22 TH 2009
(1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 dan Undang-undang Nomor 13 tahun 1980 tentang Jalan (Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3186); Sedangkan pada UU no 22 th 2009 berdasar pada Pasal 5 ayat (1) serta Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
KETENTUAN UMUM
Ada beberapa tambahan pada Ketentuan
Umum. Pada UU no 22 tahun 2009 lebih banyak dibanding pada UU no 14 th 1992 dimana pada Undang-undang lama hanya menjelaskan mengenai 10 hal pokok lalu lintas dan angkutan jalan, sedangkan pada Undang-undang yang baru banyak menambah ketentuan umum, yaitu menjadi 38 hal.
transportasi jalan sebagai salah satu moda transportas diselenggarakan berdasarkan asas manfaat, usaha bersama kekeluargaan, adil dan merata, keseimbangan, kepentingan keterpaduan, kesadaran hukum, dan percaya pada diri sendiri. untuk mewujudkan lalu lintas dan angkutan jalan dengan selamat, aman, cepat, lancar, tertib danteratur, nyaman dan efisien, mampu memadukan moda transportasi lainnya, menjangkau scluruh pelosok wilayah daratan, untuk menunjang pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas sebagai pendorong, penggerak dan penunjang pembangunan nasional dengan biaya yang terjangkau oleh daya beli masyarakat
Sedangkan pada UU no 22 tahun 2009 Asas-asas tersebut dikategorikan sebagai berikut: a. asas transparan; b. asas akuntabel; c. asas berkelanjutan d. asas partisipatif; e. asas bermanfaat; f. asas efisien dan efektif; g. asas seimbang; h. asas terpadu; dan i. asas mandiri.
TERMINOLOGI
Dalam Undang-Undang nomor 22 tahun 2009
juga disempurnakan terminologi mengenai Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menjadi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas lalu lintas, angkutan jalan, Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Kendaraan, Pengemudi, Pengguna Jalan, serta pengelolaannya.
RUANG LINGKUP
UU nomor 14 tahun 1992 tidak mengatur
mengenai ruang lingkup keberlakuan undang-undang, padahal ruang lingkup begitu penting dalam suatu aturan hukum, yaitu untuk mengetahui hal-hal apa saja yang perlu diatur dan sejauh mana pengaturan tersebut ditujukan, baik mengenai objek maupun subjeknya. UU nomor 22 tahun 2009 telah mengatur mengenai hal tersebut, tertuang dalam Pasal 4, yang berbunyi
PEMBINAAN
Dalam UU no 14 tahun 1992, pembinaan lalu lintas dan angkutan jalan diarahkan untuk meningkatkan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan dalam keseluruhan moda transportasi secara terpadu dengan memperhatikan seluruh aspek kehidupan masyarakat untuk mewujudkan tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
Pasal 5 UU no 22 tahun 2009, dimana pada UU yang baru ini menjelaskan mengenai :
Tanggung jawab pembinaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Ruang Lingkup Pembinaan Pihak yang melaksanakan pembinaan Penyerahan wewenang pembinaan
lebih lengkap dibanding sarana dan pra sarana pada UU no 22 th 2009 sebagaimana fasilitasfasilitas yang dijelaskan pada Ketentuan Umum UU no. 22 th 2009.
Perlindungan HAM
UU Nomor 14 tahun 1992 memang telah
memberikan perlindungan tentang HAM, setingkat lebih baik dibanding UU nomor 3 tahun 1965 yang tidak memberikan perlindungan HAM bagi pengguna lalu lintas, tetapi yang disayangkan perlindungan HAM dalam UU ini tidak dijelaskan lebih rinci dan secara khusus
2009 diatur pula mengenai Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas dengan tujuan untuk mengoptimalkan penggunaan jaringan Jalan dan gerakan Lalu Lintas dalam rangka menjamin keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas.
SANKSI YG DIKENAKAN
Sanksi yang dikenakan dalam Undang-
undang nomor 14 tahun 1992 menerapkan sanksi pidana sebagai primum remidium dalam mengatasi pelanggaran hukum Undang-undang nomor 22 tahun 2009 yang menererapkan sanksi administratif sebagai primum remidium, sedangkan sanksi pidana baru digunakan sebagai senjata terakhir apabila upaya hukum yang lain tidak dapat mengatasinya
SANKSI PIDANA
Dalam Undang-Undang nomor 22 tahun 2009
pengaturan dan penerapan sanksi pidana diatur lebih tegas. Bagi pelanggaran yang sifatnya ringan, dikenakan sanksi pidana kurungan atau denda yang relatif lebih ringan. Namun, terhadap pelanggaran berat dan terdapat unsur kesengajaan dikenakan sanksi pidana yang jauh lebih berat. Hal ini dimaksudkan agar dapat menimbulkan efek jera bagi pelaku pelanggaran dengan tidak terlalu membebani masyarakat.