Anda di halaman 1dari 8

85

Sifat Optik Lapisan Tipis In


2
O
3
yang Ditumbuhkan dengan Metode MOCVD
Horasdia Saragih
1)
, Hasniah Aliah
2)
, Euis Sustini
2)
, Albinur Limbong
1)
, dan Albert Manggading Hutapea
1)

1)
Laboratorium Teknologi Terapan, FMIPA,
Universitas Advent Indonesia, Lembang
2)
Kelompok Keahlian Fisika Material Elektronik,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengatahuan Alam,
Institut Teknologi Bandung, Bandung
e-mail: horas@dosen.fisika.net
Diterima 1 Maret 2010, disetujui untuk dipublikasikan 19 Maret 2010
Abstrak
Lapisan tipis In
2
O
3
telah ditumbuhkan di atas substrat gelas dengan metode MOCVD menggunakan prekursor
metal organic In(TMHD)
3
. Parameter penumbuhan yang digunakan adalah: temperatur bubbler untuk menguapkan
In(TMHD)
3
200
o
C, tekanan bubbler 260 Torr, temperatur substrat 300
o
C, laju alir gas Ar 50 sccm, laju alir gas O
2

50 sccm, tekanan total penumbuhan 2x10
-3
Torr, dan waktu penumbuhan 120-180 menit. Tiga jenis lapisan tipis
In
2
O
3
dihasilkan yang dibedakan oleh ketebalannya, yaitu 531, 434, dan 404 nm. Sifat optik lapisan diinvestigasi
dengan menggunakan alat Spectrophotometry UV-Vis. Diperoleh bahwa transmitansi ketiga lapisan pada rentang
panjang gelombang sinar tampak rata-rata di atas 80%. Perbedaan ketebalan lapisan sekitar 127 nm tidak
mempengaruhi secara signifikan karakteristik transmisi optiknya. Lebar celah pita energi ketiga lapisan In
2
O
3

terentang dari 3,76-3,80 eV. Sementara lebar pita energi Urbach-nya terentang dari 0,20-0,22 eV. Ketiga lapisan
tipis In
2
O
3
yang tumbuh memiliki karakteristik transisi tidak langsung ke pita terlarang.
Kata kunci : Sifat optik; Lapisan tipis; In
2
O
3
; Metal organic; In(TMHD)
3
; MOCVD.
Abstract
The In
2
O
3
thin films have been deposited on glass substrate by MOCVD method using In(TMHD)
3
metal organic
precursor. The growth parameters, such as bubbler temperature 200
o
C, bubbler pressure 260 Torr, substrate
temperature 300
o
C, flow rate of Ar gas 50 sccm, flow rate of O
2
gas 50 sccm, chamber pressure 2x10
-3
Torr, and
duration of growth from 120 to 180 minutes were used. Three In
2
O
3
thin films with different thicknesses, i.e. 531,
434, and 404 nm were resulted. Optical transmissions of the thin films in the visible wavelength were above of 80%,
and not significantly influenced by thickness difference up to about of 127 nm. The optical band gap and Urbach
energy band of thin films were 3,76-3,80 eV and 0,20-0,22, respectively. The thin films deposited have indirect
forbidden transition.
Keywords: Optical properties; Thin films; In
2
O
3
; Metal organic; In(TMHD)
3
; MOCVD
1. Pendahuluan
Teknologi penumbuhan lapisan tipis
memberikan kontibusi yang sangat signifikan pada
pengembangan divais mikroelekronika dan
optoelektronika (Edwards et al., 2004). Karakteristik
berbagai material, seperti metal, semikonduktor dan
insulator, dianalisis dalam bentuk lapisan tipis.
Pemahaman yang baik terhadap karakteristik material
dalam bentuk lapisan tipis sangat dibutuhkan
khususnya untuk mengembangkan peralatan
elektronika yang saat ini telah didominasi oleh
material berbentuk lapisan tipis. Untuk kebutuhan
praktis, penyelidikan karakteristiknya dan
pengembangan teknologi penumbuhannya terus
dilakukan.
Lapisan tipis In
2
O
3
adalah suatu material
oksida yang dapat digunakan pada berbagai bidang
terapan, seperti flat-panel display, smart window,
optical waveguide, dan sel surya (Edwards et al.,
2004). Pada seluruh terapan tersebut, In
2
O
3

