Anda di halaman 1dari 5

Patogenesis Gagal Jantung Kongestif (1) Gagal jantung dapat disebabkan oleh gangguan primer otot jantung itu

sendiri ata u beban jantung yang berlebihan ataupun kombinasi keduanya. Secara garis besar, faktor kemungkinan yang menyebabkan penyakit gagal jantung adalah orang-orang ya ng memiliki penyakit hipertensi, hiperkolesterolemia (kolesterol tinggi), peroko k, diabetes (kencing manis), obesitas (kegemukan) dan seseorang yang memiliki ri wayat keluarga penyakit jantung serta tentunya pola hidup yang tidak teratur dan kurang ber-olah raga. Setiap penyakit yang mempengaruhi jantung dan sirkulasi darah dapat menyebabkan gagal jantung. Beberapa penyakit dapat mengenai otot jantung dan mempengaruhi ke mampuannya untuk berkontraksi dan memompa darah. Penyebab paling sering adalah p enyakit arteri koroner, yang menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otot jantu ng dan bisa menyebabkan suatu serangan jantung. Kerusakan otot jantung bisa dise babkan oleh miokarditis (infeksi otot jantung karena bakteri, virus atau mikroor ganisme lainnya), diabetes mellitus, kelenjar tiroid yang terlalu aktif, dan keg emukan (obesitas). Penyakit katup jantung bisa menyumbat aliran darah diantara ruang-ruang jantung atau diantara jantung dan arteri utama. Selain itu, kebocoran katup jantung bisa menyebabkan darah mengalir balik ke tempat asalnya. Keadaan ini akan meningkatk an beban kerja otot jantung, yang pada akhirnya bisa melemahkan kekuatan kontrak si jantung. Penyakit lainnya secara primer menyerang sistem konduksi listrik jan tung dan menyebabkan denyut jantung yang lambat, cepat atau tidak teratur, sehin gga tidak mampu memompa darah secara efektif. Jika jantung harus bekerja ekstra keras untuk jangka waktu yang lama, maka ototototnya akan membesar; sama halnya dengan yang terjadi pada otot lengan setelah beberapa bulan melakukan latihan beban. Pada awalnya, pembesaran ini memungkinka n jantung untuk berkontraksi lebih kuat; tetapi akhirnya jantung yang membesar b isa menyebabkan berkurangnya kemampuan memompa jantung dan terjadilah gagal jant ung. Tekanan darah tinggi (hipertensi) bisa menyebabkan jantung bekerja lebih be rat. Jantung juga bekerja lebih berat jika harus mendorong darah melalui jalan k eluar yang menyempit (biasanya penyempitan katup aorta). Mekanisme pembentukan aterosklerosis (1) Perubahan pada vaskular akibat aterosklerosis (1) Aterosklerosis dapat mengenai semua pembuluh darah sedang dan besar, namun yang paling sering adalah aorta, pembuluh koroner dan pembuluh darah otak, sehingga I nfark miokard dan Infark otak merupakan dua akibat utama proses ini. Proses ater osklerosis dimulai sejak usia muda berjalan perlahan dan jika tidak terdapat fak tor resiko yang mempercepat proses ini, aterosklerosis tidak akan muncul sebagai penyakit sampai usia pertengahan atau lebih. (1) Aterosklerosis merupakan penyakit yang menyerang pembuluh darah besar dan sedang . Lesi utamanya berbentuk plaque menonjol pada tunika intima yang mempunyai inti berupa lemak (terutama kolesterol dan ester kolesterol) dan ditutupi oleh fibro us cap. Lesi aterosklerosis awal berupa fatty streak, yaitu penumpukan lemak pad a daerah subintima. Lesi ini bahkan dijumpai pada bayi usia 3 tahun dan dikataka n pada orang yang mengkonsumsi makanan dengan pola Barat, fatty streak sudah aka n terbentuk sebelum usia 20 tahun. Secara mikroskopis, fatty streak tampak sebag ai daerah berwarna kekuningan pada permukaan dalam arteri, pada umumnya berbentu k bulat dengan 1 mm atau berbentuk guratan dengan lebar 1-2 mm dan panjang sampai 1 cm. Secara mokroskopis, fatty streak ditandai dengan pengumpulan sel-sel besar yang

