Anda di halaman 1dari 5

Ibadah Membangun Kejujuran Pribadi

badah selain merupakan tujuan dari diciptakannya seluruh makhluk di muka bumi, ia
juga merupakan kewajiban yang harus ditunaikan, kebutuhan yang
sarana pendidikan dan pembinaan yang luhur dan komprehensif; baik untuk
pembinaan ruhiyah (spiritual), jasadiyah (jasmani), ijtima'iyah (sosial),
khuluqiyah (akhlaq), hadloriyah (peradaban) serta jihadiyah pada diri umat slam.
barat lembaga pendidikan, yang di dalamnya para pelajar digembleng, dididik dan
dibina secara ketat, sehingga kelak setelah keluar dari lembaga tersebut menjadi
pelajar mumpuni, berprestasi dan unggul serta berdaya guna. Ketika mereka dididik
dengan materi yang baik, ditempa dengan pembinaan yang maksimal dan kurikulum
yang jelas, maka kelak mereka menjadi sosok yang bukan saja memberikan maslahat
untuk dirinya sendiri namun juga bermanfaat untuk keluarga, lingkungan, masyarakat
dan negaranya.
Begitu pula dengan bulan Ramadhan yang di dalamnya terdapat kewajiban, sunnah
tarawih, tilawatil Qur'an dan amaliyah lainnya, merupakan sarana penempaan dan
pendidikan yang memiliki kurikulum langsung dari yang Maha Mulia, sehingga kelak
ketika keluar dari madrasah Ramadhan menjadi sosok (pribadi) shalih dan muslih.
Seperti dalam kaidah Arab disebutkan
-' _ `- `' . _ `
Perbaiki diri sebelum perbaikan kepada yang lain
Atau menjadi pribadi
_ - ~' _ ' -'
baik secara individu dan sosial
Lahir sosok pribadi muslim yang mumpuni, yang memiliki syakhshiyah islamiyah
mutakamilah mutawazinah (sosok pribadi slami yang komprehensif dan seimbang)
tidak hanya berjiwa bersih, berbadan sehat dan berakhlaq mulia, namun juga
memberikan kebaikan kepada dirinya dan perbaikan kepada lingkungan dan
masyarakat sekitarnya.
Demikianlah cara Allah memperbaiki suatu negeri, bangsa atau kaum, bukan Zat-
Nya yang langsung mengubah negeri, bangsa atau kaum, namun dengan cara
memberikan sarana perbaikan jiwa-jiwa secara personal terlebih dahulu. Allah
berfirman:
= , - ' ~ - - ` ' + ~ -- ' ~ ' - - _
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu
sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka " (Ar-Ra'ad:11)
Bahwa untuk mencapai tingkat kualitas yang mulia (At-taqwa) tidaklah semudah
membalikkan telapak tangan, namun membutuhkan proses yang harus ditempuh oleh
setiap mukmin, selain harus melandasi dengan keimanan, namun juga menempuh
proses berat sehingga mampu memberikan output yang baik dan mulia. Begitulah
ketika Allah menginginkan derajat taqwa yang akan diberikan kepada hamba-hamba-
Nya; landasannya iman, prosesnya ibadah puasa dan hasilnya taqwa.
Allah SWT berfirman:
~ - ~ ' _ = ' ~ ' - -' - = ' - ~ - ~ ' ' + - ' - -
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa". (Al-Baqarah:183)
Allahu Akbar.. Allahu Akbar. Allahu Akbar walillahil hamdu
Ma a'syiral muslimin Rahimakumullah
Jamaah shalat Idul fitri yang dirahmati Allah SWT
KesaIehan Pribadi
Hingga saat ini, kita belum sadar pada dasarnya kita masih berjalan pincang dengan
ketakwaan dan keshalihan kita. Di satu sisi kita memiliki keshalihan personal yang
tinggi pada Allah SWT sementara di sisi lain hak-hak sosial dalam diri kita masih sering
kita acuhkan. Atau sebaliknya, keshalihan sosial berada pada prioritas tertinggi dalam
kewajiban kita, sementara penyembahan terhadap Yang Maha Agung tidak kita
laksanakan.
