Anda di halaman 1dari 10

Prosiding Seminar Nasional Multifungsi Lahan Sawah

PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP DEBIT DAN BANJIR DI BAGIAN HILIR DAS KALIGARANG

Effect of Land Use Change on River Discharge and Flooding in Downstream of Kaligarang Watershed
Undang Kurnia, Sudirman, Ishak Juarsah, dan Yoyo Soelaeman
(Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor)

ABSTRAK Perubahan penggunaan lahan, khususnya lahan sawah yang berada di sekitar perkotaan untuk penggunaan lain seperti perumahan dan industri mengancam hilangnya produktivitas tanah dan kelestarian lingkungan. Lahan sawah diyakini dapat mencegah atau mempertahankan lingkungan dari kerusakan karena mampu menahan air, berfungsi sebagai dam dan mengurangi erosi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perubahan penggunaan lahan terhadap debit dan banjir di bagian hilir DAS Kaligarang, Kabupaten Semarang, Propinsi Jawa Tengah. Penelitian dilaksanakan dengan cara survei, berupa pengumpulan data sekunder dari berbagai instansi relevan. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara tabulasi, deskriptif dan korelasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan sawah menjadi lahan pemukiman, perumahan dan industri meningkatkan debit, sedimentasi dan banjir. Banjir semakin sering terjadi dan debit sungai meningkat dengan meningkatnya luas sawah yang berubah menjadi areal industri dan pemukiman. ABSTRACT Landuse change, especially of lowland rice fields surrounding urban areas to other purposes, such as housing and industrial areas creates lost of soil productivity and environmetal sustainability. Its believed that lowland rice field could protect the environment from damage, due to the ability of lowland rice fields to retain water, act as dams, and reduce soil loss. This research was aimed to study the effect of landuse changes on river discharge and flooding in downstream of Kaligarang Watershed, Semarang district, Province of Central Java. The research was carried out by collecting secondary data from relevant institutions. Data were analysed using tabular, descriptive, and correlation techniques. The research results show that the change of lowland rice field into settlement, housing, and industrial areas increased river discharge and sedimentation. Floods happened more frequently, and river discharge increased as more areas are converted from lowland rice fields to urban and industrial areas. PENDAHULUAN Perubahan penggunaan lahan di suatu daerah aliran sungai (DAS), khususnya lahan sawah yang berada di sekitar perkotaan untuk penggunaan lain seperti bangunan industri dan perumahan dapat mengancam hilangnya produktivitas lahan dan kelestarian lingkungan. Selain itu perubahan penggunaan lahan sawah dapat menurunkan fungsinya dalam hal

