Anda di halaman 1dari 7

Anas Fahmi Abdullah, Batang Jawa Tengah

Pertanyaan 1 :

Bolehkah uang tabungan yang telah diikrarkan untuk biaya perjalanan haji
dipergunakan untuk membuat rumah, untuk menikah atau untuk dibantukan kepada
orang lain yang sangat membutuhkan ?

Jawaban :

Sebagai telah diketahui bahwa ibadah haji adalah rukun Islam yang kelima, dan
diwajibkan kepada orang Islam yang telah aqil baligh serta memiliki kesanggupan yakni
memiliki bekal dan memungkinkan pula dalam perjalanannya. Allah berfirman :
َ ِ‫طاعَ إ ِل َْيسه‬
‫سسِبيل ً ) آل‬ َ َ ‫سست‬
ْ ‫نا‬
ِ ‫مس‬ ِ ‫ج ال ْب َْيس‬
َ ‫ت‬ ّ ‫حس‬
ِ ‫س‬ َ ّ
ِ ‫ول ِلهِ عَلى الّنسا‬
( 97 : {3} ‫عمران‬
Artinya : “ … Ibadah haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi
orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah …” (QS. Ali Imran {3} : 97).
Dalam hadits disebutkan :
َ
‫م فِسسي قَسوْل ِهِ عَسّز َو‬ َ ّ ‫س سل‬
َ َ‫ه عَل َي ْهِ و‬ ُ ‫صّلى الل‬ َ ‫ي‬ ّ ِ ‫ن الن ّب‬ّ ‫سأ‬ َ ْ َ‫ع‬
ٍ َ ‫ن ان‬
‫مسسا‬
َ ِ‫ل الل سه‬ َ ْ ‫س سو‬
ُ ‫ ي َسسا َر‬:‫ل‬ َ ‫سِبيل ً قَسسا‬
َ ‫ل قِي ْس‬ َ ِ‫طاعَ إ ِل َي ْه‬ َ َ ‫ست‬ْ ‫نا‬ ِ ‫م‬ َ :‫ل‬ ّ ‫ج‬َ
(‫ة )رواه الدارقطني‬ ُ َ ‫حل‬
ِ ‫ الّزاد ُ وَ الَرا‬:‫ل‬ َ ‫ل؟ َقا‬ ُ ْ ‫سب ِي‬
ّ ‫ال‬
Artinya : “Dari Anas bahwa Nabi SAW., pada firman Allah َ ‫طاع‬ َ َ ‫ست‬ْ ‫ن ا‬ ِ ‫م‬ َ
َ ِ‫( إ ِل َي ْه‬orang yang sanggup mengadakan perjalanan), menyatakan bahwa
ً ‫سِبيل‬
beliau ditanya: Apa yang dimaksud dengan as-Sabiil (jalan) ? Beliau menjawab: Bekal
dan perjalanan.” (HR. Ad-Daaruquthnii).
Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh al-Hakim, dan beliau juga mensahihkannya
(Asy-Syaukani, Nailul Authar, Juz V:13). Dijelaskan pula bahwa yang dimaksud
dengan bekal oleh kebanyakan ulama adalah bekal untuk dirinya dan keluarganya
sampai ia pulang dari tanah suci (menunaikan ibadah haji).
Mengingat bahwa haji sebagai sebuah kewajiban (rukun Islam yang kelima),
maka hendaknya setiap orang Islam yang diberi keluasan rizki bercita-cita dan berusaha
untuk dapat menunaikan ibadah haji dengan terlebih dahulu berupaya untuk dapat
memiliki bekalnya sebagai sarana dapat dilakukan ibadah haji itu. Dalam qaidah
ushuliyah ditegaskan:
ِ‫صد‬ َ ‫م ْال‬
ِ ‫مَقا‬ ُ ْ ‫حك‬
ُ ‫ل‬
ِ ِ ‫سائ‬
َ َ‫ِللو‬
Artinya : “Hukum bagi sarana sama dengan hukum tujuannya.”
