Anda di halaman 1dari 3

Pertolongan yang Tepat

Sudah pukul tujuh pagi, Samsu belum juga berangkat ke sekolah. Ia telah berpakaian
dan menyiapkan tasnya, rupanya masih ada yang dipikirkannya. Ia duduk di serambi muka
menunggu kawannya, Sapri. Sebentar kemudian muncullah Sapri di depan rumah sepeti
biasanya.
Sapri : “Selamat pagi, Sam! Ayo, kita berangkat.”
Samsu : “Sapri, hari ini saya tidak masuk sekolah.”
Sapri : “Ah, mengapa? Sudah berpakaian rapi. Ayolah jangan sampai terlambat.”
(Sapri keheranan)
Samsu : “Pri, benar-benar saya tidak berani masuk sekolah.”
Sapri : “Emang kenapa, Sam?”
Samsu : “Pri, sekarang tanggal dua belas. Uang SPP tanggal sepuluh harus dibayar.”
(Samsu kebingungan dan wajahnya tampak akan menangis)
Sapri : “Sam…, kamu kenapa?” (Sapri merasa cemas)
Samsu : “Ng…nggak apa-apa!” (sambil meneteskan air mata)
Sapri : “Baiklah, Sam, jika begitu saya pergi dulu, ya!”
“Tidak usah kamu masuk sekolah, nanti saya mintakan izin kepada guru kita.”
Samsu : (mengangguk tanpa bersuara)

Sesampai di sekolah, Sapri berdebar-debar melihat pekarangannya sudah sepi,


tandanya sekolah sudah mulai. Dia merasa terlambat, segeralah ia menuju ke kantor Pak
Hidayat, kepala sekolahnya.
Sapri : “Assalamu’alaikum,” (Sapri mengetuk pintu)
Pak Hidayat : “Wa’alaikumsalam,” (sambil mempersilahkan masuk)
Sapri : “Maaf, Pak, saya terlambat.”
Pak Hidayat : “Mengapa kamu terlambat, Pri?
(Pak Hidayat memberikan secarik kertas, kemudian diberikan kepada Sapri)
Sapri : “Tadi saya menghampiri rumah Samsu dulu, Pak. Eh…, dia malah nggak
berangkat!”
Pak Hidayat : “Ada apa dengan Samsu, Pri?”
Sapri : “Dia tidak mau sekolah karena belum bisa membayar SPP yang seharusnya
dibayarkan tanggal sepuluh. Dan selain itu, Samsu kebingungan karena
ibunya sakit keras. Jadi uang penghasilan ayahnya telah habis untuk berobat
ibunya.”
Pak Hidayat : “Oooh…,” (Pak Hidayat berpikir bagaimana agar Samsu bisa berangkat
sekolah kembali)
Sapri : “Pak, saya permisi dulu?” (Sapri langsung meninggalkan kantor Pak
Hidayat dan menuju ke kelasnya)
Pada waktu istirahat, kepala sekolah memanggil Sapri untuk ke kantornya lagi. Pak
Hidayat memanggil temannya yang bernama Aldo.
Aldo : “Pri…, Sapri!” (Aldo berteriak dari jauh, lalu mendekati Sapri)
Sapri : “Ada apa, Do?”
Aldo : “Kamu dipanggil sama Pak Kepsek, beliau mengatakan kamu suruh datang
ke kantornya.”
Sapri : “Baiklah, Do.” (Sapri merasa ketakutan menuju ke kantor Pak Hidayat)
Sapri : “Assalamu’alaikum, Pak.” (Sapri mengetuk pintu)
Pak Hidayat : “Wa’alaikumsalam, silahkan duduk, Nak Sapri.”
Sapri : “Ada apa, Pak?” (Sapri merasa takut dan tubuhnya panas dingin)
Pak Hidayat : “Sapri, bapak minta bantuanmu.”
Sapri : “Bantuan apa, Pak?”
Pak Hidayat : “Tolong kamu sampaikan kepada ayah Samsu, besok pagi Samsu boleh
masuk sekolah.”
Sapri : “Baik, Pak.” (Sapri keluar dari kantor Pak Hidayat dengan lega)

