Anda di halaman 1dari 3

PEMBAHASAN

Sebelum penggunaan antibiotic secara luas, 70% abses dalam leher disebabkan oleh tonsillitis dan faringitis. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa 74% dari abses leher berawal dari penyalahgunaan obat-obat intravenous. Faringitis, infeksi gigi dan penyebab yang tidak diketahui secara berturut-turut merupakan etiologi abses leher dengan persentase 9%, 6% dan 11%.

Tabel 3. Lokasi Abses Leher Dibandingkan dalam Kelompok Non-IVDU Anterior triangle, superficial to SCM Anterior triangle, deep to SCM Parapharyngeal space Submandibular space Posterior triangle *IVDU = intravenous drug abuse 0 2 4 3 3 IVDU 9 18 0 1 0

Tabel 4. Hospital Course Parameters by Etiology Group Non-IVDU Length of Hospital Stay Days in Intensive Care Number of Operations Emergent Airway Intervention *IVDU = intravenous drug abuse 9.1 (2-31) 2.6 (0-9) 16/9 4 (44%) IVDU 3.8 (1-16) 0 27/26 0 Pvalue 0.0454 0.0004 0.0801 0.0024

Penemuan serupa ditemukan pada studi di Los Angeles County-USC Medical Center, dimana penyalahgunaan obat intravenous merupakan penyebab utama (26%) abses leher, dan penyebab lain yang tidak diketahui sebanyak 25% (table 5). Studi lain menunjukkan bahwa sebagaian besar abses leher disebabkan oleh infeksi pada gigi dan hanya sebagaian kecil disebabkan oleh penyalahgunaan obat intravenous. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh adanya perbedaan jumlah kejadian dan penyalahgunaan obat intravenous pada setiap daerah di dunia. Staphylococcus aureus merupakan mikroba yang merupakan penyebab utama abses leher pada kelompok dengan penyalahgunaan obat intravenous. Penelitian lain melaporkan

Staphylococcus sebagai pathogen yang sering ditemukan pada pada kultur abses leher sekunder. Espiritu et al melakukan studi dengan menggunakan 36 pasien yang menderita abses leher yang disebabkan oleh penyalahgunaan obat intravenous, dan menemukan bahwa 72% dari pasien tersebut didapatkan pertumbuhan Staphylococcus aureus. Pada penemuan kami, Streptococcus merupakan organism primer yang ditemukan pada abses yang tidak disebabkan oleh penyalahgunaan obat injeksi. Sehingga dapat dikatakan bahwa

Staphylococcus lebih banyak ditemukan pada abses yang disebabkan oleh penyalahgunaan obat injeksi sedangkan abses leher yang memiliki penyebab lain lebih banyak ditemukan adanya Streptococcus. Berbeda dengan hasil temuan pada studi kami, yaitu tidak ditemukan adanya bakteri anaerob pada kultur. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya perbedaan teknik kultur pada laboratory mikrobiologi, bukan karena tidak adanya bakteri anaerob pada abses.

Tabel 5. Comparison of Etiology of Neck Abscess Among Recent Studies in the Literature. Patients IVDU (%) Studi Ini Tom et al Sethi et al Parhiscar et al 35 51 64 210 74 28 0 10 Pharingitis (%) 9 10 2 6 Dental (%) 6 14 31 37 Unknown (%) 11 22 39 17

Aneurism mikotik, thrombosis vena, paralisis korda vokalis, dan benda asing merupakan komplikasi dari penyalahgunaan obat-obat intravenous. pada studi kami terdapat dua kasus mediastinitis, dua kasus thrombosis vena jugularis interna, dan satu ujung jarum yang retained. Walaupun demikian, tidak ada pasien yang membutuhkan intervensi emergensi jalan nafas atau admisi ke ICU. Dengan pengecualian satu pasien, tidak ada pasien yang harus mengalami operasi lebih dari satu kali dan rawat inap di rumah sakit melebihi tujuh hari. Dari data didapatkan abses leher yang tidak disebabkan oleh penyalahgunaan obat injeksi memiliki perjalanan klinis yang lebih berat serta membutuhkan intervensi dan perawatan rumah sakit yang lebih cepat. Faringitis dan infeksi gigi jarang menyebar ke daerah leher, namun dengan adanya infeksi mikroba virulen atau perubahan faktor host dapat, maka menyebabkan jaringan sekitar mengalami inflamasi, infeksi tersebut dapat menyebar melalui fascial plane, secara hematogenous atau melalui tromboplebitis yang progressif. Hal ini akan berakibat pada penyebaran inflamasi jaringan di leher yang dapat menyebabkan ganggun jalan

nafas sehingga membutuhkan penanganan secepatnya termasuk penanganan operasi. Inoculasi langsung dari bacteri menyebabkan pembentukan abses yang local, sehingga jarang terjadi proses inflamasi yang luas. Hal ini mengakibatkan terapi menggunakan antibiotic masih dapat digunakan untuk mengatasi infeksi dan jarang menimbulkan gangguan pernafasan dan tindakan operatif yang emergensi. Menurut kami, inilah yang membedakan proses perawatan pada kedua kelompok. KESIMPULAN Abses leher yang terbentuk akibat inoculasi langsung memiliki perjalanan klinis yang lebih ringan jika dibandingkan dengan yang disebabkan oleh penyebaran melalui jaringan inflamasi. Penyebaran melalui inflamasi jaringan membutuhkan waktu rawat inap di rumah sakit dan ICU yang lebih lama, serta membutuhkan lebih banyak intervensi emergency.

Anda mungkin juga menyukai