Anda di halaman 1dari 15

Nama Kelompok :

Yusuf Ardiansyah 7110040004


Fauzan Azhiman 7110040026

Bukum Islam




Syariat Islam adalah hukum dan aturan Islam yang mengatur seluruh sendi
kehidupan umat manusia, baik Muslim mahupun bukan Muslim. Selain berisi hukum
dan aturan, Syariat Islam juga berisi penyelesaian masalah seluruh kehidupan ini.
Maka oleh sebahagian penganut Islam, Syariat Islam merupakan panduan menyeluruh
dan sempurna seluruh permasalahan hidup manusia dan kehidupan dunia ini.
Terkait dengan susunan tertib Syari'at, Al Quran Surat Al Ahzab ayat 36 mengajarkan
bahwa sekiranya Allah dan RasulNya sudah memutuskan suatu perkara, maka umat
Islam tidak diperkenankan mengambil ketentuan lain. Oleh sebab itu secara implisit
dapat dipahami bahwa jika terdapat suatu perkara yang Allah dan RasulNya belum
menetapkan ketentuannya maka umat Islam dapat menentukan sendiri ketetapannya
itu. Pemahaman makna ini didukung oleh ayat dalam Surat Al Maidah QS 5:101 yang
menyatakan bahwa hal-hal yang tidak dijelaskan ketentuannya sudah dimaafkan
Allah.
Dengan demikian perkara yang dihadapi umat Islam dalam menjalani hidup
beribadahnya kepada Allah itu dapat disederhanakan dalam dua kategori, yaitu apa
yang disebut sebagai perkara yang termasuk dalam kategori Asas Syara' dan perkara
yang masuk dalam kategori Furu' Syara'.
O Asas Syara'
Yaitu perkara yang sudah ada dan jelas ketentuannya dalam Al Quran atau Al Hadits.
Kedudukannya sebagai Pokok Syari'at Islam dimana Al Quran itu Asas Pertama
Syara' dan Al Hadits itu Asas Kedua Syara'. Sifatnya, pada dasarnya mengikat umat
Islam seluruh dunia dimanapun berada, sefak kerasulan Nabi Muhammad saw
hingga akhir :aman, kecuali dalam keadaan darurat.
Keadaan darurat dalam istilah agama Islam diartikan sebagai suatu keadaan yang
memungkinkan umat Islam tidak mentaati syari'at Islam, ialah keadaan yang
terpaksa atau dalam keadaan yang membahayakan diri secara lahir dan batin, dan
keadaan tersebut tidak diduga sebelumnya atau tidak diinginkan sebelumnya,
demikian pula dalam memanIaatkan keadaan tersebut tidak berlebihan. Jika keadaan
darurat itu berakhir maka segera kembali kepada ketentuan syari'at yang berlaku.
O Furu' Syara'
Yaitu perkara yang tidak ada atau tidak jelas ketentuannya dalam Al Quran dan Al
Hadist. Kedudukannya sebaga Cabang Syari'at Islam. Sifatnya pada dasarnya
tidak mengikat seluruh umat Islam di dunia kecuali diterima Ulil Amri setempat
menerima sebagai peraturan / perundangan yang berlaku dalam wilayah
kekuasaanya.
Perkara atau masalah yang masuk dalam Iuru' syara' ini juga disebut sebagai perkara
ijtihadiyah.


Sumber Hukum Islam
- Al-Qur'an
Al-Qur'an sebagai kitab suci umat Islam adalah Iirman Allah yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad SAW untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia hingga
akhir zaman (Saba' QS 34:28). Sebagai sumber Ajaran Islam juga disebut sumber
pertama atau Asas Pertama Syara'.
Al-Quran merupakan kitab suci terakhir yang turun dari serangkaian kitab suci
lainnya yang pernah diturunkan ke dunia
Dalam upaya memahami isi Al Quran dari waktu ke waktu telah berkembang taIsiran
tentang isi-isi Al-Qur'an namun tidak ada yang saling bertentangan.
- Al Hadist
Hadits adalah perkataan dan perbuatan dari Nabi Muhammad. Hadits sebagai
sumber hukum dalam agama Islam memiliki kedudukan kedua pada tingkatan
sumber hukum di bawah Al-Qur'an.
- Ijtihad
Ijtihad adalah sebuah usaha untuk menetapkan hukum Islam berdasarkan Al-Qur'an
dan Hadis. Ijtihad dilakukan setelah Nabi Muhammad telah waIat sehingga tidak bisa
langsung menanyakan pada beliau tentang suatu hukum namun hal-hal ibadah tidak
bisa diijtihadkan. Beberapa macam ijtihad antara lain
O Ijma', kesepakatan para ulama
O Qiyas, diumpamakan dengan suatu hal yang mirip dan sudah jelas hukumnya
O Maslahah Mursalah, untuk kemaslahatan umat
O 'UrI, kebiasaan