digunakan sebagai transparent conducting oxide
(TCO) karena sifatnya yang unik yang memiliki
transparansi optik yang tinggi dan resistivitas
listriknya yang rendah. Meningkatkan transparansi
optik pada rentang panjang gelombang ultraviolet
sampai ke infra merah dan menurunkan resistivitas
listriknya adalah usaha yang harus dilakukan untuk
meningkatkan kinerjanya (Shah et al., 2005; Koida et
al., 2007). Resistivitas listrik yang rendah dapat
diperoleh dengan meningkatkan konsentrasi dan
mobilitas pembawa muatan. Pembawa muatan pada
In
2
O
3
dapat dibangkitkan oleh kekosongan oksigen
dan atau kehadiran elemen dadah (Koida et al.,
2007). Di lain pihak, transparansi optik ditentukan
oleh perbandingan elemen logam dan oksigen
sebagai penyusun lapisan, dimana lapisan yang kaya
elemen logam (bersifat metalik) akan menghasilkan
resistivitas yang rendah namun memiliki transparansi
yang juga rendah. Transparansi optik dapat
ditingkatkan dengan meningkatkan kandungan O dan
kehalusan permukaan lapisan (Caglar et al., 2006).
Kekosongan oksigen dan kehalusan permukaan
86 JURNAL MATEMATIKA DAN SAINS, AGUSTUS 2010, VOL. 15 NOMOR 2

lapisan sangat bergantung pada teknik penumbuhan
(Koida et al., 2007).
Salah satu metode penumbuhan lapisan tipis
yang sangat populer dan banyak digunakan pada
dunia industri adalah metal organic chemical vapor
deposition (MOCVD). Metode MOCVD memiliki
beberapa kelebihan (Wang et al., 2007; Babelon et
al., 1998; Sandell et al., 2002; Kim et al., 1994; Cho
et al., 2002; Nami et al., 1997), yaitu (1) dapat
menumbuhkan lapisan secara uniform dengan
permukaan yang sangat halus, (2) leluasa
memanipulasi stoikiometri lapisan pada saat
penumbuhan, (3) memiliki laju penumbuhan yang
tinggi, (4) dapat menumbuhkan lapisan pada berbagai
bentuk permukaan, dan (5) dapat melakukan
penumbuhan pada tekanan yang relatif tinggi.
Didasarkan pada kelebihan tersebut penumbuhan
lapisan tipis In
2
O
3
sangat tepat dilakukan dengan
metode MOCVD. Pada makalah ini studi
penumbuhan lapisan tipis In
2
O
3
dengan metode
MOCVD dan karakteristik optiknya, dilaporkan.
2. Eksperimen
Lapisan tipis In
2
O
3

ditumbuhkan di atas
substrat gelas dengan menggunakan reaktor MOCVD
tipe cold-wall cylindrical vertical (Saragih et al.,
2009). Tabung penguap (bubbler) digunakan sebagai
wadah penguap bahan metal organic In(TMHD)
3
.
Ruang penumbuhan dilengkapi dengan suatu dinding
(wall) yang dapat didinginkan dengan suatu
pendingin air untuk menghindari terjadinya reaksi
kimia antara bahan prekursor dan dinding reaktor.
Suatu sistim pemanas (heater) logam molybdenum
(Mo) berbentuk lempeng (disk) digunakan sebagai
tempat di mana substrat ditempelkan dan sekaligus
berguna untuk memanaskan dan mengendalikan
temperatur substrat. Alat ukur tekanan dan suatu
termokopel dipasang masing-masing untuk mengukur
tekanan ruang dan mengukur temperatur substrat
pada saat penumbuhan. Gas Ar digunakan sebagai
gas pembawa bahan uap prekursor. Pompa vakum
digunakan untuk mengevakuasi ruang penumbuhan
sampai ke tekanan sekitar 10
-3

Torr. Beberapa
pengontrol aliran massa (mass flow controller) dan
katub (valve) digunakan masing-masing untuk
mengontrol laju aliran massa bahan dan
mengendalikan arah aliran. Pengontrol tekanan
(pressure controller) digunakan untuk mengontrol
tekanan di ruang penumbuhan.
Sebelum digunakan, substrat gelas dicuci
dengan acetone selama 5 menit, kemudian dengan
methanol selama 5 menit dan diakhiri dengan 10%
HF dicampur dengan air (de-ionized water) selama 2
menit. Setelah pencucian selesai dilakukan, substrat
disemprot dengan gas N
2
. Substrat ditempel dengan
suatu pasta perak yang konduktif terhadap panas di
permukaan plat pemanas Mo di dalam ruang
penumbuhan. Prekursor metal organic In(TMHD)
3

digunakan sebagai sumber logam In dan gas O
2

digunakan sebagai sumber O pada stoikiometri
lapisan In
2
O
3
.
Temperatur penguapan prekursor diinvestigasi
melalui pengujian thermogravimetry-differential
thermal analysis (TG-DTA) dan digunakan sebagai
acuan untuk menetapkan temperatur bubbler pada
saat penumbuhan untuk memproduksi uap prekursor
metal organic In(TMHD)
3
. Uap prekursor yang
bersumber dari bubbler dialirkan ke ruang
penumbuhan dengan menggunakan gas pembawa Ar.
Pada saat penumbuhan, parameter-parameter yang
dikontrol adalah: (1) temperatur bubbler In(TMHD)
3

