Anda di halaman 1dari 18

Emergency Perinatologi

Masa perinatal adalah masa yang terdiri dari rangkaian masa bayi yang sangat jelas perbedaannya yaitu pada masa masih dalam kandungan dan masa setelah lahir. Sedangkan periode perinatal sendiri adalah periode kehidupan yang dimulai sejak bayi masi dalam kandungan usia kehamilan 28 minggu sampai dengan 28 hari (1 bulan) setelah bayi lahir. Emergensi perinatologi sendiri mempelajari tentang kegawatdaruratan bayi sehingga kita dapat melakukan observasi sebelum masa kelahiran sampai bayi lahir sehingga dapat mencegah kemungkinan buruk yang akan terjadi pada bayi. Kegawatdaruratan perinatal terdiri dari beberapa kasus seperti yang akan diuraikan di bawah ini. A. Asfiksi Asfiksi merupakan keadaan dimana bayi baru lahir mengalami kesulitan dalam bernafas secara teratur selama satu menit pertama setelah kelahiran sehingga terjadi penimbunan CO2 dan penurunan O2 dalam tubuh bayi. Sehingga dalahal ini dapat dikatakan asfiksi adalah suatu keadaan kekurangan oksigen atau penurunan tekanan oksigen dalam tubuh bayi dan apabila keadaan ini dibiarkan berkelanjutan maka akan terjadi kerusakan otak bahkan mengakibatkan kematian bayi. Bayi dapat dikatakan menderita asfiksi apabila mengalami setidaknya dua atau lebih dari kondisi-kondisi di bawah ini : 1. Adanya tanda-tanda fetal distress seperti frekuensi detak jantung kurang dari 100 per menit atau bahkan frekuensi detak jantung kadang menghilang atau sering disebut dengan timbul tenggelam yang kemungkinan disebabkan karena persalinan yang lama.
2. Air ketuban bercampur mekonium, bayi mengalami depresi pernapasan, bayi

mengalami hipotonia atau kemampuan gerak otot yang rendah, dan bayi mengalami bradikardi atau .

3. Hasil pengamatan APGAR score bayi menunjukkan angka 4 atau kurang dari 4 pada menit pertama atau menunjukkan angka 6 atau kurang dari 6 pada menit ke lima. 4. Bayi membutuhkan resusitasi lebih dari satu menit setelah lahir dangan pemberian ventilasi tekanan positif dan pemberian oksigen langsung setelah lahir. 5. pH darah pada bayi yang diambil dari sampel darah di arteri umbilical menunjukkan angka kurang dari 7,20 dalam pemeriksaan satu jam pertama setelah lahir. Patofisiologi asfiksi dapat dilihat dari adanya karakteristik bayi baru lahir yang sangat unik. Adanya proses transisi dan adaptasi bayi dari kehidupan janin di dalam rahim menjadi kehidupan bayi di luar rahim yang sudah dapat dipastikan terjadi banyak perubahan-perubahan yang sangat besar yang terjadi di dalam tubuh bayi sebagai usaha bayi mempertahankan hidup sendiri di luar rahim ibu. Salah satu perubahan tersebut terjadi di alveoli paru bayi dimana pada saat bayi berada di dalam rahim ibu, alveoli paru bayi berisi cairan paru yang kemudian sesaat setelah lahir dimana bayi akan berusaha bernapas untuk pertama kalinya sehingga menyebabkan udara mulai memasuki alveoli paru bayi dan kemudian cairan paru akan diserap oleh jaringan paru sedikit demi sedikit. Pada tarikan napas kedua dan seterusnya, udara akan semakin banyak mengisi alveoli paru sehingga pada akhirnya cairan paru akan terserap seluruhnya oleh jaringan paru dan alveoli paru akan terisi penuh dengan udara yang mengandung oksigen sehingga akan terjadi ekspansi paru karena adanya tekanan puncak inspirasi dan tekanan akhir ekspirasi yang semakin tinggi. Hal ini akan menyebabkan aliran darah ke paru mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Dengan terjadinya ekspansi paru dan adanya peningkatan tekanan oksigen pada alveoli paru akan menyebabkan terjadinya penurunan resistensi vaskuler paru dan meningkatnya aliran darah paru setelah lahir. Jika terjadi kegagalan pada proses resistensi vaskuler paru, maka akan menyebabkan terjadinya hipertensi pulmonal persisten pada bayi baru lahir sehingga aliran darah paru pun menjadi tidak adekuat dan terjadi hipoksemia. Hal ini secara keseluruhan akan menyababkan terjadinya gagal napas pada bayi. Secara garis besar asfiksi dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti :

1. Faktor ibu : amnionitis, anemia, diabetes, infeksi, hipertensi yang diinduksi oleh kehamilan. 2. Faktor uterus : persalinan lama dan presentasi janin yang abnormal. 3. Faktor plasenta : plasenta previa, solusio plasenta, dan insufisiensi plasenta. 4. Faktor umbilical : prolaps tali pusat dan lilitan tali pusat. 5. Faktor janin : disproporsi sefalopelvik, kelainan kongenital, dan kesulitan kelahiran. Menurut gambaran klinisnya, asfiksi dapat dibagi menjadi dua yaitu asfiksi pallida (putih) dan asfiksi livida (biru). Asfiksia livida merupakan tahapan asfiksia yang lebih ringan dibandingkan dengan asfiksia pallida. Pada asfiksia livida, warna kulit bayi kebiru-biruan sedangkan pada asfiksia pallida warna kulit bayi akan terlihat pucat. Tonus otot pada asfiksia livida masi baik sedangkan pada kejadian asfiksia pallida tonus otot mulai berkurang. Pada reaksi rangsang bayi, jika bayi menderita asfiksia livida maka akan ditemukan reaksi rangsangnya sedangkan pada bayi penderita asfiksia pallida sudah tidak ditemukan reaksi rangsang bayi. Kemudian untuk bunyi jantung pada bayi penderita asfiksia livida masih teratur tidak seperti bunyi jantung yang ditemukan pada bayi penderita asfiksia pallida dimana bunyi jantungnya sudah tidak teratur lagi. Prognosis pada bayi penderita asfiksia livida akan lebih baik jika dibandingkan dengan prognosis bayi penderita asfiksia pallida. Prognosis ini ditemtukan oleh tingkat kekurangan oksigen yang terjadi pada bayi dan tingkat keluasan kerusakan pada jaringan otak yang disebabkan karena kekurangan oksigen. Menurut hasil pemeriksaan APGAR score, secara klinik bayi diklasifikasikan menjadi 4, yaitu : 1. Bayi dengan asfiksi berat, bayi dikatakan menderita asfiksi berat jika angka penilaian APGAR score menunjukkan angka 0-3. 2. Bayi dengan asfiksi sedang, jika APGAR score menunjukkan angka 4-6. 3. Bayi normal atau sedikit asfiksi, jika hasil penilaian menunjukkan angka 7-9. 4. Bayi normal, jika hasil penilaian APGAR score menunjukkan angka 10.

Ada beberapa kemungkinan komplikasi yang akan muncul pada penderita asfiksi, antara lain : 1. Edema otak dan perdarahan otak. Pada penderita asfiksi dengan gangguan fungsi jantung yang telah lama akan menyebabkan aliran darah ke otak berkurang sehingga otak akan kekurangan oksigen dan iskemi pada otak yang lama kelamaan akan mengakibatkan edema otak atau bahkan perdarahan otak.

2. Anuria dan oliguria. Disfungsi ventrikel jantung juga dapat dipengaruhi oleh asfiksi sehingga pada penderita asfiksi yang disertai disfungsi ventrikel akan mengalami perubahan sirkulasi sehingga curah jantung akan mengalami perubahan dimana aliran darah akan lebih banyak mengalir ke organ seperti ginjal dan mesentrium sehingga akan terjadi hipoksemia pada pembuluh darah di ginjal dan mesentrium yang akan menyababkan terjadinya pengeluaran urine yang sedikit. 3. Kejang. Bayi yang menderita asfiksi secara otomatis akan mengalami gangguan pada sistem pertukaran gas dan transport oksigen keseluruh tubuh sehingga tubuh akan kesulitan dalam proses mengeluarkan karbondioksida dan akan menyebabkan bayi tersebut kejang karena adanya perfusi jaringan yang tidak efektif. 4. Koma. Apabila bayi dalam keadaan asfiksia berat dan tidak mendapat pertolongan yang cepat dan tepat maka akan menyebabkan bayi koma karena terjadinya kekurangan oksigen di dalam otak dalam jangka waktu yang lama. Melihat begitu banyaknya kemungkinan komplikasi pada penderita asfiksi maka pada bayi yang diduga mengalami asfiksi sesegera mungkin lakukan pertolongan dengan

menjaga kehangatan bayi dan membebaskan jalan napas bayi. Kemudian berikan resusitasi sesuai kebutuhan bayi dengan evaluasi setiap 30 detik. Berikan oksigen secara hati-hati, kamudian jika diduga terjadi perdarahan otak maka berikan vitamin k 1-2 mg. Namun jika pada pemeriksaan penunjang menunjukkan adanya asidosis metabolik, maka berikan natrium bikarbonat setelah terjadi ventilasi yang efektif sebanyak 2 mEq/kkBB secara perlahan-lahan.

