Anda di halaman 1dari 21

ONTOLOGY

Landasan Teori
Ontologi dan Metafisika Objek Ilmu dan Asumsi Peluang Asumsi dalam Ilmu Batasan Penjelajahan Ilmu dan Cabang Ilmu

Ontology dan Metafisika


Ontologi merupakan bagian dari metafisika. Metafisika mengkaji mengenai realitas atau kenyataan; mengkaji alam di balik realitas dan menyelidiki hakikat di balik realitas. Metafisika adalah studi keberadaan atau realitas. Metafisika mencoba menjawab pertanyaanpertanyaan seperti: Apakah sumber dari suatu realitas, apakah Tuhan ada. Metafisika dapat berarti sebagai usaha untuk menyelidiki alam yang berada di luar pengalaman atau menyelidiki suatu hakikat yang berada di balik realitas.

tafsiran/aliran metafisika
1. Aliran Animisme
2. Aliran Materialism 3. Aliran Monistik 4. Aliran Dualistic

Objek Ilmu dan Asumsi


Objek yang dikaji oleh ilmu adalah semua objek yang empiris, yaitu objek yang bisa ditangkap oleh panca indera. Asumsi adalah anggapan dasar tentang realitas objek yang menjadi pusat perhatian penelaahan kita.

Terdapat asumsi yang berbeda-beda mengenai hukum alam. Asumsi ini menurut kelompok-kelompok penganut faham berikut ini :

1. Deterministik 2. Pilihan Bebas 3. Probabilistik

Peluang
Ilmu Probabilistik atau ilmu tentang peluang termasuk cabang ilmu yang baru. Walau termasuk ilmu yang relatif baru, ilmu ini bersama dengan statistika berkembang cukup pesat.
Peluang dinyatakan dari angka 0 sampai 1. Angka 0 menyatakan bahwa suatu kejadian itu tidak mungkin terjadi. Dan angka 1 menyatakan bahwa sesuatu itu pasti terjadi. Misalnya bahwa peluang semua makhluk hidup itu akan mati dinyatakan dengan angka 1.

Asumsi dalam Ilmu


pengembangan asumsi : 1. Asumsi ini harus relevan dengan bidang dan tujuan pengkajian disipin keilmuan. Asumsi manusia dalam administrasi yang bersifat operasional adalah makhluk ekonomis, makhluk sosial, makhluk aktualisasi diri atau makhluk yang kompleks. Berdasarkan asumsi-asumsi ini maka dapat dikembangkan berbagai model, strategi, dan praktek administrasi. 2. Kedua, asumsi ini harus disimpulkan dari keadaan sebagaimana adanya bukan bagaimana keadaan yang seharusnya.
Hal hal yang harus diperhatikan dalam

Batasan Penjelajahan Ilmu dan Cabang Ilmu


Apakah batas yang merupakan lingkup penjelajahan ilmu? ilmu memulai penjelajahannnya pada pengalaman manusia dan berhenti di batas pengalaman manusia. Ilmu tidak membahas yang di luar pengalaman manusia sepeti surga dan neraka.

Pada dasarnya cabang-cabang ilmu tersebut berkembang dari dua cabang utama yakni 1. filsafat alam yang kemudian menjadi rumpun ilmu-ilmu alam (the natural sciences) 2. filsafat moral yang kemudian berkembang ke dalam cabang ilmu-ilmu sosial (the social sciences).

Pembahasan
1. Pengertian Ontology
2. Beberapa Pandangan Ontology (Filsafat Barat) 3. Implikasi Pandangan Ontologys Pada Filsafat

Barat. 4. Objek Materi Ilmu Pengetahuan Menurut Filsafat Barat 5. Pandangan Ontology Berdasarkan Al-Quran 6. Objek Materi Ilmu Menurut Pandangan Ontologys Qurani

Pengertian Ontology
Istilah ontology baru muncul pada pertengahan abad 17, yang pada waktu itu juga muncul istilah philosophia entis atau filsafat mengenai yang ada. sebagai pencarian jawaban menganai hakikat asal alam semesta, telah dipercakapkan sebelumnya oleh para filosof awal Yunani. (Thales, Anaximander dan Anaximenes )
Ontology, sebagai sebuah istilah berasal dari bahasa Yunani, yaitu on (ada) dan ontos (berada), yang kemudian disenyawakan dengan kata logos (ilmu atau study tentang). Dalam bahasa Inggris ia diserap menjadi ontology dengan pengertian sebagai study atau ilmu mengenai yang ada atau berada.

Dalam kamus Filsafat Lorens Bagus terdapat beberapa Pengertian ontology antara lain:
1. 2.

3.

Study tentang ciri-ciri esensial dari Yang Ada dalam dirinya sendiri yang berbeda dari satu study tentang hal-hal yang ada secara khusus. Cabang filsafat yang menggeluti tata cara dan struktur realitas dalam arti seluas mungkin, yang menggunakan kategori-kategori seperti: ada/menjadi, aktualitas/noneksistensi, esensi, keniscayaan, yang-ada sebagai yang-ada, ketergantungan pada diri sendiri, hal mencukupi diri sendiri, hal-hal terlahir, dasar. Cabang filsafat yang mencoba : Melukiskan hakikat Ada yang terakhir (Yang Satu, Yang Absolut, Bentuk Abadi Sempurna). Menunjukkan bahwa segala hal tergantung padanya bagi eksistensinya. Menghubungkan pikiran dan tindakan manusia yang bersifat individual dan hidup dalam sejarah dengan realitas tertentu.

ontology (dalam filsafat ilmu) adalah cara pandang mengenai objek materi suatu ilmu Atau dengan kata lain penjelasan tentang keberadaan atau eksistensi yang mempermasalahkan akar-akar (akar yang paling mendasar tentang apa yang disebut dengan ilmu pengetahuan itu).