ISBN 979-9474-06-X

111

Kurnia et al

menahan dan mendistribusikan air hujan dan air irigasi secara baik, sehingga menimbulkan kerusakan lingkungan seperti banjir, erosi, dan sedimentasi di daerah hilir. Seperti diketahui lahan sawah diyakini dapat mencegah atau mempertahankan lingkungan dari kerusakan karena kemampuannya menahan air, berfungsi sebagai dam dan dapat mengurangi erosi karena adanya galengan dan lahannya berteras. Hasil penelitian di Malaysia menunjukkan bahwa pembangunan perumahan di daerah tangkapan hujan Anal Anyer Batu, Kuala Lumpur telah menyebabkan banjir dan sedimentasi di bagian hilir daerah tersebut, dengan konsentrasi sedimen berkisar antara 481.259 mg/l (Douglas, 1978). Sementara itu konsentrasi sedimen dalam aliran sungai dari suatu lahan yang di bagian hilirnya 40% tertutup vegetasi hutan berkisar antara 7- 1.080 mg/l (Morgan, 1986). Berdasarkan informasi tersebut jelas bahwa perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi nonpertanian telah meningkatkan konsentrasi sedimen dalam aliran sungai. Keadaan serupa terjadi di Indonesia. Banjir yang terjadi di sekitar Bandung, Jakarta, dan Semarang antara lain disebabkan oleh adanya perubahan penggunaan lahan sawah menjadi lahan industri dan perumahan menyebabkan banjir dan sedimentasi di bagian hilir daerah tersebut. Hasil penelitian di Sub DAS Citarik (Jawa Barat) menunjukkan bahwa selama periode 1983-1994 ( 11 tahun) terjadi lima kali banjir dengan luas genangan berkisar antara 1.800-7.250 ha (Pusat Penelitian dan Pengembangan Pengairan, 1995). Hal ini berbeda dengan kejadian banjir sebelum tahun 1945 yang hanya terjadi empat kali, yaitu akhir abad 18, tahun 1917, 1931 dan 1945. Hasil penelitian yang sama yang dilakukan Pusat Penelitian dan Pengembangan Pengairan (1995) mendapatkan bahwa sedimentasi yang terjadi di alur Sungai Citarum dari Desa Citepus sampai dengan Baktisari sepanjang 4,5 km rata-rata 8,5 cm setiap tahun. Selain banjir dan sedimentasi, perubahan penggunaan lahan dapat menyebabkan bertambah kecilnya aliran rendah, sehingga mengganggu distribusi aliran air suatu daerah aliran sungai (Ilyas, 2000). Berbagai kegiatan lain seperti perikanan tambak, pelabuhan laut, pertanian lahan kering yang produktif, dan pemukiman yang berada di bagian hilir sumber kegiatan pembangunan akan terganggu sebagai akibat perubahan penggunaan lahan. Luas panen, produksi, dan hasil pertanian akan mengalami kemerosotan akibat genangan banjir/ sedimentasi. Kerusakan lingkungan lainnya adalah berupa pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh limbah bahan beracun berbahaya (B3) yang dihasilkan oleh industri atau pabrik yang beroperasi di bagian hulu daerah pertanian dan dibuang ke sungai atau badan air tanpa pengolahan limbah yang baik. Tujuan penelitian adalah mempelajari pengaruh alihfungsi lahan sawah menjadi daerah industri, perumahan, dan kegiatan pembangunan lainnya terhadap debit, sedimentasi, banjir, dan produksi pertanian serta pencemaran lingkungan.

112

Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan terhadap Debit dan Banjir

BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan dari bulan Desember 2000 - Februari 2001 di DAS Kaligarang, Kabupaten Semarang-Propinsi Jawa Tengah. Pemilihan lokasi penelitian didasarkan pada perubahan penggunaan lahan yang relatif tinggi dan intensif, khususnya perubahan lahan pertanian (sawah dan lahan kering) menjadi areal bangunan industri dan perumahan. Penelitian dilaksanakan dengan cara survei, berupa pengumpulan data sekunder dari berbagai instansi relevan dan data primer yang diperoleh langsung melalui penelitian di lapangan atau wawancara dengan masyarakat atau petugas dari instansi yang relevan. Adapun instansi yang dikunjungi dan merupakan sumber data sekunder di antaranya Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Semarang, Kantor Statistik Kabupaten Semarang, Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Pemali Jratun, Dinas Perhutanan dan Konservasi Tanah Kabupaten Semarang, Pusat Penelitian dan Pengembangan Pengairan Bandung, Dinas Pengairan Propinsi Jawa Tengah, Proyek Pengairan JratunJawa Tengah Survei lapangan dilakukan dua tahap, yaitu pra survei dan survei. 1. Prasurvei a. Mengumpulkan data penggunaan lahan termasuk informasi perubahan penggunaan lahan yang meliputi lokasi, luas dan penyebarannya di Sub DAS yang diteliti. b. Mencari informasi tahapan terjadinya perubahan penggunaan lahan di Sub DAS yang diteliti pada tahun-tahun sebelumnya. 2. Survei a. Mengumpulkan data hidrologi yang terdiri atas debit, curah hujan, banjir (frekuensi, debit, lamanya) dan sedimentasi. b. Mengumpulkan data produksi dan hasil termasuk luas panen untuk beberapa komoditas tanaman pangan 20 tahun terakhir. c. Mengumpulkan data atau informasi kerusakan sarana dan prasarana irigasi, sawah, kolam atau tambak sebagai akibat berbagai jenis kegiatan/usaha yang ada di dalam DAS, baik fisik maupun kimia: Data yang diperoleh/dikumpulkan, selanjutnya dianalisis secara tabulasi dan deskriptif, untuk periode waktu-waktu tertentu sesuai dengan data yang tersedia, baik data perubahan penggunaan lahan, debit, sedimentasi, banjir, dan produksi pertanian. Selain itu untuk melihat pengaruh perubahan penggunaan lahan terhadap debit air sungai dibuat korelasi antara debit maksimum dan curah hujan harian maksimum yang terjadi. HASIL DAN PEMBAHASAN Debit dan sedimentasi Data pada Tabel 1 memperlihatkan tidak ada pola yang pasti dalam hal perubahan debit maksimum dan debit minimum air Kaligarang, sebagai akibat perubahan penggunaan lahan sawah. Namun demikian terdapat kecenderungan peningkatan nilai rasio Q maksimum terhadap Q minimum dari tahun ke tahun. Nilai rasio Q maksimum terhadap Q minimum