Dalam kaitannya dengan pelaksanaan ibadah haji dapat dikatakan bahwa bagi
orang Islam yang diberi keluasan rizki wajib untuk berusaha agar memiliki bekal guna
dapat menunaikan ibadah haji. Oleh karena itu, menabung dan mengikrarkan untuk
biaya perjalanan ibadah haji (BPH, dulu ONH), merupakan perbuatan bijak dan terpuji.
Penabungnya dapat dikatakan sebagai hamba Allah yang sungguh-sungguh berupaya
untuk dapat melaksanakan ibadah haji. Uang tabungan haji ini hendaknya dijaga
sedemikian rupa agar tidak digunakan untuk keperluan lain, sehingga maksud dari
menabung dapat menjadi kenyataan.
Namun apabila dalam masa menabung ini terjadi sesuatu hal yang merupakan
kebutuhan pokok baik bagi dirinya maupun keluarganya, yang jika kebutuhan pokok
itu tidak terpenuhi akan menimbulkan mafsadat atau menimbulkan madlarat lebih
besar, sementara kebutuhan itu tidak dapat dicukupi oleh sumber dana yang lain atau
bahkan tidak ada sumber dana yang lain kecuali tabungan haji, maka menurut pendapat
kami uang tabungan haji dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhan pokok tersebut.
Dalam qaidah fiqh disebutkan:
‫ح‬
ِ ِ ‫صال‬ َ ‫ب ْال‬
َ ‫م‬ ِ ْ ‫جل‬
َ ‫م عََلى‬
ٌ ّ ‫مَقد‬
ُ ِ‫سد‬ َ ‫د َْرءُ ْال‬
ِ ‫مَفا‬
Artinya : “Menolak kemafsadatan didahulukan daripada menarik
kemaslahatan.”
‫ف‬ َ َ ‫ضَررِ ا ْل‬
ّ ‫خ‬ ّ ‫ل ِبال‬ َ َ ‫ضَرُر ا ْل‬
ُ ‫شد ّ ي َُزا‬ ّ ‫ال‬
Artinya : “Kemadlaratan yang lebih berat dihilangkan dengan kemadlaratan
yang lebih ringan.”
Akan tetapi jika kebutuhan itu tergolong kepada kebutuhan pelengkap ( sekunder /
tahsiniy ), hendaknya jangan diambilkan dari uang tabungan haji.
Sekedar contoh, seorang pemuda lajang yang pada suatu saat harus menikah,
sebab jika tidak segera menikah dia takut terseret kepada perbuatan maksiat, bahkan
perzinaan. Pada saat itu dia tidak mempunyai biaya kecuali uang tabungan haji. Dalam
hal ini ia boleh untuk menggunakan uang tabungan haji untuk biaya pernikahannya.
Seorang petani yang gagal panen karena tanaman padi di sawahnya terserang
hama, atau seorang karyawan yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh
perusahaan tempat ia bekerja, pada saat ia kehabisan bahan makanan dan tidak
mempunyai persediaan lain kecuali uang tabungan haji, menurut hemat kami ia boleh
mengambil uang tabungan hajinya untuk menutupi dan mencukupi kebutuhan makan
bagi keluarganya.
Seseorang yang rumahnya dari segi kesehatan sudah tidak lagi layak huni atau
tidak lagi dapat menampung semua anggota keluarganya, atau rumah yang dihuni
terkena musibah seperti tanah longsor, kebakaran, dan sebagainya, sementara untuk
memperbaiki atau membangun rumah tidak ada biaya kecuali dari uang tabungan haji,
menurut hemat kami uang tabungan haji dapat digunakan.
