Syariat Islam adalah hukum dan aturan Islam yang mengatur seluruh sendi kehidupan umat manusia, baik Muslim mahupun bukan Muslim. Selain berisi hukum dan aturan, Syariat Islam juga berisi penyelesaian masalah seluruh kehidupan ini. Maka oleh sebahagian penganut Islam, Syariat Islam merupakan panduan menyeluruh dan sempurna seluruh permasalahan hidup manusia dan kehidupan dunia ini. Terkait dengan susunan tertib Syari'at, Al Quran Surat Al Ahzab ayat 36 mengajarkan bahwa sekiranya Allah dan RasulNya sudah memutuskan suatu perkara, maka umat Islam tidak diperkenankan mengambil ketentuan lain. Oleh sebab itu secara implisit dapat dipahami bahwa jika terdapat suatu perkara yang Allah dan RasulNya belum menetapkan ketentuannya maka umat Islam dapat menentukan sendiri ketetapannya itu. Pemahaman makna ini didukung oleh ayat dalam Surat Al Maidah QS 5:101 yang menyatakan bahwa hal-hal yang tidak dijelaskan ketentuannya sudah dimaafkan Allah. Dengan demikian perkara yang dihadapi umat Islam dalam menjalani hidup beribadahnya kepada Allah itu dapat disederhanakan dalam dua kategori, yaitu apa yang disebut sebagai perkara yang termasuk dalam kategori Asas Syara' dan perkara yang masuk dalam kategori Furu' Syara'. O Asas Syara' Yaitu perkara yang sudah ada dan jelas ketentuannya dalam Al Quran atau Al Hadits. Kedudukannya sebagai Pokok Syari'at Islam dimana Al Quran itu Asas Pertama Syara' dan Al Hadits itu Asas Kedua Syara'. Sifatnya, pada dasarnya mengikat umat Islam seluruh dunia dimanapun berada, sefak kerasulan Nabi Muhammad saw hingga akhir :aman, kecuali dalam keadaan darurat. Keadaan darurat dalam istilah agama Islam diartikan sebagai suatu keadaan yang memungkinkan umat Islam tidak mentaati syari'at Islam, ialah keadaan yang terpaksa atau dalam keadaan yang membahayakan diri secara lahir dan batin, dan keadaan tersebut tidak diduga sebelumnya atau tidak diinginkan sebelumnya, demikian pula dalam memanIaatkan keadaan tersebut tidak berlebihan. Jika keadaan darurat itu berakhir maka segera kembali kepada ketentuan syari'at yang berlaku. O Furu' Syara' Yaitu perkara yang tidak ada atau tidak jelas ketentuannya dalam Al Quran dan Al Hadist. Kedudukannya sebaga Cabang Syari'at Islam. Sifatnya pada dasarnya tidak mengikat seluruh umat Islam di dunia kecuali diterima Ulil Amri setempat menerima sebagai peraturan / perundangan yang berlaku dalam wilayah kekuasaanya. Perkara atau masalah yang masuk dalam Iuru' syara' ini juga disebut sebagai perkara ijtihadiyah.