1enis Hukum Islam
Secara garis besar ada 6 macam hukum syara` yang mesti diketahui oleh kita:
1. Wajib
2. Sunnah
3. Halal
4. Haram
5. Makruh
6. Mubah
1. Wajib: para ulama` memberikan banyak pengertian mengenainya, antara lain:
'$uatu ketentuan agama yang harus dikerjakan kalau tidak berdosa'. Atau '$uatu
ketentuan jika ditinggalkan mendapat adzab'
Contoh: makan atau minum dengan menggunakan tangan kanan adalah wajib
hukumnya, jika seorang Muslim memakai tangan kiri untuk makan atau minum, maka
berdosalah dia.
Contoh lain, Shalat subuh hukumnya wajib, yakni suatu ketentuan dari agama yang
harus dikerjakan, jika tidak berdosalah ia. Alasan yang dipakai untuk menetapkan
pengertian diatas adalah atas dasar Iirman Allah swt:
( , -= -- - ,- - -' ,; - -' = - , - - ,- , | - ~ - - ; | - ~ - ~' - - - - (,;- - ' :63
Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa
cobaan atau ditimpa ad:ab yang pedih. (An-Nur: 63)
Dari ayat diatas telah jelas bahwa setiap orang yang melanggar perintah agama maka
akan ditimpa musibah atau adzab, dan orang yang ditimpa adzab itu tidak lain
melainkan mereka yang menyalahi aturan yang telah ditetapkan.
2. Sunnah:
'$uatu perbuatan jika dikerjakan akan mendapat pahala, dan jika ditinggalkan
tidak berdosa'. Atau bisa anda katakan : '$uatu perbuatan yang diminta oleh syari'
tetapi tidak wajib, dan meninggalkannya tidak berdosa'
Contoh: Nabi saw bersabda:
- ~ ' -; - , =- ; ' -; -. --' ;, ,' =- ' ; - ~-
Artinya: '$haumlah sehari dan berbukalah sehari'. Hadits riwayat Imam Bukhari
dan Imam Muslim.
Dalam hadits ini ada perintah - ~- 'shaumlah, jika perintah ini dianggap wajib,
maka menyalahi sabda Nabi saw yang berkenaan dengan orang Arab gunung, bahwa
kewajiban shaum itu hanya ada di bulan Ramadhan.
..' - , - ^ --' - - , - ' - ~-' J' - - ,| ~ ,' ~ - , V , _ ; = ' -- ~..
apa yang Allah wafibkan kepadaku dari shaum? Beliau bersabda. (shaum) bulan
ramadhan, kecuali engkau mau bertathauwu (melakukan yang sunnah) Hadits
riwayat Imam Bukhari.
Dari riwayat ini jelas bahwa shaum itu yang wajib hanyalah shaum di bulan ramadhan
sedangkan lainnya bukan. Jika laIadz perintah dalam hadits yang pertama 'shaumlah
itu bukan wajib, maka ada 2 kemungkian hukum yang bisa diambil:
1. Sunnah
2. Mubah
Shaum adalah suatu amalan yang berkaitan dengan ibadah, maka jika ada perintah
yang berhubungan dengan ibadah tetapi tidak wajib, maka hukumnya sunnah. Kalau
dikerjakan mendapat pahala jika meninggalkannya tidak berdosa.
Alasan untuk menetapkan hal itu mendapat pahala adalah atas dasar Iirman Allah swt:
- ,- - - - '; - ~= _ -~ =-' -' - , ;. -,- ;- : 26
'Bagi orang-orang yang melakukan kebaikan (akan mendapat) kebaikan dan
(disediakan) tambahan (atas kebaikan yang telah diperbuatnya) S.Yunus: 26-
Allah swt memberi kabar, bahwasanya siapa saja yang berbuat baik di dunia dengan
keimanan (kepada-Nya) maka (balasan) kebaikan di akhirat untuknya, sebagai mana
Iirman Allah:
-J -' , = ,' ~= (' V ,' ~= ('. -,-=, - ' :60
Artinya: '%idak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula) S. Ar-Rahman: 60.
Kita bisa memahami bahwa orang yang melakukan suatu kebaikan selain
mendapatkan balasan atas apa yang telah dia lakukan, terdapat pula tambahan yang
disediakan, dan tambahan ini bisa kita sebut sebagai 'ganjaran.
3.Halal:
~Halal (.`=, hall, halaal) adalah istilah bahasa Arab dalam agama Islam yang
berarti diizinkan atau boleh". Istilah ini dalam kosakata sehari-hari lebih sering
digunakan untuk merujuk kepada makanan dan minuman yang diizinkan untuk
dikonsumsi menurut dalam Islam. Sedangkan dalam konteks yang lebih luas istilah
halal merujuk kepada segala sesuatu yang diizinkan menurut hukum Islam (aktivitas,
tingkah laku, cara berpakaian dll). Di Indonesia, sertiIikasi kehalalan produk pangan
ditangani oleh Majelis Ulama Indonesiasecara spesiIik Lembaga Pengkajian Pangan
Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia.