B. Bayi Kurang Bulan (Prematur) dan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR).

Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang sesaat setelah lahir atau sampai dengan satu jam setelah lahir. Biasanya penimbangan berat lahir dilakukan di fasilitas kesehatan. Salah satu indikator kesehatan bayi baru lahir adalah berat badan lahir dimana pada umumnya bayi normal lahir pada usia gestasi 37 sampai dengan 42 minggu dengan ratarata berat badan 3200 gram. Pada umumnya, bayi dengan berat lahir rendah dan bayi dengan berat lahir lebih mempunyai resiko yang lebih besar untuk mengalami masalah pada pertumbuhannya. Salah satu indikasi lain kesejahteraan bayi dapat dilihat dari masa gestasinya dimana semakin cukup masa gestasi bayi maka akan semakin baik kesejahteraan bayi tersebut. Bayi dikatakan bayi berat lahir rendah jika kondisi berat lahir bayi menunjukkan angka kurang dari 2500 gram tanpa memandang lamanya masa gestasi. Sedangkan bayi dikatakan bayi kurang bulan (prematur) jika bayi lahir dengan masa gestasi kurang dari 37 minggu. Bayi berat lahir rendah sering disamaartikan dengan bayi kurang bulan (prematur) oleh sebagian kalangan masyarakat. Sebenarnya kedua kasus ini sangat berbeda dimana bayi baru lahir dengan berat badan rendah yaitu kurang dari 2500 gram tidak semua lahir kurang bulan. Lamanya umur kehamilan biasanya akan menentukan besarnya kesejahteraan janin di dalam kandungan. Hal ini dapat digunakan sebagai acuan untuk mempermudah antisipasi terhadap kejadian kematian ataupun kesakitan pada bayi selanjutnya karena hubungan antara lama kehamilan dengan kesejahteraan bayi sendiri dapat membantu meramalkan gambaran masalah klinis yang akan dihadapi bayi baru lahir setelah masa kelahirannya sehingga identifikasi antenatal terhadap pertumbuhan janin dalam rahim ibu dapat mempermudah perancanaan persalinan dan resusitasi neonatus setelah lahir jika diperlukan. Menurut hubungan antara berat lahir dan umur kehamilan ini pula bayi baru

lahir dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu sesuai masa kehamilan (SMK), kecil masa kehamilan (KMK), besar masa kehamilan (BMK). Karena kurangnya kesejahteraan janin ketika dalam rahim ibu, maka pada bayi kurang bulan dan pada bayi berat lahir rendah akan lebih banyak menemukan masalah dalam proses pertumbuhannya jika dibandingkan dengan bayi dengan umur kehamilan dan berat lahir yang normal. Kemungkinan-kemungkinan masalah yang timbul adalah sebagai berikut:
1. Ketidakstabilan suhu, bayi kurang bulam memiliki kecenderungan untuk sulit

mempertahankan panas tubuhnya, hal ini disebabkan oleh meningkatnya kehilangan panas, kemudian karena cadangan lemak sub kutan yang sangat sedikit, kemudian rasio luas permukaan terhadap berat badan yang besar, kemudian bayi kurang bulan akan mengalami kekurangan produksi panas yang disebabkan karena jumlah lemak coklat yang tidak memadai dan ketidakmampuan bayi untuk menggigil.
2. Bayi mengalami sulit napas karena adanya defisiensi surfaktant paru,

kemudian karena pada bayi kurang bulan refleks batuk, refleks menghisap, dan reflek menelannya masih lemah sehingga adanya resiko aspirasi, kemudian karena otot pembantu pernapasana belum berkembang dengan baik sehingga masih lemah menyebabkan bayi bernapas tidak teratur atau periodik.
3. Bayi mengalami masalah gastrointestinal dan masalah nutrisi, bayi kurang

bulan memiliki refleks hisap dan refleks menelan yang masih buruk terutama pada bayi yang lahir sebelum usia kehamilan 34 minggu. Bayi akan mengalami penurunan motilitas atau kerja usus sehingga pengosongan lambung menjadi terganggu. Pencernaan yang masih kurang baik pada bayi menyebabkan pencernaan dan penyerapan vitamin yang seharusnya larut dalam lemak kurang.
4. Bayi mengalami masalah pada maturitas hati, bayi kurang bulan akan

mengalami gangguan konjugasi dan ekskresi bilirubin, selain itu akan terjadi defisiensi faktor pembekuan yang dalam hal ini sangat bergantung pada asupan vitamin K.

5. Bayi mengalami masalah pada perkembangan ginjal, bayi akan mengalami

ketidakseimbangan elektrolit misalnya hiperkalemia atau glikosuria ginjal, selain itu karena organ yang perkembangannya belum matang akan menyebabkan ketidakmampuan bayi dalam mengekskresikan solute load besar. 6. Bayi mengalami masalah imunologi dimana bayi akan lebih berresiko untuk terkena infeksi tinggi karena kurangnya transfer IgG dari ibu melalu plasenta selama trimester tiga. 7. Bayi akan mengalami masalah neurologis seperti refleks hisap dan refleks telan yang buruk, kemudian bayi akan mengalami penurunan kerja usus, bayi akan mengalami hipotonis, bahkan bayi dapat mengalami kejang. 8. Bayi akan mengalami masalah pada sistem kardiovaskulernya seperti terjadinya patent ductus arteriosus yang umumnya terjadi pada bayi kurang bulan. 9. Bayi akan mengalami kelainan pada sistem hematologi dimana bayi dapat menderita anemia atau menderita hiperbillirubinemia. 10. Bayi akan mengalami masalah pada metabolismenya dimana bayi dapat menderita hipokalsemia, hipoglikemia, maupun hiperglikemia. Pada kejadian bayi kurang bulan ataupun bayi berat lahir rendah ini sering tidak diketahui penyebabnya, jika penyebabnya diketahui pada umumnya penyebab itu tidak berdiri sendiri. Faktor-faktor penyebab itu antara lain adalah : 1. Faktor genetik atau faktor kromosom 2. Adanya infeksi selama kehamilan 3. Adanya bahan yang mengandung racun selama kehamilan 4. Adanya paparan radiasi 5. Adanya kelainan fungsi plasenta 6. Adanya faktor nutrisi pada ibu