(T
b
), (2) temperatur substrat (T
s
), (3) tekanan di
dalam bubbler (P
b
), (4) laju aliran gas Ar yang
membawa uap In(TMHD)
3
, (5) laju aliran gas O
2
, (6)
tekanan total penumbuhan (P
tot
), dan (7) waktu
penumbuhan (t). Sifat optik lapisan tipis In
2
O
3
yang
dihasilkan diinvestigasi dari pengukuran transmitansi
optik pada panjang gelombang 190 nm sampai 820
nm dengan alat Spectrophotometry UV-VIS HP 8452
Diode Array.
3. Hasil dan Diskusi
3.1 Penumbuhan lapisan tipis In
2
O
3

Sifat termal prekursor In(TMHD)
3
dianalisis
dari data TG-DTA yang dilakukan pada lingkungan
atmosfer gas Ar dan tekanan udara terbuka dengan
laju pemanasan 5
o
C/menit. Hasilnya menunjukkan
bahwa prekursor In(TMHD)
3
menguap secara
signifikan mulai pada temperatur 184
o
C. Kajian
lengkap sifat termal prekursor In(TMHD)
3
ini telah
dilaporkan oleh Saragih et al. (2009). Mengacu pada
hasil TG-DTA maka temperatur bubbler (T
b
) pada
saat penumbuhan ditetapkan sebesar 200
o
C.
Semua ikatan kimia grup organik TMHD
terdisosiasi secara sempurna dari logam In pada
temperatur 300
o
C sampai 400
o
C, dengan demikian
temperatur substrat yang digunakan pada saat
penumbuhan adalah 300
o
C. Beberapa parameter
penumbuhan yang lain diuji coba dan dengan
menggunakan besaran-besaran sebagaimana
ditunjukkan pada Tabel 1, suatu lapisan tipis In
2
O
3

dapat dihasilkan. Menggunakan tekanan bubbler
kurang dari 260 Torr dan laju aliran gas Ar kurang
dari 50 sccm, tidak menghasilkan lapisan. Hal ini
diduga disebabkan oleh pembentukan inti-inti
penumbuhan butiran (nucleus) pada permukaan
substrat belum sempurna. Dengan menggunakan laju
aliran gas Ar 50 sccm dan laju aliran gas O
2
50 sccm,
menghasilkan tekanan total ruang penumbuhan
sebesar 2x10
-3
Torr. Untuk mendapatkan lapisan tipis
dengan berbagai ketebalan, lama waktu penumbuhan
divariasi. Lapisan tipis In
2
O
3
(#1), In
2
O
3
(#2) dan
In
2
O
3
(#3) masing-masing ditumbuhkan selama 180
menit, 150 menit dan 120 menit.
3.2 Karakteristik Optik Lapisan Tipis In
2
O
3

Tiga jenis lapisan tipis In
2
O
3
(In
2
O
3
(#1),
In
2
O
3
(#2) dan In
2
O
3
(#3)) telah dihasilkan dengan

Saragih, dkk., Sifat Optik Lapisan Tipis In
2
O
3
yang Ditumbuhkan dengan Metode MOCVD 87


Tabel 1. Parameter penumbuhan lapisan tipis In
2
O
3
dari prekursor In(TMHD)
3

Parameter Penumbuhan Besaran Satuan
Temperatur bubbler In(TMHD)
3
(T
b
) 200
o
C
Tekanan di dalam bubbler (P
b
) 260 Torr
Temperatur substrat (T
s
) 300
o
C
Laju aliran gas Ar untuk membawa uap In(TMHD)
3
50 sccm
Laju aliran gas O
2
50 sccm
Tekanan total penumbuhan (P
Tot
) 2x10
-3
Torr
Waktu penumbuhan (t) (120 180) Menit

