LAPORAN KASUS
1.1. IDENTIFIKASI
a. Nama : Dewi Mentari
b. Umur : 3 tahun
c. Jenis Kelamin : perempuan
d. Bangsa : Indonesia
e. Agama : Islam
f. Alamat : Jl Fakih Usman, 1 Ulu , Palembang
g. Dikirim oleh : datang sendiri
h. MRS tanggal : 10 Mei 2011
1.2 ANAMNESIS
Tanggal : 10 Mei 2011
Diberikan oleh : Ibu pasien
1
± 1 hari SMRS, demam mulai turun.Pasien tampak lemah, kaki dan tangan
dingin. Nyeri ulu hati (+). Pasien kemudian dibawa ke IRD RS BARI. Os
kemudian disarankan untuk MRS.
Riwayat Makanan
Asi : 0 – 1 tahun
Susu botol/ kaleng : 5 - sekarang
Bubur susu : 6 bulan – 8 bulan
Nasi tim/ lembek : 8 bulan – 1 tahun
Nasi biasa : 1 tahun - sekarang
Daging : (+)
Ikan : (+)
Telur : (+)
Tempe : (+)
Tahu : (+)
Sayuran : (+)
Buah : (+)
2
Lain-lain :
Kesan
Kualitas : Cukup
Kuantitas : Cukup
Riwayat Imunisasi
BCG : (+)
Polio : Polio 1(+), Polio 2-4 (-)
DPT : (-)
Campak : (-)
Hepatitis : (-)
Kesan : Imunisasi dasar tidak lengkap
Riwayat Keluarga
Perkawinan : 1 kali
3
Berdiri : 10 bulan
Berjalan : 12 bulan
Berbicara : 12 bulan
Kesan : Perkembangan fisik normal
Status Gizi
BB : 11 kg
TB : 93 cm
BB/U : (11/14 ) x 100% = 78,57%
TB/U : (93/95) x 100% = 97,89%
BB/TB : (11/13) x 100% = 84,61%
Kesan : Status gizi baik
4
TBC :-
Kejang :-
Lumpuh :-
Otitits media :-
Batuk/pilek :+
Muntah berak :-
Asma :-
Cacingan :-
Patah tulang :-
Jantung :-
Sendi sembab :-
Kecelakaan :-
Operasi :-
Keracunan :-
Sakit kencing :-
Sakit ginjal :-
Alergi :-
Perut kembung :-
Malaria :-
DBD :-
5
Gigi Mulut
Gusi berdarah (-), Rhagaden (-)
Tenggorokan
Tidak ada keluhan
Leher
Tidak ada keluhan
Jantung dan Paru
Sesak nafas (-), batuk pilek (-), dingin ujung jari (+)
Hepar
Tidak ada keluhan
Lambung dan Usus
Nafsu makan menurun, nyeri ulu hati (+)
Ginjal dan Urogenital
Tidak ada keluhan
Endokrin
Tidak ada keluhan
Syaraf dan Otot
Tidak ada keluhan
Alat Kelamin
Tidak ada keluhan
6
Icterus :-
Anemia :-
Suhu : 37,0°C
Respirasi : 40 x/menit
Turgor : baik
Tekanan darah : 80/50 mmHg
Nadi
Frekuensi : 132 x/menit isi dan tegangan kurang
Regularitas : Regular
7
Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung
Inspeksi : Pulsasi, iktus cordis dan voussour cardiaque tidak
terlihat
Palpasi : iktus cordis dan Thrill tidak teraba
Perkusi : Jantung dalam batas normal
Auskultasi : HR= 132 kali/ menit, irama reguler, bunyi jantung
I dan II normal, murmur dan gallop tidak ada
Abdomen
Inspeksi : datar, lemas
Palpasi : Lemas, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) meningkat
Lipat paha dan genitalia
Pembesaran kelenjar getah bening tidak ada
Ekstremitas
Akral dingin +/+, anemia (-), edema tidak ada, sianosis tidak ada,
CRT < 3 detik, rumple leed (+).
