Anda di halaman 1dari 4

Percikan-percikan cahaya matahari yang berhasil menembus dedaunan yang kemudian

terpantul oleh air kolam yang bening membuatku sedikit silau.Kicauan burung terdengar
renyah.Kolaborasinya dengan suara bebek,ayam,sapi,dan kambing sungguh menakjubkan.Suara-
suara itu seakan membelah langit pagi di peternakan sedang berumput hijau nan subur ini.

Kubaringkan tubuhku di permadani hijau yang tebentang sekitar 10 hektar ini.Belum lama
aku berbaring,tubuhku sudah kembali berdiri tegak.Berjalan sepatah-patah menuju pintu gerbang
peternakan yang sekaligus rumah nenekku ini.Tepat diatas gerbang terdapat gapura besar
bertuliskan “FERME PETIT”.Nama peternakan ini memang sengaja diambil dari bahasa prancis ferme
petit yang artinya peternakan kecil.Ya,memang peternakan nenekku tergolong kecil di bandingkan
peternakan-peternakan lain.

Hewan-hewan ternaknya saja banyak yang diberikan oleh teman nenekku.Mulai dari
sepasang,kemudian beranak,beranak lagi,lagi,dan lagi.Nah,kalau sudah kelebihan hewan,barulah
akan dijual oleh nenekku.Tapi,peternakan saja rupanya tidak cukup.Kakekku bahkan menanam
berbagai macam tumbuhan di halaman rumah.Hmmm...pokoknya serba hijau deh....

Aku tak sabar menunggu malam.Padahal biasanya malam hari itu menakutkan.Kau tahu
kenapa? Karena malam ini aku diperbolehkan ikut kakek ronda.Bukan ronda keliling kampung
sih,tapi ronda keliling peternakan.

“Semangat amat....”Sahut nenek saat aku terus tersenyum sembari melihat secarik
kertas.Hehe...Cuma kertas biasa sih,tapi isinya luar biasa.Hal-hal dan perlengkapan yang mesti
dibawa untuk tour malam nanti.

“Ya nggak papa dong,jarang-jarang dapet giliran”Balasku.

“Makanya,jadi anak jangan penakut...”kali ini kakak yang mengejekku.Merasa tersindir,aku


langsung mengejar laki-laki jangkung berkulit sawo matang yang sudah meluncurkan kata-kata tidak
enak didengar.Jadilah proses kejar-mengejar yang sengit.

Selang beberapa menit,pecahlah tangis adikku.Wayang-wayang kesayangannya yang sedang


disusun rapi langsung berjatuhan begitu tersenggol kaki kakak.Kakak hanya menyeringai lebar.Pipi
tembam adik memerah setelah sekian lama menangis.Kabur ah,,,dari pada aku disalahin...ucapku
berbisik.

Langit mulai berubah gelap.Matahari sudah mulai terbenam,sedangkan bulan dengan


pedenya bergerak mengisi langit yang kosong.

Bulu hidungku tergelitik mencium bau lezat yang bersumber dari ruang makan.Cah
kangkung,tempe goreng hangat,sambal,tahu goreng krenyes,dan krupuk cukup menemaniku malam
ini.Lambungku seakan mengembang menampung makanan-makanan lezat dan bergizi ini.Di tutup
dengan segelas air putih,komplit sudah semua menu kulahap.
Selesai ronda malam,aku,kakak,adik,ayah,dan kakek sudah melingkar di salah satu sisi
peternakan.Sementara Ibu dan Nenek tetap berada di rumah,melakukan pekerjaan ibu-ibu.Kami
berbicara ngalor-ngidul.Mulai dari peternakan,perkebunan,sepakbola,sampai makanan.Lama kami
berdebat tak karuan tentang makanan,terdengar suara perut terkocok.Ku keluarkan plastik besar
berisi lanting rasa jagung bakar.Makanan khas kebumen ini bergemeletuk ketika diadu dengan gigi-
gigi kami.Terus menerus sampai makanan renyah ini tidak berbekas.