Tentang penggunaan tabungan haji untuk membantu orang lain yang sangat
memerlukan, dapat dikemukakan sebagai berikut. Islam mengajarkan kepada setiap
pemeluknya untuk menjalin kerjasama atau saling tolong menolong dalam melakukan
kebajikan. Allah berfirman:
ِ ‫وى وَل َ ت ََعاوَُنوا عََلى ا ْل ِث ْم ِ َوال ْعُد َْوا‬
)‫ن‬ َ ‫وَت ََعاوَُنوا عََلى ال ْب ِّر َوالت ّْق‬
( 2:{5} ‫المائدة‬
Artinya : “Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS. Al-
Maidah {5}:2).
Dalam surat al-Ma’un ditegaskan bahwa orang yang tidak mau atau enggan
memberi pertolongan termasuk salah satu dari kelompok orang yang lalai terhadap nilai
shalatnya yang oleh karenanya diancam dengan wail (adzab yang berat di akhirat).
Dalam hadits diterangkan:
َ ّ ‫س سل‬
‫م‬ َ َ‫ه عَل َي ْسهِ و‬
ُ ‫صّلى الل‬ ُ ‫سو‬
َ ِ‫ل الله‬ ُ ‫ل َر‬ َ ‫ن أ َِبي هَُري َْرةَ َقا‬
َ ‫ل َقا‬ ْ َ‫ع‬
‫ه‬
ُ ‫ه عَن ْس‬ ُ ‫س الل س‬ َ ‫ب ال سد ّن َْيا ن َّف س‬ ِ ‫ن ك َُر‬ ْ ‫م‬ ِ ‫ة‬ ً َ ‫ن ك ُْرب‬ ٍ ‫م‬ِ ْ ‫مؤ‬
ُ ‫ن‬ْ َ‫س ع‬ َ ‫ن ن َّف‬ ْ ‫م‬ َ
‫ه‬ُ ‫سَر الل‬ ّ َ ‫سرٍ ي‬ِ ْ ‫مع‬ُ ‫سَر عََلى‬ ّ َ‫ن ي‬ْ ‫م‬ َ َ ‫مة ِ و‬ َ ‫ب ي َوْم ِ ال ِْقَيا‬ِ ‫ن ك َُر‬ْ ‫م‬ِ ‫ة‬ً َ ‫ك ُْرب‬
‫ه فِسسي‬ ُ ‫سست ََرهُ اللس‬ َ ‫ما‬ ً ِ ‫س سل‬ْ ‫م‬ ُ ‫سست ََر‬ َ ‫ن‬ ْ ‫م‬ َ َ‫خَرةِ و‬ ِ ‫عَل َي ْهِ ِفي الد ّن َْيا وَْال‬
‫ن‬ ِ ْ‫ن ال ْعَب ْد ُ فِسسي عَ سو‬َ ‫كا‬ َ ‫ما‬ َ ِ‫ن ال ْعَب ْد‬ ِ ْ‫ه ِفي عَو‬ ُ ‫خَرةِ وَ الل‬ ِ ‫الد ّن َْيا وَْال‬
(‫خيهِ )رواه مسلم‬ ِ َ‫أ‬
Artinya : “Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata: Rasulullah SAW bersabda:
Barangsiapa yang melapangkan nafas seorang muslim dari sebuah kesusahan di dunia,
maka Allah akan melapangkan nafas orang itu dari kesusahan di hari kiamat;
barangsiapa yang mempermudah terhadap orang yang sedang mendapat kesukaran,
maka Allah akan memudahkan terhadapnya di dunia dan di akhirat; dan barangsiapa
yang menutup cela seorang muslim, maka Allah akan menutup cela(kesalahan)nya di
dunia dan di akhirat. Allah akan selalu menolong hamba-Nya, selama hamba-Nya
menolong sesama saudaranya.” (HR. Muslim).