Pemeriksaan Neurologi
Fungsi Motorik Lengan Tungkai
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Luas Luas Luas Luas
Kekuatan +5 +5 +5 +5
Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni
Klonus (-) (-) (-) (-)
Refleks fisiologis (+) N (+) N (+) N (+) N
Refleks patologis (-) (-) (-) (-)
Fungsi Sensorik : dalam batas normal
Nervus Kranialis : dalam batas normal
GRM : (-)
8
1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Rutin (10 Mei 2011, 04.00 WIB)
Hb : 14,4 g/dl
Ht : 43 vol %
Trombosit : 65.000/mm3
Leukosit : 6.700/mm3
Hitung jenis : 0/2/6/21/63/8
Darah Rutin (10 Mei 2011, 10.00 WIB)
Hb : 12,3 g/dl
Ht : 36 vol %
Trombosit : 44.000/mm3
1.5 RESUME
Seorang anak perempuan usia 3 tahun beralamat di jl. Fakih Usman, 1
Ulu, Palembang, datang ke IRD RS BARI dengan keluhan utama lemas serta
kaki dan tangan dingin, serta keluhan tambahan demam dan nyeri ulu hati. Dari
riwayat perjalanan penyakit didapatkan bahwa pada ± 5 hari SMRS, pasien
mendadak demam tinggi. Demam dirasakan terus menerus sepanjang hari. Pasien
juga mengeluh nyeri di ulu hati. Pasien dibawa berobat ke dokter dan
mendapatkan obat antipiretik dan antibiotic. ± 3 hari SMRS, pasien tetap demam.
Pasien juga masih mengeluh nyeri ulu hati. Pasien kembali dibawa berobat ke
dokter yang sama dan kembali mendapat terapi yang sama. Namun gejala yang
dialami tidak berkurang. ± 1 hari SMRS pasien mulai merasa lemah, nafsu makan
menurun, dan kaki tangan menjadi dingin. Pasien dibawa ke RS BARI dan
disarankan MRS. Nyeri ulu hatiu masih diarasakan pasien.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit sedang, keadaan
umum kompos mentis, tekanan darah 80/50 mmHg, nadi 132 x/m isi dan tegangan
cukup, temperatur 37,00C, dan pernafasan 40 x/menit. Pada keadaan spesifik
didapatkan pada kulit terdapat rample leed (+). Kepala, leher, jantung, paru, dan
abdomen dalam batas normal. Pada ekstremitas ditemukan akral dingin +/+ dan
9
rumple leed (+). Pada pemeriksaan penunjang, didapatkan trombositopenia dan
peningkatan Ht > 20%.
1.6 DIAGNOSIS BANDING
DBD grade III
Demam dengue
Demam chikungunya
ISK
Malaria
Idiopatic Trombositopeni Purpura (ITP)
Morbili
Demam tifoid
1.8 TERAPI
MRS
IVFD RL 7cc/KgBB/jam (77 cc/ jam) gtt 20x/menit
Balance cairan per 4 jam
Banyak minum
Kurva suhu dan observasi tanda vital sampai tanda vital membaik
Tanda vital/Ht stabil membaik dan dieresis cukup (>1 cc/kgBB/jam)
10
IVFD 3cc/KgBB/jam (33 cc/jam) gtt 8x/menit
Banyak minum
Balance/6 jam
IVFD stop pada 24-48 jam bila tanda vital/Ht stabil dan diuresis cukup
2 PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
BAB II
11
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit demam akut yang
disebabkan oleh virus dengue serta memenuhi kriteria WHO untuk DBD.
Berdasarkan kriteria WHO 1997, diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal ini
terpenuhi:
1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari biasanya bifasik.
2. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut: uji bendung positif;
petekie; ekimosis, atau purpura; perdarahan mukosa; hematemesis dan melena.
3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ ml).
4. Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma sebagai berikut:
Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai umur dan jenis
kelamin.
Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan
dengan nilai hematokrit sebelumnya.
Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, hipoproteinemia
2.2 Epidemiologi
Di Indonesia, penyakit DBD cenderung semakin meningkat jumlah
penderitanya dan semakin menyebar luas. Pada tahun 1968 terjadi wabah DBD di
Surabaya dengan jumlah penderita 58 orang dan kematian 24 orang (41,3 % ).
Selanjutnya penyakit DBD ini kemudian menyebar keseluruhan tanah air
Indonesia dan mencapai puncak klimaksnya pada tahun 1988, yaitu 20 tahun sejak
keberadaannya di Indonesia penyakit ini mengukir puncak tertinggi serangannya.