Merasa belum cukup kenyang,nenek datang dengan membawa satu nampan


makanan.Setelah mempersilahkan,tangan-tangan lapar langsung mengerubuti nampan layaknya
semut.

“Nenek punya cerita bagus untuk kalian.”kata nenek membuka pembicaraan kedua.Kami
semua menoleh.Memasang sikap siap mendengar.Dengan tak lupa jemari-jemari yang masih
mengambil makanan.

“Apa kalian pernah dengar ada daerah pertambangan di daerah sini?”tanya nenek.

“Oh,aku tahu.Pertambangan milik perusahaan asing yang berdiri sekitar tahun 1960 itu
kan?”sahut kakak.Nenek mengangguk.Tandanya menyetujui perkataan kakak.

“Aku tidak tahu.Di mana itu? Besok ke sana ya,,,”ucapku hanya untuk meramaikan
suasana.Wanita paruh baya itu tersenyum.Tidak mengangguk dan tidak menggeleng.

Suasana hening sejenak.

“Pertambangan itu sudah bangkrut dan tutup karena penolakan warga.”Kakek menjawab
pertanyaanku.

“Lalu,apa ceritanya?”rupanya lelaki bersarung di sampingku mulai bosan. Sesekali lelaki ini
memainkan jarinya di atas lumut.Membuat semacam gambar.

Kulihat ibu pertiwi

Sedang bersusah hati

Air matanya berlinang

Mas intanmu terkenang

Hutan sawah gunung lautan

Simpanan kekayaan

Kini ibu sedang susah

Merintih dan berdoa


Suara seseorang menyanyikan lagu ini terdengar jelas.Suaranya sedikit bergetar namun
lembut.Suara penyanyi muda ini menghipnotis.Dapat kulihat nenek mengikuti lagu dengan lips
sync.Sumber suaranya terdengar dari radio tua dengan sampul kayu.Maklum,karena cukup dimakan
usia radio ini terkadang membuat bisikan-bisikan lebah. Seperti suara plastik yang diremas.

“Tujuh puluh tahun nenek tinggal di sini.Selama itu pula nenek tidak pernah merasakan apa
yang namanya Jakarta.”Rupanya lagu tadi menjadi awal cerita nenek.

“Memang seperti apa sih Jakarta itu ? Yang di televisi selalu muncul dengan gedung-gedung
tinggi? Yang di sana pula terdapat Istana Negara?”Kakek melanjutkan.

“Di sana memang banyak gedung-gedung tinggi,bangunan mewah dan apapun yang tidak
pasti di sini ada.”Sebagai anak Jakarta aku menjawab.

Suara jangkrik sempat terdengar sebelum kakak berbicara.

“Tapi karena gedung-gedung itu pula di sana hawanya tidak menentu.Saat siang metahari
bersinar sangat terik,tetapi malam harinya sangat dingin.Itu semua adalah akibat dari pembangunan
gedung-gedung mewah.”Kakak menarik nafas sebentar.

“Pepohonan semakin berkurang dapat menyebabkan kadar Karbon dioksida menjadi


meningkat.Karenanya suhu di bumi dapat meningkat.Peningkatan suhu ini dapat menyebabkan
banyak bencana.”

“Seperti es di kutub akan mencair dan air laut meningkat.Daratan pun akan semakin
menyempit.”Sambungku tak mau kalah.Satu minggu sebelum liburan guru IPA ku menerangkan
sama seperti apa yang kakak katakan.Jelas saja aku bisa melanjutkan.

“Hei ! aku belum selesai bicara tau !”Kakak menyenggol lenganku.Aku hanya tersenyum.

“Tapi benar kan?”Kataku beralasan.Kumainkan alisku keatas dan kebawah.Tanda apa yang
aku katakan tidak salah.Nenek dan Kakek akhirnya memperlihatkan gigi-gigi kokoh mereka melihat
kedua cucu mereka berdebat.

