Anda di halaman 1dari 39

BAB I

LAPORAN KASUS

1.1. IDENTIFIKASI
a. Nama : Dewi Mentari
b. Umur : 3 tahun
c. Jenis Kelamin : perempuan
d. Bangsa : Indonesia
e. Agama : Islam
f. Alamat : Jl Fakih Usman, 1 Ulu , Palembang
g. Dikirim oleh : datang sendiri
h. MRS tanggal : 10 Mei 2011

1.2 ANAMNESIS
Tanggal : 10 Mei 2011
Diberikan oleh : Ibu pasien

1.2.1 RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Keluhan utama : Lemas serta kaki dan tangan dingin
Keluhan tambahan : Demam dan nyeri ulu hati.

Riwayat Perjalanan Penyakit :


± 5 hari SMRS , pasien mendadak demam tinggi. Demam dirasakan terus-
menerus sepanjang hari. Pasien mengeluh nyeri di ulu hati. Batuk (-). Pilek (-).
Mencret (-). Os kemudian dibawa berobat ke dokter umum dan diberi obat
antibiotik dan antipiretik.
± 3 hari SMRS, pasien mengeluh demamnya tidak turun juga. Nyeri ulu
hati masih dirasakan pasien. Batuk (-). Pilek (-), mual muntah (-). Riwayat
perdarahan seperti gusi berdarah, bintik merah di kulit, BAB hitam disangkal.
BAK seperti biasa. Pasien kembali dibawa ke dokter yang sama, tetapi kembali
diberikan obat yang sama. Keluhan dirasakan tidak berkurang.

1
± 1 hari SMRS, demam mulai turun.Pasien tampak lemah, kaki dan tangan
dingin. Nyeri ulu hati (+). Pasien kemudian dibawa ke IRD RS BARI. Os
kemudian disarankan untuk MRS.

Riwayat Penyakit dalam Keluarga:


Riwayat keluarga dan tetangga yang menderita DBD (-)

1.2.2 RIWAYAT SEBELUM MASUK RUMAH SAKIT


Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Masa kehamilan : Cukup bulan
Partus : Spontan
Tempat : di tempat bidan
Ditolong oleh : Bidan
Tanggal : 23 Februari 2008
BB : 3000 gram
PB : Tidak diukur
Keadaan saat lahir : langsung menangis

Riwayat Makanan
Asi : 0 – 1 tahun
Susu botol/ kaleng : 5 - sekarang
Bubur susu : 6 bulan – 8 bulan
Nasi tim/ lembek : 8 bulan – 1 tahun
Nasi biasa : 1 tahun - sekarang
Daging : (+)
Ikan : (+)
Telur : (+)
Tempe : (+)
Tahu : (+)
Sayuran : (+)
Buah : (+)

2
Lain-lain :
Kesan
Kualitas : Cukup
Kuantitas : Cukup

Riwayat Imunisasi
BCG : (+)
Polio : Polio 1(+), Polio 2-4 (-)
DPT : (-)
Campak : (-)
Hepatitis : (-)
Kesan : Imunisasi dasar tidak lengkap

Riwayat Keluarga
Perkawinan : 1 kali

Tn. I, 40 th, Ny. R, 33 th, ibu RT


swasta

Dewi Mentari, 3th

Riwayat Sosial Ekonomi Keluarga


Sedang

Riwayat Perkembangan Fisik


Gigi pertama : 5 bulan
Berbalik : 2 bulan
Tengkurap : 4 bulan
Merangkak : 5 bulan
Duduk : 6 bulan

3
Berdiri : 10 bulan
Berjalan : 12 bulan
Berbicara : 12 bulan
Kesan : Perkembangan fisik normal

Riwayat Perkembangan Mental


Isap jempol : 6 bulan – 1 tahun
Ngompol : 0 – 3 tahun
Sering mimpi :-
Aktivitas : Normal
Membangkang :-
Ketakutan :-

Status Gizi
BB : 11 kg
TB : 93 cm
BB/U : (11/14 ) x 100% = 78,57%
TB/U : (93/95) x 100% = 97,89%
BB/TB : (11/13) x 100% = 84,61%
Kesan : Status gizi baik

Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita


Parotitis :-
Pertusis :-
Difteri :-
Tetanus :-
Campak :-
Varicella :-
Typhoid :-
Demam menahun :-
Radang paru :-

4
TBC :-
Kejang :-
Lumpuh :-
Otitits media :-
Batuk/pilek :+
Muntah berak :-
Asma :-
Cacingan :-
Patah tulang :-
Jantung :-
Sendi sembab :-
Kecelakaan :-
Operasi :-
Keracunan :-
Sakit kencing :-
Sakit ginjal :-
Alergi :-
Perut kembung :-
Malaria :-
DBD :-

1.2.3 ANAMNESA ORGAN


Kepala
Tidak ada keluhan
Mata
Tidak ada keluhan
Telinga
Tidak ada keluhan
Hidung
Epistaksis (-), NCH (-)

5
Gigi Mulut
Gusi berdarah (-), Rhagaden (-)
Tenggorokan
Tidak ada keluhan
Leher
Tidak ada keluhan
Jantung dan Paru
Sesak nafas (-), batuk pilek (-), dingin ujung jari (+)
Hepar
Tidak ada keluhan
Lambung dan Usus
Nafsu makan menurun, nyeri ulu hati (+)
Ginjal dan Urogenital
Tidak ada keluhan
Endokrin
Tidak ada keluhan
Syaraf dan Otot
Tidak ada keluhan
Alat Kelamin
Tidak ada keluhan

1.3 PEMERIKSAAN FISIK


1.3.1 Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
BB : 11 kg
PB : 93 cm
Gizi : Baik
Edema :-
Sianosis :-
Dyspnoe :-

6
Icterus :-
Anemia :-
Suhu : 37,0°C
Respirasi : 40 x/menit
Turgor : baik
Tekanan darah : 80/50 mmHg
Nadi
Frekuensi : 132 x/menit isi dan tegangan kurang
Regularitas : Regular

1.3.2 Status Lokalis


Kulit
Rumple leed (+) di lengan kanan.
Kepala
Bentuk : Bulat, simetris, normochepali
UUB : Rata, tidak menonjol
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
Mata : Mata tidak cekung, konjungtiva anemis -/-, sklera
tidak ikterik, refleks cahaya +/+, pupil bulat,
isokor, ¢ 3 mm
Hidung : NCH (-), epistaksis (-)
Telinga : sekret (-)
Mulut : tidak ada tanda perdarahan dari gusi, rhagaden (-)
Tenggorok : faring hiperemis (-)
Leher : Perbesaran KGB tidak ada, JVP tidak meningkat
Thorax
Paru-paru
Inspeksi : Statis dan dinamis simetris, retraksi (-)
Palpasi : Stremfremitus kanan=kiri, tidak ada nyeri tekan,
tidak ada krepitasi
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru

7
Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)

Jantung
Inspeksi : Pulsasi, iktus cordis dan voussour cardiaque tidak
terlihat
Palpasi : iktus cordis dan Thrill tidak teraba
Perkusi : Jantung dalam batas normal
Auskultasi : HR= 132 kali/ menit, irama reguler, bunyi jantung
I dan II normal, murmur dan gallop tidak ada
Abdomen
Inspeksi : datar, lemas
Palpasi : Lemas, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) meningkat
Lipat paha dan genitalia
Pembesaran kelenjar getah bening tidak ada
Ekstremitas
Akral dingin +/+, anemia (-), edema tidak ada, sianosis tidak ada,
CRT < 3 detik, rumple leed (+).