Angka insiden pada waktu itu mencapai 27,09 per 100.000 penduduk dengan
angka kematian 3,2 %.
Berdasarkan laporan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, pada
tahun 1999 terjadi 21.134 kasus, tahun 2000 terjadi 33.443 kasus, tahun 2001
terjadi 45.904 kasus, tahun 2002 terjadi 40.377 kasus dan tahun 2003 terjadi
50.131 kasus dengan jumlah kematian 743 orang.
12
2.3 Etiologi
Dengue dan DHF disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue adalah
suatu arbovirus yang termasuk ke dalam genus Flavivirus. Virus dengue terdiri
dari 4 serotipe yaitu:
1. Dengue 1 (DEN-1), diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944.
2. Dengue 2 (DEN-2), diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944.
3. Dengue 3 (DEN-3), diisolasi oleh Sather.
4. Dengue 4 (DEN-4), diisolasi oleh Sather.
Infeksi oleh salah satu dari keempat serotipe tersebut tidak menimbulkan
kekebalan protektif silang, artinya jika seseorang pernah terinfeksi oleh DEN 1,
maka di kemudian hari mungkin saja orang tersebut akan terinfeksi oleh serotipe
lainnya, sehingga orang-orang yang tinggal di daerah endemis dengue, bisa
menderita keempat jenis infeksi dengue.
13
Di tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 46 hari (intrinsic
incubation period) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia
kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang
mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam
timbul
Siklus transmisi virus di dalam tubuh nyamuk:
1. Nyamuk menelan darah yang mengandung virus
2. Virus berkembangbiak di dalam usus, indung telur, jaringan saraf dan lemak
tubuh nyamuk; kemudian virus masuk ke dalam rongga tubuh dan
menginfeksi kelenjar liur nyamuk
3. Virus berkembangbiak di dalam kelenjar liur dan jika nyamuk menggigit
manusia lainnya, maka siklus transmisi akan berlanjut.
Virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari
(extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia
pada saat gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan
kepada telurnya (transovanan transmission), namun perannya dalam penularan
virus tidak penting. Sekali virus dapat masuk dan berkembangbiak di dalam tubuh
nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya
(infektif).
Pada kebanyakan kasus, demam dengue akan sembuh dengan sendirinya
dan tidak pernah berkembang menjadi DBD. Beberapa faktor risiko yang berperan
dalam berkembangnya demam dengue menjadi DBD adalah:
1. Jenis dan serotipe virus (DBD bisa terjadi pada infeksi primer oleh virus
serotipe tertentu)
2. Adanya antibodi anti-dengue akibat infeksi sebelumnya atau akibat
berpindahnya antibodi dari ibu ke janin yang dikandungnya
3. Faktor genetik (misalnya faktor ras tampaknya berperan karena berdasarkan
data, di Kuba DBD lebih banyak ditemukan pada orang kulit putih)
4. Usia (di Asia Tenggara, DBD lebih banyak menyerang anak-anak, sedangkan
di Amerika DBD bisa menyerang semua kelompok umur)
5. Resiko yang lebih tinggi pada infeksi sekunder
14
6. Resiko yang lebih tinggi dari lokasi dimana lebih dari 2 serotipe virus beredar
secara bersamaan pada kadar yang tinggi (transmisi hiperendemik)
2.5 Patogenesis
Dua teori yang banyak dianut dalam menjelaskan patogenesis infeksi
dengue adalah hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infection
theory) dan hipotesis immune enhancement.
15
Gambar 1. Patogenesis terjadinya syok pada DBD berdasarkan hipotesis infeksi
sekunder heterolog dengue
16
Gambar 2. Patogenesis terjadinya perdarahan pada DBD berdasarkan hipotesis
infeksi sekunder heterolog dengue
17
Infeksi virus dengue tergantung dari faktor yang mempengaruhi daya
tahan tubuh dengan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus. Dengan
demikian infeksi virus dengue dapat menyebabkan keadaan yang bermacam-
macam, mulai dari tanpa gejala (asimtomatik), demam ringan yang tidak spesifik
(undifferentiated febrile illness), Demam Dengue, atau bentuk yang lebih berat
yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Sindrom Syok Dengue (SSD).