7. Faktor-faktor penunjang lain selama kehamilan seperti ibu hamil yang merokok, kemudian ibu hamil yang peminum berat, ibu hamil dengan beban kerja fisik berat, adanya kelainan plasenta seperti plasenta previa, adanya kehamilan ganda, ibu hamil yang mengkonsumsi obat yang tidak aman bagi kehamilannya, dan masih banyak faktor yang lain. Kemungkinan bayi dengan berat lahir rendah dapat didiagnosa sejak didalam bayi masih di dalam kandungan yaitu dengan anamnesa pada ibu diketahui adanya riwayat abortus, adanya riwayat partus prematurus, dan adanya riwaya lahir mati pada kehamilan sebelumnya. Kemudian pada pemeriksaan kehamilan diketahui pembesaran uterus yang tidak sesuai dengan tuanya kehamilan, pergerakan janin yang pertama dirasakan ibu lebih lambat walaupun usia kehamilan ibu sudah lanjut, adanya pertambahan berat badan ibu yang tidak sesuai dengan pertambahan berat badan yang seharusnya, kemudian kejadian bayi baru lahir ini juga sering dijumpai pada kasus oligohidramnion, hidramnion, hiperemesis gravidarum, hamil dengan toksemia gravidarum, atau adanya perdarahan ante partum. Jika salah satu atau lebih dari keadaan tersebut di atas ditemui pada ibu hamil maka hendaknya kita mewaspadai adanya kemungkinan bayi akan lahir dengan berat badan rendah, Pada perawatan bayi baru lahir dengan berat lahir rendah yang perlu ditekankan adalah pengaturan suhu ruangan. Bayi dimasukan ke dalam inkubator dengan suhu yang diatur bayi berat badan dibawah 2000 gram menggunakan suhu 35oC sedangkan bayi dengan berat badan antara 2000 gram sampai 2500 gram menggunakan suhu 34oC. Kemudian secara berkala setiap minggu suhu inkubator diturunkan 1oC sampai pada kondisi bayi dapat ditempatkan pada suhu lingkungan sekitar 24-27oC. Selain masalah pengaturan suhu, yang perlu ditekankan pada perawatan bayi baru lahir dengan berat lahir rendah adalah makanan. Bayi dengan kondisi seperti ini biasanya belum mempunyai refleks hisap den refleks telan yang sempurna, dan kapasitas lambung yang masih kecil serta daya enzim pencernaan yang belum dapat bekerja maksimal. Hal ini memungkinkan kita untuk memberikan makanan kepada bayi menggunakan pipet sedikit-sedikit namun dengan frekuensi yang lebih sering. Resiko kematian pada kondisi bayi berat lahir rendah mencapai delapan kali lebih besar dari bayi dengan berat lahir normal dengan umur kehamilan yang sama. Prognosis akan semakin memburuk jika berat lahir bayi semakin rendah. Angka kematian akan

semakin tinggi jika disertai dengan adanya kelainan komplikasi neonatal seperti asfiksi, aspirasi, perdarahan intrakranial, dan hipoglikemi.
C. Hipotermi dan Hipertermi