Pemeriksaan Neurologi
Fungsi Motorik Lengan Tungkai
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Luas Luas Luas Luas
Kekuatan +5 +5 +5 +5
Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni
Klonus (-) (-) (-) (-)
Refleks fisiologis (+) N (+) N (+) N (+) N
Refleks patologis (-) (-) (-) (-)
Fungsi Sensorik : dalam batas normal
Nervus Kranialis : dalam batas normal
GRM : (-)

8
1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Rutin (10 Mei 2011, 04.00 WIB)
Hb : 14,4 g/dl
Ht : 43 vol %
Trombosit : 65.000/mm3
Leukosit : 6.700/mm3
Hitung jenis : 0/2/6/21/63/8
Darah Rutin (10 Mei 2011, 10.00 WIB)
Hb : 12,3 g/dl
Ht : 36 vol %
Trombosit : 44.000/mm3

1.5 RESUME
Seorang anak perempuan usia 3 tahun beralamat di jl. Fakih Usman, 1
Ulu, Palembang, datang ke IRD RS BARI dengan keluhan utama lemas serta
kaki dan tangan dingin, serta keluhan tambahan demam dan nyeri ulu hati. Dari
riwayat perjalanan penyakit didapatkan bahwa pada ± 5 hari SMRS, pasien
mendadak demam tinggi. Demam dirasakan terus menerus sepanjang hari. Pasien
juga mengeluh nyeri di ulu hati. Pasien dibawa berobat ke dokter dan
mendapatkan obat antipiretik dan antibiotic. ± 3 hari SMRS, pasien tetap demam.
Pasien juga masih mengeluh nyeri ulu hati. Pasien kembali dibawa berobat ke
dokter yang sama dan kembali mendapat terapi yang sama. Namun gejala yang
dialami tidak berkurang. ± 1 hari SMRS pasien mulai merasa lemah, nafsu makan
menurun, dan kaki tangan menjadi dingin. Pasien dibawa ke RS BARI dan
disarankan MRS. Nyeri ulu hatiu masih diarasakan pasien.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit sedang, keadaan
umum kompos mentis, tekanan darah 80/50 mmHg, nadi 132 x/m isi dan tegangan
cukup, temperatur 37,00C, dan pernafasan 40 x/menit. Pada keadaan spesifik
didapatkan pada kulit terdapat rample leed (+). Kepala, leher, jantung, paru, dan
abdomen dalam batas normal. Pada ekstremitas ditemukan akral dingin +/+ dan

9
rumple leed (+). Pada pemeriksaan penunjang, didapatkan trombositopenia dan
peningkatan Ht > 20%.
1.6 DIAGNOSIS BANDING
DBD grade III
Demam dengue
Demam chikungunya
ISK
Malaria
Idiopatic Trombositopeni Purpura (ITP)
Morbili
Demam tifoid

1.7 DIAGNOSIS KERJA SEMENTARA


DBD grade III

1.8 TERAPI
MRS
IVFD RL 7cc/KgBB/jam (77 cc/ jam) gtt 20x/menit
Balance cairan per 4 jam
Banyak minum
Kurva suhu dan observasi tanda vital sampai tanda vital membaik
Tanda vital/Ht stabil membaik dan dieresis cukup (>1 cc/kgBB/jam)

IVFD 5cc/KgBB/jam (55 cc/jam) gtt 14x/menit


Pengobatan simptomatik :
 Ranitidin 2 x 25 mg
 Parasetamol 3 x 1 tab (bila perlu)
 Dexamethasone 3 x 10 mg
Banyak minum
Balance/6 jam

Bila tanda vital/Ht stabil membaik

10
IVFD 3cc/KgBB/jam (33 cc/jam) gtt 8x/menit
Banyak minum
Balance/6 jam

IVFD stop pada 24-48 jam bila tanda vital/Ht stabil dan diuresis cukup

2 PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam

BAB II

11
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit demam akut yang
disebabkan oleh virus dengue serta memenuhi kriteria WHO untuk DBD.
Berdasarkan kriteria WHO 1997, diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal ini
terpenuhi:
1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari biasanya bifasik.
2. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut: uji bendung positif;
petekie; ekimosis, atau purpura; perdarahan mukosa; hematemesis dan melena.
3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ ml).
4. Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma sebagai berikut:
 Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai umur dan jenis
kelamin.
 Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan
dengan nilai hematokrit sebelumnya.
 Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, hipoproteinemia

2.2 Epidemiologi
Di Indonesia, penyakit DBD cenderung semakin meningkat jumlah
penderitanya dan semakin menyebar luas. Pada tahun 1968 terjadi wabah DBD di
Surabaya dengan jumlah penderita 58 orang dan kematian 24 orang (41,3 % ).
Selanjutnya penyakit DBD ini kemudian menyebar keseluruhan tanah air
Indonesia dan mencapai puncak klimaksnya pada tahun 1988, yaitu 20 tahun sejak
keberadaannya di Indonesia penyakit ini mengukir puncak tertinggi serangannya.
Angka insiden pada waktu itu mencapai 27,09 per 100.000 penduduk dengan
angka kematian 3,2 %.
Berdasarkan laporan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, pada
tahun 1999 terjadi 21.134 kasus, tahun 2000 terjadi 33.443 kasus, tahun 2001
terjadi 45.904 kasus, tahun 2002 terjadi 40.377 kasus dan tahun 2003 terjadi
50.131 kasus dengan jumlah kematian 743 orang.

12
2.3 Etiologi
Dengue dan DHF disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue adalah
suatu arbovirus yang termasuk ke dalam genus Flavivirus. Virus dengue terdiri
dari 4 serotipe yaitu:
1. Dengue 1 (DEN-1), diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944.
2. Dengue 2 (DEN-2), diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944.
3. Dengue 3 (DEN-3), diisolasi oleh Sather.
4. Dengue 4 (DEN-4), diisolasi oleh Sather.
Infeksi oleh salah satu dari keempat serotipe tersebut tidak menimbulkan
kekebalan protektif silang, artinya jika seseorang pernah terinfeksi oleh DEN 1,
maka di kemudian hari mungkin saja orang tersebut akan terinfeksi oleh serotipe
lainnya, sehingga orang-orang yang tinggal di daerah endemis dengue, bisa
menderita keempat jenis infeksi dengue.

