Anda di halaman 1dari 5

Sulitnya Identifikasi Jenazah di Indonesia

by annisatridamayanti in Disaster Management

19NOV20102 Comments

Indonesia merupakan Negara kepulauan yang dikelilingi oleh deretan gunung berapi serta lempeng tanah yang selalu bergerak tiap tahunnya. Itu artinya tiap tahun Indonesia akan dihadapkan dengan bencana alam yang sebenarnya tidak kita inginkan. Belum lagi bencana yang diakibatkan karena kelalaian manusia ataupun karena kesengajaan manusia. Bencana massal adalah suatu peristiwa yang terjadi secara mendadak/tidak terencana atau secara perlahan tetapi berlanjut yang menimbulkan dampak terhadap pola kehidupan normal atau menolong dan menyelamatkankorban yaitu manusia dan lingkungannya. Pada setiap bencana tentunya ada korban baik hidup maupun mati, penanggulangannya akan bersifat kegawat darurratan. Identifikasi korban mati dianggap masih bagian dari pelayanan kesehatan mengingat korban mati adalah korban juga, walaupun identifikasi forensik ini dalam pelaksanaannya bersifat lintas sektoral dan lintas disiplin. Sebelum melangkah lebih jauh, sebaiknya kita mengerti dulu apa itu forensik? Apa itu forensik patologi dan apa itu forensik antropologi.

Forensik (berasal dari bahasa yunani Forensis yang berarti debat atau
perdebatan) adalah bidang ilmu pengetahuan yang digunakan untuk membantu proses penegakan keadilan melalui proses penerapan ilmu atau sains. Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang, dengan cara mengenal dan memperhatikan ciri-ciri dan sifat-sifat untuk membedakan individu tersebut dengan individu lain, baik hidup atau yang sudah meninggal. Peran ilmu kedokteran forensik dalam identifikasi terutama pada jenazah tidak dikenal, jenazah yang rusak , membusuk, hangus terbakar dan kecelakaan masal, bencana alam, huru hara yang mengakibatkan banyak korban meninggal, serta potongan tubuh manusia atau kerangka. Identifikasi forensik dapat dilakukan dengan beberapa cara, dengan cara patologis, klinis dan antropologis. Forensik patologi adalah cabang patologi berkaitan dengan penentuan penyebab kematian berdasarkan pemeriksaan atas mayat (autopsi). Autopsi mayat dilakukan oleh patolog atas permintaan pejabat berwenang dalam kerangka investigasi terhadap kasus kejahatan atau kasus perdata pada beberapa wilayah hukum. Melalui patolog forensik identitas mayat umumnya dapat dikonfirmasikan. Forensik klinis adalah bagian dari ilmu kedokteran forensik yang mencakup pemeriksaan forensik terhadap korban hidup dan investigasinya, kemudian aspek medikolegal, juga psikopatologinya, dengan kata lain forensik klinik merupakan area

praktek medis yang mengintegrasikan antara peranan medis dan hukum. Berbeda dengan forensik patologi, forensik klinis lebih sering mengarah ke korban yang masih hidup berhubungan dengan tindakan kriminalitas yang dilakukan ke korban. Forensik antropologi adalah aplikasi dari ilmu fisik atau biologi antropologi dalam proses hukum. Merupakan pemeriksaan pada sisa sisa rangka untuk membantu menentukan identitas dari jasad. Pemeriksaan ini dapat dilakukan sebagai langkah pertama untuk menentukan apakah sisa-sisa tersebut berasal dari manusia dan selanjutnya dapat menentukan jenis kelamin, perkiraan usia, bentuk tubuh, dan pertalian ras. Pemeriksaan dapat juga memperkirakan waktu kematian, penyebab kematian dan riwayat penyakit dahulu atau luka yang saat hidup menimbulkan jejas pada struktur tulang. Ada beberapa bidang yang digunakan dalam pemeriksaan forensik patologi, yaitu secara osteologi, odontologi, dan etnobotani. Osteologi, merupakan satu dari teknik yang paling bermakna pada pemeriksaan antropologi forensik, karena antropologi forensik berhubungan dengan pemeriksaan sisa sisa tulang maupun tulang yang utuh. Pemeriksa dapat menentukan perkiraan usia, jenis kelamin, pertalian ras, tampilan fisik saat hidup. Tengkorak merupakan bagian dari rangka manusia yang paling informatif. Namun, jarang sekali tengkorak ditemukan dalam keadaan utuh ataupun baik. Oleh karena itu osteologis harus dapat memanfaatkan apapun tulang yang tersedia. Odontologi merupakan ilmu yang mempelajari sisa sisa gigi. Analisa dari sisa sisa gigi dapat digunakan untuk menentukan beberapa aspek pada antropologi forensik. Identifikasi secara odontologi sangat besar pula perannya, karena gigi merupakan bagian terkeras dari tubuh manusia yang komposisi bahan organic dan airnya sedikit sekali, dan sebagian besar tersusun dari bahan anorganik sehingga tidak mudah rusak. Selain itu, tiap orang memiliki bentuk gigi yang berbeda-beda sehingga dapat dijadikan patokan untuk mengidentifikasi seseorang. Bahkan, dari gigi geligi kita dapat memperoleh informasi tentang umur, ras, jenis kelamin, golongan darah, cirri-ciri khas, dan raut wajah. Etnobotani merupakan ilmu yang mempelajari tentang serbuk sari dan tanaman dari masa lalu. Ini berguna untuk menentukan waktu sejak kematian dan menentukan diet dari sisi arkeologi. Cara ini jarang digunakan, namun bisa dijadikan pertimbangan apabila tidak ditemukan cara lain yang lebih baik. Dikenal ada dua metode melakukan identifikasi yaitu secara membandingkan dan secara rekonstruksi. Yang dimaksud dengan identifikasi membandingkan data adalah identifikasi yang dilakukan dengan cara membandingkan antara data ciri hasil pemeriksaan hasil orang tak dikenal dengan data ciri orang yang hilang yang