Beberapa Pandangan Ontology (Filsafat Barat) Dalam relevansinya dengan pembicaraannya filsafat
pengetahuan, khususnya melalui filsafat Barat, sebenarnya pembahasan masalah ontology berpusat pada keinginan untuk menjawab pertanyaan apa sesungguhnya yang dimaksud sebagai kenyataan (reality)?.

pandangan-pandangannya mengenai realitas. 1. Naturalisme 2. Materialisme 3. Idealisme 4. Hilomorfisme 5. Positivisme

Implikasi Pandangan Ontologys Pada Filsafat Barat.


Terdapat beberapa pandangan filsafati yang secara berbeda berbicara mengenai hakikat kenyataan, namun dalam filsafat Barat secara bersama ia menunjukkan cara pandang : mengenai obyek materi ilmu dengan tidakkteristik : Memandang obyek materi ilmu kara dalam kerangka

pandangan adanya pencipta yang memandang segala sesuatu selain pencipta adalah ciptaan. Memandang sesuatu sebagai suatu obyek materi ilmu sejauh ia berada dalam jangkauan indra dan/atau rasio manusia untuk bisa memahaminya, dan pemahaman atasnya merupakan fungsi dari indra dan/atau rasio itu. Memandang keberadaan obyek materi ilmu hanya dalam rangka ruang dan waktu dunia belaka. Memandang obyek materi ilmu diatur oleh hukum-hukum keberadaan, namun tidak mempersoalkan asal hukumhukum keberadaan itu

Objek Materi Ilmu Pengetahuan Menurut Filsafat Barat


Dalam menegaskan wilayah obyek materi ilmu Jujun S. Suriasumantri (1990) menyatakan bahwa yang menjadi karakteristik obyek ontologys ilmu, yang membedakannya sebagai pengetahuan ilmiah dengan pengetahuan lain, ialah bahwa ilmu memulai penjelajahannya pada pengalaman manusia dan berhenti di batas pengamalan manusia. Untuk lebih menjelaskan apa yang dimaksud dengan pernyataan tersebut, Suriasumantri mengajukan sebuah pernyataan apakah ilmu mempelajari hal ihwal surga dan neraka? yang kemudian dijawabnya sendiri, tidak; sebab kejadian itu berada di luar jangkauan pengalaman kita.

Pandangan Ontology Berdasarkan Al-Quran

(QS. Al Hadid (57): 3). Dialah yang Awal dan yang akhir yang Zhahir dan yang Bathin[1452]; dan dia Maha mengetahui segala sesuatu.
[1452] yang dimaksud dengan: yang Awal ialah, yang Telah ada sebelum segala sesuatu ada, yang Akhir ialah yang tetap ada setelah segala sesuatu musnah, yang Zhahir ialah, yang nyata adanya Karena banyak bukti- buktinya dan yang Bathin ialah yang tak dapat digambarkan hikmat zat-Nya oleh akal.

Dengan tidak melepaskan diri dari landasan AlQuran di atas dapat dikatakan bahwa sejauh kita akan berbicara mengenai hakekat realitas sebagai realitas ciptaan Allah, maka pertama-tama, ia harus berangkat dari doktrin keniscayaan adanya pencipta sebagai sebab keterciptaannya. Sudah barang tentu, pencipta bukanlah ciptaan itu sendiri, sebab hal tersebut adalah mustahil. Selain itu, juga barang tentu pencipta adalah sesuatu yang transenden (mengatasi) ciptaan, sebab adalah mustahil sesuatu yang lebih sederhana akan menyebabkan keterciptaan sesuatu yang mengatasi dirinya sendiri.

Objek Materi Ilmu Menurut Pandangan Ontologys Qurani

Pandangan ontologys tersebut melahirkan pandangan mengenai obyek materi ilmu dengan pernyataan singkat sebagai berikut : 1. Obyek ilmu adalah alam syahadah maupun alam gaib 2. Membangun pengetahuan ilmiah mengenai alam tersebut dilakukan dengan acuan petunjuk Allah Swt sebagai penciptanya.

Yang harus diperhatikan


pandangan Islam tentang realitas sebagai objek kajian ilmu ternyata tidak hanya terpaku pada dunia empiric atau fiscal tetapi juga mencakup dunia ruh. Diri manusia sendiri adalah miniatur semesta yang tidak hanya terdiri atas jasad tetapi juga hati, perasaan, jiwa dan ruh yang merupakan bagian dari Tuhan. Karena itu, metodologi pemikiran Islam tidak bisa hanya mengandalkan kekuatan dan kegeniusan rasio tetapi harus dengan kesucian hati.

Anda mungkin juga menyukai