Sumber Hukum Islam - Al-Qur'an Al-Qur'an sebagai kitab suci umat Islam adalah Iirman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia hingga akhir zaman (Saba' QS 34:28). Sebagai sumber Ajaran Islam juga disebut sumber pertama atau Asas Pertama Syara'. Al-Quran merupakan kitab suci terakhir yang turun dari serangkaian kitab suci lainnya yang pernah diturunkan ke dunia Dalam upaya memahami isi Al Quran dari waktu ke waktu telah berkembang taIsiran tentang isi-isi Al-Qur'an namun tidak ada yang saling bertentangan. - Al Hadist Hadits adalah perkataan dan perbuatan dari Nabi Muhammad. Hadits sebagai sumber hukum dalam agama Islam memiliki kedudukan kedua pada tingkatan sumber hukum di bawah Al-Qur'an. - Ijtihad Ijtihad adalah sebuah usaha untuk menetapkan hukum Islam berdasarkan Al-Qur'an dan Hadis. Ijtihad dilakukan setelah Nabi Muhammad telah waIat sehingga tidak bisa langsung menanyakan pada beliau tentang suatu hukum namun hal-hal ibadah tidak bisa diijtihadkan. Beberapa macam ijtihad antara lain O Ijma', kesepakatan para ulama O Qiyas, diumpamakan dengan suatu hal yang mirip dan sudah jelas hukumnya O Maslahah Mursalah, untuk kemaslahatan umat O 'UrI, kebiasaan
1enis Hukum Islam Secara garis besar ada 6 macam hukum syara` yang mesti diketahui oleh kita: 1. Wajib 2. Sunnah 3. Halal 4. Haram 5. Makruh 6. Mubah 1. Wajib: para ulama` memberikan banyak pengertian mengenainya, antara lain: '$uatu ketentuan agama yang harus dikerjakan kalau tidak berdosa'. Atau '$uatu ketentuan jika ditinggalkan mendapat adzab' Contoh: makan atau minum dengan menggunakan tangan kanan adalah wajib hukumnya, jika seorang Muslim memakai tangan kiri untuk makan atau minum, maka berdosalah dia. Contoh lain, Shalat subuh hukumnya wajib, yakni suatu ketentuan dari agama yang harus dikerjakan, jika tidak berdosalah ia. Alasan yang dipakai untuk menetapkan pengertian diatas adalah atas dasar Iirman Allah swt: ( , -= -- - ,- - -' ,; - -' = - , - - ,- , | - ~ - - ; | - ~ - ~' - - - - (,;- - ' :63 Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa ad:ab yang pedih. (An-Nur: 63) Dari ayat diatas telah jelas bahwa setiap orang yang melanggar perintah agama maka akan ditimpa musibah atau adzab, dan orang yang ditimpa adzab itu tidak lain melainkan mereka yang menyalahi aturan yang telah ditetapkan. 2. Sunnah: '$uatu perbuatan jika dikerjakan akan mendapat pahala, dan jika ditinggalkan tidak berdosa'. Atau bisa anda katakan : '$uatu perbuatan yang diminta oleh syari' tetapi tidak wajib, dan meninggalkannya tidak berdosa' Contoh: Nabi saw bersabda: - ~ ' -; - , =- ; ' -; -. --' ;, ,' =- ' ; - ~- Artinya: '$haumlah sehari dan berbukalah sehari'. Hadits riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim. Dalam hadits ini ada perintah - ~- 'shaumlah, jika perintah ini dianggap wajib, maka menyalahi sabda Nabi saw yang berkenaan dengan orang Arab gunung, bahwa kewajiban shaum itu hanya ada di bulan Ramadhan. ..' - , - ^ --' - - , - ' - ~-' J' - - ,| ~ ,' ~ - , V , _ ; = ' -- ~.. apa yang Allah wafibkan kepadaku dari shaum? Beliau bersabda. (shaum) bulan ramadhan, kecuali engkau mau bertathauwu (melakukan yang sunnah) Hadits riwayat Imam Bukhari. Dari riwayat ini jelas bahwa shaum itu yang wajib hanyalah shaum di bulan ramadhan sedangkan lainnya bukan. Jika laIadz perintah dalam hadits yang pertama 'shaumlah itu bukan wajib, maka ada 2 kemungkian hukum yang bisa diambil: 1. Sunnah 2. Mubah Shaum adalah suatu amalan yang berkaitan dengan ibadah, maka jika ada perintah yang berhubungan dengan ibadah tetapi tidak wajib, maka hukumnya sunnah. Kalau dikerjakan mendapat pahala jika meninggalkannya tidak berdosa. Alasan untuk menetapkan hal itu mendapat pahala adalah atas dasar Iirman Allah swt: - ,- - - - '; - ~= _ -~ =-' -' - , ;. -,- ;- : 26 'Bagi orang-orang yang melakukan kebaikan (akan mendapat) kebaikan dan (disediakan) tambahan (atas kebaikan yang telah diperbuatnya) S.Yunus: 26- Allah swt memberi kabar, bahwasanya siapa saja yang berbuat baik di dunia dengan keimanan (kepada-Nya) maka (balasan) kebaikan di akhirat untuknya, sebagai mana Iirman Allah: -J -' , = ,' ~= (' V ,' ~= ('. -,-=, - ' :60 Artinya: '%idak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula) S. Ar-Rahman: 60. Kita bisa memahami bahwa orang yang melakukan suatu kebaikan selain mendapatkan balasan atas apa yang telah dia lakukan, terdapat pula tambahan yang disediakan, dan tambahan ini bisa kita sebut sebagai 'ganjaran. 3.Halal: ~Halal (.`=, hall, halaal) adalah istilah bahasa Arab dalam agama Islam yang berarti diizinkan atau boleh". Istilah ini dalam kosakata sehari-hari lebih sering digunakan untuk merujuk kepada makanan dan minuman yang diizinkan untuk dikonsumsi menurut dalam Islam. Sedangkan dalam konteks yang lebih luas istilah halal merujuk kepada segala sesuatu yang diizinkan menurut hukum Islam (aktivitas, tingkah laku, cara berpakaian dll). Di Indonesia, sertiIikasi kehalalan produk pangan ditangani oleh Majelis Ulama Indonesiasecara spesiIik Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia.