disebut sel busa (foam cell) di daerah subintima. Sel busa ini pada mulanya adal ah makrofag yang memakan lemak kemudian mengalami kematian inti sel. Lesi fatty sreak tidak mempunyai arti secara klinis namun dipercaya sebagai prekursor lesi aterosklerosis yang lebih lanjut yang disebut fibrous plaque. Fibrious plaque merupakan lesi aterosklerosis yang paling penting, karena merupa kan sumber manifestasi klinis penyakit ini. Lesi ini paling sering dijumpai di a orta abdominalis, arteri coronaria, a. popitea, aorta descendens, a.karotis inte rna dan pembuluh darah yang menyusun circulus willisi. Secara makroskopis, lesi ini menonjol kedalam lumen, berwarna keabun/pucat. Seca ra mikroskofis terdiri dari kumpulan monosit, limfosit, sel busa dan jaringan ik at. Juga dapat dijumpai bagian tengah lesi yang nekrotik berisi debris sel dan k ristal kolesterol. Pada lesi ini dapat juga dijumpai fibrous cap berupa kumpulan sel otot polos dalam matriks jaringan ikat. Secara histologis, dinding pembuluh darah terdiri dari 3 lapis yang berturut-tur ut dari dalam ke luar dsb tunika intima, media dan adventisia. Bagian tunika int ima yang berhubungan dengan lumen pembuluh darah adalah sel endotel. Tunika medi a terdiri dari sel-sel otot polos dan jaringan ikat yang tersusun konsentris dik elilingi oleh serabut kolagen dan elastik. Tunika meda dipisahkan dari tunika in tima oleh suatu membran elastis yang disebut lamina elastic interna, dan dari tu nika adventitia oleh lamina elastica externa. (1) Trombosis adalah keadaan patologis dimana terjadi suatu pembekuan darah (hemosto sis) abnormal yang dapat menyebabkan terganggunya aliran darah ke daerah distal peyumbatan. Dalam keadaan normal, hemostasis hanya terjadi jika ada cedera pada pembuluh darah. Cedera pembuluh darah akan diikuti dengan pelepasan komponen-kom ponen darah kedalam matriks ekstraseluler yang kemudian akan menyebabkan trombos it mengalami agregasi dan akhirnya akan mengaktifkan proses pembekuan darah dite mpat terjadinya cedera tersebut dan berakhir dengan pembentukan fibrin yang mens tabilkan tempat cedera. Cedera endotel pada pembuluh darah yang normal akan menyebabkan terjadinya pembe ntukan fibrin, kemudian terjadi proses penyembuhan sehingga endotel kembali utuh dan kembali bersifat non trombogenik. Pada plaque aterosklerosis, proses trombo sis yang terjadi-karena sebab yang belum diketahui- tidak diikuti dengan proses perbaiakan endotel sehingga plaque aterosklerosis mempunyai kecendrungan yang ti nggi untuk pembentukan trombus. Fibrin yang terbentuk di plaque tersebut menyeba bkan ukuran thrombus yang terbentuk menjadi lebih besar, sehingga lebih memperse mpit lumen pembuluh darah. Pada aterosklerosis, kecendrungan untuk terjadinya trombosis diduga karena adany a ruptur atau visura pada plaque aterosklerosis yang dikuti dengan vasokontriksi . Faktor-fakto ryg diduga ikut berperan dalam kejadian ini adalah kadar kolestro l plasma. Faktor gesekan dalam pembuluh darah lokal, terpapaprnya permukaan trom bogenik dan efek vasokontriksi. Dalam tubuh terdapat beberapa jenis antikoagulan alami yang akan menghambat pros es trombogenesis ini, misalnya trombomodulin dan heparin sulfat yang terdapat pa da permukaan sel endotel yang utuh. Trombomodulin mengubah trombin menjadi prote in C yang mengaktofkan sistim fibrinolisis dengan faktor V dan VIII serta merang sang aktifator plasminogen dari sel endotel. Penyebab dan efek gagal jantung kiri (1) Patofisiologi Gagal Jantung (3) Gagal jantung terjadi ketika jantung tidak mampu memompa darah pada juml ah yang dibutuhkan untuk metabolisme yang normal. Gejala gagal jantung yang mena hun dapat dihubungkan dengan pengurangan curah jantung atau kongesti vena sistem