113

Kurnia et al

tersebut senantiasa lebih besar dari 10 (Sub Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Citanduy-Cisanggarung, 1987), mengindikasikan bahwa Sub DAS tersebut telah mengalami kerusakan tata air. Peningkatan debit maksimum yang terjadi diperkirakan karena lebih besarnya curah hujan dan intensitas hujan yang terjadi dalam setiap tahunnya, kecuali untuk kejadian tahun 2000. Pada tahun 2000 terjadi hujan sebesar 3.158 mm, namun jumlah hari hujannya lebih besar, yaitu 203 hari dengan intensitas hujan rata-rata 17 mm/hari. Tabel 1. Data hujan, debit dan sedimen di DAS Kaligarang, Kabupaten Semarang (19862000)
Parameter 1 Hujan Curah hujan (mm/tahun) Hari hujan (hari/tahun) Intensitas (mm/hari) Debit (Q) 3 Maksimum(m /detik) Minimum (m3/detik) Nilai Q maks/Q min Rata-rata tinggi permukaan air - Tertinggi (m) - Terendah (m) Sedimen Total muatan padatan tersuspensi (t/tahun) Erosi (t/ha/tahun) Hasil sedimen (mm)
1) 2)

19861) 1987 1) 1988 1) 2.136 142 22 37,20 3,20 12 2.386 118 23 29,70 1,90 16 2.181 142 15 22,70 1,70 13

1989 1) 3.181 135 22 49,10 1,90 26

1990 1) 2.235 132 22 17,50 1,70 10

1995 2) 1.788 127 14 13,27 0,63 21

1996 2) 1.887 147 13 12,50 0,58 22

1,70 0,19 268 14,92 1,1

1,95 0,19 243 13,88 1,7

Sumber:

Directorate General of Water Resources Development-Ministry of Public Works, 1993. Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Pemali Jratun, 2000. - = tidak ada data.

Meskipun tinggi permukaan air tertinggi dan terendah pada tahun 1998 dan 2000 relatif sama, besarnya debit maksimum dan debit minimum tahun 1998 lebih besar dari tahun 2000. Hal ini sejalan dengan total kandungan sedimen, erosi dan hasil sedimen dalam air Kaligarang pada tahun 1998 lebih tinggi dari data yang sama pada tahun 2000. Bila memperhatikan data perubahan penggunaan lahan di DAS kaligarang bagian hulu, telah terjadi perubahan luas penggunaan lahan sawah sebesar 116 ha dari tahun 1998 ke tahun 2000 (Wahyunto et al., 2001). Demikian juga luas pemukiman dan rencana pemukiman bertambah luas, seperti halnya juga terjadi peningkatan luas tegalan dan industri. Kondisi ini diyakini mempunyai kontribusi yang besar terhadap peningkatan debit dan kandungan sedimen dalam aliran permukaan, meskipun kondisi hujan (jumlah dan intensitas) relatif tetap. Pengaruh perubahan fungsi lahan sawah di Sub DAS Garang bagian hulu dalam jangka panjang memperlihatkan peningkatan debit maksimum di Sungai Garang. Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa nilai rasio debit maksimum dan curah hujan harian maksimum

