah diatur dalain pasal 15 ayat (1) dan (2)

14
Undang Undang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992. Ada beberapa hal yang dapat

dicermati dari jenis aborsi ini yaitu bahwa temyata aborsi dapat dibenarkan secara

hukum apabila dilakukan dengan adanya pertimbangan medis. Dalam hal ini berarti

dokter atau tenaga kesehatan mempunyai hak untuk melakukan aborsi dengan

menggunakan pertimbangan demi menyelamatkan ibu hamil atau janinnya.

Berdasarkan pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992,

tindakan medis (aborsi) sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau

janinnya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan

kewenangan untuk itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta

pertimbangan tim ahli. Aborsi tersebut dapat dilakukan dengan persetujuan dari ibu

hamil yang bersangkutan atau suami atau keluargnya. Hal tersebut berarti bahwa

apabila prosedur tersebut telah terpenuhi maka aborsi yang dilakukan bersifat legal

atau dapat dibenarkan dan dilindungi secara hukum. Dengan kata lain vonis medis

oleh tenaga kesehatan terhadap hak reproduksi perempuan bukan merupakan tindak

pidana atau kejahatan.

Berbeda halnya dengan aborsi yang dilakukan tanpa adanya pertimbangan

medis sebagaimana yang ditentukan dalam pasal 15 ayat (1) dan (2) Undang-Undang

Kesehatan Nomor 23 tahun 1992, aborsi jenis ini disebut dengan aborsi provokatus

kriminalis. Artinya bahwa tindakan aborsi seperti ini dikatakan tindakan ilegal atau

tidak dapat dibenarkan secara hukum. Tindakan aborsi seperti ini dikatakan sebagai

tindakan pidana atau kejahatan. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

mengkualifikasikan perbuatan aborsi tersebut sebagai kejahatan terhadap nyawa.

15
Agar dapat membahas secara detail dan cermat mengenai aborsi provokatus

kriminalis, kiranya perlu diketahui bagaimana konstruksi hukum yang berakitan

dengan tindakan aborsi sebagai kejahatan yang ditentukan dalam KUHP. Pasal 346 :

“Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau

menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat

tahun.” Pasal 347 : (1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan

kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara

paling lama dua belas tahun. (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita

tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. Pasal 348 : (1)

Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang

wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima

belas tahun . (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam

dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.  Pasal 349 : Jika seorang dokter,

bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun

melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan diterangkan dalam pasal

347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan

sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan

dilakukan.

Berdasarkan keempat pasal tersebut diatas maka berarti bahwa apapun

alasannya diluar alasan medis perempuan tidak boleh melakukan tindakan aborsi.

Kalau dicermati ketentuan dalam KUHP tersebut dilandisi suatu pemikiran atau

paradigma bahwa anak yang masih dalam kandungan merupakan subjek hukum

16
sehingga berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum. Juga apabila dilihat dari

aspek hak asasi manusia bahwa setiap orang berhak untuk hidup maupun

mempertahankan hidupnya sehingga pengakhiran kandungan (aborsi) dapat

dikualifikasikan sebagai tindakan yang melanggar hak asasi manusia. Dengan kata

lain paradigma yang digunakan adalah paradigma yang mengedepankan hak anak

(pro life). Oleh karena itu dalam KUHP tindakan aborsi dikualifikasikan sebagai

kejahatan terhadap nyawa. Adapun yang dapat dikenai sanksi pidana berkaitan

dengan perbuatan aborsi adalah perempuan yang menggugurkan kandungannya itu

sendiri dan juga mereka yang terlibat dalam proses terjadinya aborsi seperti dokter,

bidan atau juru obat. Persoalannya adalah bagaimana ketentuan-ketentuan tersebut

dapat ditegakkan dengan baik sehingga dapat menjerakan dan meminimalisasikan

para pelaku kejahatan aborsi tersebut.