diperkirakan yang pernah dibuat sebelumnya. Pada penerapan penanganan identifikasi kasus korban jenasah tidak dikenal, maka kedua data ciri yang dibandingkan tersebut adalah data post mortem dan data ante mortem. Data ante mortem yang baik adalah berupa medical record dan dental record. Identifikasi dengan cara membandingkan data ini berpeluang menentukan identitas sampai pada tingkat individual, yaitu dapat menunjuka siapa jenasah yang tidak dikenal tersebut. Hal ini karena pada identidikasi dengan cara membandingkan data, hasilnya hanya ada dua alternatif: identifikasi positif atau negatif. Identifikasi positif, yaitu apabila kedua data yang dibandingkan adalah sama, sehingga dapat disimpulkan bahwa jenasah yang tidak dikenali itu adalah sama dengan orang yang hilang yang diperkirakan. Identifikasi negatif yaitu apabila data yang dibandingkan tidak sama, sehingga dengan demikian belum dapat ditentukan siapa jenasah tak dienal tersebut. Untuk itu masih harus dicarikan data pembanding antemortem dari orang hilang lain yang diperkirakan lagi. Untuk dapat melakukan identifikasi dengan cara membandingkan data, diperlukan syarat yang tidak mudah, yaitu harus tersedianya data ante mortem berupa medical atau dental record yang lengkap dan akurat serta up-todate, memenuhi kriteria untuk dapat dibandingkan dengan data post mortemnya. Apabila tidak dapat dipenuhi syarat tersebut, maka identifikasi dengan cara membandingkan tidak dapat diterapkan. Apabila identifikasi dengan cara membandingkan data tidak dapat diterapkan, bukan berarti kita tidak dapat mengidentifikasi. Apabila demikian halnya, kita masih dapat mencoba mengidentifikasi dengan cara merekonstruksi data hasil pemeriksaan postmortem ke dalam perkiraan-perkiraan mengenai jenis kelamin, umur, ras, tinggi dan bentuk serta ciri-ciri spesifik badan. Meskipun identifikasi cara rekonstruksi ini tidak sampai menghasilkan dapat menentukan identitas sampai pada tingkat individual, namun deikian perkiraan-peekiraan identitas yang dihasilkan dapat mempersempti dan memberikan arah penyidikan. Dalam pelayanan identifikasi forensik berbagai macam pemeriksaan dapat digunakan sebagai sarana identifikasi. Berdasarkan penyelenggaraan penanganan pemeriksaannya, maka sarana-sarana identifikasi dapat dikelompokkan: 1. Sarana identifikasi konvensional, yaitu berbagai macam pemeriksaan identifikasi yang biasanya sudah dapat diselenggarakan penanganannya oleh pihak polisi penyidik antara lain:

Pemeriksaan secara visual dan fotografi mengenali ciri-ciri muka atau elemen tubuh lainnya. Pemeriksaan benda-benda milik pribadi seperti: pakaian, perhiasan, sepatu dan sebagainya.