Sapri masih teringat oleh peristiwa keterlambatan tadi pagi. Dikiranya kepala sekolah
akan marah kepadanya, ternyata tidak. Ketika Sapri pulang sekolah, ia singgah ke rumah
Samsu untuk menyampaikan pesan Hidayat. Sesampainya dirumah Samsu, Sapri menemui
Samsu.
Sapri : “Sam, besok kamu boleh masuk sekolah.”
Samsu : “Saya tidak berani, Pri.”
Sapri : “Tenang saja, Pak Hidayat tidak akan marah meskipun kamu belum membayar
uang sumbangan.”
Samsu : “Pri, saya takut. Besok saya belum dapat membayar SPP. Sampai sekarang
ayah belum pulang. Entahlah berapa untung yang akan diperoleh dari
jualannya.”
Sapri : “Sam, Pak Hidayat menyuruh kamu datang bukan untuk membayar SPP,
melainkan untuk bertemu saja.”

Ibu Samsu, yang ada di kamarnya, mendengar percakapan dua orang anak itu, dan
karena tertarik, lalu bangkit dari ytempat tidurnya, ingin menyambung pembicaraan.
Ibunya Samsu : “Turutilah kata temanmu, Nak.”
“Masuklah besok, katakana dengan terus terang bahwa kita benar-benar
belum ada uang. Ayahmu sedang berusaha. Mudah-mudahan saja berhasil.”
Samsu : “Baik, Bu.” (Samsu mengangguk dan berjanji kepada ibunya akan masuk
sekolah keesokan paginya)
Sapri : “Sam, saya pulang dulu, ya? Assalamu’alaikum”
(Sapri berpamitan kepada Samsu dan ibu Samsu)
Setelah sampai di rumah, Sapri menyimpan tasnya, melepas sepatunya, lalu mencuci
tangan dan kaki sebelum berganti pakaian. Dan Sapri menjelaskan mengapa ia pulang
terlambat. Sapri menceritakan kehidupan Samsu dan keluarganya. Mendengar cerita Sapri,
ibunya sangat terharu. Ia pun bersyukur kepada Tuhan bahwa keluarganya tidak perlu
menderita seperti itu.

Keesokan harinya, Sapri berangkat ke sekolah lebih pagi. Ia mau singgah ke rumah
Samsu dan pergi bersama-sama temannya,.
Sapri : “Assalamu’alaikum, Sam. Ayo, kita berangkat.”
Samsu : “Iya, Pri.” (keduanya berpamitan kepada ayah dan ibu Samsu)

Sebelum Samsu keluar pintu pekarangan, Samsu berhenti dan membisiki kepada
Sapri.
Samsu : “Sapri, ayah sudah kembali dan buah-buahan dagangannya habis terjual.”
Sapri : “Nah, syukur. Jadi kamu sudah membawa uang untuk membayar SPP?”
Ayahnya Samsu : “Tunggu dulu, Nak!”
Samsu : “Ada apa, Pak?”
Ayahnya Samsu : “Nak, ayah ada sedikit uang untuk bisa membayar SPP kamu. Tapi,
uangnya hanya sembilan puluh ribu.”
Samsu : “Pak, ‘kan uang SPP saya yang harus dibayar seratus ribu.”
Sapri : “Udah, Sam, ambil aja dulu.”
Samsu : “Tapi, itu masih kurang sepuluh ribu!”
Sapri : “Tenang saja, Sam, aku ada sedikit uang untuk bisa melunasi SPP
kamu.”
Samsu : “Ah, jangan, Pri! Bagaimana ayah dan ibumu nanti?”
Sapri : “Tidak, Sam, sungguh! Ini bukan uang pemberian ayah, tetapi pemberian
paman. Memang ayah dan ibu tahu bahwa saya diberi uang.”
Samsu : “Baiklah kalau begitu. Jadi hari ini saya dapat melunasi uang SPP?”
(Samsu sangat gembira)
Samsu : “Sungguh, kamu baik hati. Pertolongan yang sangat tepat waktunya.
Nanti akan aku beritahukan kepada orang tuaku.”

Keduanya berjalan cepat-cepat dan bertemu dengan Pak Hidayat. Samsu meminta
maaf bahwa uang sumbangannya baru hari ini dapat dibayar. Kepala sekolah memberi nasihat
agar lain kali berterus terang jika menghadapi kesulitan. Sesudah itu dengan senang hati
mereka menuju ke kelasnya.

-oOo- SELESAI -oOo-

Anda mungkin juga menyukai