4. Haram: 'Suatu ketentuan larangan dari agama yang tidak boleh dikerjakan. Kalau orang melanggarnya, berdosalah orang itu'. Contoh: Nabi saw bersabda: -'; ' V ,' | --'. --' ;, - ' , =- ' 'anganlah kamu datangi tukang-tukang ramal/dukun'. Hadits riwayat Imam Thabrani. Mendatangi tukang-tukang ramal/dukun dengan tujuan menyakan sesuatu hal ghaib lalu dipercayainya itu tidak boleh. Kalau orang melakukan hal itu, berdosalah ia. Alasan untuk pengertian haram ini, diantaranya sama dengan alasan yang dipakai untuk menetapkan pengertian wajib, yaitu Al-Qur`an S.An-Nur: 63. 5. akruh: Arti makruh secara bahasa adalah dibenci. 'Suatu ketentuan larangan yang lebih baik tidak dikerjakan dari pada dilakukan'. Atau 'meninggalkannya lebih baik dari pada melakukannya'. Sebagai contoh: Makan binatang buas. Dalam hadits-hadits memang ada larangannya, dan kita memberi hukum (tentang makan binatang buas) itu makruh. Begini penjelasannya: binatang yang diharamkan untuk dimakan hanya ada satu saja, lihat Al-Qur`an Al-Baqarah: 173 yang berbunyi: -' -- , = -- - - - --' --' ; = - ; ,- ,- =-' ' - ; J ^ ,- - ^ --'. -,- - ' : 173 'Tidak lain melainkan yang Allah haramkan adalah bangkai ,darah, daging babi dan binatang yang disembelih bukan karena Allah.. Kata ' -- dalam bahasa Arab disebut sebagai 'huruI hashr yaitu huruI yang dipakai untuk membatas sesuatu. Kata ini diterjemahkan dengan arti: hanya, tidak lain melainkan. Salah satu hadits Nabi saw yang menggunakan huruI 'innama ini adalah: ' -- , - -; ~ ;-' ' - - - _ - > ~-' '%idak lain melainkan aku diperintah berwudhu apabila aku akan mengerfakan shalat'. Hadits riwayat Imam Tirmidzi. Dengan ini berarti bahwa wudhu hanya diwajibkan ketika akan mengerjakan shalat. LaIazh ' ~ - pada ayat ini ia berIungsi membatasi bahwa makanan yang diharamkan itu hanya empat yaitu: bangkai, darah, babi dan binatang yang disembelih bukan karena Allah. Maka kalau larangan makan binatang buas itu kita hukumkan haram juga, berarti sabda Nabi saw yang melarang makan binatang buas itu, menentangi Allah, ini tidak mungkin. Berarti binatang buas itu tidak haram, kalau tidak haram maka hukum itu berhadapan dengan 2 kemungkinan yaitu: mubah atau makruh. Jika dihukumkan mubah tidak tepat, karena Nabi saw melarang bukan memerintah. Jadi larangan dari Nabi itu kita ringankan dan larangan yang ringan itu tidak lain melainkan makruh. Maka kesimpulannya: binatang buas itu makruh. 6. ubah: Arti mubah itu adalah dibolehkan atau sering kali juga disebut halal. 'Satu perbuatan yang tidak ada ganjaran atau siksaan bagi orang yang mengerjakannya atau tidak mengerjakannya atau 'Segala sesuatu yang diidzinkan oleh Allah untuk mengerjakannya atau meninggalkannya tanpa dikenakan siksa bagi pelakunya' Contoh: dalam Al-Qur`an ada perintah makan, yaitu: ' - - - '; - = - -- , -- - J - , - =~ - '; - - ; '; ,~' ; V ; '; - ,~ ^- = - V ,- - ,~ --' 'ai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masfid, makan dan minumlah, dan fanganlah berlebih-lebihan $esungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan Al-A`raI: 31 Akan tetapi perintah ini dianggap mubah. Jika kita mewajibkan perintah makan maka anggapan ini tidak tepat, karena urusan makan atau minum ini adalah hal yang pasti dilakukan