Padahal agama, pada dasarnya, diwahyukan untuk memberikan petunjuk dan
sebagai way of life bagi manusia. Petunjuk tersebut tidak berlaku hanya untuk diri
sendiri dalam konteks kesalehan personal, akan tetapi sebaliknya berlaku secara makro
pada tataran kesalehan sosial dan personal. Jika kita tilik secara bijak antara kesalehan
personal dengan kesalehan sosial, keduanya berjalan linier dan saling menyatu
membentuk kehidupan yang seimbang bagi hubungan manusia baik secara vertical
maupun horizontal.
Contohnya adalah bahwa fakta sosial yang kerap terjadi di lingkungan kita. Di antara
kita banyak sekali yang telah menunaikan ibadah haji lebih dari satu kali karena
memiliki kemampuan ekonomi yang lebih, akan tetapi ironinya kita masih belum
memiliki kepekaan sosial yang tinggi. Padahal, ibadah haji dan ibadah mahdhah lainnya
pada dasarnya menjunjung tinggi kesadaran dan empati sosial. Seperti
muamalat (hubungan sosial), munakahat (hukum keluarga), jinayat (pidana),
Qadha (peradilan), dan imamah atau siyasah (politik).
Prinsip-prinsip beragama pada dasarnya mengarahkan pandangan pada kesalehan
sosial dalam arti yang luas. Contoh sederhana yang dapat kita perhatikan adalah,
ajaran slam sangat menganjurkan untuk melaksanakan shalat berjamaah dibandingkan
dengan shalat sendirian, 1 berbanding 27. Mengapa hal itu bisa terjadi? Dengan shalat
berjamaah akan terbangun hubungan sosial yang harmonis, terciptanya solidaritas
yang kuat, empati satu sama lain dan aspek-aspek sosial lainnya.
badah puasa, juga mengajarkan kepada kita untuk memiliki sikap tenggang rasa,
peduli, dan solidaritas tinggi yang merupakan tatanan dari kehidupan social bukan
keshalihan pribadi belaka.
Sebaliknya agama obyektif lebih bermakna akhlakul karimah, yakni kontekstualisasi
sikap dan perilaku kita pada tataran sosial dengan menyandarkan perilaku tersebut
pada ajaran agama, salah satu contohnya adalah kejujuran. Tidak ada satu pun agama
di dunia ini yang mengajarkan pemeluknya untuk memiliki sikap tidak jujur. ni
merupakan bukti kontekstualisasi ajaran agama pada aspek perilaku manusia.
Agama subjektif dan obyektif sama halnya dengan konsep iman dan amal. man
bersifat personal tetapi amal merupakan aplikasi iman dalam kehidupan sosial. man
menjadi landasan perilaku baik dalam konteks hubungan vertikal hablum
minallah) maupun hubungan horizontal hablum minannas wa hablum minal 'alam).
Sementara yang dimaksud dengan agama simbolik adalah agama nisbi yang hadir
karena tuntutan dari agama subjektif dan obyektif. Diibaratkan jika agama subjektif dan
obyektif adalah ruh dan jiwa, maka agama simbolik adalah raganya
Kelihatannya terlalu idealis untuk menyeimbangkan antara kesalehan personal dan
sosial. Akan tetapi kelihatannya tidak bijak jika kita tidak mencobanya dan
menerapkannya dalam kehidupan manusia. Agama akan menjadi kering dengan hanya
menitikberatkan pada pemahaman yang bersifat personal tanpa menghadirkan nilai-
nilai sosial di dalamnya. Karena pada dasarnya agama memiliki peranan yang sangat
vital dalam membina umat manusia. Agama tidak sekedar memiliki fungsi sebagai
aturan kehidupan bagi manusia, sebaliknya agama memegang peranan yang bersifat
universal.
