Anda di halaman 1dari 7

Nama : Desti Afeeka B.

Nim : F0309010

Kondisi Ekonomi ndonesia ditilik dari Angka
Pengangguran
Tingkat pengangguran di ndonesia yang tinggi merupakan salah satu indikator
tingkat kesejahteraan masyarakat. Pengangguran menimbulkan masalah ekonomi bagi yang
mengalaminya. Krisis ekonomi dan politik juga turut mendorong pertumbuhan angka
pengangguran yang terjadi di ndonesia. Beberapa kebijakan yang dimaksudkan untuk
memperbaiki kondisi perekonomian ndonesia ternyata bersinggungan dengan lainnya.
Habibie mewarisi Negara porak poranda semenjak pemerintahan Soeharto. Dengan
utang Negara terhadap luar negeri yang menembus batas aman US$ 100 miliar yakni
tepatnya US$ 137,424 miliar pada tahun 1998. "shak (2007) dalam bukunya
mengemukakan, Menurut siaran pers B pada Februari 1998 dari uang segunung itu, US$
10,5 miliar di antaranya berjangka pendek. Sebagiaan besar utang ini berasal dari bank
komersial dengan jangka pendek dan bunga tinggi. Pada saat sama nilai rupiah terhadap
US$ telah menciut sampai di atas 500%, dunia usaha ndonesia langsung karam, menyusul
perbankan yang sudah lebih dulu kolaps. Ribuan perusahaan tidak mampu bertahan.
Pemutusan Hubungan kerja terjadi dimana-mana. Sementara tenaga kerja baru tidak
mendapatkan lahan untuk menampungnya. Terjadilah angka pengangguran besar-besaran
dan krisis ekonomi dimasa transisi tersebut.

Era B.J Habibie
Pada masa pemerintahan Bacharuddin Jusuf Habibie yang merupakan era transisi
dari orde baru menuju reformasi tercatat dalam Badan Pusat Statistik terdapat 6,2 juta
angka pengangguran dan sekitar 35 juta masuk pada kategori setengah pengangguran atau
bekerja kurang dari 35 jam seminggu. Namun angka tersebut sangatlah rendah apabila
dilihat dari krisis ekonomi yang terjadi saat itu.

Pengamat ekonomi Didik J. Rachbini mengatakan paling tidak pada tahun 1997
angka pengangguran diperkirakan sejumlah 5,3 juta. Meningkat pada tahun 1998 sebanyak
7,8 juta. Pada tahun 1999 angka tersebut terus naik hingga 12,8 juta.
Disisi lain, menteri tenaga kerja Fahmi dris menyebutkan angka pengangguran pada
tahun 1998 terdapat 17 juta dengan 2,2 juta orang menganggur akibat PHK.
Dalam kurun waktu tersebut BPS mengeluarkan hasil Sakernas (Survey Angkatan
Kerja Nasional) pada tahun 1998. Terdapat angka pengangguran pada tahun 1997-1998
hingga 1999 mencapai 13,7 juta orang.
Berkisar sekitar 4% penganggur penuh dari angkatan kerja yang ada di ndonesia.
Hal tersebut masuk dalam angka relative kecil yang terjadi di Negara berkembang. Pada
tahun 1998 angka tersebut meningkat menjadi 5,6%.
Tercatat dalam BPS sebesar 32,1 juta setengah pengangguran terjadi di tahun 1998
atau meningkat sebesar 3,7 juta dari tahun 1997 dari angkatan kerja sebanyak 95,7 juta
dengan jumlah populasi 202 juta.hal tersebut menjadi masalah utama dari rentetean krisis
ekonomi di masa pemerintahan Presiden Habibie.
Beberapa kebijakan tidak popular seperti kenaikan BBM turut menambah beban
masyarakat. Dari hal tersebut dapat ditemukan bahwa masalah utamanya adalah
kerawanan bahan pangan, berkurangnya kesempatan kerja, berkurangnya fasilitas social
terutama kesehatan dan pendidikan, serta menurunnya kegiatan ekonomi rakyat.
Untuk menanggulangi hal tersebut, pemerintah mengeluarkan kebijakan berupa JPS
(Jaring Pengaman Sosial) dan secara khusus menetapkan program jaring Pengaman Sosial
dan Pemberdayaan Masyarakat (JPS-PM). Beberapa kegiatan dari kebijakan tersebut
seperti bantuan dan subsidi pangan, program beasiswa wajib belajar 9 tahun, kredit ringan
untuk UKM dan lain sebagainya.