ik dan atau pulmonaris. Gejala klinis tersebut merupakan gabungan efek karena ga gal jantung kanan dan kiri yang bersamaan terjadi pada pasien gagal jantung kong estif. Oleh karena itu, apabila pasien dengan gagal jantung kiri saja belum terg olong menjadi gagal jantung kongestif, demikian pula sebaliknya pada keadaan gag al jantung kanan saja. Gejala klinis tersebut dapat berupa: dipsnea yaitu gejala subyektif pend eknya nafas atau sulitnya pernafasan yang biasanya merupakan gejala awal dari ga gal jantung. Dipsnea mula-mula hanya timbul pada saat beraktifitas, karena gagal jantung kongestif memburuk, maka biasa dialami saat istirahat; kongesti vena si stemik dan edema karena retensi cairan oleh ginjal merupakan mekanisme kompensas i pada gagal jantung. Hal ini akan menyebabkan naiknya pengembalian vena, naikny a pengisian ventrikel sebelumnya dan volume yang berlebihan dari ventrikel; kele lahan yang gejala yang lazim pada gagal jantung yaitu manifestasi pengurangan cu rah jantung sehingga pengangkutan oksigen yang tidak adekuat terhadap rangka Selain itu, dapat ditemukan gejala seperti: dipsnea nokturna paroksimal berupa kesulitan bernafas beberapa jam setelah mengambil posisi berbaring yang k has timbul pada pasien edema perifer dan karena peningkatan kongesti paru yang m enyertai mobilisasi bertingkat cairan edema perifer, bila tungkai ditinggikan; o rtopnea yang menggambarkan kesulitan bernafas setelah dalam beberapa menit menga mbil posisi berbaring. Dengan berbaring ada pengurangan pengupilan perifer dan p eningkatan hasilnya dalam volum darah sentral pada gagal jantung kongestif, kead aan ini dapat meningkatkan pengisian tekanan ventrikel kiri dan pemberian konges ti baru; batuk yang disebabkan oleh edema batang bronkus atau tekanan pada batan g bronkus oleh atrium kiri terdistensi, batuk dapat disertai dengan dahak putih yang berbusa dan berwarna kemerahan; dan anoreksia berupa kehilangan nafsu makan dan penurunan berat badan maupun gejala gastrointestinalis lainnya seperti mual , muntah, dan nyeri abdomen. Efek gagal jantung terhadap sistemik (1) Mekanisme hipertensi pulmonal (1) Manifestasi Klinis Gagal Jantung (2) Diagnosa Gagal Jantung Kongestif (2) Diagnosa ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala yang dikeluhkan ataupun yang t erlihat langsung saat dilakukan pemeriksaan. Untuk memperkuat diagnosa, dilakuka n berbagai pemeriksaan, misalnya pemeriksaan fisik, adanya denyut nadi yang lema h dan cepat, tekanan darah menurun, bunyi jantung abnormal, pembesaran jantung, pembengkakan vena leher, cairan di dalam paru-paru, pembesaran hati, penambahan berat badan yang cepat, pembengkakan perut atau tungkai. Ekokardiografi biasanya digunakan untuk mendukung diagnosis klinis gagal jantung . Modalitas ini menggunakan USG untuk menentukan volume sekuncup (SV, jumlah dar ah di jantung yang keluar dari ventrikel dengan mengalahkan masing-masing), volu me akhir diastolik (EDV, jumlah total darah pada akhir diastole), dan SV dalam p roporsi ke EDV, nilai yang dikenal sebagai fraksi ejeksi''''(EF). Pada pediatri, fraksi pemendekan adalah ukuran disukai fungsi sistolik. Biasanya, EF harus ant ara 50% dan 70%; pada gagal jantung sistolik, itu turun di bawah 40%. Ekokardiog rafi juga dapat mengidentifikasi penyakit jantung katup dan menilai keadaan peri kardium (kantung jaringan ikat yang mengelilingi jantung). Ekokardiografi juga dapat membantu dalam menentukan perawatan apa yang akan memb antu pasien, seperti obat-obatan, penyisipan sebuah terapi sinkronisasi implan c ardioverter-defibrilator atau jantung. Ekokardiografi juga dapat membantu menent ukan apakah iskemia miokard akut adalah penyebab pemicu, dan dapat bermanifestas