Indonesia merupakan Negara yang beragama dimana setiap agama menentang

tindakan aborsi. Jika Indonesia menganut paham pro-choise dimana keputusan

menggugurkan atau mempertahankan kehamilan adalah hak mutlak dari ibu yang

mengandung bayi tersebut maka dapat dibayangkan apa yang akan terjadi pada

bangsa ini. Tindakan aborsi akan sedemikian marak, walaupun dengan alasan

kehamilan merupakan hasil dari hubungan gelap, alasan ekonomi atau profesi,

ataupun perkosaan. Tindakan amoral seperti hubungan gelap yang juga jelas-jelas

ditentang agama akan terus meningkat dengan alasan ‘jika nanti hamil bisa saja

digugurkan’ sehingga kekhawatiran akan perbuatan tersebut menjadi hilang.

Sehingga apa yang terjadi pada moral bangsa Indonesia?

17
Aborsi merupakan fenomena yang terkait erat dengan nilai-nilai sosial budaya

agama yang hidup dalam masyarakat. Dalam konteks Indonesia aborsi lebih condong

sebagai aib sosial daripada manifestasi kehendak bebas tiap individu. Aborsi

merupakan masalah yang sarat dengan nilai-nilai sosial, budaya, agama, dan politik.

Aturan normatif legal formal menolak aborsi meski masih ada ruang untuk hal-hal

khusus. Aturan normatif sosial-hudaya-agama yang "informal" pada umumnya juga

menolak aborsi, meski terdapat variasi dan kelonggaran di sana-sini.

Suatu peristiwa atau kejadian mesti ada penyebabnya, ada latar belakang atau

alasannya. Demikian pula halnya dengan aborsi. Kesehatan merupakan faktor yang

paling penting dalam kehidupan manusia, seorang wanita adakalanya mendapat

gangguan pada kesehatannya apabila ia sedang mengandung, yang ada kalanya

kondisi tubuhnya tidak sanggup untuk terus mengandung. Jika kandungan itu tidak

segera digugurkan, maka jiwa akan terancam. Dengan demikian, untuk

menyelamatkan jiwa si ibu tersebut, maka tidak ada jalan lain selain melakukan

aborsi. Biasanya tindakan ini dilakukan dirumah sakit, dan harus ditentukan apakah

aborsi yang akan dilakukan itu benar-benar untuk menghindarkan ibu dari penyakit

berat atau menghindarkan kematian akibat dari mengadung itu. Untuk menentukan

memberi izin atau menolak suatu aborsi merupakan suatu tanggung jawab yang berat.

Keputusan demikian membutuhkan tidak saja pengetahuan yang mendalam mengenai

penyakit yang diderita, akan tetapi juga pengalaman yang luas dan pengetahuan

banyak mengenai prognosa penyakit dalam kehamilan dan persalinan sehingga dapat

menjadi alasan untuk melakukan aborsi.

18
5. Komplikasi Aborsi

a. Komplikasi pada ibu

Aborsi memiliki risiko yang tinggi terhadap kesehatan maupun keselamatan

seorang wanita. Tidak benar jika dikatakan bahwa jika seseorang melakukan aborsi ia

“tidak merasakan apa-apa dan langsung boleh pulang.” Ini adalah informasi yang

sangat menyesatkan bagi setiap wanita, terutama mereka yang sedang kebingungan

karena tidak menginginkan kehamilan yang sudah terjadi. Ada 2 macam risiko

kesehatan terhadap wanita yang melakukan aborsi:

1. Risiko kesehatan dan keselamatan secara fisik

Pada saat melakukan aborsi dan setelah melakukan aborsi ada beberapa resiko

yang akan dihadapi seorang wanita, seperti yang dijelaskan dalam buku Facts of Life

yang ditulis oleh Brian Clowes, Phd yaitu:

- Kematian mendadak karena pendarahan hebat

- Kematian mendadak karena pembiusan yang gagal

- Kematian secara lambat akibat infeksi serius disekitar kandungan

- Rahim yang sobek (Uterine Perforation)