2.4 Cara Penularan


Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus
dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan
kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes
albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies yang lain dapat juga
menularkan virus ini, namun merupakan vektor yang kurang berperan. Nyamuk
Aedes tersebut dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia
yang sedang mengalami viremia.
Siklus transmisi virus di dalam tubuh manusia:
1. Virus masuk ke dalam tubuh manusia melalui liur nyamuk
2. Virus berkembangbiak di dalam organ target, misalnya kelenjar getah bening
dan hati
3. Virus dilepaskan dari organ tersebut dan melalui darah menyebar untuk
menginfeksi sel darah putih dan jaringan getah bening lainnya
4. Virus dilepaskan dari sel darah putih dan jaringan getah bening lainnya dan
beredar di dalam darah.

13
Di tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 46 hari (intrinsic
incubation period) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia
kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang
mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam
timbul
Siklus transmisi virus di dalam tubuh nyamuk:
1. Nyamuk menelan darah yang mengandung virus
2. Virus berkembangbiak di dalam usus, indung telur, jaringan saraf dan lemak
tubuh nyamuk; kemudian virus masuk ke dalam rongga tubuh dan
menginfeksi kelenjar liur nyamuk
3. Virus berkembangbiak di dalam kelenjar liur dan jika nyamuk menggigit
manusia lainnya, maka siklus transmisi akan berlanjut.
Virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari
(extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia
pada saat gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan
kepada telurnya (transovanan transmission), namun perannya dalam penularan
virus tidak penting. Sekali virus dapat masuk dan berkembangbiak di dalam tubuh
nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya
(infektif).
Pada kebanyakan kasus, demam dengue akan sembuh dengan sendirinya
dan tidak pernah berkembang menjadi DBD. Beberapa faktor risiko yang berperan
dalam berkembangnya demam dengue menjadi DBD adalah:
1. Jenis dan serotipe virus (DBD bisa terjadi pada infeksi primer oleh virus
serotipe tertentu)
2. Adanya antibodi anti-dengue akibat infeksi sebelumnya atau akibat
berpindahnya antibodi dari ibu ke janin yang dikandungnya
3. Faktor genetik (misalnya faktor ras tampaknya berperan karena berdasarkan
data, di Kuba DBD lebih banyak ditemukan pada orang kulit putih)
4. Usia (di Asia Tenggara, DBD lebih banyak menyerang anak-anak, sedangkan
di Amerika DBD bisa menyerang semua kelompok umur)
5. Resiko yang lebih tinggi pada infeksi sekunder

14
6. Resiko yang lebih tinggi dari lokasi dimana lebih dari 2 serotipe virus beredar
secara bersamaan pada kadar yang tinggi (transmisi hiperendemik)

2.5 Patogenesis
Dua teori yang banyak dianut dalam menjelaskan patogenesis infeksi
dengue adalah hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infection
theory) dan hipotesis immune enhancement.

1. Hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infection theory)


Menurut hipotesis infeksi sekunder yang diajukan oleh Suvatte, 1977,
sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berbeda, respon
antibodi anamnestik pasien akan terpicu, menyebabkan proliferasi dan
transformasi limfosit dan menghasilkan titer tinggi IgG antidengue. Karena
bertempat di limfosit, proliferasi limfosit juga menyebabkan tingginya angka
replikasi virus dengue. Hal ini mengakibatkan terbentuknya kompleks virus-
antibodi yang selanjutnya mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan
C5a menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan
merembesnya cairan ke ekstravaskular. Hal ini terbukti dengan peningkatan kadar
hematokrit, dan terdapatnya cairan dalam rongga serosa. Pada pasien dengan syok
berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30 % dan berlangsung
selama 24-48 jam. Syok yang tidak ditanggulangi secara adekuat, akan
menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakhir fatal; oleh karena itu,
pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian.
Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary
heterologous infection dapat dilihat pada gambar di bawah ini, yang dirumuskan
oleh Suvatte, tahun 1977.

15
Gambar 1. Patogenesis terjadinya syok pada DBD berdasarkan hipotesis infeksi
sekunder heterolog dengue

Kompleks antigen-antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen, juga


menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivitasi sistem koagulasi melalui
kerusakan sel endotel pembuluh darah (gambar 4). Kedua faktor tersebut akan
menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat
dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit
mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit
melekat satu sama iain. Hal ini akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh
RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi
trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan
terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi intravaskular deseminata),
ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degredation product) sehingga
terjadi penurunan faktor pembekuan.

16
Gambar 2. Patogenesis terjadinya perdarahan pada DBD berdasarkan hipotesis
infeksi sekunder heterolog dengue

2. Hipotesis immune enhancement


Hipotesis menjelaskan secara tidak langsung bahwa mereka yang terkena
infeksi kedua oleh virus heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk
menderita DBD berat. Antibodi heterolog yang telah ada akan mengenali virus
lain kemudian membentuk kompleks antigen-antibodi yang berikatan dengan Fc
reseptor dari membran leukosit terutama makrofag. Sebagai tanggapan dari proses
ini, akan terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan
peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan
hipovolemia dan syok.

2.6 Manifestasi Klinis


Terdapat 4 sindroma klinis dengue:
1. Demam biasa
2. Demam dengue klasik
3. Demam berdarah dengue (DHF)
4. Sindroma syok dengue (DSS, Dengue Shock Syndrome)

17
Infeksi virus dengue tergantung dari faktor yang mempengaruhi daya
tahan tubuh dengan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus. Dengan
demikian infeksi virus dengue dapat menyebabkan keadaan yang bermacam-
macam, mulai dari tanpa gejala (asimtomatik), demam ringan yang tidak spesifik
(undifferentiated febrile illness), Demam Dengue, atau bentuk yang lebih berat
yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Sindrom Syok Dengue (SSD).