oleh seluruh manusia baik masih balita atau jompo. Sesuatu yang tidak bisa dielak dan menjadi kemestian bagi manusia tidak perlu memberi hukum wajib, maka perintah Allah dalam ayat diatas bukanlah wajib, jika bukan wajib maka ada 2 kemungkian hukum yang dapat kita ambil, yaitu: sunnah atau mubah. Urusan makan atau minum ini adalah bersiIat keduniaan dan tidak dijanjikan ganjarannya jika melakukannya, maka jika suatu amal yang tidak mendapat ganjaran maka hal itu termasuk dalam hukum mubah.
acam Hukum Islam
- Hukum Nikah Nikah termasuk sunnah para rasul yang sangat ditekankan. Allah SWT berIirman, an sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan (Ar-Ra'd:38). Dan dianggap makruh meninggalkan nikah tanpa 'udzur, berdasarkan hadits Anas bin Malik ra, ia berkata, "Telah datang tiga (sahabat) orang ke rumah isteri-isteri Nabi saw., mereka bertanya tentang ibadah Rasulullah saw.. Maka tatkala dijelaskan kepada mereka seolah-seolah mereka beranggapan ibadah mereka sedikit (kalau dihubungkan dengan kondisi mereka), lalu mereka berkata, "Apakah artinya kita, jika dibandingkan dengan Rasulullah? Sungguh beliau telah diampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan yang akan datang." Kemudian salah satu di antara mereka berkata,"Adapun saya, maka saya akan shalat semalam suntuk selama-lamanya." Yang lain mengatakan, "saya akan berpuasa sepanjang masa, dan tidak akan berbuka." Yang lain (lagi) mengatakan, "Saya akan menjauhi perempuan, dan tidak akan kawin selama-lamanya." Tak lama kemudian datanglah Rasulullah saw. lalu bertanya, Kalian yang menyatakan begini dan begini? emi Allah, sungguh saya adalah orang yang paling takut di antara kalian kepada Allah dan yang paling bertakwa di antara kalian kepada-Nya, Namun saya berpuasa, dan fuga berbuka, saya mengerfakan shalat dan fuga tidur, dan (fuga) menikahi perempuan termasuk dari golonganku (MuttaIaqun 'alaih: Fathul Bari IX:104 no:5063 dan laIadz ini bagi Imam Bukhari, Muslim II:1020 no:1401 dan Nasa'i VI:60). Namun nikah menjadi wajib atas orang yang sudah mampu dan ia khawatir terjerumus pada perbuatan zina. Sebab zina haram hukumnya, demikian pula hal yang bisa mengantarkannya kepada perzinaan serta hal-hal yang menjadi pendahulu perzinaan (misalnya; pacaran, pent.).Maka, barangsiapa yang merasa mengkhawatirkan dirinya terjerumus pada perbuatan zina ini, maka ia wajib sekuat mungkin mengendalikan naIsunya. Manakala ia tidak mampu mengendalikan naIsunya, kecuali dengan jalan nikah, maka ia wajib melaksanakannya." (tulis pengarang kitab as-Salul Jarrar II:243). Barangsiapa yang belum mampu menikah, namun ia ingin sekali melangsungkan akad nikah, maka ia harus rajin mengerjakan puasa, hal ini berdasarkan hadits Abdullah bin Mas'ud bahwa Nabi saw. pernah bersabda kepada kami, ahai para muda barangsiapa yang telah mampu menikah di antara kalian, maka menikahlah, karena sesungguhnya kawin itu lebih menundukkan pandangan dan lebih membentengi kemaluan. dan barangsiapa yang tidak mampu menikah, maka hendaklah ia berpuasa, karena sesungguhnya puasa sebagai tameng (MuttaIaqu 'alaih: Fathul Bari IX:112 no:5066. Muslim II:1018 no:1400, 'Aunul Ma'bud VI:39 no:2031, Tirmidzi II:272 no:1087, Nasa'i VI:56 dan Ibnu Majah I:592 no:1845).