ِ ‫ه عَل َي ْس‬
‫ه‬ ُ ‫صّلى الل س‬ َ ِ‫ل الله‬ ُ ‫سو‬ُ ‫ل َر‬ َ ‫ل َقا‬ َ ‫شيرٍ َقا‬ ِ َ‫ن ب‬ ِ ْ‫ن ب‬ ِ ‫ما‬َ ْ‫ن الن ّع‬ ِ َ‫ع‬
‫ه‬ُ ‫كى ك ُّلسس‬ َ َ ‫شت‬
ْ ‫ها‬ َ َ ‫شت‬
ُ ُ ‫كى عَي ْن‬ ْ ‫نا‬ِ ِ ‫حدٍ إ‬ ِ ‫ل َوا‬ ٍ ‫ج‬ُ ‫ن ك ََر‬ َ ‫مو‬ ُ ِ ‫سل‬
ْ ‫م‬ ُ ْ ‫م ال‬َ ّ ‫سل‬َ َ‫و‬
ْ
(‫ه )رواه مسلم‬ ُ ّ ‫كى ك ُل‬َ َ ‫شت‬ْ ‫ها‬ ُ ‫س‬ُ ‫كى َرأ‬ َ َ ‫شت‬ ْ ‫نا‬ ِ ِ ‫وَإ‬
Artinya : “Dari Nu’man ibnu Basyir berkata: Orang-orang Islam seperti satu
badan orang; apabila mengeluh (merasa sakit) matanya, maka mengeluh (merasa
sakit) seluruh (anggota tubuh)nya, dan apabila mengeluh (merasa sakit) kepalanya,
maka mengeluh (merasa sakit) seluruh (anggota tubuh)nya.” (HR. Muslim).
Dari keterangan ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits yag telah dikutip, dapat
dikemukakan bahwa seorang muslim harus menolong orang muslim yang lain yang
sedang mengalami kesulitan atau tertimpa musibah. Bahkan ketika di suatu lingkungan
masyarakat hanya terdapat satu orang yang dapat menolong atau memberi bantuan,
maka dalam hal ini memberi bantuan tersebut hukumnya menjadi fardlu ‘ain baginya.
Sekedar contoh, jika ada orang miskin tertimpa musibah, seperti sakit keras yang
jika tidak segera diobati sakitnya akan bertambah parah dan dapat menyebabkan
kematian. Dalam hal ini wajib bagi orang-orang Islam yang lain untuk menolong atau
membantunya. Bahkan jika di lingkungan masyarakatnya hanya terdapat satu orang
yang mampu menolong atau memberi bantuan, maka fardlu ‘ain baginya untuk
membantunya; artinya jika ia menolong mendapat pahala, tetapi jika ia tidak menolong,
maka berdosa. Jika untuk menolong atau memberi bantuan ini tidak ada dana lain
kecuali uang tabungan haji atau sumber lain tidak dapat mencukupi, maka boleh diambil
dari tabungan hajinya.
Sungguhpun uang tabungan haji, jika sangat diperlukan dapat digunakan untuk
menutup atau mencukupi kebutuhan pokok, namun penggunaan ini hendaknya betul-
betul seperlunya saja, sehingga dengan sisa yang ada (jika mungkin) akan menjadi
dorongan untuk menabung lagi sampai dengan tercukupi bekal biaya perjalanan hajinya
– disamping pemborosan itu merupakan perbuatan yang dilarang agama.

Pertanyaan 2 :

Dua orang suami istri yang menikah 17 tahun yang lalu dan hidup bersama kurang
harmonis lantaran tidak punya keturunan dan istri sakit-sakitan. Bahkan istri sudah
menjalani operasi kandungan 7 tahun lalu, dan dinyatakan oleh dokter kandungan (istri
mandul). Dulu waktu laki-lakinya meminang berjanji akan hidup bersama (suami-istri)
sampai tua. Namun setelah berjalan pernikahan itu 2 bulan, diketahui istrinya sakit
keputihan yang menghalangi persetubuhan hingga sekarang. Dulu sebelum dilamar istri
tidak pernah menceritakan penyakitnya itu, padahal kata istri penyakitnya itu diderita
sejak ia duduk di bangku SMP hingga sekarang. Lantaran penyakitnya itu si istri pernah
menyarankan suami untuk mencerai atau menikah lagi dengan wanita lain.