Allahu Akbar.. Allahu Akbar. Allahu Akbar walillahil hamdu
Ma a'syiral muslimin Rahimakumullah
Jamaah shalat Idul fitri yang dirahmati Allah SWT
iri berkepribadian shaIih adaIah kejujuran
badah puasa identik dengan pelatihan diri untuk bersikap jujur, karena puasa
bukanlah ibadah raga namun ia merupakan ibadah hati, hanya mukmin yang puasa
dan Allah sajalah yang tahu bahwa dirinya sedang puasa.
Kejujuran adalah tanda bukti keimanan. Orang mukmin pasti jujur. Kalau tidak jujur,
keimanannya sedang terserang penyakit kemunafikan. Pernah seorang sahabat
bertanya kepada Rasulullah SAW: "Apakah mungkin seorang mukmin itu kikir?" Rasul
SAW menjawab: "Mungkin saja." Sahabat bertanya lagi: "Apakah mungkin seorang
mukmin bersifat pengecut?" Rasul menjawab: "Mungkin saja." Sahabat bertanya lagi,
"Apakah mungkin seorang mukmin berdusta?" Rasulullah menjawab: "Tidak." (mam
Malik dalam kitab al Muwaththo')
Dalam hadits lainnya Rasulullah saw bersabda: "Kamu sekalian wajib jujur karena
kejujuran akan membawa kepada kebaikan dan kebaikan akan membawa kepada
surga." (Ahmad, Muslim, at-Turmuzi, bnu Hibban)
Kejujuranlah yang menjadikan Ka'b bin Malik mendapat ampunan langsung dari
langit sebagaimana Allah jelaskan dalam surah at-Taubah dan akhirnya kita pun
diperintah oleh Allah untuk mengikuti jejak mereka.
' - ' ' - ~ - ~ ' ' + - ' - - ~' -' _ ~ ' - '
Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu
bersama orang-orang yang benar. At-Taubah:119)
Kejujuranlah yang menyelamatkan bahtera kebahagiaan keluarga, masyarakat dan
negara dan kejujuran pulalah yang menyelamatkan seorang Muslim dari siksa api
neraka di kemudian hari.
Kejujuran adalah tiang agama, sendi akhlaq, dan pokok kemanusiaan manusia.
Tanpa kejujuran, agama tidak lengkap, akhlaq tidak sempurna, dan seorang manusia
tidak sempurna menjadi manusia. Di sinilah urgensinya kejujuran bagi kehidupan.
Rasulullah pernah bersabda, "Tetap berpegang eratlah pada kejujuran. Walau kamu
seakan melihat kehancuran dalam berpegang teguh pada kejujuran, tapi yakinlah
bahwa di dalam kejujuran itu terdapat keselamatan." (Abu Dunya)
Ada tiga tingkatan kejujuran:
Kejujuran dalam ucapan, yaitu kesesuaian ucapan dengan realitas. (lihat ash-Shaff :
2 dan al-Ahzab: 70).
Kejujuran dalam perbuatan, yaitu kesesuaian antara ucapan dan perbuatan.
Kejujuran dalam niat, yaitu kejujuran tingkat tinggi di mana ucapan dan perbuatan
semuanya hanya untuk Allah SWT.
Seorang mukmin tidak cukup hanya jujur dalam ucapan dan perbuatan, tapi harus
jujur dalam niat sehingga semua ucapannya, perbuatannya, kebijakannya, dan
keputusannya harus didasarkan atas tujuan mencari mardlotillah.
Kejujuran inilah yang mendorong Umar bin Khattab memiliki tanggung jawab luar
biasa dalam memerintah khilafah slamiyah sehingga pernah berkata: "Seandainya ada
seekor keledai terperosok di Baghdad padahal beliau berada di Madinah), pasti Umar
akan ditanya kelak: "Mengapa tidak kau ratakan jalan untuknya?"
Bangsa yang tak henti-hentinya diterpa musibah dan krisis sangat membutuhkan
manusia-manusia jujur, baik dalam ucapan, perbuatan, maupun niat.
Sungguh bangsa ndonesia, umat slam secara khusus sangat membutuhkan pribadi-
pribadi yang jujur, baik sebagai rakyat maupun pemimpin, seorang pegawai maupun
direktur, pedagang maupun pembeli, suami dan istri, ayah dan anak, keluarga,
lingkungan dan dalam berbagai lini kehidupan lainnya.