Termoregulasi adalah kemampuan yang dimiliki bayi untuk menyeimbangkan antara produksi dan kebutuhan panas tubuh untuk menjaga suhu tubuh dalam keadaan normal. Termoregulasi merupakan faktor yang sangat penting dalam perawatan bayi baru lahir terutama bayi baru lahir dengan berat lahir rendah. Hal ini disebabakan karena bayi dengan berat lahir rendah memiliki kemampuan pengaturan suhu yang belum bekerja dengan maksimal. Ada beberapa faktor yang sangat berperan dalam hal ini antara lain adalah umur, berat badan, luas permukaan, dan kondisi lingkungan. Suhu normal pada bayi baru lahir adalah sekitar 36,0-36,5oC, kondisi ini tercapai pada saat tubuh berada pada titik keseimbangan antara produksi panas dan jumlah kehilangan panas tubuh. Bayi dikatakan hipotermia apabila suhu tubuh bayi mencapai titik di bawah 36,5oC. Hipotermi dibagi menjadi tiga yaitu hipoterni ringan (cold stress), kondisi ini tercapai jika suhu tubuh mencapai 36-36,5oC, hipotermi sedang yaitu ketika suhu tubuh antara 32-36oC. Dan hipotermi berat yaitu ketika suhu tubuh mencapai kurang dari 32oC. Sedangkan hipertermi tercapai pada titik ketika suhu tubuh mengalami peningkatan sehingga mencapai lebih dari 37,5oC. Peningkatan suhu biasanya akan diiringi dengan peningkatan-peningkatan yang lain seperti peningkatan rata-rata metabolisme dan peningkatan kebutuhan cairan. Bayi dengan luas permukaannya yang besar akan lebih cenderung membuat bayi lebih banyak menggunakan energi ketika terpapar dingin untuk mempertahankan suhu tubuhnya. Bayi cenderung mengalami gangguan termoregulasi terutama pada bayi-bayi dengan kondisi-kondisi tertentu semisal bayi dengan preterm dan bayi-bayi kecil lainnya, bayi dengan kelainan bawaan khususnya dengan penutupan kulit yang tidak sempurna, bayi baru lahir dengan gangguan saraf sentral, bayi dengan sepsis, bayi yang setelah lahir mendapat tindakan resusitasi yang lama, bayi yang pertumbuhannya terhambat atau IUGR. Bayi baru lahir yang mengalami hipotermi biasanya mengalami beberapa tahap yang berhubungan dengan keseimbangan antara produksi panas dan kebutuhan panas tubuh, seperti:

1. Penurunan produksi panas, hal ini terjadi karena adanya kegagalan pada kerja sistem endokrinologi dan karena terjadinya penurunan metabolisme tubuh sehingga proses produksi panas tubuh akan menurun.
2. Pengeluaran panas yang meningkat, hal ini akan terjadi ketika panas tubuh

akan berpindah ke lingkungan dalam beberapa mekanisme seperti konduksi yaitu perpindahan panas karena adanya perbedaan suhu antara dua permukaan yang mengalami kontak langsung misalnya sentuhan langsung antara kulit bayi baru lahir dengan permukaan benda yang lebih dingin ketika proses penimbangan. Konveksi yaitu perpindahan panas yang sangat sederhana dari perpindahan suhu antara suhu permukaan kulit bayi dengan aliran udara sekitar yang lebih dingin dari permukaan tubuh bayi. Radiasi yaitu perpindahan suhu dari objek yang panas ke objek yang dingin yang berada disekitarnya semisal bayi dengan suhu yang hangat dikelilingi dengan lingkungan yang lebih dingin. Kemudian evaporasi yaitu hilangnya pans tubuh bayi yang diakibatkan karena adanya penguapan. Proses kehilangan panas dapat terjadi ketika bayi basah setelah lahir atau ketika memendikan bayi.
3. Kegagalan proses termoregulasi, dalam hal ini kegagalan fungsi hipotalamus

memegang peranan penting dalam menyebabkan bayi kehilangan panas. Keadaan hipoksia pada bayi akan menyebabkan tekanan pada respon neurologi bayi dalam mempertahankan suhu tubuhnya. Secara klinis kejadian hipertermi lebih jarang jika dibandingkan dengan kejadian hipotermi, namun hipertermi juga akan menyebabkna suatu kegawardaruratan pada bayi baru lahir. Ada beberapa hal yang menyebabkan hipertermi, utamanya adalah suhu lingkungan yang lebih tinggi, kemudian adanya proses infeksi oada tubuh bayi dan keadaan dimana bayi kekurangan cairan akan menyababkan bayi mengalami hipertermi. Pada bayi yang menderita hipotermi dapat kita lihat beberapa tanda seperti akral yang dingin, kemudian bayi yang tidak mau menyusu, gerakan bayi yang kurang aktif, kutis marmorata, kemudian warna tubuh bayi yang terlihat pucat, takipnea, dan takikardia. Hipotermi yang berkepanjangan akan menyebabkan peningkatan konsumsi oksigen sehingga bayi akan mengalami distress respirasi dan gangguna asam basa pada tubuh.