Pertanyaannya, bolehkah suami mencerai istrinya lalu menikahi wanita lain
(hukum mencerai istri tadi bagaimana?), padahal waktu meminang dulu berjanji akan
hidup suami-istri sampai tua, tetapi dia tidak tahu kalau istri sakit yang dapat
menghalangi persetubuhan?

Jawaban :

Janji dalam bahasa Arab disebut ُ ‫ا َل ْعَهْد‬ . Kata ini sering diartikan pula dengan
ْ َ‫( ا َل ْع‬ikatan). Memang janji itu mengikat terhadap orang yang berjanji dan kadang-
ُ ‫قد‬
kadang mengikat pula terhadap orang yang dijanjikan. Islam mengajarkan agar orang
yang berjanji menepati janjinya. Allah SWT berfirman:
َ َ ‫ن ال ْعَهْد‬ َ
( 34:{17} ‫سُئول ً ) السراء‬
ْ ‫م‬
َ ‫ن‬
َ ‫كا‬ ّ ِ ‫وَأوُْفوا ِبال ْعَهْدِ إ‬
Artinya : “Penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggung
jawabannya.” (QS. Al-Isra’ {17}:34).
Sering kali janji ini dikaitkan dengan syarat atau dijadikan syarat. Semisal
seseorang wanita mau dinikahi dengan syarat apabila calon suami berjanji akan tetap
memberi kesempatan bagi calon istri untuk melanjutkan studinya. Demikian pula syarat
ini mengikat terhadap mereka. Dalam hadits disebutkan:
‫م ) رواه أبسسو داود و الحسساكم عسسن أبسسي‬ ُ ‫ن عََلى‬
ْ ِ‫شُروْط ِه‬ َ ْ ‫مو‬
ُ ِ ‫سل‬ ُ ْ ‫ا َل‬
ْ ‫م‬
( ‫هريرة‬
Artinya : “Orang-orang Islam diwajibkan menepati syarat-syarat mereka.” (HR.
Abu Dawud dan Al-Hakim dari Abu Hurairah).
Namun syarat yang harus ditaati ialah syarat yang tidak bertentangan dengan
ketentuan-ketentuan Allah, misalnya syarat itu tidak mengharamkan yang dihalalkan
(dibolehkan) oleh agama atau tidak menghalalkan yang diharamkan oleh agama. Jika
syarat itu bertentangan dengan ketentuan Allah, maka syarat itu batal. Rasulullah SAW
bersabda:
َ ‫ن ك َسسا‬
‫ن‬ ٌ ‫ب اللهِ ت ََعاَلى فَهُ سوَ َباط ِس‬
ْ ِ ‫ل وَ إ‬ َ ْ ‫ط ل َي‬
ِ ‫س ِفي ك َِتا‬ َ ‫ل‬
ٍ ‫شْر‬ ّ ُ‫ك‬
( ‫ط ) رواه الطبرانى عن ابن عباس‬ َ ‫ة‬
ٍ ‫شْر‬ ُ َ ‫مائ‬ِ
Artinya : “Setiap syarat yang tidak terdapat dalam kitab Allah SWT adalah batal,
sekalipun jumlahnya seratus syarat.” (HR. Ath-Thabrani dari Ibnu Abbas).