18
2.6.2 Demam Berdarah Dengue (DBD)
Bentuk klasik dari DBD ditandai dengan demam tinggi, mendadak 2-7
hari, disertai dengan muka kemerahan. Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala,
nyeri otot, tulang, sendi, mual, dan muntah sering ditemukan. Beberapa penderita
mengeluh nyeri menelan dengan farings hiperemis ditemukan pada pemeriksaan,
namun jarang ditemukan batuk pilek. Biasanya ditemukan juga nyeri perut
dirasakan di epigastrium dan dibawah tulang iga. Demam tinggi dapat
menimbulkan kejang demam terutama pada bayi. Bentuk perdarahan yang paling
sering adalah uji tourniquet (Rumple leede) positif, kulit mudah memar dan
perdarahan pada bekas suntikan intravena atau pada bekas pengambilan darah.
Kebanyakan kasus, petekia halus ditemukan tersebar di daerah ekstremitas, aksila,
wajah, dan palatum mole, yang biasanya ditemukan pada fase awal dari demam.
Epistaksis dan perdarahan gusi lebih jarang ditemukan, perdarahan saluran cerna
ringan dapat ditemukan pada fase demam. Hati biasanya membesar dengan variasi
dari just palpable sampai 2-4 cm di bawah arcus costae kanan. Fase kritis pada
umumnya mulai terjadi pada hari ketiga sakit. Penurunan jumlah trombosit
sampai <100.000/pl atau kurang dari 1-2 trombosit/ Ipb (rata-rata dihitung pada
10 Ipb) terjadi sebelum peningkatan hematokrit dan sebelum terjadi penurunan
suhu. Masa kritis dari penyakit terjadi pada akhir fase demam, pada saat ini terjadi
yang bervariasi dalam berat-ringannya.
19
(pneumonia, sepsis, flebitis) dan terlalu banyak cairan (over hidrasi), manifestasi
klinik infeksi virus yang tidak lazim seperti ensefalopati dan gagal hati.
2.7 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejla klinis dan hasil laboratorium,
yaitu:
a. Secara klinis
Berdasarkan kriteria WHO 1997, diagnosis DBD ditegakkan bila:
1) Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari biasanya bifasik.
2) Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut: uji bendung positif;
petekie, ekimosis, atau purpura; perdarahan mukosa; hematemesis dan
melena.
3) Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ ml).
4) Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma sbb:
Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai umur dan
jenis kelamin
Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan,
dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.
Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, hipoproteinemia,
hiponatremia.
20
DSS: Kalau memenuhi kriteria diatas ditambah dengan bukti kegagalan
sirkulasi berupa tekanan nadi sempit < 20 mmHg atau hipotensi untuk
usia itu, kulit yang dingin dan lembab serta anak gelisah. (Derajat III dan
IV)
b. Secara Laboratoris
1) Presumtif Positif (Kemungkinan Demam Dengue)
Apabila ditemukan demam akut disertai dua atau lebih manifestasi klinis
berikut; nyeri kepala, nyeri belakang mata, miagia, artralgia, ruam,
manifestasi perdarahan, leukopenia, uji HI >_ 1.280 dan atau IgM anti
dengue positif, atau pasien berasal dari daerah yang pada saat yang sama
ditemukan kasus confirmed dengue infection.
21
2) Corfirmed DBD (Pasti DBD)
Kasus dengan konfirmasi laboratorium sebagai berikut; deteksi antigen
dengue, peningkatan titer antibodi > 4 kali pada pasangan serum akut dan
serum konvalesens, dan atau isolasi virus.
c. Indikasi rawat
Penderita tersangka demam berdarah derajat I dengan panas 3 hari atau
lebih sangat dianjurkan untuk dirawat.
Tersangka demam berdarah derajat I disertai hiperpireksia atau tidak mau
makan atau muntah-muntah atau kejang-kejang atau Ht cenderung
meningkat dan trombosit cenderung turun harus dirawat.
Penderita demam berdarah derajat I pada follow up berikutnya ditemukan
status mental berubah, nadi menjadi cepat dan kecil, kaki tangan dingin,
tekanan darah menurun , oligouria harus dirawat.