Keadaan hipotermi yang terlalu lama pada bayi dan tidak tertangani akan menyebabkan kematian bayi. Sedangkan pada bayi yang mengalami hipertermi dapat kita lihat dengan perabaan pada permukaan tubuhnya dimana permukaan tubuh bayi teraba panas, iritable, bayi mengalami takipnea dan takikardi. Bayi akan mengeluarkan banyak keringat, kemudian bayi tidak mau menyusu dan bayi mengalami penurunan tonus otot sehingga aktivitas bsyi pun menurun. Hipertermi pada keadaan tertentu akan menyebabkan bayi mengalami hipoksia. Diagnosa baik hipotermi maupun hipertermi dapat ditegakkan dengan adanya pemeriksaan suhu basal tubuh maupun suhu permukaan tubuh. Pengukuran suuh ini sangat penting untuk menegakkan diagnosa sebagai deteksi awal adanya suatu penyakit. Pengukuran suhu tubuh dapat dilakukan di tiga titik tubuh bayi yaitu aksila, rektal, dan kulit. Untuk pemeriksaan melalui aksila dinajurkan karena proses pengukurannya sangat mudah, sederhana, dan aman. Namun pengukuran suhu rektal sangat dianjurkan karena tingkat akurasinya yang mendekati panas tubuh sesungguhnya untuk dilakukan kepada setiap bayi yang baru lahir pertama kali. Pengukuran ini bisa juga digunakan untuk mengetahui adanya kelainan pada anus. Dalam kondisi hipotermi maupun hipertermi, kesempatan untuk bertahan hidup bayi sangat ditentukan oleh kemampuannya untuk mempertahankan panas serta meminimailisir kehilangan panas tubuhnya, untuk itu perawatan bayi baru lahir hendaknya selalu diperhatikan suhu lingkungan tempat merawat bayi yaitu pada suhu netral. D. Kejang Kejang adalah gerakan otot tubuh secara mendadak yang tidak disadari baik dalam bentuk kronik atau tonik dengan atau tanpa disertai hilangnya kesadaran. Proses terjadinya kejang yaitu neuron dalam susunan saraf pusat (SSP) mengalami depolarisasi sebagai akibat dari masuknya kalium dan repolarisasi timbul akibat keluarnya kalium. Kejang timbul bila terjadi depolarisasi berlebihan akibat arus listrik yang terus-menerus dan berlebihan.

Kejang dapar dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu sebagai berikut : 1. Kejang tersamar Hampir tidak terlihat, menggambarkan perubahan tingkah laku Bentuk kejang : a. Otot muka, mulut, lidah menunjukan gerakan menyeringai b. Gerakan terkejut-kejut pada mulut dan pipi secara tiba-tiba menghisap, mengunyah, menelan, menguap c. Gerakan bola mata ; deviasi bola mata secara horisontal, kelopak mata berkedipkedip, gerakan cepat dari bola mata d. Gerakan pada ekstremitas : pergerakan seperti berenang, mangayuh pada anggota gerak atas dan bawah e. Pernafasan apnea, BBLR hiperpnea 2. Kejang klonik a. Berlangsung selama 1-3 detik, terlokalisasi dengan baik, tidak disertai gangguan kesadaran. b. Dapat disebabkan trauma fokal. c. Bentuk kejang : gerakan klonik pada satu atau lebih anggota gerak yang berpindahpindah atau terpisah secara teratur, misal kejang klonik lengan kiri diikuti kejang klonik tungkai bawah kanan 3. Kejang tonik a. Terdapat pada BBLR, masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan pada bayi dengan komplikasi perinatal berat. b. Bentuk kejang : berupa pergerakan tonik satu ekstremitas, pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai, menyerupai sikap deserebasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi. 4. Kejang mioklonik Gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat, gerakan menyerupai refleks moro Manifestasi kejang pada BBL 1. Tremor/gemetar 2. Hiperaktif 3. Kejang-kejang 4. Tiba-tiba menangis melengking 5. Tonus otot hilang diserati atau tidak dengan hilangnya kesadaran

6. Pergerakan tidak terkendali 7. Nistagmus atau mata mengedip ngedip paroksismal Penyebab kejang pada neonatus, yaitu: 1. Bayi tidak menangis pada waktu lahir adalah penyebab yang paling sering. Timbul dalam 24 jam kehidupan pada kebanyakan kasus. 2. Perdarahan otak, dapat timbul sebagai akibat dari kekurangan oksigen atau trauma pada kepala. Perdarahan subdural yang biasanya diakibatkan oleh trauma dapat menimbulkan kejang. 3. Gangguan metabolik.Kekurangan kadar gula darah (Hipoglikomia), sering timbul dengan gangguan pertumbuhan dalam kandungan dan pada bayi dengan ibu penderita diabetes melitus (DM). Jangka waktu antara hipoglikemia dan waktu sebelum pemberian awal pengobatan merupakan waktu timbulnya kejang. Kejang lebih jarang timbul pada ibu penderita diabetes, kemungkinan karena waktu hipoglikemia yang pendek. 4. Kekurangan kalsium (hipokalsemia), sering ditemukan pada bayi berat badan lahir rendah, bayi dengan ibu penderita DM, bayi asfiksia, bayi dengan ibu penderita hiperparatiroidisme. 5. Kekurangan natrium (Hiponatremia) 6. Kelebihan natrium (Hipernatremia), biasanya timbul bersamaan dengan dehidrasi atau pemakaian bikarbonat berlebihan. 7. Kelainan metabolik lainseperti: a. Ketergantungan piridoksin mengakibatkan kejang yang resistan terhadap antikonvulsan. b. Bayi dengan kelainan ini mengalami kejang intrauterin dan lahir dengan meconium staining 8. Gangguan asam amino. Kejang pada bayi dengan gangguan asam amino sering disertai dengan manifestasi neurologi. Hiperamonemia dan asidosis sering timbul pada gangguan asam amino. 9. Infeksi sekunder akibat bakteri atau nonbakteri dapat timbul pada bayi dalam kandungan, selama persalinan, atau pada periode perinatal a. Infeksi bakteri. Meningitis akibat infeksi group b streptococcus, escherechia coli, atau listeria monocytogenes sering menyertai kejang selama minggu pertama kehidupan. b. Infeksi nonbacterial. Penyebab nonbakterial seperti toxoplasmosis dan infeksi oleh