Gambar 3. Spektrum Klinis Infeksi Virus Dengue

2.6.1 Demam Dengue


Gejala klasik dari demam dengue ialah gejala demam tinggi mendadak,
kadang-kadang bifasik (saddle back fever), nyeri kepala berat, nyeri belakang bola
mata, nyeri otot, tulang, atau sendi, mual, muntah, dan timbulnya ruam. Ruam
berbentuk makulopapular yang bisa timbul pada awal penyakit (1-2 hari)
kemudian menghilang tanpa bekas dan selanjutnya timbul ruam merah halus pada
hari ke-6 atau ke-7 terutama di daerah kaki, telapak kaki dan tangan. Selain itu,
dapat juga ditemukan petekia. Hasil pemeriksaan darah menunjukkan leukopeni
kadang-kadang dijumpai trombositopeni. Pada penderita Demam Dengue tidak
dijumpai kebocoran plasma sedangkan pada penderita DBD dijumpai kebocoran
plasma yang dibuktikan dengan adanya hemokonsentrasi, pleural efusi dan asites.

18
2.6.2 Demam Berdarah Dengue (DBD)
Bentuk klasik dari DBD ditandai dengan demam tinggi, mendadak 2-7
hari, disertai dengan muka kemerahan. Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala,
nyeri otot, tulang, sendi, mual, dan muntah sering ditemukan. Beberapa penderita
mengeluh nyeri menelan dengan farings hiperemis ditemukan pada pemeriksaan,
namun jarang ditemukan batuk pilek. Biasanya ditemukan juga nyeri perut
dirasakan di epigastrium dan dibawah tulang iga. Demam tinggi dapat
menimbulkan kejang demam terutama pada bayi. Bentuk perdarahan yang paling
sering adalah uji tourniquet (Rumple leede) positif, kulit mudah memar dan
perdarahan pada bekas suntikan intravena atau pada bekas pengambilan darah.
Kebanyakan kasus, petekia halus ditemukan tersebar di daerah ekstremitas, aksila,
wajah, dan palatum mole, yang biasanya ditemukan pada fase awal dari demam.
Epistaksis dan perdarahan gusi lebih jarang ditemukan, perdarahan saluran cerna
ringan dapat ditemukan pada fase demam. Hati biasanya membesar dengan variasi
dari just palpable sampai 2-4 cm di bawah arcus costae kanan. Fase kritis pada
umumnya mulai terjadi pada hari ketiga sakit. Penurunan jumlah trombosit
sampai <100.000/pl atau kurang dari 1-2 trombosit/ Ipb (rata-rata dihitung pada
10 Ipb) terjadi sebelum peningkatan hematokrit dan sebelum terjadi penurunan
suhu. Masa kritis dari penyakit terjadi pada akhir fase demam, pada saat ini terjadi
yang bervariasi dalam berat-ringannya.

2.6.3 Sindrom Syok Dengue (SSD)


Syok biasa terjadi pada saat atau segera setelah suhu turun, antara hari ke 3
sampai hari sakit ke-7. Pasien mula-mula terlihat letargi atau gelisah kemudian
jatuh ke dalam syok yang ditandai dengan kulit dingin-lembab, sianosis sekitar
mulut, nadi cepat-lemah, tekanan nadi < 20 mmHg dan hipotensi. Kebanyakan
pasien masih tetap sadar sekalipun sudah mendekati stadium akhir. Bila terlambat
diketahui atau pengobatan tidak adekuat, syok dapat menjadi syok berat dengan
berbagai penyulitnya seperti asidosis metabolik, perdarahan hebat saluran cerna,
sehingga memperburuk prognosis. Penyulit lain dari SSD adalah infeksi

19
(pneumonia, sepsis, flebitis) dan terlalu banyak cairan (over hidrasi), manifestasi
klinik infeksi virus yang tidak lazim seperti ensefalopati dan gagal hati.

2.7 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejla klinis dan hasil laboratorium,
yaitu:
a. Secara klinis
Berdasarkan kriteria WHO 1997, diagnosis DBD ditegakkan bila:
1) Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari biasanya bifasik.
2) Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut: uji bendung positif;
petekie, ekimosis, atau purpura; perdarahan mukosa; hematemesis dan
melena.
3) Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ ml).
4) Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma sbb:
 Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai umur dan
jenis kelamin
 Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan,
dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.
 Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, hipoproteinemia,
hiponatremia.

Terdapat 4 derajat spektrum klinis DBD (WHO, 1997), yaitu:


 Derajat 1: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi
perdarahan adalah uji torniquet.
 Derajat 2: Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan
perdarahan lain.
 Derajat 3: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,
tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di
sekitar mulut, kulit dingin dan lembab, tampak gelisah.
 Derajat 4: Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak
terukur.

20
 DSS: Kalau memenuhi kriteria diatas ditambah dengan bukti kegagalan
sirkulasi berupa tekanan nadi sempit < 20 mmHg atau hipotensi untuk
usia itu, kulit yang dingin dan lembab serta anak gelisah. (Derajat III dan
IV)

Gambar 4. Patogenesis dan spektrum klinis DBD (WHO 1997)

b. Secara Laboratoris
1) Presumtif Positif (Kemungkinan Demam Dengue)
Apabila ditemukan demam akut disertai dua atau lebih manifestasi klinis
berikut; nyeri kepala, nyeri belakang mata, miagia, artralgia, ruam,
manifestasi perdarahan, leukopenia, uji HI >_ 1.280 dan atau IgM anti
dengue positif, atau pasien berasal dari daerah yang pada saat yang sama
ditemukan kasus confirmed dengue infection.

21
2) Corfirmed DBD (Pasti DBD)
Kasus dengan konfirmasi laboratorium sebagai berikut; deteksi antigen
dengue, peningkatan titer antibodi > 4 kali pada pasangan serum akut dan
serum konvalesens, dan atau isolasi virus.

c. Indikasi rawat
 Penderita tersangka demam berdarah derajat I dengan panas 3 hari atau
lebih sangat dianjurkan untuk dirawat.
 Tersangka demam berdarah derajat I disertai hiperpireksia atau tidak mau
makan atau muntah-muntah atau kejang-kejang atau Ht cenderung
meningkat dan trombosit cenderung turun harus dirawat.
 Penderita demam berdarah derajat I pada follow up berikutnya ditemukan
status mental berubah, nadi menjadi cepat dan kecil, kaki tangan dingin,
tekanan darah menurun , oligouria harus dirawat.
 Seluruh derajat II, III, IV

2.8 Penatalaksanaan
2.8.1 Demam dengue
Pasien DD dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat. Pada fase demam
pasien dianjurkan:
 Tirah baring, selama masih demam. Kompres hangat diberikan apabila
diperlukan.
 Untuk menurunkan suhu menjadi < 39°C, dianjurkan pemberian parasetamol.
Asetosal/salisilat tidak dianjurkan oleh karena dapat meyebabkan gastritis,
perdarahan, atau asidosis.
 Dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah, sirop, susu,
disamping air putih, dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 hari.
 Monitor suhu, jumlah trombosit dan hematokrit sampai fase konvalesen.
Pasien harus diobservasi terhadap komplikasi yang dapat terjadi selama 2
hari setelah suhu turun. Hal ini disebabkan oleh karena kemungkinan kita sulit
membedakan antara DD dan DBD pada fase demam. Komplikasi perdarahan

22
dapat terjadi pada DD tanpa disertai gejala syok. Oleh karena itu, orang tua atau
pasien dinasehati bila terasa nyeri perut hebat, buang air besar hitam, atau terdapat
perdarahan kulit serta mukosa seperti mimisan, perdarahan gusi, apalagi bila
disertai berkeringat dingin, hal tersebut merupakan tanda kegawatan, sehingga
harus segera dibawa segera ke rumah sakit.