Dalam kaitan dengan pertanyaan yang diajukan, jika dicermati, maka :
1.Hubungan antara suami dan istri kurang harmonis. Keadaan ini kurang selaras atau
belum/tidak mewujudkan yang diajarkan oleh Islam, karena Islam mengajarkan agar
dengan perkawinan itu dapat diperoleh kehidupan yang tenteram penuh kasih
sayang. Allah berfirman:
‫سك ُُنوا إ ِل َي َْها‬ َ ُ ‫خل َق ل َك ُم من أ َنُفسك‬ َ
ْ َ ‫جا ل ِت‬
ً ‫م أْزَوا‬ْ ِ ْ ْ ِ ْ َ َ ‫ن‬ ْ ‫ن آَيات ِهِ أ‬ ْ ‫م‬ ِ َ‫و‬
ّ ٍ ‫ك َلي َسسا‬ َ ‫ن فِسسي ذ َل ِس‬ ْ ‫ل ب َي ْن َك ُس‬
َ َ ‫جع‬
ٍ ‫ت لَق سوْم‬ ّ ِ‫ة إ‬
ً ‫مس‬َ ‫ح‬
ْ ‫م سوَد ّةً وّ َر‬
ّ ‫م‬ َ َ‫و‬
( 21:{30} ‫ن ) الروم‬ َ ‫ي ّت ََفك ُّرو‬
Artinya : “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya, ialah Dia menciptakan
untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan di antaramu rasa kasih dan
sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar-Rum {30}:21).
Dalam pasal 116 Kompilasi Hukum Islam (KHI) huruf f. disebutkan: Perceraian
dapat terjadi karena alasan antara suami dan istri terus menerus terjadi
perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam
rumah tangga.
2.Karena sakit yang diderita istri menghalangi persetubuhan. Kondisi seperti ini tidak
mewujudkan yang diajarkan dalam Islam, yakni bahwa perkawinan merupakan cara
yang terhormat dan sah untuk penyaluran nafsu seksual. Dalam ajaran Islam
perkawinan menghalalkan hubungan laki-laki dan perempuan sebagai suami dan
istri. Dalam al-Qur’an disebutkan:
َ ُ ‫ذا تط َهرن فَأ ْتوهُن من حي‬
:{2} ‫ه ) البقسسرة‬ ُ ُ ‫مَرك‬
ُ ‫م الل س‬ َ ‫ثأ‬ ْ َ ْ ِ ّ ُ َ ْ ّ َ َ ِ ‫فَإ‬
( 222
Artinya : “Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang
diperbolehkan Allah kepadamu.” (QS. Al-Baqarah {2}:222).
َ ُ ‫ث ل َك ُم فَأ ْتوا حرث َك‬
ْ ُ ‫شئ ْت‬
:{2} ‫م ) البقسسرة‬ ِ ‫م أّنى‬
ْ ْ َ ُ ْ ٌ ‫حْر‬ ْ ُ ‫ساؤُك‬
َ ‫م‬ َ ِ‫ن‬
( 223
Artinya : “Istri-istrimu adalah ( seperti ) tanah tempat bercocok tanam, maka
datangilah tanah tempat bercocok tanammu itu bagaimana saja yang
kamu kehendaki.” (QS. Al-Baqarah {2}:223).
ْ ‫س ل َك ُس‬
‫م‬ ٌ ‫ن ل َِبا‬
ّ ُ‫م ه‬ َ ِ ‫ث إ َِلى ن‬
ْ ُ ‫سائ ِك‬ ُ َ‫صَيام ِ الّرف‬
ّ ‫ة ال‬َ َ ‫م ل َي ْل‬
ْ ُ ‫ل ل َك‬ّ ‫ح‬ ِ ُ‫أ‬
َ
( 187:{2} ‫ن ) البقرة‬ ّ ُ‫س ل َه‬ ٌ ‫م ل َِبا‬ ْ ُ ‫وَأن ْت‬
Artinya : “Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan
istri-istrimu; mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah
pakaian bagi mereka.” (QS. Al-Baqarah {2}:187).
Dalam KHI pasal 116 huruf e. disebutkan: Perceraian dapat terjadi karena alasan
salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat
menjalankan kewajibannya sebagai suami istri.