menggunakan parameter penumbuhan sebagaimana
diuraikan pada Tabel 1. Masing-masing dibedakan
oleh lamanya waktu penumbuhan. Transmisi optik
masing-masing lapisan diukur pada sebaran panjang
gelombang 190 nm sampai 820 nm. Hasilnya
ditunjukkan pada gambar 1. Lapisan tipis yang
tumbuh sangat transparan pada rentang panjang
gelombang sinar tampak (400 nm sampai 800 nm)
dengan transmitansi rata-rata di atas 80%. Tidak
ditemukan perbedaan persentasi maksimum
transmitansi yang signifikan pada ketiga jenis
sampel. Terjadi suatu kenaikan persen transmitans
yang tajam pada panjang gelombang sekitar 300 nm
yang menunjukkan karakter absorpsi energi foton
yang unik dari lapisan tipis In
2
O
3
. Peningkatan persen
transmitans yang tajam pada rentang panjang
gelombang yang sempit sebagaimana ditunjukkan
pada gambar 1 menunjukkan bahwa lapisan tipis
disusun oleh material dengan stoikiometri kimia yang
relatif homogen dan murni (Rusu et al., 2005).
Teramati adanya pola interferensi maksimum
dan minimum pada spektrum yang terjadi pada
rentang panjang gelombang 300-820 nm.
Terbentuknya interferensi ini sebagai akibat dari
adanya pengaruh pantulan ganda (multiple
replection) gelombang oleh permukaan lapisan tipis.
Pola interferensi hanya terjadi bila permukaan lapisan
yang tumbuh cukup halus dan rata sebagaimana
diharapkan dari lapisan yang ditumbuhkan dengan
metode MOCVD sehingga tidak terjadi kehilangan
gelombang oleh peristiwa hamburan di permukaan
lapisan (Swanepoel, 1983).

Gambar 1. Spektrum transmitansi optik lapisan tipis
In
2
O
3
sebagai fungsi panjang gelombang. Pengukuran
dilakukan pada rentang panjang gelombang 190 nm
sampai 820 nm.
Ketebalan lapisan tipis In
2
O
3
dapat dihitung
dengan menggunakan data transmitans yang
menunjukkan pola interferensi dengan rumus
(Swanepoel 1983) :
) ( 2
1 2 2 1
2 1
n n
d

= (1)
dimana d adalah ketebalan lapisan,
1
dan
2
adalah
panjang gelombang pada masing-masing puncak
(atau lembah) transmitans berurutan, sementara n
1

dan n
2
adalah indeks bias lapisan tipis pada masing-
masing panjang gelombang
1
dan
2
.

Gambar 2. Nilai T
M
dan T
m
pada pola interferensi
transmitans optik suatu lapisan tipis (Swanepoel
1983).

Indeks bias (n) lapisan tipis In
2
O
3
dapat
dihitung dengan rumus (Swanepoel 1983) :
2 2
s
n N N n + =
dimana
2
1
2
2
+
+

=
s
m M
m M
s
n
T T
T T
n N (2)
dan n
s
adalah indeks bias substrat (indeks bias gelas =
1.52). T
M
dan T
m
masing-masing adalah nilai
transmitans maksimum dan minimum yang telah
dinormalisasi pada panjang gelombang dimana
puncak atau lembah transmitans tersebut terjadi.
Gambar 2 memperlihatkan cara menentukan nilai T
M

dan T
m
pada suatu panjang gelombang tertentu
(Swanepoel, 1983). Setelah suatu proses perhitungan
dilakukan, masing-masing nilai , T
M
, T
m
, n, dan d
untuk masing-masing lapisan diperoleh dan
dirangkumkan pada Tabel 2.
88 JURNAL MATEMATIKA DAN SAINS, AGUSTUS 2010, VOL. 15 NOMOR 2


Tabel 2. Nilai , T
M
, T
m
, n dan d yang diperoleh dari data spektrum transmitans gambar 2 serta lama waktu
penumbuhan setiap lapisan
Lapisan Tipis (nm) T
M
T
m
N d (nm)
Waktu
penumbuhan
t (menit)
658 0.8635 0.8490 1.5844
In
2
O
3
(#1)
486 0.8738 0.8480 1.6279
531 180
690 0.8785 0.8490 1.6410
In
2
O
3
(#2)
476 0.8900 0.8489 1.6800
434 150
592 0.9010 0.8640 1.6623
In
2
O
3
(#3)
412 0.9000 0.8618 1.6668
404 120