- Kerusakan leher rahim (Cervical Lacerations) yang akan menyebabkan cacat pada

anak berikutnya

- Kanker payudara (karena ketidakseimbangan hormon estrogen pada wanita)

- Kanker indung telur (Ovarian Cancer)

- Kanker leher rahim (Cervical Cancer)

- Kanker hati (Liver Cancer)

19
- Kelainan pada placenta/ ari-ari (Placenta Previa) yang akan menyebabkan cacat

pada anak berikutnya dan pendarahan hebat pada saat kehamilan berikutnya

- Menjadi mandul/tidak mampu memiliki keturunan lagi (Ectopic Pregnancy)

- Infeksi rongga panggul (Pelvic Inflammatory Disease)

- Infeksi pada lapisan rahim (Endometriosis)

2. Risiko kesehatan mental

Proses aborsi bukan saja suatu proses yang memiliki risiko tinggi dari segi

kesehatan dan keselamatan seorang wanita secara fisik, tetapi juga memiliki dampak

yang sangat hebat terhadap keadaan mental seorang wanita.

Gejala ini dikenal dalam dunia psikologi sebagai “Post-Abortion Syndrome”

(Sindrom Paska Aborsi) atau PAS. Gejala-gejala ini dicatat dalam “Psychological

Reactions Reported After Abortion” di dalam penerbitan The Post-Abortion Review

(1994).

Pada dasarnya seorang wanita yang melakukan aborsi akan mengalami hal-hal

seperti berikut:

1. Kehilangan harga diri (82%)

2. Berteriak-teriak histeris (51 %)

3. Mimpi buruk berkali-kali mengenai bayi (63%)

4. Ingin melakukan bunuh diri (28%)

5. Mulai mencoba menggunakan obat-obat terlarang (41%)

6. Tidak bisa menikmati lagi hubungan seksual (59%)

20
Diluar hal-hal tersebut diatas para wanita yang melakukan aborsi akan

dipenuhi perasaan bersalah yang tidak hilang selama bertahun-tahun dalam hidupnya.

3.Komplikasi medis yang dapat timbul pada ibu akibat tindakan aborsi

 Perforasi

Dalam melakukan dilatasi dan kerokan harus diingat bahwa selalu ada kemungkinan

terjadinya perforasi dinding uterus, yang dapat menjurus ke rongga peritoneum, ke

ligamentum latum, atau ke kandung kencing. Oleh sebab itu, letak uterus harus

ditetapkan lebih dahulu dengan seksama pada awal tindakan, dan pada dilatasi serviks

tidak boleh digunakan tekanan berlebihan. Kerokan kuret dimasukkan dengan hati-

hati, akan tetapi penarikan kuret ke luar dapat dilakukan dengan tekanan yang lebih

besar. Bahaya perforasi ialah perdarahan dan peritonitis. Apabila terjadi perforasi

atau diduga terjadi peristiwa itu, penderita harus diawasi dengan seksama dengan

mengamati keadaan umum, nadi, tekanan darah, kenaikan suhu, turunnya

hemoglobin, dan keadaan perut bawah. Jika keadaan meragukan atau ada tanda-tanda

bahaya, sebaiknya dilakukan laparatomi percobaan dengan segera.

- Luka pada serviks uteri

Apabila jaringan serviks keras dan dilatasi dipaksakan maka dapat timbul sobekan

pada serviks uteri yang perlu dijahit. Apabila terjadi luka pada ostium uteri internum,

maka akibat yang segera timbul ialah perdarahan yang memerlukan pemasangan

tampon pada serviks dan vagina. Akibat jangka panjang ialah kemungkinan

timbulnya incompetent cerviks.

21
- Pelekatan pada kavum uteri

Melakukan kerokan secara sempurna memerlukan pengalaman. Sisa-sisa hasil

konsepsi harus dikeluarkan, tetapi jaringan miometrium jangan sampai terkerok,

karena hal itu dapat mengakibatkan terjadinya perlekatan dinding kavum uteri di

beberapa tempat. Sebaiknya kerokan dihentikan pada suatu tempat apabila pada suatu

tempat tersebut dirasakan bahwa jaringan tidak begitu lembut lagi.