2.8.2 Demam Berdarah Dengue


Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana DD,
bersifat simtomatik dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah
dehidrasi. Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau minum,
muntah atau nyeri perut yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu
diberikan. Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul sebagai akibat demam
tinggi, anoreksia dan muntah. Jenis minuman yang dianjurkan adalah jus buah, air
teh manis, sirup, susu, serta larutan oralit. Pasien perlu diberikan minum 50 ml/kg
BB dalam 4-6 jam pertama. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi anak
diberikan cairan rumatan 80-100 ml/kg BB dalam 24 jam berikutnya. Bayi yang
masih minum asi, tetap harus diberikan disamping larutan olarit. Bila terjadi
kejang demam, disamping antipiretik diberikan antikonvulsif selama demam.
Keberhasilan tatalaksana DBD terletak pada bagian mendeteksi secara dini
fase kritis yaitu saat suhu turun (the time of defervescence) yang merupakan fase
awal terjadinya kegagalan sirkulasi, dengan melakukan observasi klinis disertai
pemantauan perembesan plasma dan gangguan hemostasis. Pemeriksaan kadar
hematokrit berkala merupakan pemeriksaan laboratorium yang terbaik untuk
pengawasan hasil pemberian cairan yaitu menggambarkan derajat kebocoran
plasma dan pedoman kebutuhan cairan intravena. Hemokonsentrasi pada
umumnya terjadi sebelum dijumpai perubahan tekanan darah dan tekanan nadi.
Peningkatan hematokrit 20% atau lebih mencerminkan perembesan plasma dan
merupakan indikasi untuk pemberian cairan. Larutan garam isotonik atau ringer
laktat sebagai cairan awal pengganti volume plasma dapat diberikan sesuai
dengan berat ringan penyakit. Perhatian khusus pada kasus dengan peningkatan
hematokrit yang terus menerus dan penurunan jumlah trombosit < 50.000/p1.

23
2.8.3 Sindrom Syok Dengue
Syok merupakan keadaan kegawatan. Cairan pengganti adalah pengobatan
yang utama yang berguna untuk memperbaiki kekurangan volume plasma. Pada
penderita SSD dengan tensi tak terukur dan tekanan nadi <20 mm Hg segera
berikan cairan kristaloid sebanyak 20 ml/kg BB/jam selama 30 menit, bila syok
teratasi turunkan menjadi 10 ml/kg BB.

Penggantian Volume Plasma


Dasar pengobatan syok adalah penggantian volume plasma yang hilang.
Walaupun demikian, penggantian cairan harus diberikan dengan bijaksana dan
berhati-hati. Kebutuhan cairan awal dihitung untuk 2-3 jam pertama, sedangkan
pada kasus syok mungkin lebih sering (setiap 30-60 menit). Tetesan dalam 24-28
jam berikutnya harus selalu disesuaikan dengan tanda vital, kadar hematokrit,
danjumlah volume urin. Penggantian volume cairan harus adekuat, seminimal
mungkin mencukupi kebocoran plasma. Secara umum volume yang dibutuhkan
adalah jumlah cairan rumatan ditambah 5-8%. Cairan intravena diperlukan,
apabila:
1. Anak terus menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi sehingga tidak
rnungkin diberikan minum per oral.
2. Nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala. Jumlah
cairan yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dan kehilangan
elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% di dalam larutan NaCl 0,45%. Bila
terdapat asidosis, diberikan natrium bikarbonat 7,46% 1-2 ml/kgBB intravena
bolus perlahan-lahan.
Oleh karena perembesan plasma tidak konstan (perembesan plasma terjadi
lebih cepat pada saat suhu turun), maka volume cairan pengganti harus
disesuaikan dengan kecepatan dan kehilangan plasma, yang dapat diketahui dari
pemantauan kadar hematokrit. Perembesan plasma berhenti ketika memasuki fase
penyembuhan, saat terjadi reabsorbsi cairan ekstravaskular kembali kedalam
intravaskuler. Apabila pada saat itu cairan tidak dikurangi, akan menyebabkan
edema paru dan distres pernafasan.

24
Karena tujuan terapi cairan adalah untuk mengganti kehilangan cairan di
ruang intravaskular, pada dasarnya baik kristaloid (ringer laktat, ringer asetat,
cairan salin) maupun koloid dapat diberikan. WHO menganjurkan terapi kristaloid
sebagai cairan standar pada terapi DBD karena dibandingkan dengan koloid,
kristaloid lebih mudah didapat dan lebih murah. Jenis cairan yang ideal yang
sebenarnya dibutuhkan dalam penatalaksanaan antara lain memiliki sifat bertahan
lama di intravaskular, aman dan relatif mudah diekskresi, tidak mengganggu
sistem koagulasi tubuh, dan memiliki efek alergi yang minimal.
Kristaloid memiliki waktu bertahan yang singkat di dalam pembuluh
darah. Pemberian larutan RL secara bolus (20 ml/kg BB) akan menyebabkan efek
penambahan volume vaskular hanya dalam waktu yang singkat sebelum
didistribusikan ke seluruh kompartemen interstisial (ekstravaskular) dengan
perbandingan 1:3, sehingga dari 20 ml bolus tersebut dalam waktu satu jam hanya
5 ml yang tetap berada dalam ruang intravaskular dan 15 ml masuk ke dalam
ruang interstisial. Namun demikian, dalam aplikasinya terdapat beberapa
keuntungan penggunaan kristaloid antara lain mudah tersedia dengan harga
terjangkau, komposisi yang menyerupai komposisi plasma, mudah disimpan
dalam temperatur ruang, dan bebas dari kemungkinan reaksi anafilaktik.
Dibandingkan cairan kristaloid, cairan koloid memiliki beberapa
keunggulan yaitu: pada jumlah volume yang sama akan didapatkan ekspansi
volume plasma (intravaskular) yang lebih besar dan bertahan untuk waktu lebih
lama di ruang intravaskular. Dengan kelebihan ini, diharapkan koloid memberikan
oksigenasi jaringan lebih baik dan hemodinamik terjaga lebih stabil. Beberapa
kekurangan yang mungkin didapatkan dengan penggunaan koloid yakni risiko
anafilaksis, koagulopati, dan biaya yang lebih besar. Namun beberapa jenis koloid
terbukti memiliki efek samping koagulopati dan alergi yang rendah (contoh:
hetastarch).