Dari hasil perhitungan sebagaimana
ditunjukkan pada Tabel 2, diperoleh bahwa ketebalan
lapisan (d) bertambah dengan bertambahnya waktu
penumbuhan. Mengacu pada hasil spektrum
transmitans yang diperoleh (gambar 1), persen
transmitans rata-rata pada rentang panjang
gelombang sinar tampak (400 nm sampai 800 nm)
untuk setiap lapisan tipis, tidak berbeda secara
signifikan. Yu et al. (2000) dan Negishi et al. (1995)
melaporkan bahwa pada lapisan tipis TiO
2
yang
ditumbuhkan di atas substrat gelas dengan metode
pulsed laser deposition (PLD), transmitans optik
lapisan pada rentang panjang gelombang sinar
tampak akan berkurang dengan bertambahnya
ketebalan lapisan. Dengan menginvestigasi morfologi
lapisan yang tumbuh, Yu et al. dan Negisi et al.
menemukan bahwa pada saat ketebalan lapisan
bertambah, diameter butir penyusun lapisan juga
turut bertambah. Bertambahnya diameter butir
penyusun lapisan ini mengakibatkan meningkatnya
kekasaran permukaan, yang selanjutnya
meningkatkan hamburan gelombang foton pada
permukaan lapisan. Hal yang sama dilaporkan oleh
Yakuphanoglu et al. (2007) pada lapisan tipis ZnO
yang ditumbuhkan dengan metode spray pyrolysis.
Pada eksperimen ini, lapisan tipis In
2
O
3
yang
ditumbuhkan dengan metode MOCVD pada beda
ketebalan sekitar 127 nm menghasilkan transmitans
optik yang hampir sama pada rentang panjang
gelombang sinar tampak. Artinya, pada batas
ketebalan tersebut lapisan tipis tidak menghasilkan
penambahan hamburan foton yang berarti. Lapisan
tipis bertumbuh tanpa menambah kekasaran
permukaan yang berarti. Ini dibuktikan oleh hadirnya
pola interferensi maksimum dan minimum pada
spektrum transmitans (gambar 1) yang menunjukkan
secara tidak langsung bahwa lapisan tipis tumbuh
dengan permukan yang relatif halus.
Koefisien absorpsi (o) lapisan tipis In
2
O
3

sebagai fungsi energi foton (E) dapat dihitung dari
data transmitans dengan menggunakan hubungan
(Swanepoel, 1983) :
) ln(
1
T
d
= o (3)
dimana T adalah besarnya transmitans
(ternormalisasi) untuk setiap panjang gelombang .
Hasilnya ditunjukkan pada gambar 3. Diperoleh
bahwa koefisien absorpsi sebagai fungsi energi dari
ketiga lapisan hampir sama. Pertambahan nilai
absorpsi terjadi pada daerah 3,36 sampai 4,40 eV.
Nilai o bertambah dari 0,41x10
4
sampai 3,32x10
4

cm
-1
pada rentang energi 3,36 sampai 4,0 eV dan
kemudian secara tajam dan kontiniu bertambah
mencapai 13,21 x10
4
cm
-1
pada energi 4,40 eV. Di
bawah energi 3,36 eV koefisien absorpsi sangat kecil
namun tidak nol. Absorpsi kecil ini disebut sebagai
absorption tail yang umumnya disebabkan oleh
hadirnya fraksi struktur amorf pada lapisan dan atau
hadirnya unsur-unsur pengotor (impurity) (Chernyaev
et al., 1976).
Dikaitkan pada peremeter penumbuhan, fraksi
amorf pada lapisan terjadi sebagai akibat dari
kurangnya energi yang dimiliki oleh atom-atom,
molekul-molekul atau kulster-kluster metal organik
yang digunakan untuk berdifusi dan membentuk
susunan atom oksida logam yang teratur dalam
butiran (Saragih, 2006). Energi ini dikendalikan
dengan mengatur besarnya temperatur substrat. Hal
yang sama dalam kasus hadirnya unsur pengotor, di
mana penggunaan prekursor In(C
11
H
19
O
2
)
3
pada
eksperimen ini berpeluang menghasilkan pengotor C
jika temperatur penumbuhan (temperatur substrat)
tidak cukup untuk mendekomposisi ligan TMHD
secara sempurna dari logam In. Unsur pengotor ini
dapat pula berkontribusi untuk menghasilkan fase
amorf pada batas antar butir penyusun lapisan
(Vanables, 1984). Dalam eksperimen ini, penggunaan
temperatur penumbuhan (temperatur substrat) sebesar
300
o
C belum dapat menghasilkan lapisan tipis yang
bebas dari fraksi struktur amorf sehingga suatu
penambahan temperatur penumbuhan masih
dibutuhkan untuk mereduksi absorption tail.
Tauc (Tauc, 1974) menyatakan bahwa, kita
dapat membagi karakteristik absorpsi ini ke dalam
tiga bagian. Pertama, absorpsi lemah (absorption tail,
daerah A pada gambar 3) yaitu yang terjadi pada
rentang energi < 3,36 eV yang berkaitan dengan
hadirnya struktur amorf dan atau pengotor pada
lapisan. Kedua, daerah eksponensial (daerah B pada
gambar 3), yaitu yang terjadi pada rentang energi
Saragih, dkk., Sifat Optik Lapisan Tipis In
2
O
3
yang Ditumbuhkan dengan Metode MOCVD 89