Pemeriksaan kartu-kartu pengenal seperti KTP,SIM, Karpeg, kartu mahasiswa dan sebagainya, surat-surat seperti surat tugas/ jalan atau dokumen-dokumen dsb. Pemeriksaan sidik jari metode ini sering digunakan karena mudah dilakukan secara massal dan biaya yang murah. Metode ini membandingkan sidik jari jenazah dengan data sidik jari antemortem. Sampai saat ini, pemeriksaan sidik jari merupakan pemeriksaan yang diakui paling tinggi ketepatannya untuk menentukan identitas seseorang. Dengan demikian harus dilakukan penanganan yang sebaikbaiknya terhadap jari tangan jenazah untuk pemeriksaan sidik jari, misalnya dengan melakukan pembungkusan kedua ta ngan jenazah dengan kantong plastik.

2. Sarana identifikasi medis, yaitu berbagai macam pemeriksaan identifikasi yang diselenggarakan penanganannya oleh pihak medis, yaitu apabila pihak polisi penyidik tidak dapat menggunakan sarana identifikasi konvensional atau kurang memperoleh hasil identifikasi yang meyakinkan, antara lain:

Pemeriksaan ciri-ciri tubuh yang spesifik maupun yang non-spesifik secara medis melalui pemeriksaan luar dan dalam pada waktu otopsi. Beberapa ciri yang spesifik, misalnya cacat bibir sumbing atau celah palatum, bekas luka atau operasi luar (sikatrik atau keloid), hiperpigmentasi daerah kulit tertentu (toh), tahi lalat, tato, bekas fraktur atau adanya pin pada bekas operasi tulang atau juga hilangnya bagian tubuh tertentu dan lain-lain. Beberapa contoh ciri non-spesifik antaralain misalnya tinggi badan, jenis kelamin, warna kulit, warna serta bentuk rambut dan mata, bentuk-bentuk hidung, bibir dan sebagainya.

Pemeriksaan ciri-ciri gigi melalui pemeriksaan odontologis Pemeriksaan ini meliputi pencatatan data gigi (Odontogram) dan rahang yang dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan manual, sinar-X dan pencetakan gigi dan rahang. Odontogram memuat data tentang jumlah,bentuk, susunan, tambalan, protesa gigi dan sebagainya. Seperti hal nya dengan sidik jari, maka setiap individu memiliki susunan gigi yang khas. Dengan demikian dapat dilakukan indentifikasi dengan cara membandingkan data temuan dengan data pembanding antemortem. Pemeriksaan ciri-ciri badan atau rangka melalui pemeriksaan antropologis, antroposkopi dan antropometri. Pemeriksaan golongan darah berbagai sistem: ABO, Rhesus, MN, Keel, Duffy, HLA dan sebagainya. Pemeriksaan ciri-ciri biologi molekuler sidik DNA dan lain-lain.

Hambatan yang sering didapat pada setiap identifikasi jenazah biasanya karena hancurnya jenazah tersebut sehingga susah diidentifikasi. Jenazah yang terbakar sangat sulit diidentifikasi, apalgi kalau satu-satunya yang tersisa adalah tulang, bahkan tinggal abu. Selain itu, data-data antemortem yang didapat pada kebanyakan orang Indonesia tidak begitu lengkap. Sebagai contoh, foto rontgen gigi tidak semua orang Indonesia mempunyai, padahal kalau di luar negri hampir semua orang mempunyai data-data medis tersebut. Hal ini lah yang membuat terhambatnya proses identifikasi jenazah. Antusiasme masyarakat Indonesia terhadap kesehatan masih kurang, terutama seperti general check up atau sekedar mengecek kesehatan saja. Biasanya masyarakat mau pergi ke pelayanan kesehatan kalau sakit saja, kalu tidak sakit ya tidak pergi kesana. Alasan lain tertundanya identifikasi jenazah dikarenakan masih minimnya dokter forensik di Indonesia. Seperti contohnya yang terjadi pada bencana merapi Oktobernovember 2010 ini, dokter-dokter forensik di RS.DR.Sardjito hampir kewalahan menangani banyaknya korban merapi yang perlu diidentifaksi dengan jeli karena saking banyaknya korban merapi yang terbakar sampai derajat 4. Untuk itu, sebaiknya diperlukan kerjasama yang baik antar dokter forensik di seluruh Indonesia, sehingga tidak hanya kiriman bantuan dokter emergency saja, namun juga dokter forensik. SOURCE : Identifikasi forensik. REFRat Idris AM,Dr. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi pertama. Jakarta: Binarupa Aksara.1997.p.86-88 Shepherd Richard, eds. Simpsons Forensic Medicine12th ed. London: Arnold A member of the Hodder Headline Group. 2003.p.75. http://annisatridamayanti.wordpress.com/2010/11/19/sulitnya-identifikasi-jenazah-di-indonesia/

Anda mungkin juga menyukai