25
Monitoring
Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secara
teratur untuk menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang harus diperhatikan pada
monitoring adalah:
 Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat setiap 15 30 menit
atau lebih sering, sampai syok dapat teratasi.
 Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sekali sampai keadaan klinis
pasien stabil.
 Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan, mengenai jenis cairan,
jumlah, dan tetesan, untuk menentukan apakah cairan yang diberikan sudah
mencukupi.
 Jumlah dan frekuensi diuresis.
Pada pengobatan syok, kita harus yakin benar bahwa penggantian volume
intravaskuler telah benar-benar terpenuhi dengan baik. Cairan intravena dapat
dihentikan apabila hematokrit telah turun, dibandingkan nilai Ht sebelumnya.
Jumlah urin/ml/kg BB/jam atau lebih merupakan indikasi bahwa keadaaan
sirkulasi membaik. Pada umumnya, cairan tidak perlu diberikan lagi setelah 48
jam syok teratasi.
Apabila diuresis belum cukup 1 ml/kg/BB, sedang jumlah cairan sudah
melebihi kebutuhan diperkuat dengan tanda overload antara lain edema,
pernapasan meningkat, maka selanjutnya furasemid 1 mg/kgBB dapat diberikan.
Pemantauan jumlah diuresis, kadar ureum dan kreatinin tetap harus dilakukan.
Tetapi, apabila diuresis tetap belum mencukupi, pada umumnya syok belum dapat
terkoreksi dengan baik, maka pemberian dopamin perlu dipertimbangkan.

26
ALUR PENDERITA DBD
DIBAG.IKA RSMH PALEMBANG

PENDERITA TERSANGKA DBD

POLIKLINIK UGD/ RPO

*Kegawatan (-): *Kegawatan (+):


*Uji tourniquet (-) Muntah terus
menerus
*Trombosit > Kejang
100.000/mm Kesadaran menurun
Muntah darah
Berak hitam
RAWAT *Uji tourniquet (-)
JALAN *Trombosit <
100.000/mm3

*Klinis sesuai DBD


*Ht naik
*Trombosit turun

RAWAT
INAP

Tentukan
Derajat DBD

PENATALAKSANAAN
SESUAI DERAJAT DBD

27
Bagan 1. Alur Penderita DBD di Bagian IKA RSMH Palembang
TATALAKSANA KASUS TERSANGKA DBD

Tersangka DBD

Demam tinggi mendadak terus


menerus< 7 hari tidak disertai infeksi
saluran nafas bagian atas, badan
lemah dan lesu

Ada kedaruratan Tidak ada kedaruratan

Tanda syok
Muntah terus menerus
Kejang
Kesadaran menurun
Muntah darah Uji tourniqet (+) Uji tourniqet
(-)
Berak hitam

Jumlah trombosit Jumlah trombosit Rawat jalan


< 100.000/ul > 100.000 Parasetamol
Kontrol tiap hari
Sampai
demam hilang

Rawat Inap Rawat Jalan

Nilai tanda klinis


Minum banyak 1,5-2 l/hr Periksa trombosit
Parasetamol dan Ht bila
Kontrol tiap hari sampai demam menetap
demam turun setelah hari sakit
periksa Hb, Ht, trombosit ke-3
tiap hari

Perhatian untuk orang tua


Pesan bila timbul tanda syok, yaitu
gelisah,
Lemah, kaki tangan dingin, sakit
perut, berak hitam, kencing kurang,
Lab : Hb, Ht naik dan trombosit
turun

28
Segera bawa kerumah sakit
Bagan 2. Tatalaksana kasus tersangka DBD
DBD DERAJAT I ATAU DERAJAT II TANPA PENINGKATAN HT< 45

Gejala klinis
Demam 2-7 hari
Uji tourniquet positif atau
Perdarahan spontan

Lab
Hematokrit tidak meningkat
Trombositopeni ringan

Pasienn masih dapat minum Pasien tidak dapat minum


Beri minum banyak 1-2 liter/hari Pasien masih muntah terus-menerus
Atau 1 sendok makan tiap 5 menit
Jenis minuman: air putih, teh manis,
Sirup, jus buah, susu, oralit Pasang infus NaCl 0,9 %
Bila suhu > 38,5 °beri parasetamol dekstrosa 5 % (1:3), tetesan
Bila kejang beri obat antikonvulsif rumatan sesuai berat badan
Periksa Hb, Ht, trombosit tiap 6-12 jam

Monitor gejala klinis dan


Laboratorium perhatikan tanda syok
Palapasi hati setiap hari Ht naik dan atau trombosit turun
Ukur diuresis setiap hari
Awasi perdarahan
Periksa Hb, Ht, trombosit tiap 6-12 jam
Infus ganti ringer laktat (RL)
(tetesan disesuaikan, lihat bagan 3)

Perbaikan klinis dan laboratorium

Pulang (lihat: kriteria memulangkan pasien)

29
Bagan 3. Tatalaksana Kasus DBD derajat I dan Derajat II tanpa
Peningkatan Hematokrit atau Ht < 45

DBD DERAJAT II DENGAN PENINGKATAN HT > 20 % ATAU HT >


45

Cairan awal

RL/RA/NaCl 0,9 % atau RLD 5/NaCl


0,9 % + D5 6-7 ml/kgBB/jam

Monitor tanda vital/nilai Ht dan trombosit tiap 6 jam

Perbaikan Tidak ada perbaikan

Tidak gelisah Gelisah


Nadi kuat Distres pernapasan
Tekanan darah stabil Frekuensi nadi naik
Diuresis cukup Ht tetap tinggi/naik
(2ml/kgBB) Tek. Nadi <20 mmHg
Ht turun Diuresis kurang/tidak
(2 kali pemeriksaan) ada

Tanda vital memburuk


Ht meningkat

Tetesan dikurangi Tetesan dinaikkan


10-15 ml/kgBB/jam
Perbaikan tetesan dinaikkan bertahap
5 ml/kgBB/jam Evaluasi 12-24 jam

Perbaikan Tanda vital tidak stabil


Sesuaikan tetesan

3 ml/kg BBB /jam Distres pernafasan Ht turun


Ht naik

IVFD stop pada 24-48 jam


bila tanda vital/ Ht stabil,
Diuresis cukup Koloid transfusi darah segar
20-30 ml/ kg BB 10 ml/kgBB

Perbaikan

30
Bagan 4. Tatalaksana kasus DBD derajat II dengan peningkatan
hemokonsentrasi > 20 % atau Ht ³ 45
TATALAKSANA KASUS DSS ATAU DBD
DBD Derajat III DERAJAT III DAN IV DBD Derajat IV

1. Oksigenasi (berikan O2 2-4 lt/menit)


2. Penggantian volume plasma segera (cairan kristaloid isotonis)

Ringer laktat/ Ringer asetat/ Nacl 0,9%


20 ml/kgBB secepatnya (bolus dalam 30 menit)

Evaluasi 30 menit, apakah syok teratasi?