- Hukum Waris
Pengertian Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang meninggal dunia, dengan kata lain, mengatur peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal serta akibat akibatnya bagi ahli waris. Yang dapat diwariskan Pada asasnya, yang dapat diwariskan hanyalah hak hak dan kewajiban di bidang hukum kekayaan saja. ecuali, ada hak dan kewajiban dalam bidang hukum kekayaan yang tidak dapat diwariskan, yaitu Perjanjian kerja, hubungan kerja, keanggotaan perseroan, dan pemberian kuasa. Subjek Hukum Waris O Pewaris - meninggalkan harta - Diduga meninggal dengan meninggalkan harta O Ahli waris - Sudah lahir pada saat warisan terbuka (Pasal 863 KUHPer) Syarat Pewarisan 1. Pewaris meninggal dengan meninggalkan harta 2. Antara pewaris dan ahli waris harus ada hubungan darah (untuk mewaris berdasarkan UU) 3. Ahil waris harus patut mewaris (Pasal 838 KUHPer) !asal 838 &!er berisi : Orang orang yang tidak patut mendapatkan warisan : 1. Mereka yang telah dihukum karena membunuh atau mencoba membunuh pewaris 2. Mereka yang karena putusan hakim secara Iitnah telah mengajukan pengaduan terhadap pada yang si meninggal, ialah suatu pengaduan telah melakukan sesuatu kejahatan yang terancam dengan hukuman penjara lima tahun lamanya atau hukuman yang lebih berat 3. Mereka yang dengan kekerasan telah mencegah si yang meninggal untuk mencabut wasiatnya 4. Mereka yang telah menggelapkan atau merusak wasiat dari si meninggal. eninggal Bersama - sama antara Pewaris dan Ahli Waris 1. Pasal 831 KUHPer : malapetaka yang sama 2. Jika tidak diketahui siapa yang meninggal lebih dulu tidak saling mewaris 3. Harus dibuktikan, selisih 1 detik dianggap tidak meninggal bersama sama. Prinsip Umum Dalam Kewarisan 1. Pewarisan terjadi karena meninggalnya pewaris dengan sejumlah harta 2. Hak hak dan kewajiban di bidang harta kekayaan "beralih" demi hukum. Pasal 833 KUHPer (Saisine) menimbulkan hak menuntut (Heriditatis Petitio) 3. Yang berhak mewaris menurut UU adalah mereka yang mempunyai hubungan darah (Pasal 832 KUHPer) 4. Harta tidak boleh dibiarkan tidak terbagi 5. Setiap orang cakap mewaris kecuali onwaardig berdasarkan Pasal 838 KUHPer Cara emperoleh Warisan 1. Mewaris berdasarkan Undang Undang (ab intestato) 1. atas dasar kedudukan sendiri 2. atas dasar penggantian 2. Mewaris berdasarkan testament / wasiat
- Hukum 1ual Beli
Pengertian Jual Beli Menjual adalah memindahkan hak milik kepada orang lain dengan harga, sedangkan membeli yaitu menerimanya. Allah telah menjelaskan dalam kitab-Nya yang mulia demikian pula Nabi shalallahu 'alaihi wasallam dalam sunnahnya yang suci beberapa hukum muamalah, karena butuhnya manusia akan hal itu, dan karena butuhnya manusia kepada makanan yang dengannya akan menguatkan tubuh, demikian pula butuhnya kepada pakaian, tempat tinggal, kendaraan dan sebagainya dari berbagai kepentingan hidup serta kesempurnaanya.