3.Dalam perkawinan tersebut tidak diperoleh keturunan, padahal Allah menciptakan
manusia dengan disertai naluri berkeinginan memiliki keturunan. Allah berfirman:
‫ر‬ ِ ‫ن َوال َْقَنسسا‬
ِ ‫طي‬ َ ‫ساِء َوال ْب َِني‬
َ ّ ‫ن الن‬
َ ‫م‬
ِ ‫ت‬
ِ ‫وا‬ ّ ‫ب ال‬
َ َ ‫شه‬ ّ ‫ح‬
ُ ‫س‬
ِ ‫ن ِللّنا‬
َ ّ ‫ُزي‬
( 14:{3} ‫مَقن ْط ََرةِ … ) آل عمران‬ ُ ْ ‫ال‬
Artinya : “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa
yang diingini yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak, …”
(QS. Ali Imran {3}:14).
َ ُ ‫ل ل َك ُم مسن أ َنُفسسك‬
‫ن‬
ْ ‫مس‬ ْ ‫ل ل َك ُس‬
ِ ‫م‬ َ ‫جع َ س‬
َ َ‫جسسا و‬
ً ‫م أْزَوا‬
ْ ِ ْ ْ ِ ْ َ َ ‫جع‬
َ ‫ه‬
ُ ‫وَ الل‬
َ
ِ ‫ن الط َي ّب َسسا‬
} ‫ت ) النحسسل‬ َ ‫مس‬ ْ ُ ‫حَفد َةً وَ َرَزقَك‬
ِ ‫م‬ َ َ‫ن و‬ ْ ُ ‫جك‬
َ ‫م ب َِني‬ ِ ‫أْزَوا‬
( 72:{16
Artinya : “Allah menjadikan bagi kamu istri-istri dari jenis kamu sendiri dan
menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu,
dan memberimu rizki yang baik-baik.” (QS. An-Nahl {16}:72).
Dengan demikian dalam perkawinan sebagai yang saudara kemukakan, karena
belum/tidak mewujudkan sepenuhnya yang disebutkan dalam ayat di atas, yakni
belum/tidak mewujudkan keinginan untuk memiliki anak.
Berdasarkan keterangan di atas, dapat dipahami bahwa sesungguhnya janji untuk
hidup bersama sampai tua sebagaimana yang dikemukakan dalam pertanyaan di atas,
jika dipertahankan akan berarti mempertahankan keadaan yang tidak mampu
mewujudkan yang disebutkan dalam al-Qur’an, jika tidak mungkin dikatakan sebagai
mempertahankan keadaan yang bertentangan dengan ketentuan-ketentuan syara’. Oleh
karena itu menurut hemat kami janji tersebut tidak harus dipertahankan, karena tidak
mencerminkan kemaslahatan yang telah diterangkan dalam al-Qur’an; apalagi
sebagaimana telah disebutkan dalam pertanyaan bahwa istri menyarankan suami untuk
menceraikan dan kawin lagi. Pernyataan istri ini menunjukkan kerelaannya janji suami
tidak berlaku lagi. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa suami dibenarkan
menceraikan istrinya dan tidak pula dianggap sebagai melanggar janji.

Pertanyaan 3 :

Setiap sekolah pada tahun ajaran baru memungut uang pada orang tua murid
untuk saranadan prasarana (seperti untuk membangun lokal atau meja/kursi dll.).
Bolehkah uang tersebut diambil beberapa prosen atau sebagian untuk membeli pakaian
PSH atau uang sangu THR (Tunjangan Hari Raya) para gurunya? Padahal uang tersebut
alokasinya sudah jelas untuk sarana dan prasarana sekolah.

Jawaban :

Uang yang dipungut dari orang tua atau wali murid, dapat dikatakan sebagai
titipan (amanah) orang tua atau wali murid kepada sekolah untuk pengadaan sarana dan
prasarana sekolah. Islam mengajarkan, agar orang yang diberi amanah untuk
menunaikan amanah tersebut dengan sebaik-baiknya. Dalam al-Qur’an diterangkan:
‫ه‬ ْ ُ َ ‫مان َت‬ َ ‫فَإن أ َمن بعضك ُم بعضا فَل ْيؤَد ال ّذي ائ ْتم‬
َ ‫ق اللسس‬
ِ ‫ه وَلي َّتسس‬ َ ‫نأ‬َ ِ ُ ِ ّ ُ ً َْ ْ ُ َْ َ ِ ْ ِ
(283:{2} ‫ه )البقرة‬ُ ّ ‫َرب‬
Artinya : “Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagaian yang lain,
maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanahnya dan hendaklah ia
bertaqwa kepada Allah Tuhannya.” (QS. Al-Baqarah {2}:283).