3,36 eV sampai 4,00 eV yang berkaitan dengan
keacakan struktur (structural randomness) penyusun
lapisan. Ketiga, daerah absorpsi tinggi (daerah C
pada gambar 3) yaitu yang terjadi pada rentang
energi 4,00 eV sampai 4,40 eV yang berkaitan
dengan lebar celah pita energi (band gap energy)
lapisan tipis In
2
O
3
.

Gambar 3. Koefisien absorpsi (o) sebagai fungsi
energi foton (E) lapisan tipis In
2
O
3
yang
ditumbuhkan dengan teknik MOCVD.

Pada daerah eksponensial, besar koefisien absorpsi
dapat didekati dengan perumusan Urbach (Urbach,
1953) :
|
|
.
|

\
|
=
e
E
E
exp
0
o o (4)
dimana o
o
adalah suatu konstanta, E adalah energi
foton dan E
e
adalah suatu besaran yang menyatakan
lebar pita energi (energi Urbach) yang dibangun oleh
keadaan terlokalisasi (localized states) pada celah
pita energi In
2
O
3
sebagai akibat dari keacakan
struktur penyusun lapisan dan ditambah oleh
hadirnya unsur pengotor C. Lebar pita energi E
e
ini
secara eksperimental dapat dikendalikan melalui
temperatur penumbuhan. Temperatur penumbuhan
yang tinggi akan mengurangi kehadiran fraksi amorf
dan temperatur penumbuhan yang tinggi akan
menghasilkan proses dekomposisi sempurna ligan
TMHD sehingga jumlah pengotor yang terperangkap
di dalam lapisan menjadi terkurangi (Saragih, 2006).
Mengacu pada persamaan 4, besar energi Urbach E
e

untuk ketiga lapisan tipis In
2
O
3
dapat diperoleh
dengan mencari kemiringan kurva linier hubungan ln
o terhadap E sebagaimana ditunjukkan pada gambar
4.


(A) (B) (C)

Gambar 4. Kurva hubungan ln o terhadap energi foton E lapisan tipis (A) In
2
O
3
(#1), (B) In
2
O
3
(#2), dan (C)
In
2
O
3
(#3).
Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa E
e1
=
0,22 eV (lapisan tipis In
2
O
3
(#1)), E
e2
= 0,20 eV
(lapisan tipis In
2
O
3
(#2)) dan E
e3
= 0,21 eV (lapisan
tipis In
2
O
3
(#3)). Hasil ini menunjukkan bahwa lebar
pita yang dibangun oleh keadaan lokalisasi pada
setiap lapisan semakin besar dengan bertambahnya
tebal lapisan. Hal ini dapat difahami karena semakin
tebal lapisan yang tumbuh akan semakin
memperbesar fraksi keacakan struktur dan kandungan
unsur pengotor penyusun lapisan (Vanables, 1984).
Pada daerah absorpsi tinggi (daerah C pada
gambar 3), koefisien absorpsi o direpresentasikan
oleh hubungan (Pankove, 1971; Tauch, 1974) :
E
E E B
p
g
) (
= o (5)
dimana B adalah suatu konstanta yang bergantung
pada probabilitas transisi. E
g
adalah celah pita energi
(band gap energy) dan p adalah suatu indeks yang
mencirikan proses absorpsi optik lapisan yang secara
teoritik memiliki nilai: 2 untuk proses transisi tidak
langsung (indirect transition), untuk proses transisi
langsung (direct transition), 3 untuk proses transisi
tidak langsung ke pita terlarang (indirect forbidden
transition), dan 3/2 untuk proses transisi langsung ke
pita terlarang (direct forbidden transition).
90 JURNAL MATEMATIKA DAN SAINS, AGUSTUS 2010, VOL. 15 NOMOR 2












































Gambar 5. Grafik hubungan (oE)
1/p
sebagai fungsi energi foton E untuk nilai : (A) p = 2; (B) p = 3; (C) p = 3/2;
dan (D) p = untuk masing-masing lapisan tipis In
2
O
3
(#1), In
2
O
3
(#2), dan In
2
O
3
(#3).