- Perdarahan

Kerokan pada kehamilan yang sudah agak tua atau pada mola hidatidosa terdapat

bahaya perdarahan. Oleh sebab itu, jika perlu hendaknya dilakukan transfusi darah

dan sesudah itu, dimasukkan tampon kasa ke dalam uterus dan vagina.

- Infeksi

Apabila syarat asepsis dan antisepsis tidak diindahkan, maka bahaya infeksi sangat

besar. Infeksi kandungan yang terjadi dapat menyebar ke seluruh peredaran darah,

sehingga menyebabkan kematian. Bahaya lain yang ditimbulkan abortus kriminalis

antara lain infeksi pada saluran telur. Akibatnya, sangat mungkin tidak bisa terjadi

kehamilan lagi.

- Lain-lain

Komplikasi yang dapat timbul dengan segera pada pemberian NaCl hipertonik adalah

apabila larutan garam masuk ke dalam rongga peritoneum atau ke dalam pembuluh

darah dan menimbulkan gejala-gejala konvulsi, penghentian kerja jantung,

penghentian pernapasan, atau hipofibrinogenemia. Sedangkan komplikasi yang dapat

22
ditimbulkan pada pemberian prostaglandin antara lain panas, rasa enek, muntah, dan

diare.

b. Komplikasi yang Dapat Timbul Pada Janin

Sesuai dengan tujuan dari abortus itu sendiri yaitu ingin mengakhiri

kehamilan, maka nasib janin pada kasus abortus provokatus kriminalis sebagian besar

meninggal. Kalaupun bisa hidup, itu berarti tindakan abortus gagal dilakukan dan

janin kemungkinan besar mengalami cacat fisik. Secara garis besar tindakan abortus

sangat berbahaya bagi ibu dan juga janin yaitu bisa menyebabkan kematian pada

keduanya.

Sudut pandang kehidupan menurut kelompok Freedom approach: perilaku

seksual dinikmati secara optimal dan perilaku seksual tidak selalu diikuti kehamilan.

Sehingga, jika terjadi kehamilan yang tak diinginkan akan dianggap sebagai suatu

komplikasi dari hidup. Sedangkan menurut kelompok Living approach: kehamilan

bukanlah suatu komplikasi dari hidup, sehingga jika terjadi kehamilan yang tidak

diinginkan akan tetap dilanjutkan.

Kelompok pro-life menganggap aborsi adalah suatu tragedi fatal yang

tersembunyi. Dipandang dari sudut agama, jelas aborsi sama sekali tidak

diperbolehkan. Aborsi menyangkut kebijakan politik suatu negara. Menurut Mahatma

Gandhi, politik dapat menjadi sebuah sarana untuk berbakti pada kehidupan. Seorang

dokter harus tetap berpegang teguh pada etik kedokteran Primum non nocere -

pertama-tama, jangan merugikan.

23
Setiap manusia termasuk yang belum lahir memiliki hak untuk hidup, dan hak

seseorang untuk hidup merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia. Sel telur dan

sperma masing-masing memang memiliki kehidupan, tapi itu sama sekali bukan

kehidupan manusiawi. Kehidupan manusiawi baru terjadi pada saat pembuahan, yaitu

pada embryo. Apapun bentuknya, apabila merupakan hasil pembuahan sel telur dan

sperma, itu adalah suatu bentuk kehidupan baru dan punya hak yang suci untuk tetap

hidup. Tidak peduli janin yang dikandung itu normal atau cacat.

Untuk Indonesia, seperti diketahui, salah satu penyebab tingginya angka

kematian ibu (MMR) adalah karena praktek aborsi terutama bagi ibu pada usia belia

sebagai akibat salah pergaulan ataupun belum siap memiliki anak, selain persoalan

pelayanan kesehatan yang tidak memadai dan faktor struktural lain yang lebih luas.