َ
‫خوُنسسوا‬ َ ‫سسسو‬
ُ َ ‫ل وَت‬ ُ ‫ه َوالّر‬ ُ َ ‫مُنسسوا ل َ ت‬
َ ‫خوُنسسوا اللسس‬ َ ‫ن َءا‬ َ ‫ذي‬ ِ ‫َيسسآ أي َّهسسا اّلسس‬
َ َ
(27:{8} ‫ن )النفال‬ َ ‫مو‬ ُ َ ‫م ت َعْل‬ ْ ُ ‫ماَنات ِك‬
ْ ُ ‫م وَأن ْت‬ َ ‫أ‬
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah
dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanah-amanah
yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (QS. Al-Anfal {8}:27)
َ
(2) ‫ن‬
َ ‫شسسُعو‬
ِ ‫خا‬ ْ ِ‫صل َت ِه‬
َ ‫م‬ َ ‫م ِفي‬ ْ ُ‫ن ه‬
َ ‫ذي‬ ِ ّ ‫( ال‬1) ‫ن‬ َ ‫مُنو‬ ُ ْ ‫ح ال‬
ِ ْ ‫مؤ‬ َ َ ‫قَد ْ أفْل‬
} ‫( )المؤمنسسون‬8) ‫ن‬ َ ‫م َراعُسسو‬ َ ِ ّ ‫… َوال‬
ْ ِ‫م وَعَهْ سدِه‬ ْ ِ‫ماَنات ِه‬
َ ِ‫م ل‬ْ ُ‫ن ه‬ َ ‫ذي‬
(1،2،8:{23
Artinya : “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang
yang khusyu’ dalam shalatnya, … dan orang yang memelihara amanah-amanah (yang
dipikulnya) dan janjinya.” (QS. Al-Mu’minun : {}:1,2,8)
Berdasarkan petunjuk Allah melalui ayat-ayat al-Qur’an yang dikutip di atas,
hendaknya pihak sekolah merealisir pengadaan sarana dan prasarana sekolah yang
disepakati dengan menggunakan uang yang dipungut dari orang tua atau wali murid
sebagai amanah yang harus ditunaikan dengan sebaik-baiknya.
Jika pihak sekolah sudah melaksanakan amanah tersebut yakni telah melakukan
pengadaan sarana dan prasarana sekolah dan telah dipandang cukup; sementara itu dana
dari orang tua atau wali murid yang disediakan untuk keperluan itu masih tersisa, atau
memang pihak sekolah akan mengalihkan penggunaan dana untuk sarana dan prasarana
sekolah tersebut, baik sebagian atau seluruhnya untuk keperluan yang lain, seperti untuk
pengadaan pakaian seragam guru/karyawan, untuk memberi Tunjangan Hari Raya
(THR), dan sebagainya, hendaklah dimusyawarahkan dengan orang tua atau wali murid
untuk dimintakan persetujuan atau kerelaannya. Jika mereka menyetujui, pengalihan
penggunaan dana menjadi jelas seizin yang memberi amanah.
Dengan cara seperti itu akan menjadi transparan pengelolaan dana umat ini dan
sekaligus dapat menghindari kemungkinan munculnya tanggapan negatif terhadap
sekolah. Lebih dari itu, pakaian yang dibeli atau THR yang diterima akan lebih terjamin
sebagai rizki yang halal dan thayyib.

Anda mungkin juga menyukai