Pantau tanda vital tiap 10 menit


Catat balans cairan selam pemberian cairan intravena

Syok teratasi Syok tidak teratasi

Keadaaan membaik Keadaan memburuk


Nadi teraba kuat Nadi lembut/tidak teraba
Tekanan nadi >20 mmHg Tekanan nadi <20 mmHg
Tidak sesak nafas/sianosis Distres pernafasan/sianosis
Ekstremitas hangat Kulit dingin dan lembab
Diuresis cukup 2 ml/kgBB/jam Ekstremitas dingin

Cairan dan tetesan disesuaikan 1. Lanjutkan cairan kristaloid


20 ml/kgBB/jam
10 ml/kgBB/jam
2.Tambahan koloid/plasma
dekstran/FPP
Evaluasi ketat 10-20 (max 30) ml/kgBB/jam

Tanda vital
Tanda perdarahan 3. Koreksi asidosis
Diuresis
Pantau Hb, Ht, Trombosit Evaluasi 1 jam

Stabil dalam 24 jam

Tetesan 5 ml/kgBB/jam Syok belum teratasi

Tetesan 3 ml/kgBB/jam Syok teratasi Ht turun Ht tetap tinggi/naik

31
Infus stop tidak melebihi 48 jam Transfusi darah koloid 20 ml/kgBB
Setelah syok teratasi segar 10 ml/kgBB
Diulang sesuai kebutuhan

Bagan 5. Tatalaksana kasus DSS (DBD derajat III dan IV)


Keterangan bagan 5
1. Segera beri infus kristaloid (Ringer Laktat atau NaCl 0,9% ) 20 ml/kgBB
secepatnya( diberikan dalam lobus selama 30 menit) dan oksigen 2
liter/menit. Untuk DSS berat (DBD derajat IV, nadi tidak teraba dan tensi
tidak terukur, diberikan ringer laktat 20 mg/kgBB bersama koloid).
Observasi tensi dan nadi tiap 15 menit, hematokrit dan trombosit tiap 4-6
jam. Periksa elektrolit dan gula darah.
2. Apabila dalam waktu 3 menit syok belum teratasi, tetesan ringer laktat
belum dilanjutkan 20 ml/kgBB, ditambah plasma (fresh frozen plasma)
atau koloid (dekstran 40) sebanyak 10-20 ml/kgBB, maksimal 30 ml/kgBB
(koloid diberikan pada jalur infus yang sama dengan kristaloid, diberikan
secepatnya. Observasi keadaan umum, tekanan darah,keadaan nadi tiap 15
menit, dan periksa hematokrit tiap 4-6 jam. Kotreksi asidosis,elektrolit dan
gula darah.

Tindak Lanjut

Pengamatan rutin

 DSS: Tensi/nadi diperiksa setiap 15-20 menit sampai keadaan stabil, Ht,
trombosit setiap 3-6 jam sampai keadaan menetap.
 Derajat I dan II : pemeriksaan Ht dan trombosit minimal 2 kali sehari.
 Pada semua DSS pada saat masuk rumah sakit harus diperiksa juga CT dan
BT. Bila CT cenderung memanjang lakukan juga pemeriksaan gambaran
darah tepi.
 Pemeriksaan khusus: EKG bila gagal jantung, foto thorax bila pleural efusi
dan edema paru. USG bila curiga efusi pleura minimal. BT, CT, PT, PTT, dan
gambaran darah tepi bila curiga DIC.

32
 Penderita yang berobat jalan diperiksa trombosit setiap hari. Penderita yang
dirawat, tampung urine 24 jam, bila kurang dari 2 ml/kgBB/jam periksa ureum
dan kretinin.
 Elektrolit darah astrup bila keadaan umum tidak membaik.
 Pelaporan pada dinas kesehatan Tk II setempat melalui kurir, telepon atau
surat secara mingguan.

Indikasi pulang
Keadaan umum baik dan masa krisis telah berlalu atau >7 hari sejak panas.
Keadaan umum baik ditandai dengan:
 Nafsu makan membaik,
 Keadaan klinis penderita membaik,
 Tidak demam paling sedikit 24 jam tanpa antipiretik,
 Tidak dijumpai distress pernafasan minimal 3 hari setelah syok teratasi,
 Hematokrit stabil
 Trombosit >50.000 mm3

2.9 Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh DBD adalah sebagai
berikut: perdarahan gastrointestinal masif, ensepalopati, edema paru, DIC, efusi
pleura, dan kematian.

2.10 Prognosis
Angka kematian kasus di Indonesia secara keseluruhan < 3%. Angka
kematian DSS di RS 5-10%. Kematian meningkat bila disertai komplikasi. DBD
yang akan berlanjut menjadi syok atau penderita dengan komplikasi sulit
diramalkan, sehingga harus hati-hati dalam melakukan penyuluhan.

2.11 Pencegahan

33
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian
vektornya, yaitu nyamuk Aedes aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat
dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang tepat yaitu:
1. Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan perkembangbiakan vektor yakni
dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) :
 Menguras bak mandi/penampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu.
 Mengganti/menguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali.
 Menutup dengan rapat tempat penampungan air.
 Mengubur kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah.
2. Biologis
Metode kontrol biologi ditujukan untuk stadium larva dari vektor.
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik
seperti Gambusia affinis dan Poecilia reticulate (ikan adu/ikan cupang), bakteri
penghasil endotoksin (Bacillus thuringiensis serotipe H-14 dan Bacillus
sphaericus).
3. Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan:
 Pengasapan/fogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion), berguna
untuk mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu.
Pengasapan secara luas digunakan dengan alasan harga.
 Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air
seperti gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain

Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara di atas, yang disebut dengan “3M Plus”, yaitu
menutup, menguras, menimbun. Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti
memelihara ikan pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan kelambu
pada waktu tidur, memasang kasa, menyemprot dengan insektisida,
menggunakan repellent, memasang obat nyamuk, memeriksa jentik berkala, dll
sesuai dengan kondisi setempat.