Hukum Jual Beli Jual beli adalah perkara yang diperbolehkan berdasarkan al Kitab, as Sunnah, ijma serta qiyas :
Allah Ta'ala berIirman : " Dan Allah menghalalkan jual beli Al Baqarah"
Allah Ta'ala berIirman : " tidaklah dosa bagi kalian untuk mencari keutaman (rizki) dari Rabbmu " (Al Baqarah : 198, ayat ini berkaitan dengan jual beli di musim haji)
Dan Nabi shalallahu 'alaihi wasallam bersabda "Dua orang yang saling berjual beli punya hak untuk saling memilih selama mereka tidak saling berpisah, maka jika keduianya saling jujur dalam jual beli dan menerangkan keadaan barang-barangnya (dari aib dan cacat), maka akan diberikan barokah jual beli bagi keduanya, dan apabila keduanya saling berdusta dan saling menyembunyikan aibnya maka akan dicabut barokah jual beli dari keduanya" (Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Nasa'i, dan shahihkan oleh Syaikh Al Bany dalam shahih Jami no. 2886)
Dan para ulama telah ijma (sepakat) atas perkara (bolehnya) jual beli, adapun qiyas yaitu dari satu sisi bahwa kebutuhan manusia mendorong kepada perkara jual beli, karena kebutuhan manusia berkaitan dengan apa yang ada pada orang lain baik berupa harga atau sesuaitu yang dihargai (barang dan jasa) dan dia tidak dapat mendapatkannya kecuali dengan menggantinya dengan sesuatu yang lain, maka jelaslah hikmah itu menuntut dibolehkannya jual beli untuik sampai kepada tujuan yang dikehendaki. .
Akad Jual Beli : Akad jual beli bisa dengan bentuk perkataan maupun perbuatan :
Bentuk perkataan terdiri dari Ijab yaitu kata yang keluar dari penjual seperti ucapan " saya jual" dan Qobul yaitu ucapan yang keluar dari pembeli dengan ucapan "saya beli "
Bentuk perbuatan yaitu muaathoh (saling memberi) yang terdiri dari perbuatan mengambil dan memberi seperti penjual memberikan barang dagangan kepadanya (pembeli) dan (pembeli) memberikan harga yang wajar (telah ditentukan).
Dan kadang bentuk akad terdiri dari ucapan dan perbuatan sekaligus : Berkata Syaikh Taqiyuddin Ibnu Taimiyah rahimahullah : jual beli Muathoh ada beberapa gambaran
Penjual hanya melakukan ijab laIadz saja, dan pembeli mengambilnya seperti ucapan " ambilah baju ini dengan satu dinar, maka kemudian diambil, demikian pula kalau harga itu dengan sesuatu tertentu seperti mengucapkan "ambilah baju ini dengan bajumu", maka kemudian dia mengambilnya.
Pembeli mengucapkan suatu laIadz sedang dari penjual hanya memberi, sama saja apakah harga barang tersebut sudah pasti atau dalam bentuk suatu jaminan dalam perjanjian.(dihutangkan)
Keduanya tidak mengucapkan lapadz apapun, bahkan ada kebiasaan yaitu meletakkan uang (suatu harga) dan mengambil sesuatu yang telah dihargai.
Syarat Sah 1ual Beli Sahnya suatu jual beli bila ada dua unsur pokok yaitu bagi yang beraqad dan (barang) yang diaqadi, apabila salah satu dari syarat tersebut hilang atau gugur maka tidak sah jual belinya. Adapun syarat tersebut adalah sbb :
Bagi yang beraqad :
Adanya saling ridha keduanya (penjual dan pembeli), tidak sah bagi suatu jual beli apabila salah satu dari keduanya ada unsur terpaksa tanpa haq (sesuatu yang diperbolehkan) berdasarkan Iirman Allah Ta'ala " kecuali jika jual beli yang saling ridha diantara kalian ", dan Nabi shalallahu 'alaihi wasallam bersabda "hanya saja jual beli itu terjadi dengan asas keridhan" (HR. Ibnu Hiban, Ibnu Majah, dan selain keduanya), adapun apabila keterpaksaan itu adalah perkara yang haq (dibanarkan syariah), maka sah jual belinya. Sebagaimana seandainya seorang hakim memaksa seseorang untuk menjual barangnya guna membayar hutangnya, maka meskipun itu terpaksa maka sah jual belinya.