114

Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan terhadap Debit dan Banjir

dari tahun 1972 - 1990 meningkat, namun curah hujan harian maksimum tidak menunjukkan peningkatan yang nyata dari tahun ke tahun. Keadaan seperti ini mengindikasikan bahwa kualitas Sub DAS Garang mengalami penurunan. Seperti telah disebutkan bahwa perubahan penggunaan lahan sawah juga telah meningkatkan kandungan sedimen dalam air sungai dan menyebabkan sedimentasi di bagian hilir sub DAS tersebut meningkat (Wahyunto et al., 2001). Dari tahun 1939 sampai 2000 di muara Sungai Garang dan sekitarnya serta pantai arah timur sungai tersebut sepanjang 8,5 km, garis pantai telah maju ke arah laut sekitar 250-750 m (Wahyunto et al., 2001). Banjir Peningkatan debit aliran sungai dapat menyebabkan banjir di bagian hilir suatu DAS, terutama bila daya tampung sungai tersebut lebih rendah dari debit aliran yang terjadi. Hasil pengamatan banjir pada lokasi dam Simongan oleh Dinas Pengairan Propinsi Jawa Tengah di Semarang memperlihatkan bahwa telah terjadi 10 kali banjir pada periode 19611990 (Tabel 2). Kejadian banjir sebelum tahun 1980 (selama 20 tahun) hanya empat kali, yang berbeda dengan kejadian banjir periode 1981-1990. Grafik pada Gambar 1 menunjukkan bahwa curah hujan harian maksimum di DAS Kaligarang cenderung meningkat meskipun tidak nyata.
4 Linear Q max/curah hujan harian maksimum 3,5 Linear curah hujan harian maksimum

1400

1200

CH maks

Q maks/CH maks

1000

2,5

800

Q max/CH max

600
1,5

400
1

0.5

200

0 1970

0
1972 1974 1976 1978 1980 1982 1984 1986 1988 1990 1992

Tahun

Gambar 1.

Rasio debit maksimum dengan curah hujan harian maksimum (1972-1990)

115

CH max (mm)

Kurnia et al

Pada periode tahun 1981-1990 (10 tahun) terjadi enam kali banjir. Hal ini diduga akibat perubahan penggunaan lahan sawah dan meningkatnya luas pemukiman, perumahan, lahan industri, dan tegalan (Lampiran 1). Selain itu grafik pada Gambar 1 dan data pada Lampiran 2 memperlihatkan kecenderungan peningkatan curah hujan harian maksimum dari tahun ke tahun. Data pada Tabel 2 tersebut memperlihatkan apabila tinggi muka air maksimum di dam Simongan dan kedalaman air rata-rata berturut-turut di atas 7 dan 2 m terjadi banjir dengan debit lebih dari 400 m3/detik. Meskipun pada periode 1981-1990 tersebut terjadi 6 kali banjir besar, ternyata pada tahun-tahun tidak banjirpun debit airnya melebihi 300 m3/detik (315-384 m3/detik). Keadaan seperti inipun merupakan indikator telah terjadi peningkatan jumlah aliran permukaan dan debit sebagai akibat terjadinya perubahan penggunaan lahan dan kecenderungan peningkatan curah hujan harian maksimum, yang pada akhirnya dapat menyebabkan kerusakan biofisik tanahnya. Berkurangnya luas lahan sawah dan penambahan luas pemukiman dan lahan industri dapat mempertinggi frekuensi banjir dengan debit cukup besar (> 400 m3/detik). Hubungan seperti ini juga dapat dilihat data debit air di dam Simongan pada tahun 1988 (Tabel 2) terjadi banjir besar dengan debit 420 m3/detik dan curah hujan harian maksimum 609 mm dan intensitas hujan 11,68 cm/jam (Lampiran 2), yang relevan dengan terjadinya penurunan luas lahan sawah sebesar 484 ha, dan peningkatan luas pemukiman dan tegalan serta industri berturut-turut sebesar 2.209, 187 dan 37 ha (Lampiran 1). Produksi pertanian Sebagai akibat peningkatan debit sungai adalah banjir yang dapat menyebabkan terjadinya genangan pada wilayah-wilayah yang lebih rendah atau dataran di bagian hilir sub DAS penyebab dampak. Banjir atau genangan tersebut terjadi pada wilayah-wilayah perkampungan, perumahan, atau daerah pertanian yang produktif, dan menimbulkan kerugian material dan finansial yang besar. Daerah pertanian dapat berkurang luas areal panennya manakala terjadi genangan yang cukup lama. Apalagi bila banjir tersebut terjadi pada saat lahan sawah menjelang atau hampir panen menyebabkan menurunnya produksi gabah. Selain itu, di dalam sub DAS itu sendiri, luas panen dan produksi pertanian akan berkurang sebagai akibat terjadinya alih fungsi lahan sawah menjadi penggunaan lain seperti perumahan, pemukiman, industri dan tegalan. Tabel 3 dan 4 berturut-turut menyajikan data luas panen dan produksi padi sawah di DAS Kaligarang bagian hulu dan di wilayah Kabupaten Semarang. Data luas panen dan produksi padi sawah pada Tabel 3 menunjukkan terjadinya penurunan dari tahun 1988 ke tahun 2000. Hal ini sejalan dengan penurunan luas penggunaan lahan sawah yang terjadi di DAS Kaligarang bagian hulu terutama di Kecamatan Ungaran (Lampiran 1). Namun demikian penyebab tersebut belum sepenuhnya benar, terutama untuk wilyah di bagian hilir sub DAS tersebut (Kabupaten Semarang bagian hilir). Seperti telah disebutkan bahwa akibat berubahnya fungsi lahan sawah menjadi pemukiman dan industri menyebabkan peningkatan jumlah aliran permukaan dan memperbesar debit sungai, yang selanjutnya dapat menyebabkan banjir dan genangan di bagian hilir DAS Kaligarang. Genangan di bagian hilir DAS Kaligarang diduga merupakan penyebab berkurangnya luas panen dan produksi padi sawah.