Era Abdurrahman Wahid
Pemindahan kekuasan dari masa Presiden Habibie menuju Presiden Abdurrahman
Wahid masih mewarisi krisis ekonomi yang diturunkan dari era pemerintahan Soeharto.
Menilik angka pengangguran pada tahun 1999 terdapat 6 juta atau sekitar 6,36%.
Disebutkan dalam bukunya satu decade pasca-krisis ndonesia " Sri Adiningsih (2008) Pada
tahun 2002 meningkat hingga 9,06%, hingga tahun 2006 jumlah pengangguran di ndonesia

mencapai 10,28%. Namun dari tabel dibawah ini kita dapat melihat bahwa pada
pemerintahan Gus Dur mampu menekan angka pengangguran menjadi 6.07% di tahun
2000. Kemampuan Gus Dur dalam menekan angka pengangguran tidak bertahan lama,
dengan melihat loncatan kenaikan grafik pada tahun 2001 hingga mencapai 8,10%. Angka
kenaikan yang sangat tinggi bermula dari angka 6,07 yang merupakan penurunan hingga
naik drastis di tahun 2001.

Terjadinya lonjakan dari tahun 2000 menuju 2001 diakibatkan menciutnya lapangan
kerja formal diperkotaan dan dipedesaan pada kurun waktu 2001-2003. Pada tahun 2001
terjadi pengurangan pekerja formal di daerah pedesaan sebanyak 3,3 juta orang.
Pengurangan pekerja formal pada tahun 2001 diperkirakan terjadi di industri padat pekerja
seperti industri makanan dan minuman yang kehilangan sekitar 15,6 ribu pekerja, industri
tekstil kehilangan 66,4 ribu pekerja, serta industri lainnya. Pada tahun 2002 terjadi lagi
pengurangan pekerja formal sekitar 1,5 juta pekerja, sekitar 0,5 juta bekerja di kegiatan
ekonomi formal perkotaan.
Penganggur terbuka usia muda (15-19 tahun) juga terus meningkat dari 20,6% pada
tahun 1999, menjadi 23,5% pada tahun 2000, 28,7% pada tahun 2001, 34,6% pada tahun
2002, dan meningkat lagi menjadi 36,7% pada tahun 2003. Penganggur terbuka ini menjadi
masalah utama sejak pemerintahan Habibie, mengingat usia mereka yang seharusnya
masih duduk di bangku sekolah.

Era Megawati Soekarno Putri


Pada pergantian pemerintahan dari Gus Dur menuju Megawati, apabila dilihat dari
tingkat pengangguran tidak ada suatu penurunan terjadi. Bahkan tingkat pengangguran
semakin naik dari tahun 2001 semasa pemerintahan Gus Dur 8,10% menjadi 9,06% pada
tahun 2002. BPS mencatat sebesaar 9,13 juta tergolong sebagai penganggur terbuka, 450
ribu diantaranya berpendidikan tinggi. Selain itu terdapat juga 28,87 juta penduduk yang
masuk kategori setengah pengangguran. Kategori ini merupakan orang-orang yang bekerja
kurang dari 35 jam seminggu dibawah jam kerja normal, atau bisa juga mereka bekerja pada
jabatan yang lebih rendah dari tingkat pendidikannya.
Selain setengah pengangguran, terdapat juga sejumlah 38 juta orang merupakan
total dari setengah penganggur dan juga penganggur terbuka. Pengangguran terbuka ini
merupakan bagian dari angkatan kerja yang tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan
(baik bagi mereka yang belum pernah bekerja sama sekali maupun yang sudah penah
berkerja), atau sedang mempersiapkan suatu usaha, mereka yang tidak mencari pekerjaan
karena merasa tidak mungkin untuk mendapatkan pekerjaan dan mereka yang sudah
memiliki pekerjaan tetapi belum mulai bekerja.

DR. Rizal Ramli mantan Menko Perekonomian dan Menteri Keuangan berpendapat
dengan mengatakan :
Tidak aneh telah terjadi peningkatan pengangguran selama dua tahun Pemerintahan
Megawati. Sebetulnya tingkat pengangguran terbuka telah berkurang dari 40% pada tahun
1998 (puncak krisis ekonomi) menjadi 36,2% pada tahun 2001. Sejak Pemerintahan
Megawati, pengangguran terbuka berbalik meningkat kembali menjadi 40% pada akhir tahun
2003.