Dengan menggunakan hubungan yang
dinyatakan oleh persamaan 5, besar celah pita energi
E
g
dapat dicari dari ekstrapolasi grafik linier
hubungan (oE)
1/p
terhadap energi foton E. Untuk
seluruh nilai p, grafik hubungan (oE)
1/p
terhadap
energi foton E ketiga lapisan tipis In
2
O
3
ditunjukkan
pada gambar 5. Dari gambar 5 terlihat bahwa kurva
linier dengan rentang energi yang paling lebar
ditunjukkan oleh gambar 5B, yaitu yang
menggunakan nilai p = 3. Ini menyatakan bahwa
absorpsi energi foton oleh material lapisan tipis In
2
O
3

digunakan untuk suatu proses yang didominasi oleh
transisi elektron secara tidak langsung ke keadaan
terlokalisasi di pita terlarang (indirect forbidden
transition) yang tak lain adalah ke pita energi
Urbach. Dengan mengambil titik potong kurva linier
pada sumbu E, lebar celah pita energi masing-masing
lapisan dapat ditentukan, yaitu: E
g1
= 3,76 eV
(lapisan tipis In
2
O
3
(#1)), E
g2
= 3,78 eV (lapisan tipis
In
2
O
3
(#2)) dan E
g3
= 3,80 eV (lapisan tipis
In
2
O
3
(#3)). Perbedaan celah pita energi untuk setiap
lapisan yang ketebalannya berbeda-beda, tidak
signifikan. Hasil yang hampir sama, yaitu E
g
= 3,75
eV juga dilaporkan oleh Hamberg et al. (1984).
(A) (B)
(C)
(D)
Saragih, dkk., Sifat Optik Lapisan Tipis In
2
O
3
yang Ditumbuhkan dengan Metode MOCVD 91