34
35
BAB IV
ANALISIS KASUS

Seorang anak perempuan berusia 3 tahun datang ke RS BARI dengan


keluhan utama lemas serta kaki dan tangan dingin. Diagnosis DBD grade III
ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan penunjang.
Dari anamnesis didapatkan bahwa ± 5 hari SMRS, pasien tiba-tiba demam
tinggi dirasakan terus menerus sepanjang hari dan kemudian dibawa berobat
kedokter dan mendaoatkan obat antipiretik dan antibiotic. ± 3 hari SMRS, demam
pasien tidak turun dan pasien mengeluh nyeri ulu hati. Kemudian pasien dibawa
kembali berobat ke dokter yang sama dan mendaoatkan obat yang sama. Namun,
keluhan dirasakan tidak berkurang. ± 1 hari SMRS pasien menjadi lemas dan kaki
serta tangan dingin. Pasien dibawa berobat ke RS BARI dan dianjurkan MRS.
Sakit ulu hati (+).
Beberapa gejala yang ditemukan sesuai dengan gejala klinis yang
ditemukan pada penyakit DBD. Yang paling menonjol adalah demam mendadak
yang dirasakan terus-menerus sepanjang hari serta pasien mengalami nyeri pada
ulu hati. Gmbaran klinis Demam Berdarah Dengue ditandai dengan adanya
demam tinggi yang dirasakan terus menerus, sakit kepala,mual muntah, nyeri ulu
hati, muncul bintik-bintik merah di kulit, bercak hitam seperti darah pada BAB.
Dari pemeriksaan darah pasien mengalami trombositopenia, menunjukkan
kemungkinan menderita DBD. Selain itu, pada pemeriksaan fisik menunjukkan
rumple leed (+) dan Petechie di lengan kanan.
± 1 hari SMRS, pasien tampak lemah, kaki dan tangan dingin. Hal ini
menunjukkan os mengalami syok dan termasuk dalam DBD grade III. Manifestasi
syok pada anak terdiri atas:
1. Kulit pucat, dingin dan lembab terutama pada ujung jari kaki, tangan
dan hidung sedangkan kuku menjadi biru. Hal ini disebabkan oleh
sirkulasi yang insufisien yang menyebabkan peninggian aktivitas
simpatikus secara refleks.

36
2. Anak yang semula rewel, cengeng dan gelisah lambat laun
kesadarannya menurun menjadi apatis,sopor dan koma.
3. Perubahan nadi, baik frekuensi maupun amplitudonya. Nadi menjadi
lebih cepat dan lembut sampai tidak dapat diraba oleh karena kolap
sirkulasi.
4. Tekanan nadi menurun menjadi 2 mmHg atau kurang
5. Tekanan sistolik pada anak menurun menjadi 8 mmHg atau kurang.
6. Oliguria sampai anuria karena menurunnya perfusi darah yang
meliputi arteri renalis.

Dari pemeriksaan fisik di RS BARI didapatkan kesadaran pasien compos


mentis,dengan tekanan darah 80/50 mmHg, nadi 132x/menit, pernapasan
40x/menit (takipnea) dan suhu 37,0°C). Dari pemeriksaan fisik generalis tersebut,
dapat dikatakan bahwa syok pasien masih belum teratasi. .
Pada pemeriksaan laboratorium, terdapat penurunan trombosit dan terjadi
peningkatan Ht > 20%. Hal ini maka, kriteria penegakan diagnosis DBD
berdasarkan kriteria WHO terpenuhi, yaitu:
1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari biasanya bifasik.
2. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut: uji bendung positif;
petekie, ekimosis, atau purpura; perdarahan mukosa; hematemesis dan
melena.
3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ ml).
4. Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma sbb:
Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai umur dan jenis
kelamin
Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan
dengan nilai hematokrit sebelumnya.
Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, hipoproteinemia,
hiponatremia.

37
Pada pasien ini sempat terjadi syok dimana pada saat pengukuran vital
sign di IRD, didapatkan hasil tekanan darah 80/60 mmHg, nadi 132x/menit isi dan
tegangan kurang. Kemudian didapatkan kaki dan tangan dingin saat dilakukan
pemeriksaan, serta hasil rumple leed yang positif. Maka untuk mengatasi syok,
diberikan IVFD RL 7cc/KgBB (77cc/jam) secepatnya. Pasien dirawat di IKA
anak BARI. Setelah dilakukan penggantian cairan, dilihat lagi keadaan umum
pasien. Setelah dilakukan pengukuran, didapatkan hasil respon positif, tekanan
darah 90/60mmHg dan nadi 92x/menit dengan isi dan tegangan cukup. Pasien
diberitahu untuk banyak minum. Kemudian dilakukan evaluasi ketat tanda vital
(kurva suhu dan observasi tanda vital per 30 menit), tanda perdarahan, diuresis
(dilakukan balance cairan per 6 jam), serta dilakukan rencana pemeriksaan lab
yaitu: Hb, Ht, Trombosit. Bila keadaan vital stabil maka tetesan dikurangi menjadi
IVFD RL 5cc/KgBB/jam (55 cc/jam) gtt 14x/menit. Hari berikutnya, tanda-tanda
vital stabil, tetesan kembali dikurangi menjadi 3cc/KgBB/jam (33 cc/jam) gtt
8x/menit.

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Alan R. Diagnosis Demam Dengue/Demam Berdarah Dengue. Dalam: Sri


R, Hindra I, editor. Naskah Lengkap Demam Berdarah Dengue. Jakarta;
Balai Penerbit FKUI, 2004. hal. 73-79
2. Sri R, Soegeng S, dkk. Tatalaksana Demam Dengue/Demam Berdarah
Dengue pada anak. Dalam: Sri R, Hindra I, editor. Naskah Lengkap
Demam Berdarah Dengue. Jakarta; Balai Penerbit FKUI, 2004. hal. 80-
135
3. Infeksi Virus Dengue. Dalam: Sumarno S, dkk, editor. Buku Ajar Infeksi
dan Pediatri Tropis. Edisi II. Jakarta; Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2008.
hal. 155-181
4. Suhendro, dkk. Demam Berdarah Dengue. Dalam: Aru WS, Bambang S,
Idrus A, Marcellus SK, Siti S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi IV. Jakarta; Pusat Penerbitan, Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI, 2006. hal. 1709-1713
5. Tatty E. Pengelolaan Syok pada Demam Berdarah Dengue Anak. Dalam:
Sutarjo, Pudjo H, Sri M, editor. Tatalaksana Syok dan Perdarahan pada
Demam Berdarah Dengue. Yogyakarta; Medika Fakultas Kedokteran
UGM, 2004. hal. 75-86.
6. Demam Berdarah Dengue/DBD (DHF/DSS). Dalam: Standar Pelaksanaan
Ilmu Kesehatan Anak Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSMH. Palembang,
2008. hal 5-12
7. Yulia Iriani. Tata laksana Syok pada Demam Berdarah Dengue; Bahan
Kuliah Ilmu Kesehatan Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya; Palembang, 2008.

39

Anda mungkin juga menyukai