Peningkatan pengangguran tersebut terjadi karena tidak adanya visi, lemahnya


kepemimpinan dan ketidakmampuan untuk menyelesaikan masalah-masalah konkrit di sektor
riil. Fokus utama pemerintah hanyalah pada stabilitas moneter seperti inflasi dan nilai tukar,
tetapi mengabaikan penciptaan lapangan kerja dan penyelesaian berbagai masalah di sektor
riil seperti industri, pertanian, dsb. Di sektor riil, fokus utama hanyalah penjualan kekayaan
negara dan aset warisan dari pemerintah sebelumnya seperti kasus penjualan ndosat yang
sangat merugikan negara.

Era SusiIo Bambang Yudhoyono
Pada tahun 2004 apabila dilihat dari grafik diatas, presentase pengangguran
semakin meningkat. Ditahun berikutnya terjadi lonjakan yang tajam dari 9,84% menjadi
11.22%. Namun SBY mampu menekan angka pengangguran ditilik dari tabel dibawah
bersumber dari Badan Pusat Statistik yang mengindikasikan penurunan pada setiap
tahunnya.
Berita mengenai bertambahnya pengangguran di ndonesia kalah saing dengan
berita korupsi disetiap proyek pemerintah dan APBN. Oleh sebab itu, pengangguran bukan
menjadi sorotan utama masyarakat, melihat hal tersebut menjadi masalah ekonomi dan
berdampak pada masalah sosial.
Seperti yang disebutkan dalam blog (Nuryadin,2005) Pada kuartal V 2004 dan
kuartal 2005, ndonesia berturut-turut mencatat pertumbuhan sekitar 6,7 persen dan 6,4
persen atau rata-rata 6,55 persen. Sementara itu, target pertumbuhan ekonomi
pemerintahan SBY sekitar 6,6 persen per tahun. Dan disebutkan hal tersebut ternyata tidak
diikuti oleh pengurangan angka pengangguran. Hal tersebut memberikan gambaran
bahwasannya kualitas pertumbuhan ekonomi selama ini masih sangat rendah.
Terpapar oleh beberapa sumber bahwasanya terjadi salah arah kebijakan ekonomi
dimana dimulai dari masa Presiden Megawati yang lebih fokus pada stabilitas
makroekonomi seperti inflasi, suku bunga, nilai tukar dan minimalisasi defisit anggaran.
Tanpa melihat persoalan utama dari bangsa ini yaitu pengangguran dan kemiskinan.
Sudah saatnya pemerintah untuk meluruskan arah kebijakan ekonomi dan
melakukan perubahan strategi. Mengarahkan kebijakan ekonomi pada perbaikan kuantitas
dan kualitas ekonomi. Memperhatikan kesejahteraan rakyat, karena indicator yang cukup
nyata tercermin dari angka pengangguran dan kemiskinan.


Daftar Referensi
Adiningsih, S, Rahutami, , Anwar, P, Wijaya, AS, Wardani, EM 2008, 1 dekade pasca-krisis
Indonesia, Kanisius, Yogyakarta.
bps.go.id, Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan 2004-2010, <
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=06&notab=4>
datastatistik-indonesia.com 2011, Pengangguran Terbuka <http://www.datastatistik-
indonesia.com/content/view/803/803/1/3/>
Gilarso, T 1992, Pengantar Ilmu Ekonomi Makro, Kanisius, Yogyakarta.
Hadi, S 2004, Strategi pembangunan Indonesia pasca IMF:Ed1, Granit, Jakarta.
Nuryadin 2005, 'Pengangguran -V- Kebijakan Ekonomi' dalam Seputar Ekonomi,
<http://seputarekonomi.blogspot.com/2005/07/pengangguran-v-kebijakan-ekonomi.html>
Rafick, 2007, Catatan Hitam Lima Presiden Indonesia, Ufuk Press, Jakarta.
Ramli, PT. Dirgantara Indonesia Korban Pemerintahan Tanpa Visi dan Lemahnya Kepemimpinan
Soesastro, H, Budiman, A, Triaswati, N, Alisjahbana, A, Adiningsih S, 2005, Pemikiran dan
Permasalahan Ekonomi di Indonesia dalam Setengah Abad Terakhir, Kanisius, Yogyakarta
wahyumedia.wordpress.com 2008, Strategi dan kebijakan Pemerintah dalam Menanggulangi
Pengangguran, dilihat 14 September 2011, <http://wahyumedia.wordpress.com/2008/09/18/strategi-
dan-kebijakan-pemerintah-dalam-menanggulangi-pengangguran/>
<owner-siarlist@minihub.org> 1998, 90 HARI PEMERINTAHAN HABIBIE: DARI EKONOMI
KERAKYATAN MENUJU EKONOMI KEBANGKRUTAN?, dilihat 14 September 2011,
<http://www.minihub.org/siarlist/msg00639.html>.

Anda mungkin juga menyukai