Anda di halaman 1dari 3

Khoerotunnisa's Blog

Arsip untuk 1uni 19, 2010


ekstraksi dan isolasi
Juni 19, 2010 Disimpan dalam Uncategorized
Ekstraksi dan Isolasi
Ekstraksi adalah suatu metode untuk mendapatkan sediaan kering, kental atau cair,
yang dibuat dengan menyari simplisia nabati atau menurut cara yang cocok, diluar
pengaruh cahaya matahari langsung. Larutan penyari biasanya menggunakan air,
eter, etanol atau campuran etanol dalam air. Penyarian simplisia ini dapat dilakukan
dengan cara maserasi, perkolasi, inIus, ekstraksi sinambung dan pengocokan
(Departemen Kesehatan 1979). Menurut Winarno et al. (1989), ekstraksi adalah
suatu cara untuk memisahkan campuran beberapa zat menjadi komponen terpisah.
Ekstraksi dapat dilakukan dalam dua cara, yaitu aqueous phase dan organic phase.
Cara pertama dilakukan dengan menggunakan pelarut air , misalnya untuk gula,
garam, dan sebagainya, sedangkan cara kedua dilakukan dengan menggunakan
pelarut organik seperti kloroIorm dan eter untuk bahan berlemak, karoten dan lain
sebagainya.
Ekstraksi memerlukan suatu metode yang sesuai agar dihasilkan senyawa atau
golongan senyawa yang optimal. Ekstraksi saponin dapat menggunakan metode
perkolasi yang dilanjutkan dengan cara pengocokan menggunakan corong pisah.
Pelarut yang baik untuk ini adalah etanol karena dapat melarutkan kloroIil yang
terdapat dalam jaringan yang berwarna hijau. Selanjutnya etanol diuapkan, diberi air
panas, maka kloroIil akan terpisah dan lapisan air dapat diekstraksi lebih lanjut untuk
mendapatkan senyawa yang dimaksud (Harbone 1996).
Pemisahan saponin dapat dilakukan dengan metode kromatograIi lapis tipis dan
kromatograIi kolom. KromatograIi ini menggunakan bermacam-macam larutan
pengembang yang sesuai dalam melakukan pemisahan dan untuk keperluan
identiIikasi. Saponin lebih polar daripada sapogenin sehingga lebih mudah
dipisahkan dengan kromatograIi kolom atau kromatograIi lapis tipis menggunakan
silika gel. Sebagai larutan pengembang dapat dipakai butanol yang dijenuhkan
dengan air atau kloroIorm-metanol-air (Harborne 1996).
Menurut Robinson (1991) dinyatakan bahwa senyawa glikosida seperti saponin dan
glikosida jantung tidak larut dalam pelarut nonpolar. Senyawa ini paling cocok
diekstraksi dari tumbuhan dengan memakai etanol atau metanol panas 70 sampai
75, kemudian lipid dan pigmen disingkirkan dari larutan ini dengan diekstraksi
menggunakan benzena atau dengan pengendapan memakai timbal hidroksida. Urutan
ekstraksi dapat dibalik dengan cara mengekstraksi lipid lebih dulu dengan eter atau
benzena, kemudian glikosida diektraksi dengan alkohol panas.

Juni 19, 2010 Disimpan dalam Uncategorized
Saponin adalah glikosida, yaitu metabolit sekunder yang banyak terdapat di alam,
terdiri dari gugus gula yang berikatan dengan aglikon atau sapogenin (Prihatman
2001). Saponin adalah senyawa aktiI permukaan yang kuat, yang menimbulkan busa
bila dikocok dalam air dan pada konsentrasi yang rendah sering menyebabkan
hemolisis sel darah merah serta bekerja sebagai zat anti mikroba. Kelarutan saponin,
yaitu larut dalam air, tetapi tidak larut dalam eter (Robinson 1991). Senyawa saponin
merupakan larutan berbuih yang diklasiIikasikan berdasarkan struktur aglikon ke
dalam triterpenoid dan steroid saponin. Kedua senyawa tersebut mempunyai eIek
anti inIlamasi, analgesik, dan sitotoksik (De Padua et al. 1999).
Saponin menimbulkan iritasi berbagai tingkat terhadap selaput lendir mulut, perut,
dan usus bergantung dari siIat masing-masing saponin. Saponin merangsang
keluarnya sekret dari bronkial. Saponin meningkatkan aktivitas epitel silia, suatu
peristiwa yang membangkitkan batuk mengeluarkan dahak (Robinson 1991).
Saponin mengandung gugus gula terutama glukosa, galaktosa, silosa, ramnosa atau
metilpentosa yang berikatan dengan suatu aglikon hidroIobik (sapogenin) berupa
triterpenoid, steroid atau steroid alkaloid. Aglikon dapat mengandung satu atau lebih
ikatan C-C tak jenuh. Rantai oligosakarida umumnya terikat pada posisi C
3

(monodesmosidik), tetapi beberapa saponin mempunyai gugus gula tambahan pada
C
26
atau C
28
(bidesmosidik). Struktur saponin yang sangat kompleks terjadi akibat
bervariasinya struktur aglikon, siIat dasar rantai dan posisi penempelan gugus gula
pada aglikon (Suparjo 2008). Pembagian saponin dapat dilihat dari Gambar 2.
Steroid saponin tersusun atas inti steroid (C
27
) dengan molekul karbohidrat.
Hidrolisis steroid saponin akan memberikan aglikon yang dikenal sebagai
sarsaponin. Beberapa contoh steroid saponin adalah asparagosida, avenokosida,
disogenin (C
23
H
22
O
6
), ekdisteron (C
27
H
44
O
7
), tigogenin (C
27
H
44
O
3
). Saponin
triterpenoid tersusun atas suatu triterpen (C
30
) dengan molekul karbohidrat.
Hidrolisis saponin triterpenoid akan memberikan aglikon yang dikenal sebagai
sapogenin. Tipe saponin ini merupakan derivat dari -amirin. Beberapa contoh
saponin triterpenoid adalah asiatikosida (C
48
H
78
O
18
), bakosida siklamin (C
58
H
94
O
27
),
glisirizin (C
42
H
62
O
16
), panaksadiol dan panaksatriol (Suparjo 2008).
Menurut Cheeked an Shull (1985) saponin terdapat pada hampir semua tanaman,
tetapi dalam tiap tanaman terdapat beberapa jenis saponin yang siIatnya berbeda satu
sama lain. Oleh karena itu, saponin dapat dikatakan sebagai nama umum yang
diberikan pada suatu kelompok senyawa, sehingga saponin dari satu tanaman akan
berbeda dari saponin dari tanaman lain baik dalam struktur kimianya, maupun dalam
siIat Iisika-kimia serta Iisiologisnya.
SiIat-siIat dari senyawa saponin, yaitu berasa pahit, berbusa dalam air, mempunyai
siIat detergen yang baik, beracun bagi binatang berdarah dingin dan mempunyai
aktivitas hemolisis (Potter et al. 1993). Senyawa ini tidak beracun bagi binatang
berdarah panas, mempunyai siIat anti eksudatiI, mempunyai siIat anti inIlamatori,
dan mempunyai aplikasi yang baik dalam preparasi Iilm IotograIi.

Anda mungkin juga menyukai