Seluruh derajat II, III, IV
2.8 Penatalaksanaan
2.8.1 Demam dengue
Pasien DD dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat. Pada fase demam
pasien dianjurkan:
Tirah baring, selama masih demam. Kompres hangat diberikan apabila
diperlukan.
Untuk menurunkan suhu menjadi < 39°C, dianjurkan pemberian parasetamol.
Asetosal/salisilat tidak dianjurkan oleh karena dapat meyebabkan gastritis,
perdarahan, atau asidosis.
Dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah, sirop, susu,
disamping air putih, dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 hari.
Monitor suhu, jumlah trombosit dan hematokrit sampai fase konvalesen.
Pasien harus diobservasi terhadap komplikasi yang dapat terjadi selama 2
hari setelah suhu turun. Hal ini disebabkan oleh karena kemungkinan kita sulit
membedakan antara DD dan DBD pada fase demam. Komplikasi perdarahan
22
dapat terjadi pada DD tanpa disertai gejala syok. Oleh karena itu, orang tua atau
pasien dinasehati bila terasa nyeri perut hebat, buang air besar hitam, atau terdapat
perdarahan kulit serta mukosa seperti mimisan, perdarahan gusi, apalagi bila
disertai berkeringat dingin, hal tersebut merupakan tanda kegawatan, sehingga
harus segera dibawa segera ke rumah sakit.
23
2.8.3 Sindrom Syok Dengue
Syok merupakan keadaan kegawatan. Cairan pengganti adalah pengobatan
yang utama yang berguna untuk memperbaiki kekurangan volume plasma. Pada
penderita SSD dengan tensi tak terukur dan tekanan nadi <20 mm Hg segera
berikan cairan kristaloid sebanyak 20 ml/kg BB/jam selama 30 menit, bila syok
teratasi turunkan menjadi 10 ml/kg BB.
24
Karena tujuan terapi cairan adalah untuk mengganti kehilangan cairan di
ruang intravaskular, pada dasarnya baik kristaloid (ringer laktat, ringer asetat,
cairan salin) maupun koloid dapat diberikan. WHO menganjurkan terapi kristaloid
sebagai cairan standar pada terapi DBD karena dibandingkan dengan koloid,
kristaloid lebih mudah didapat dan lebih murah. Jenis cairan yang ideal yang
sebenarnya dibutuhkan dalam penatalaksanaan antara lain memiliki sifat bertahan
lama di intravaskular, aman dan relatif mudah diekskresi, tidak mengganggu
sistem koagulasi tubuh, dan memiliki efek alergi yang minimal.
Kristaloid memiliki waktu bertahan yang singkat di dalam pembuluh
darah. Pemberian larutan RL secara bolus (20 ml/kg BB) akan menyebabkan efek
penambahan volume vaskular hanya dalam waktu yang singkat sebelum
didistribusikan ke seluruh kompartemen interstisial (ekstravaskular) dengan
perbandingan 1:3, sehingga dari 20 ml bolus tersebut dalam waktu satu jam hanya
5 ml yang tetap berada dalam ruang intravaskular dan 15 ml masuk ke dalam
ruang interstisial. Namun demikian, dalam aplikasinya terdapat beberapa
keuntungan penggunaan kristaloid antara lain mudah tersedia dengan harga
terjangkau, komposisi yang menyerupai komposisi plasma, mudah disimpan
dalam temperatur ruang, dan bebas dari kemungkinan reaksi anafilaktik.
Dibandingkan cairan kristaloid, cairan koloid memiliki beberapa
keunggulan yaitu: pada jumlah volume yang sama akan didapatkan ekspansi
volume plasma (intravaskular) yang lebih besar dan bertahan untuk waktu lebih
lama di ruang intravaskular. Dengan kelebihan ini, diharapkan koloid memberikan
oksigenasi jaringan lebih baik dan hemodinamik terjaga lebih stabil. Beberapa
kekurangan yang mungkin didapatkan dengan penggunaan koloid yakni risiko
anafilaksis, koagulopati, dan biaya yang lebih besar. Namun beberapa jenis koloid
terbukti memiliki efek samping koagulopati dan alergi yang rendah (contoh:
hetastarch).
25
Monitoring
Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secara
teratur untuk menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang harus diperhatikan pada
monitoring adalah:
Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat setiap 15 30 menit
atau lebih sering, sampai syok dapat teratasi.
Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sekali sampai keadaan klinis
pasien stabil.
Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan, mengenai jenis cairan,
jumlah, dan tetesan, untuk menentukan apakah cairan yang diberikan sudah
mencukupi.
Jumlah dan frekuensi diuresis.
Pada pengobatan syok, kita harus yakin benar bahwa penggantian volume
intravaskuler telah benar-benar terpenuhi dengan baik. Cairan intravena dapat
dihentikan apabila hematokrit telah turun, dibandingkan nilai Ht sebelumnya.
Jumlah urin/ml/kg BB/jam atau lebih merupakan indikasi bahwa keadaaan
sirkulasi membaik. Pada umumnya, cairan tidak perlu diberikan lagi setelah 48
jam syok teratasi.
Apabila diuresis belum cukup 1 ml/kg/BB, sedang jumlah cairan sudah
melebihi kebutuhan diperkuat dengan tanda overload antara lain edema,
pernapasan meningkat, maka selanjutnya furasemid 1 mg/kgBB dapat diberikan.
Pemantauan jumlah diuresis, kadar ureum dan kreatinin tetap harus dilakukan.
Tetapi, apabila diuresis tetap belum mencukupi, pada umumnya syok belum dapat
terkoreksi dengan baik, maka pemberian dopamin perlu dipertimbangkan.
26
ALUR PENDERITA DBD
DIBAG.IKA RSMH PALEMBANG
RAWAT
INAP
Tentukan
Derajat DBD
PENATALAKSANAAN
SESUAI DERAJAT DBD
27
Bagan 1. Alur Penderita DBD di Bagian IKA RSMH Palembang
TATALAKSANA KASUS TERSANGKA DBD
Tersangka DBD
Tanda syok
Muntah terus menerus
Kejang
Kesadaran menurun
Muntah darah Uji tourniqet (+) Uji tourniqet
(-)
Berak hitam
28
Segera bawa kerumah sakit
Bagan 2. Tatalaksana kasus tersangka DBD
DBD DERAJAT I ATAU DERAJAT II TANPA PENINGKATAN HT< 45
Gejala klinis
Demam 2-7 hari
Uji tourniquet positif atau
Perdarahan spontan
Lab
Hematokrit tidak meningkat
Trombositopeni ringan
29
Bagan 3. Tatalaksana Kasus DBD derajat I dan Derajat II tanpa
Peningkatan Hematokrit atau Ht < 45
Cairan awal
Perbaikan
30
Bagan 4. Tatalaksana kasus DBD derajat II dengan peningkatan
hemokonsentrasi > 20 % atau Ht ³ 45
TATALAKSANA KASUS DSS ATAU DBD
DBD Derajat III DERAJAT III DAN IV DBD Derajat IV
Tanda vital
Tanda perdarahan 3. Koreksi asidosis
Diuresis
Pantau Hb, Ht, Trombosit Evaluasi 1 jam
31
Infus stop tidak melebihi 48 jam Transfusi darah koloid 20 ml/kgBB
Setelah syok teratasi segar 10 ml/kgBB
Diulang sesuai kebutuhan
Tindak Lanjut
Pengamatan rutin
DSS: Tensi/nadi diperiksa setiap 15-20 menit sampai keadaan stabil, Ht,
trombosit setiap 3-6 jam sampai keadaan menetap.
Derajat I dan II : pemeriksaan Ht dan trombosit minimal 2 kali sehari.
Pada semua DSS pada saat masuk rumah sakit harus diperiksa juga CT dan
BT. Bila CT cenderung memanjang lakukan juga pemeriksaan gambaran
darah tepi.
Pemeriksaan khusus: EKG bila gagal jantung, foto thorax bila pleural efusi
dan edema paru. USG bila curiga efusi pleura minimal. BT, CT, PT, PTT, dan
gambaran darah tepi bila curiga DIC.
32
Penderita yang berobat jalan diperiksa trombosit setiap hari. Penderita yang
dirawat, tampung urine 24 jam, bila kurang dari 2 ml/kgBB/jam periksa ureum
dan kretinin.
Elektrolit darah astrup bila keadaan umum tidak membaik.
Pelaporan pada dinas kesehatan Tk II setempat melalui kurir, telepon atau
surat secara mingguan.
Indikasi pulang
Keadaan umum baik dan masa krisis telah berlalu atau >7 hari sejak panas.