116

Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan terhadap Debit dan Banjir

Tabel 2. Debit banjir Kaligarang yang tercatat di dam Simongan, periode 1961-1990 Tahun Tinggi muka air maks a) 7,9 7,3 9,4 6,9 7,4 6,6 7,1 7,0 7,0 6,9 6,9 7,8 6,9 7,9 7,5 7,5 7,2 6,7 8,1 7,7 7,4 7,3 8,2 7,4 7,7 7,8 7,6 9,4 Kedalaman air b) m 1961 1962 1963 1964 1965 1968 1969 1970 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 2,3 1,7 3,8 1,3 1,8 1,0 1,5 1,4 1,4 1,3 1,3 2,2 1,3 2,3 1,9 1,9 1,6 1,1 2,5 2,1 1,8 1,7 2,6 1,8 2,1 2,2 2,0 3,8 Debit air m3/detik 458 315 901 233 337 175 272 252 252 233 233 433 233 458 360 349 293 194 510 408 337 315 537 337 408 420 384 942 Keterangan

Banjir Banjir

Banjir Banjir

Banjir Banjir

Banjir Banjir Banjir Banjir

Sumber: Badan Pertanahan Nasional-Kantor Wilayah Propinsi Jawa Tengah, 1993 Catatan: a) Tinggi muka air tertinggi yang tercatat pada alat pengukur di dam Simongan. b) Kedalaman air rata-rata di Kaligarang.

117

Kurnia et al

Tabel 3. Luas panen dan produksi padi sawah di Kecamatan Klepu dan Unggaran, DAS Kaligarang bagian hulu Tahun Klepu Luas panen Produksi ha 2.612 2.499 2.903 2.712 2.512 2.522 2.413 2.332 2.198 2.653 1.709 2.373 t 110.709 125.667 100.561 145.971 110.627 102.680 116.239 108.592 98.940 116.400 66.630 111.700 Luas panen ha 3.066 2.524 2.736 2.135 1.979 2.049 2.117 1.890 1.568 2.936 1.202 2.384 Ungaran Produksi t 134.331 107.735 99.781 170.576 89.858 47.516 110.261 97.817 79.110 144.170 57.295 107.840

1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Semarang (1978-2000).

Tabel 4. Luas panen, produksi dan hasil padi sawah di Kabupaten Semarang, Propinsi Jawa Tengah Tahun 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 Luas panen ha 30.815 25.968 31.589 34.716 31.635 30.895 33.620 30.642 35.274 32.408 35.057 32.121 30.702 31.342 32.497 33.140 29.204 31.986 32.693 31.338 34.541 32.332 32.804 Produksi t 97.364 77.462 104.280 116.092 114.593 125.690 148.620 123.979 159.817 136.446 180.146 172.138 166.305 149.134 167.124 164.031 136.091 171.340 166.382 175.606 175.606 154.482 169.915 Hasil t/ha 2,82 2,42 2,93 3,22 2,93 2,87 3,12 4,36 4,69 4,36 5,36 5,42 4,64 5,14 4,95 4,66 5,36 5,09 5,33 4,45 4,79 5,18

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Semarang (1978-2000).