Yang beraqad adalah orang yang diperkenankan (secara syariat) untuk melakukan transaksi, yaitu orang yang merdeka, mukallaI dan orang yang sehat akalnya, maka tidak sah jual beli dari anak kecil, bodoh, gila, hamba sahaya dengan tanpa izin tuannya. (catatan : jual beli yang tidak boleh anak kecil melakukannya transaksi adalah jual beli yang biasa dilakukan oleh orang dewasa seperti jual beli rumah, kendaraan dsb, bukan jual beli yang siIatnya sepele seperti jual beli jajanan anak kecil, ini berdasarkan pendapat sebagian dari para ulama pent)
Yang beraqad memiliki penuh atas barang yang diaqadkan atau menempati posisi sebagai orang yang memiliki (mewakili), berdasarkan sabda Nabi kepada Hakim bin Hazam " Janganlah kau jual apa yang bukan milikmu" (diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Tirmidzi dan dishahihkan olehnya). Artinya jangan engkau menjual seseuatu yang tidak ada dalam kepemilikanmu.
Berkata Al Wazir Ibnu Mughirah Mereka (para ulama) telah sepakat bahwa tidak boleh menjual sesuatu yang bukan miliknya, dan tidak juga dalam kekuasaanya, kemudian setelah dijual dia beli barang yang lain lagi (yang semisal) dan diberikan kepada pemiliknya, maka jual beli ini bathil
Bagi (Barang) yang diaqadi :
Barang tersebut adalah sesuatu yang boleh diambil manIaatnya secara mutlaq, maka tidak sah menjual sesuatu yang diharamkan mengambil manIaatnya seperti khomer, alat-alat musik, bangkai berdasarkan sabda Nabi shalallahu 'alaihi wasallam " Sesungguhnya Allah mengharamkan menjual bangkai, khomer, dan patung (MutaIaq alaihi). Dalam riwayat Abu Dawud dikatakan " mengharamkan khomer dan harganya, mengharamkan bangkai dan harganya, mengharamkan babi dan harganya", Tidak sah pula menjual minyak najis atau yang terkena najis, berdasarkan sabda Nabi " Sesungguhnya Allah jika mengharamkan sesuatu (barang) mengharamkan juga harganya ", dan di dalam hadits mutaIaq alaihi: disebutkan " bagaimana pendapat engkau tentang lemak bangkai, sesungguhnya lemak itu dipakai untuk memoles perahu, meminyaki (menyamak kulit) dan untuk dijadikan penerangan", maka beliau berata, " tidak karena sesungggnya itu adalah haram.".
Yang diaqadi baik berupa harga atau sesuatu yang dihargai mampu untuk didapatkan (dikuasai), karena sesuatu yang tidak dapat didapatkan (dikuasai) menyerupai sesuatu yang tidak ada, maka tidak sah jual belinya, seperti tidak sah membeli seorang hamba yang melarikan diri, seekor unta yang kabur, dan seekor burung yang terbang di udara, dan tidak sah juga membeli barang curian dari orang yang bukan pencurinya, atau tidak mampu untuk mengambilnya dari pencuri karena yang menguasai barang curian adalah pencurinya sendiri... .
Barang yang diaqadi tersebut diketahui ketika terjadi aqad oleh yang beraqad, karena ketidaktahuan terhadap barang tersebut merupakan suatu bentuk penipuan, sedangkan penipuan terlarang, maka tidak sah membeli sesuatu yang dia tidak melihatnya, atau dia melihatnya akan tetapi dia tidak mengetahui (hakikat) nya. Dengan demikian tidak boleh membeli unta yang masih dalam perut, susu dalam kantonggnya. Dan tidak sah juga membeli sesuatu yang hanya sebab menyentuh seperti mengatakan "pakaian mana yang telah engkau pegang, maka itu harus engkau beli dengan (harga) sekian " Dan tidak boleh juga membeli dengam melempar seperti mengatakan "pakaian mana yang engaku lemparkan kepadaku, maka itu (harganya0 sekian. Hal ini berdasarkan hadits Abu Hurairah radiallahu anhu bahwa Nabi shalallahu 'alaihi wasallam melarang jual beli dengan hasil memegang dan melempar" (mutaIaq alaihi). Dan tidak sah menjual dengan mengundi (dengan krikil) seperti ucapan " lemparkan (kerikil) undian ini, maka apabila mengenai suatu baju, maka bagimu harganya adalah sekian."