“Kalau aku di suruh memilih sih,aku lebih milih di sini...Lebih hijau,sejuk,dan asri.Ditambah
lagi dengan suara-suara hewan ternak.Pasti enak!”Kata kakak menunjuk kandang ayam.Dinding
bambu kandang ini sudah mulai goyah.Beberapa bagiannya ada yang meringkik ketika angin
menyapa.Kudengar kakek sedang membuat kandang baru di sisi sebelah utara.Makanya aku sering
mendengar suara palu beradu dengan paku.Kembali lagi ke percakapan.

“Tapi sekolahku sudah mengadakan penghijauan lingkungan,untuk mengurangi efek yang


akan timbul.”Kataku membela kota tempat tinggalku.

“Di sekitar rumah juga sudah banyak wilayah hijau.Jadi jangan anggap Jakarta sebelah
mata.Lihatlah usaha-usaha positif yang sedang dibangun.Bukan hal-hal negatif yang
diperbesar.”Tambahku.Kakak mengangguk setuju.Sadar juga nih kakak,batinku.

Sunyi.Sapi,kerbau,ayam,dan bebek rupanya sudah terlelap.Bintang-bintang mengisi bagian


langit yang kosong.Terkadang awan membuat mereka hilang,dan mucul lagi.Aku tersenyum
sendiri.Betapa lucunya jika esok aku tak dapat melihat mereka lagi.Bukan tak mungkin,tapi untuk
apa kita hidup juka hanya untuk membuatnya hilang.

“HUEEEKKK...”Suara menjijikkan itu memecah keheningan.Semua mata mencarisumber


suara,kecali adik,karena ia sudah terlelap dalam mimpi.

“Air putihnya bau ! Rasanya nggak enak !”Rupanya kakak.Dia meminum air putih dari botol
minum abu-abu yang kulihat tadi pagi di atas meja ruang keluarga.

“Ada apanya nih,airnya?”kakak bertanya.

“Bukan airnya,tapi tempat minumnya,Kak”Kuambil botol yang ada di tangannya.Rupa-


rupanya memang tidak meyakinkan,bahannya plastik tipis dan mudah pecah.

“Huh,kalau tahu kayak gini aku gak bakal mau dikasih barang kayak gitu lagi! Lebih baik botol
minumku yang lama dong...”Aku bisa membaca rasa menyesal di wajahnya.Sebuah botol minum
berwarna biru dikeluarkannya dari benda kain dengan tali yang panjang.Terlihat tulisan keci di
tutupnya.

“Tupperware.”Ucapku dengan kepala sedikit miring.Menyesuaikan posisi tulisan itu.

“Nah,kalau yang ini baru bagus...”Nenek angkat bicara.

“Kalau barangnya rusak,bisa ditukar.Jadi bisa mengurangi sampah plastik yang menumpuk
kan?Lingkungan bersih kita nyaman.”Nenek tersenyum.

“Nenek juga punya banyak di lemari dapur.”Tambah Kakek.

Kami saling memandang.Suara tawa meledak setelah itu.Bulan dan bintang berkelip,seperti
ikut hanyut dalam kebahagiaan kami.Kutuangkan air bau yang ada di botol kakak ke
rerumputan.Kuharap air itu bisa membantu pertumbuhan mereka.Semakin banyak
tumbuhan,semakin sedikit kadar Karbon dioksida.Semakin sedikit Karbon dioksida semakin sedikit
pula kemungkinan pemanasan global.Dan semakin sedikit kemungkinan pemanasan global,semakin
banyak kemungkinan kami terus bersama.Menciptakan lebih banyak kebahagiaan,dan
mengembangkan rasa kasih sayang antara kami.Aku,Ayah,Ibu,Kakak,Adik,Nenek,dan Kakek.Di sini,Di
Kota kecil nan permai,Kebumen.

Anda mungkin juga menyukai