118

Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan terhadap Debit dan Banjir

KESIMPULAN Perubahan penggunaan lahan sawah menjadi lahan pemukiman dan industri di wilayah DAS Kaligarang bagian hulu menyebabkan dampak yang merugikan, yaitu meningkatnya debit dan sedimentasi, banjir serta menurunkan luas areal panen dan produksi pertanian di bagian hilir DAS tersebut. DAFTAR PUSTAKA Badan Pertanahan Nasional-Kantor Wilayah Propinsi Jawa Tengah. 1993. Laporan Identifikasi Wilayah Areal Prioritas DAS Kali Garang (LREP II-Jawa Tengah). BPN-Jawa Tengah. Badan Pusat Statistik. 1978-2000. Kabupaten Semarang dalam Angka, tahun 1978 s/d 2000. BPS-Semarang. Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Pemali-Jratun. 2000. Laporan Monitoring dan Evaluasi Tata Air Sub Daerah Aliran Sungai Garang tahun 2000 (draft). Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial-Departemen Kehutanan dan Perkebunan. (Tidak dipublikasikan). Directorate General of Water Resources Development-Ministry of Public Works. 1993. The Master Plan on Water Resources Development and Feasibility Study for Urgent Flood Control and Urban Drainage in Semarang City and Suburbs. Japan International Cooperation Agency. Douglas, I. 1978. The impact of urban of fluvial geomorphology in the humid tropic, Geo. Eco. Trop. 2. Ilyas, M.A. 2000. Dampak Perubahan Lahan terhadap Banjir, Erosi dan Sedimentasi pada Studi Kasus Bandung Utara. Morgan, R. C. 1986. Soil Erosion and Conservation. In D. A. Davidson (Ed.). Longman Scientific and Technical. Copublished in The United States with John Wiley & Sons, Inc. New York. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pengairan. 1995. Penelitian Aliran Banjir Daerah Genangan Bandung Selatan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pengairan-Badan Penelitian dan Pengembangan Pengairan. Sub Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Citanduy-Cisanggarung. 1987. Laporan Hasil Monitoring Hidrologi di Stasiun Pengamat Arus Sungai dan Stasiun Klimatologi Wilayah DAS Citanduy tahun 1985/1986. (Tidak dipublikasikan). Wahyunto, M.Z. Abidin, A. Priyono, dan Sunaryo. 2001 Studi perubahan penggunaan lahan di Sub DAS Citarik, Jawa Barat dan DAS Kaligarang, Jawa Tengah. hlm.39-63 dalam Prosiding Seminar Nasional Multifungsi Lahan Sawah. Bogor, 1 Mei 2001. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor.

119

Kurnia et al

Lampiran 1.

Luas penggunaan lahan di DAS Kaligarang bagian hulu pada tahun 1939, 1988, 1998, dan 2000 Luas 1939 2.165 9.144 1.222 0 4.933 2.510 0 0 65 20.009 1988 ha 1.838 7.351 1.500 187 4.449 4.719 0 37 0 20.081 1998 2.048 5.608 1.511 517 4.342 5.558 431 66 0 20.081 2000 2.048 5.529 1.394 668 4.333 5.608 433 68 0 20.081

Penggunaan lahan

Hutan Kebun campuran Perkebunan Tegalan Sawah Pemukiman Rencana perumahan Industri Kolam Total
Sumber: Wahyunto et al., 2001.

Lampiran 2.

Curah hujan harian maksimum, Q maksimum, dan rasio Q maks/curah hujan maksimum di DAS Kaligarang-Jawa Tengah CH. harian maks mm 228 276 498 306 615 306 234 1215 888 753 405 301 228 276 186 609 108 1098 Q maksimum m3/detik 233 233 433 233 360 349 293 194 510 408 337 315 537 337 408 420 384 942 Q maks/CH. harian maks 1,022 0,844 0,869 0,761 0,585 1,141 1,252 0,160 0,574 0,542 0,832 1,047 2,355 1,221 2,194 0,690 3,556 0,858 Intensitas hujan cm/jam 5,64 4,96 9,13 5,56 11,43 6,12 5,07 7,20 15,88 12,36 6,13 7,65 4,65 5,64 5,22 11,68 9,63 22,36

Tahun

1972 1973 1974 1975 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990

120

Anda mungkin juga menyukai