Bahwa dengan kejujuranlah, hidup suatu bangsa akan menjadi tenteram, nyaman
dan sejahtera, bahkan akan kokoh dan tegak berdiri sehingga jauh dari tipu daya dan
curang, karena itulah Rasulullah saw mengingatkan: "Kamu sekalian wajib jujur karena
kejujuran akan membawa kepada kebaikan dan kebaikan akan membawa kepada
surga."
Seorang pemimpin suatu negeri tentunya sangat dibutuhkan sikap kejujuran diri,
sehingga dengan demikian dapat memberikan keadilan, kenyamanan dan
ketenteraman hidup rakyatnya. Dan kejujuran bukanlah sekedar ucapan pemanis lidah,
hanya sebuah keluhan belaka, dengan mengatakan di hadapan orang banyak "jujur
saya katakan, namun ia merupakan praktek nyata yang betul-betul kelihatan sehingga
dapat dirasakan oleh orang lainnya.
Pejabat yang jujur, adalah dambaan umat, sehingga dengannya dapat memberikan
kemaslahatan besar untuk rakyatnya, sekalipun dirundung masalah jujurlah, berikan
keterangan sebenarnya, jangan disembunyikan.
Hakim yang jujur, adalah harapan semua pihak, sehingga dengan dapat
mengeluarkan hokum yang adil, tidak memihak kepada yang kuat atau punya uang.
Bahkan nabi saw dengan keras bahwa hakim ada tiga; dua di neraka dan satu di surga.
Kita pun sebagai rakyat harus jujur, terutama dalam memilih seorang pemimpin
masih banyak yang mudah dibuai oleh rayuan kata-kata dan harta yang sedikit, memilih
pemimpin yang tidak kepribadiannya.
Akhirnya marilah kita mengaca diri, bahwa kita semua memerlukan pembenahan
secara personal dan social, dan marilah kita jadikan bulan Ramadhan yang telah kita
lalui sebagai titik awal perbaikan diri menuju keshalihan diri dan social, membangun
kehidupan yang baik menuju keshalihan social sehingga berbuah pada "baldatun
tayyibatun wa rabbun ghafur" (negeri yang makmur, dan dinaungi ampunan Allah
SWT)
Allahu Akbar.. Allahu Akbar. Allahu Akbar walillahil hamdu
Ma a'syiral muslimin Rahimakumullah
Jamaah shalat Idul fitri yang dirahmati Allah SWT
Marilah bersama-sama kita tengadahkan kedua tangan kita setinggi-tingginya, hadir
jiwa dan raga kita kepada Allah, heningkan ruh dan pikiran kepada Maha Mulia,
memohon kepada Allah dengan penuh keikhlasan. Semoga kita semua yang hadir di
sini dan umat slam lainnya, senantiasa dinaungi rahmat dan maghfirah Allah.
a Allah, hari ini kami hadir di sini memenuhi panggilan-Mu menunaikan shalat
sunnah, setelah selama sebulan penuh kami menunaikan kewajiban dan amaliyah di
bulan Ramadhan
a Allah, masih banyak kewajiban dan ibadah yang belum kami tunaikan, oleh
karena itu, kami memohon ampunan-Mu dan rahmat-Mu.
a Allah, jadikanlah ibadah puasa kami sebagai sarana penghapus dosa dan
kesalahan kami, jadikanlah ia sebagai sarana perbaikan diri kami, keluarga dan umat
kami
Berikanlah kekuatan kepada kami untuk senantiasa berbuat baik, bersikap jujur
dalam berbagai kehidupan kami.
Anugerahkanlah kepada kami, jiwa-jiwa yang jujur; pemimpin yang jujur, pejabat
yang jujur, suami yang jujur, istri yang jujur, anak yang jujur, guru yang jujur, siswa
yang jujur, pedagang yang jujur dan pembeli jujur.
a Allah, terimalah ibadah kami, shalat kami, ruku' dan sujud kami, puasa kami dan
doa-doa kami.

Anda mungkin juga menyukai