- Hukum Riba Al-Qur`an menjelaskan tentang riba, pada surat Al-baqarah:275 dan ayat inilah yang menjadi hukum mengenai status riba ~ ' - - ' ~ ` ~ - - ` ' ' - - ~ ' ' ' .` ~ _- ' ' ~ - ' ' + - = ~ ~' ~ ' =- ~' = = - - ~ - ~ ' ~ _ + -' ~ = = ~ - - = ~ ' ' = _- ' -' . = ~' = ~ -' _ -' =- = - ~ ' = ' +- - ' -' Orang-orang yang makan (mengambil) riba 174] tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila 175] . Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu 176] (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni- penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (Al-Baqarah:275) #iba itu ada dua macam: nasiah dan fadhl. Riba nasiah ialah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. Riba fadhl ialah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya karena orang yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan sebagainya. Riba yang dimaksud dalam ayat ini riba nasiah yang berlipat ganda yang umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman jahiliyah. aksudnya: orang yang mengambil riba tidak tenteram jiwanya seperti orang kemasukan syaitan. Riba yang sudah diambil (dipungut) sebelum turun ayat ini, boleh tidak dikembalikan. , - ` , ' - . = - ` -' ' ~ -' - ' ' -' =~ - Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah 177] . Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekaIiran, dan selalu berbuat dosa 178] .(Al- Baqarah:276) Yang dimaksud dengan memusnahkan riba ialah memusnahkan harta itu atau meniadakan berkahnya. Dan yang dimaksud dengan menyuburkan sedekah ialah memperkembangkan harta yang telah dikeluarkan sedekahnya atau melipat gandakan berkahnya. |Maksudnya ialah orang-orang yang menghalalkan riba dan tetap melakukannya. - ' ' ~ - ' ~ ' ~ -' ' - ' ' - ~' - - ~ ' ' + - - - - ~ ~ Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. (Al-Baqarah:278) ' - =' - ~ ' ' - ' ' ' ` ' - ~' - - ~ ' ' + - ' - = - -' ' - Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat gandadan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. (Ali Imran:130) Yang dimaksud riba di sini ialah riba nasi`ah. Menurut sebagian besar ulama bahwa riba nasi`ah itu selamanya haram, walaupun tidak berlipat ganda. Lihat selanjutnya no. ~- , ' ~ - ' - ~ -' ~- = ' - ` ' -' .' ~ ' - ' ~ - ' - ~ -' = - = - ` - - ~' Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya). (Ar- Rum:39)
- Hukum Aurat Berkaitan dengan hukum aurat perempuan secara jelasnya telah dinyatakan oleh Allah Taala dalam Al-Qur'an sebagai satu perintah dan kewajipan yang harus dilaksanakan oleh hambaNya yang mukmin mengikut keadaan dan situasi yang tertentu. Adalah menjadi satu kemestian "WA1IB" bagi setiap wanita akur dengan perintah Allah untuk memakai menutup kepala mereka dan jika perlu termasuk juga mukanya tanpa banyak soal dan tanpa alasan-alasan yang bodoh. Kiranya ada di antara mereka yang ingkar dengan perintah yang sudah termaktub dalam Kitabullah, ingatlah siksaan Allah adalah amat keras buat mereka!!!!!!. Sebagai melaksanakan kewajiban untuk menyebarkan yang HAQ ini, maka suluk bentangkan di sini dalil dan nas yang berkaitan dengan kewajiban menutip aurat bagi setiap wanita Islam yang mengaku beriman dengan Kitab Allah dan Rasulnya.