i sebagai kelainan gerak daerah dinding di echo. Ekokardiografi harus dilakukan pada semua pasien dengan dugaan klinis gagal jantung. Dimensi ruang jantung, fun gsi ventrikel (sistolik dan diastolik), dan abnormalitas gerakan dinding dapat d inilai dan penyakit katub jantung dapat disinggirkan. Rontgen dada sering digunakan untuk membantu dalam diagnosis CHF. Pada pasien ko mpensasi, ini mungkin menunjukkan kardiomegali (pembesaran terlihat dari jantung ), dihitung sebagai rasio kardiotoraks''''(proporsi ukuran jantung ke dada). Pad a gagal ventrikel kiri, mungkin ada bukti dari redistribusi vaskular ("lobus ata s pengalihan darah" atau "cephalization"), garis Kerley, memborgol daerah sekita r bronkus, dan edema interstisial. Pada pemeriksaan foto toraks seringkali menunjukkan kardiomegali (rasio kardioto rasik (CTR) > 50%), terutama bila gagal jantung sudah kronis Kardiomegali dapat disebabkan oleh dilatasi ventrikel kiri atau kanan, LVH, atau kadang oleh efusi perikard. Derajat kardiomegali tidak berhubungan dengan fungsi ventrikel kiri. Elektrokardiogram (EKG / EKG) adalah digunakan untuk mengidentifikasi aritmia, p enyakit jantung iskemik, hipertrofi ventrikel kanan dan kiri, dan kehadiran kete rlambatan konduksi atau kelainan (misalnya blok cabang berkas kiri). EKG juga da pat mendiagnosa iskemia atau infark miokard akut (jika depresi ST atau elevasi y ang hadir). Elektrokardiografi memperlihatkan beberapa abnormalitas pada sebaigi an besar pasien (80-90%), termasuk gelombang Q, perubahan ST-T, hipertropi LV, g angguan konduksi, aritmia. Tes darah rutin dilakukan termasuk elektrolit (natrium, kalium), ukuran fungsi g injal, tes fungsi hati, tes fungsi tiroid, jumlah darah lengkap, dan sering prot ein C-reaktif jika infeksi dicurigai. Sebuah tipe B peningkatan natriuretik pept ida (BNP) adalah tes khusus menunjukkan gagal jantung. Selain itu, BNP dapat dig unakan untuk membedakan antara penyebab dispnea akibat gagal jantung dari penyeb ab lain dari dispnea. Jika dicurigai infark miokard, spidol berbagai jantung dap at digunakan. Menurut analisis-meta membandingkan BNP dan N-terminal pro-BNP (NTproBNP) dalam diagnosis gagal jantung, BNP adalah indikator yang lebih baik untuk gagal jantun g dan disfungsi sistolik ventrikel kiri. Pada kelompok pasien bergejala, rasio o dds diagnostik 27 untuk BNP membandingkan dengan sensitivitas 85% dan spesifisit as 84% dalam mendeteksi gagal jantung. Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide yang berstruktur hampir sama yang memil iki efek yang luas terhadap jantung, ginjal dan susunan saraf pusat. Atrial Natr iuretic Peptide (ANP) dihasilkan di atrium sebagai respon terhadap peregangan me nyebabkan natriuresis dan vasodilatsi. Pada manusia Brain Natriuretic Peptide (B NO) juga dihasilkan di jantung, khususnya pada ventrikel, kerjanya mirip dengan ANP. C-type natriuretic peptide terbatas pada endotel pembuluh darah dan susunan sara f pusat, efek terhadap natriuresis dan vasodilatasi minimal. Atrial dan brain na triuretic peptide meningkat sebagai respon terhadap ekspansi volume dan kelebiha n tekanan dan bekerja antagonis terhadap angiotensin II pada tonus vaskuler, sek resi aldosteron dan reabsorbsi natrium di tubulus renal. Karena peningkatan natr iuretic peptide pada gagal jantung, maka banyak penelitian yang menunjukkan pera nnya sebagai marker diagnostik dan prognosis, bahkan telah digunakan sebagai ter api pada penderita gagal jantung. Algoritma diagnosa gagal jantung kongestif (2) Definisi gagal jantung (2)

Kriteria Framingham (3) Temuan EKG pada kondisi gagal jantung (2) Gambaran EKG pada keadaan infark miokard (1) Temuan hasil laboratorium pada kondisi gagal jantung (2) Temuan ekokardiografi pada kondisi gagal jantung (2) Temuan foto toraks pada kondisi gagal jantung (2) DAFTAR PUSTAKA Silbernagl. S., 2000. Color Atlas of Pathophysiology. New York: Stuttgart, 176-2 30. European Heart Journal, 2008. ESC Guidelines for the Diagnosis and Treatment of Acute and Chronic Heart Failure 2008. 29, 2388 2442 Michael S.F. & Jay I.P., 2006. Congestive Heart Failure: Diagnosis, Pathophysiol ogy, Therapy, and Implications for Respiratory Care. VOL 51 NO 4

Anda mungkin juga menyukai