Keadaan umum baik ditandai dengan:
Nafsu makan membaik,
Keadaan klinis penderita membaik,
Tidak demam paling sedikit 24 jam tanpa antipiretik,
Tidak dijumpai distress pernafasan minimal 3 hari setelah syok teratasi,
Hematokrit stabil
Trombosit >50.000 mm3
2.9 Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh DBD adalah sebagai
berikut: perdarahan gastrointestinal masif, ensepalopati, edema paru, DIC, efusi
pleura, dan kematian.
2.10 Prognosis
Angka kematian kasus di Indonesia secara keseluruhan < 3%. Angka
kematian DSS di RS 5-10%. Kematian meningkat bila disertai komplikasi. DBD
yang akan berlanjut menjadi syok atau penderita dengan komplikasi sulit
diramalkan, sehingga harus hati-hati dalam melakukan penyuluhan.
2.11 Pencegahan
33
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian
vektornya, yaitu nyamuk Aedes aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat
dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang tepat yaitu:
1. Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan perkembangbiakan vektor yakni
dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) :
Menguras bak mandi/penampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu.
Mengganti/menguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali.
Menutup dengan rapat tempat penampungan air.
Mengubur kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah.
2. Biologis
Metode kontrol biologi ditujukan untuk stadium larva dari vektor.
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik
seperti Gambusia affinis dan Poecilia reticulate (ikan adu/ikan cupang), bakteri
penghasil endotoksin (Bacillus thuringiensis serotipe H-14 dan Bacillus
sphaericus).
3. Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan:
Pengasapan/fogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion), berguna
untuk mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu.
Pengasapan secara luas digunakan dengan alasan harga.
Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air
seperti gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara di atas, yang disebut dengan “3M Plus”, yaitu
menutup, menguras, menimbun. Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti
memelihara ikan pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan kelambu
pada waktu tidur, memasang kasa, menyemprot dengan insektisida,
menggunakan repellent, memasang obat nyamuk, memeriksa jentik berkala, dll
sesuai dengan kondisi setempat.
34
35
BAB IV
ANALISIS KASUS
36
2. Anak yang semula rewel, cengeng dan gelisah lambat laun
kesadarannya menurun menjadi apatis,sopor dan koma.
3. Perubahan nadi, baik frekuensi maupun amplitudonya. Nadi menjadi
lebih cepat dan lembut sampai tidak dapat diraba oleh karena kolap
sirkulasi.
4. Tekanan nadi menurun menjadi 2 mmHg atau kurang
5. Tekanan sistolik pada anak menurun menjadi 8 mmHg atau kurang.
6. Oliguria sampai anuria karena menurunnya perfusi darah yang
meliputi arteri renalis.
37
Pada pasien ini sempat terjadi syok dimana pada saat pengukuran vital
sign di IRD, didapatkan hasil tekanan darah 80/60 mmHg, nadi 132x/menit isi dan
tegangan kurang. Kemudian didapatkan kaki dan tangan dingin saat dilakukan
pemeriksaan, serta hasil rumple leed yang positif. Maka untuk mengatasi syok,
diberikan IVFD RL 7cc/KgBB (77cc/jam) secepatnya. Pasien dirawat di IKA
anak BARI. Setelah dilakukan penggantian cairan, dilihat lagi keadaan umum
pasien. Setelah dilakukan pengukuran, didapatkan hasil respon positif, tekanan
darah 90/60mmHg dan nadi 92x/menit dengan isi dan tegangan cukup. Pasien
diberitahu untuk banyak minum. Kemudian dilakukan evaluasi ketat tanda vital
(kurva suhu dan observasi tanda vital per 30 menit), tanda perdarahan, diuresis
(dilakukan balance cairan per 6 jam), serta dilakukan rencana pemeriksaan lab
yaitu: Hb, Ht, Trombosit. Bila keadaan vital stabil maka tetesan dikurangi menjadi
IVFD RL 5cc/KgBB/jam (55 cc/jam) gtt 14x/menit. Hari berikutnya, tanda-tanda
vital stabil, tetesan kembali dikurangi menjadi 3cc/KgBB/jam (33 cc/jam) gtt
8x/menit.
38
DAFTAR PUSTAKA
39