Selain keterkaitan dengan nilai-nilai sosial, politik, budaya, dan agama, secara lebih

spesifik fenomena aborsi tersebut terkait erat dengan isu gender.

Manusia selalu cenderung menurutkan hawa nafsunya sehingga dalam

memperturutkan nafsu tersebut ada kecenderungan pula untuk melanggar hukum.

Dalam kondisi dilarang sajapun sudah sangat banyak orang yang melakukan aborsi,

apalagi kalau dibolehkan secara terbuka. Itu sama saja artinya membuka peluang bagi

semakin meningkatnya perzinaan. Di samping itu, walaupun ada syarat yang harus

dipenuhi (yaitu belum mencapai usia kehamilan tiga bulan) tetapi yang namanya

manusia (walaupun seorang dokter yang sudah disumpah) selalu mudah tergoda

dengan kenikmatan duniawi sehingga berani melanggar peraturan, mencari

24
kelemahan hukum dan memanipulasinya sehingga akhir-nya syarat tersebut hanya

tinggal peraturan di atas kertas saja.

25
BAB III

PENUTUP

Abortus adalah gugur kandungan atau berakhirnya kehamilan sebelum fetus

dapat hidup sendiri di luar kandungan. Batasan umur kandungan 28 minggu dan berat

badan fetus yang keluar kurang dari 1000 gram.

Di Indonesia pada tahun 2010 diperkirakan terjadi kurang lebih 2,6 juta kasus

aborsi, artinya 45 kasus/100 kelahiran hidup. Selain itu, di ASEAN, Indonesia

merupakan yang tertinggi dalam angka kematian ibu. Diperkirakan diseluruh dunia

setiap tahun terjadi 20 juta kasus aborsi tidak aman, 70 ribu perempuan meninggal

akibat aborsi tidak aman dan 1 dari 8 kematian ibu disebabkan oleh aborsi tidak

aman. 95% diantaranya bahkan terjadi di negara berkembang. Dari jumlah itu, 70-

80% wanita melakukan aborsi dengan alasan kehamilan yang tidak diinginkan.

Dalam KUHP tindakan aborsi dikualifikasikan sebagai kejahatan terhadap

nyawa. Apapun alasannya diluar alasan medis perempuan tidak boleh melakukan

tindakan aborsi. Ketentuan tersebut dilandasi suatu pemikiran atau paradigma bahwa

anak yang masih dalam kandungan merupakan subjek hukum sehingga berhak untuk

mendapatkan perlindungan hukum. Apabila dilihat dari aspek hak asasi manusia

bahwa setiap orang berhak untuk hidup maupun mempertahankan hidupnya sehingga

pengakhiran kandungan (aborsi) dapat dikualifikasikan sebagai tindakan yang

melanggar hak asasi manusia. Dengan kata lain paradigma yang digunakan adalah

paradigma yang mengedepankan hak anak (pro life).

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Wiknjosastro, Hanifa. Ilmu Kebidanan., Edisi ketiga, cetakan ketujuh. Yayasan


Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: 1999;302-312.

2. Anonymous. Aborsi di Indonesia. 2008. (online) www.kesrepro.info. Diakses 1


Januari 2011.

3. Hanifah, Laila. Aborsi ditinjau dari Tiga sudut pandang. 2009 (on line)
www.kesrepro.info. Diakses 1 Januari 2011.

4. Ansari.M.U. Fikih aborsi untuk penguatan hak reproduksi perempuan. 2009.


(online) http://www.google.com.

5. Chadha,D.R.P.V. Abortus dalam catatan kuliah ilmu forensik dan


toksikologiedisi V. 1995. Widya Medika, Jakarta.

6. Anonymous. Gugur kandungan. Wikipedia. 2010 (online). http:id.wikipedia.org

27

Anda mungkin juga menyukai