herpes simplex, cytomegalovirus, rubella dan coxackie b virus dapat menyebabkan infeksi intrakranial dan kejang. Pemeriksaan Laboratorium 1. Pemeriksaan Utama a. Glukosa darah b. Kalsium dan magnesium darah c. Kalsium dan magnesium darah d. Pemeriksaan darah lengkap, diferensiasi leukosit dan trombosit e. Elektrolit f. Analisis Gas Darah g. Analisis dan kultur cairan cerebrospinalis h. Kultur darah20 2. Pemeriksaan lainnya a. Titer TORCH, kadar amonia, USG kepala dan asam amino dalam urine. b. EEG: Normal pada sekitar 1/3 kasus EEG: Normal pada sekitar 1/3 kasus. c. USG kepala: Untuk perdarahan dan luka parut d. CT Scan: Untuk mendiagnosis malformasi dan perdarahan otak21 Penatalaksanaan kejang 1. Tujuan tatalaksana a. Mencapai homeostasis sistemik (jalan napas, pernapasan dan sirkulasi). b. Mengoreksi penyebab utamanya. 2. Tatalaksana Medis Untuk Kejang a. Larutan dextrose 10% (2cc/kg IV) b. Kalsium glukonat (200mg/kg IV). c. Jika dicurigai adanya hipokalsemia hipokalsemia. d. 0,2 ml/kg atau 2 ml Eq/kg Magnesium sulfat 50% e. Pada ketergantungan pyridoxine, berikan 50 mg pyridoxin IV, kejang akan berhenti dalam beberapa menit. f. Antibiotika diberikan jika dicurigai adanya sepsis. Dibawah ini adalah beberapa cara menghentikan kejang, yaitu: Waktu Penghentian Obat Anti Kejang Tidak ada pedoman praktik yang spesifik untuk waktu penghentian obat tersebut, tetapi:

1. Menghentikan obat anti kejang 2 minggu setelah kejang terakhir dapat dilakukan karena pengobatan berkepanjangan dapat berpengaruh buruk pada berkepanjangan dapat berpengaruh buruk pada perkembangan otak 2. Penghentian obat anti kejang sebelum pulang umumnya direkomendasikan kecuali neonatus menunjukkan lesi otak yang signifikan pada hasil USG kepala atau CT, atau tanda neurologis abnormal. Prognosis Prognosis baik : Hipokalsemia Ketergantungan Pyridoxine Perdarahan subarachnoid Prognosis buruk : Hipoglikemia Anoksia Malformasi otak Sekuale : Malformasi otak (15-20%) Retardasi mental Cerebral palsy E. Sepsis Sepsis pada bayi baru lahir adalah terjadinya proses infeksi pada aliran darah yang bersifat invasif dan ditandai dengan ditemukannya bakteri pada aliran darah bayi baru lahir, cairan sumsum tulang, maupun air kemih dari bayi itu. Sepsis merupakan masalah yang belum dapat dipecahkan karena masih banyaknya kerancuan dalam proses diagnosa. Sepsis lebih sering terjadi pada bayi-bayi yang berresiko misalnya pada bayi kurang bulan, pada bayi dengan berat lahir rendah, bayi dengan gangguan napas, kemudian pada bayi yang lahir dari ibu yang berresiko. Sepsis neonatal biasanya dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu: 1. Awitan dini, Sepsis neonatal awitan dini biasanya menyerang bayi baru lahir pada usia-usia pertama setalah kelahiran atau biasanya pada usia kurang dari tiga hari setelah kelahira. Proses infeksi pada bayi dengan sepsis neonatal awitan dini ini biasnaya didapat dari infeksi yang diderita ibu ketika masa kehamilan dan persalinan.