4. Kesimpulan
Lapisan tipis In
2
O
3
telah ditumbuhkan di atas
substrat gelas dengan metode MOCVD menggunakan
prekursor In(TMHD)
3
. Tiga variasi ketebalan lapisan,
yaitu : 531 nm, 434 nm dan 404 nm ditumbuhkan
dengan waktu penumbuhan yang berbeda-beda.
Seluruh lapisan memiliki tingkat transparansi yang
tinggi yaitu rata-rata di atas 80% pada rentang
panjang gelombang sinar tampak. Karakteristik
transparansi lapisan tidak berubah secara signifikan
pada beda ketebalan 127 nm. Peningkatan
transmitans yang tajam yang dimulai pada panjang
gelombang 300 nm dan dengan rentang panjang
gelombang yang sempit dihasilkan oleh seluruh
lapisan. Hal ini menunjukkan secara tidak langsung
bahwa lapisan tipis yang tumbuh disusun oleh
material dengan stoikiometri kimia yang relatif
homogen dan murni. Lebar celah pita energi lapisan
terentang dari 3,76 eV sampai 3,80 eV. Lebar pita
energi Urbach-nya terentang dari 0,20 eV sampai
0,22 eV. Ketiga lapisan tipis In
2
O
3
yang tumbuh
memiliki karakter transisi tidak langsung ke pita
terlarang (indirect forbidden transition).
Ucapan Terimakasih
Terimakasih sebanyak-banyaknya disampai-
kan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,
Kementerian Pendidikan Nasional dan Institut
Teknologi Bandung, atas bantuan pendanaannya
masing-masing melalui program penelitian Hibah
Bersaing Tahun 2010 dengan Surat Perjanjian
Pelaksanaan Hibah Penelitian Nomor :
064/SP2H/PP/DP2M/III/2010 dan Riset KK ITB
Tahun 2009.
Daftar Pustaka
Babelon, P., A. S. Dequiedt, H. M. Sba, S.
Bourgeois, P. Sibillot, and M. Sacilotti,
1998, SEM and XPS studies of titanium
dioxide thin films grown by MOCVD, Thin
Solid Films 322, 63.
Caglar, M., Y. Caglar, and S. Ilican, 2006, The
determination of the thickness and optical
constants of the ZnO crystalline thin film by
using envelope method, J. Optoelectron
Adv. M., 8:4, 1410-1413.
Chernyaev, V. N. and V. F. Korzo, 1976, Some
properties of high temperature amorphous
dielectric films, Thin Solid Films, 37, L63-
L66.
Cho, S.I., C. H. Chung, and S. H. Moon, 2002,
Surface decomposition mechanism of
Ti(OC
3
H
7
)
4
on a platinum surface, Thin
Solid Films, 409, 98.
Edwards, P.P., A. Porch, M. O. Jones, D. V. Morgan,
and R. M. Perks, 2004, Basic materials
physics of transparent conducting oxides,
Dalton Transactions Journal, 19, 2995.
Hamberg, I., C. G. Granqvist, K. F. Berggren, B. E.
Sernelius, and L. Engstrom, 1984, Band-gap
widening in heavily Sn-doped In
2
O
3
, Phys.
Rev. B., 30, 3240.
Kim, T. W., M. Jung, H. J. Kim, T. H. Park, Y. S.
Yoon, W. N. Kang, S. S. Yom, and H. K.
Na, 1994, Optical and electrical properties
of titanium dioxide films with a high
magnitude dielectric constant grown on p-Si
by metalorganic chemical vapor deposition
at low temperature, Appl. Phys. Lett., 64,
1407.
Koida, T. and M. Kondo, 2007, Comparative studies
of transparent conductive Ti-, Zr- and Sn-
doped In
2
O
3
using a combinatorial approach,
J. Appl. Phys., 101, 063713.
Nami, Z., O. Misman, A. Erbil, and G. S. May, 1997,
Computer simulation study of the MOCVD
growth of titanium dioxide films, J. Cryst.
Growth, 171, 154.
Negishi, N., T. Iyoda, K. Hashimoto, and A.
Fujishima, 1995, Preparation of transparent
TiO
2
thin film photocatalyst and its
photocatalytic activity, Chem. Lett., 24:9,
841.
Pankove, J. I., 1971, Optical Processes in
Semiconductors, New Jersey, Prentice-Hall,
USA.
Rusu, G.I., Prepelita, P., Apetroaei, N. and Popa, G.,
2005, On the electronic transport and optical
properties of ZnTe thins films, J.
Optoelectron Adv. M., 7:2, 829-835.
Sandell, A., M. P. Anderson, Y. Alfedsson, M. K. J.
Johansson, J. Schnadt, H. Rensmo, H.
Siegbahn, and P. Uvdal, 2002, Titanium
dioxide thin-film growth on silicon (111) by
chemical vapor deposition of titanium(IV)
isopropoxide, J. Appl. Phys., 92, 3381.
Saragih, H., A. Hasniah, E. Sustini, dan Sukirno,
2009, Studi sifat termal prekursor
In(TMHD)
3
untuk menumbuhkan lapisan
tipis In
2
O
3
dengan teknik MOCVD, Jurnal
Matematika dan Sains ITB, 14:4, 119-126.
Saragih, H., 2006, Penumbuhan film tipis
semikonduktor Ti
1-x
Co
x
O
2
rutil feromagnetik
dengan metode metal organic chemical
vapor deposition dan karakterisasinya,
Disertasi Doktor, Institut Teknologi
Bandung, Bandung.
Shah, M.R., M. K. Alam, M. R. Karim, and M. A.
Sobhan, 2005, Study of optical properties of
indium oxide (In
2
O
3
) thin films, Proceedings
of the International Conference on
Mechanical Engineering 2005, 28-30
December 2005, Dhaka, Bangladesh, TH-
10.
Swanepoel, R., 1983, Determination of thickness and
optical constants of amorphous silicon,
Journal Physics E: Science and Instrument.,
16, 1214.
92 JURNAL MATEMATIKA DAN SAINS, AGUSTUS 2010, VOL. 15 NOMOR 2

Syarif, D.G., A. Miyashita, T. Yamaki, T. Sumita, Y.
Choi, and H. Itoh, 2002, Preparation of
anatase and rutile thin films by controlling
oxygen partial pressure, Appl. Surf. Sci.,
193, 287-292.
Tauc, J., 1974, Amorphous and Liquid
Semiconductors, New York, Plenum, USA.
Urbach, F., 1953, The Long-Wavelength Edge of
Photographic Sensitivity and of the
Electronic Absorption of Solids, Phys. Rev.,
92, 1324.
Vanables, J.A., G. D. T. Spiller, and M. Hanbucken,
1984, Nucleation and growth of thin films,
Rep. Prog. Phys., 47, 399.
Wang, C., V. Cimalla, G. Cherkashinin, H. Romanus,
M. Ali, and O. Ambacher, 2007, Transparent
conducting indium oxide thin films grown
by low-temperatur metal organic chemical
vapor deposition, Thin Solid Films, 515,
2921.
Yu, J., X. Zhao, and Q. Zhao, 2000, Effect of surface
structure on photocatalytic activity of TiO
2

thin films prepared by sol-gel method, Thin
Solid Films, 379, 7.
Yakuphanoglu, F., S. Ilican, M. Caglar, and Y.
Caglar, 2007, The determination of the
optical band and optical constants of non-
crytalline and crystalline ZnO thin films
deposited by spray pyrolysis, J.
Optoelectron Adv. M., 9:7, 2180-2185.

Anda mungkin juga menyukai