2. Awitan lambat, Sepsis neonatal awitan lambat biasnya terjadi setelah usis bayi diatas 3 hari bayi lahir. Infeksi yang menyebabkan bayi terkena sepsis neonatal awitan lambat ini berbeda dengan proses infeksi pada sepsis neonatal awitan dini. Pada kasus ini infeksi banyak disebabkan karena transmisi horizontal yaitu adanya infeksi kuman-kuman dari luar, bahkan bisa karena infeksi nosokomial Sepsis berat terjadi ketika keadaan bayi penderita sepsis telah terjadi kerusakan fungsi oragan kardiovaskuler dan terjadi gangguan napas akut atau terdapat gangguan pada setidaknya dua organ lain pada tubuh bayi. Sedangkan syok sepsis terjadi ketika bayi masih dalam keadaan hipotensi walaupun bayi telah mendapatkan cairan yang cukup. Bayi dengan sepsis neonatal biasanya akan menemui banyak masalah seperti pada penegakan diagnosa yang sulit karena seringnya terjadi sepsis asimptomatis, kemudian adanya banyak gejala sisa bila bayi dengan penderita sepsis dapat bertahan hidup, atau masalah paling besar yaitu kehilangan kemampuan bayi untuk bertahan hidup. Seperti yang kita ketahui bahwa pada masa neonatal, ketahanan tubuh bayi sangatlah rentan sehingga masa masa-masa itu sangat besar kemungkinan bayi akan mengalami beberapa macam infeksi. Ada beberapa macam infeksi yang paling banyak diderita oleh bayi pada masa neonatal seperti : 1. Infeksi saluran pernapasan akut, 2. Infeksi saluran cerna (diare), 3. Tetanus neonatal, 4. Sepsis 5. Meningitis Gejala yang timbul pada bayi yang menderita sepsis meliputi banak hal seperti gejala utama pada bayi seperti lesu, bayi mengalami masalah makan, suhu badan bayi tinggi. Selan gejala gejala tersebut ada juga gejala lain seperti kesulitan bernafas pada bayi, kemudian napas cepat, anpeu, kejang, muntah, dan perut membengkak.

Organisme yang menyebabkan infeksi dapat diidentifikasi dengan mengambil kultur darah maupun dari situs lain dari tubuh.Sampel Urine sering dibudidayakan untuk bakteri untuk mencari infeksi di saluran kemih. Karena hanya sampel kecil dari darah dan cairan tubuh lain yang dikenakan, kadang-kadang organisme tidak ditemukan. Namun, bayi masih dapat diobati jika penelitian laboratorium lain atau penampilan klinis bayi sangat menyarankan infeksi. Penelitian laboratorium lain yang digunakan dokter untuk mendeteksi infeksi adalah sebagai berikut: White Blood Cell Count dan Diferensial: Bila bayi memerangi infeksi, darah putih jumlah sel baik dapat naik, sebagai bayi tubuh menghasilkan sel melawan infeksi lebih lanjut, atau mungkin juga turun jika bayi telah menggunakan seluruh sel darah putih mereka memerangi infeksi dan tidak dapat lagi bersaing dengan produksi sel putih. Perubahan lain yang terlihat ketika bayi sedang melawan infeksi adalah peningkatan persentase sel darah putih belum matang. Hal ini disebabkan laju peningkatan produksi sel darah putih, seperti yang lebih dewasa sel-sel darah putih sedang dilepaskan ke dalam aliran darah. Prosentase ini lebih tinggi dari sel darah putih belum menghasilkan adalah kadang-kadang disebut sebagai "pergeseran kiri," dan merupakan salah satu hal yang dapat memberitahukan kepada dokter yang menangani bahwa bayi telah terkana infeksi. C-Reactive Protein (CRP): Ini adalah tes laboratorium yang mengukur protein yang merupakan penanda non-spesifik untuk dan oleh karena infeksi peradangan. Jika bayi memiliki dua tingkat normal CRP diukur 24 jam terpisah, maka ada kemungkinan 99% bahwa bayi tidak memiliki infeksi. Oleh karena itu ter ini sangat dianjurkan. Lumbar tusuk: Jika dokter mencurigai meningitis, yang lebih umum jika sesuatu telah tumbuh di Teman darah budaya bayi, keran tulang belakang, atau pungsi lumbal akan dilakukan. tusukan Lumbar memungkinkan dokter untuk mendapatkan sejumlah kecil cairan cerebrospinal (CSF), yang merupakan cairan pelindung yang mengelilingi otak dan sumsum tulang belakang. CSF kemudian dapat dibudidayakan untuk menentukan apakah bakteri telah menyebar ke sistem saraf. Sepsis pada bayi baru lahir diobati dengan antibiotik diberikan secara intravena. Antibiotik sering dimulai bahkan sebelum laboratorium dan budaya hasil yang tersedia. Dokter kemudian dapat beralih ke yang berbeda antibiotik yang lebih spesifik untuk infeksi bayi setelah hasil tes laboratorium kembali. Panjang pengobatan antibiotik bervariasi tergantung pada status klinis bayi, hasil uji laboratorium, dan jenis infeksi. Jika darah budaya dan tes laboratorium lainnya semua negatif, antibiotik dapat

dihentikan setelah 48 jam pengobatan. Jika budaya bayi positif, atau jika tes laboratorium dan status klinis sugestif infeksi, bayi akan diobati dengan antibiotik, biasanya mulai dari 7-14 hari. Ketika tepat diobati dengan antibiotik dan dirawat di unit perawatan intensif, sebagian besar bayi yang baru lahir dengan sepsis hidup tanpa masalah jangka panjang.

Anda mungkin juga menyukai