4. Haram:
'Suatu ketentuan larangan dari agama yang tidak boleh dikerjakan. Kalau
orang melanggarnya, berdosalah orang itu'.
Contoh: Nabi saw bersabda:
-'; ' V ,' | --'. --' ;, - ' , =- '
'anganlah kamu datangi tukang-tukang ramal/dukun'. Hadits riwayat Imam
Thabrani.
Mendatangi tukang-tukang ramal/dukun dengan tujuan menyakan sesuatu hal ghaib
lalu dipercayainya itu tidak boleh. Kalau orang melakukan hal itu, berdosalah ia.
Alasan untuk pengertian haram ini, diantaranya sama dengan alasan yang dipakai
untuk menetapkan pengertian wajib, yaitu Al-Qur`an S.An-Nur: 63.
5. akruh:
Arti makruh secara bahasa adalah dibenci.
'Suatu ketentuan larangan yang lebih baik tidak dikerjakan dari pada
dilakukan'. Atau 'meninggalkannya lebih baik dari pada melakukannya'.
Sebagai contoh: Makan binatang buas. Dalam hadits-hadits memang ada larangannya,
dan kita memberi hukum (tentang makan binatang buas) itu makruh.
Begini penjelasannya: binatang yang diharamkan untuk dimakan hanya ada satu saja,
lihat Al-Qur`an Al-Baqarah: 173 yang berbunyi:
-' -- , = -- - - - --' --' ; = - ; ,- ,- =-' ' - ; J ^ ,- - ^ --'. -,- - ' : 173
'Tidak lain melainkan yang Allah haramkan adalah bangkai ,darah, daging babi dan
binatang yang disembelih bukan karena Allah..
Kata ' -- dalam bahasa Arab disebut sebagai 'huruI hashr yaitu huruI yang dipakai
untuk membatas sesuatu. Kata ini diterjemahkan dengan arti: hanya, tidak lain
melainkan. Salah satu hadits Nabi saw yang menggunakan huruI 'innama ini adalah:
' -- , - -; ~ ;-' ' - - - _ - > ~-'
'%idak lain melainkan aku diperintah berwudhu apabila aku akan mengerfakan
shalat'. Hadits riwayat Imam Tirmidzi.
Dengan ini berarti bahwa wudhu hanya diwajibkan ketika akan mengerjakan shalat.
LaIazh ' ~ - pada ayat ini ia berIungsi membatasi bahwa makanan yang diharamkan itu
hanya empat yaitu: bangkai, darah, babi dan binatang yang disembelih bukan karena
Allah. Maka kalau larangan makan binatang buas itu kita hukumkan haram juga,
berarti sabda Nabi saw yang melarang makan binatang buas itu, menentangi Allah, ini
tidak mungkin. Berarti binatang buas itu tidak haram, kalau tidak haram maka hukum
itu berhadapan dengan 2 kemungkinan yaitu: mubah atau makruh. Jika dihukumkan
mubah tidak tepat, karena Nabi saw melarang bukan memerintah. Jadi larangan dari
Nabi itu kita ringankan dan larangan yang ringan itu tidak lain melainkan makruh.
Maka kesimpulannya: binatang buas itu makruh.
6. ubah:
Arti mubah itu adalah dibolehkan atau sering kali juga disebut halal.
'Satu perbuatan yang tidak ada ganjaran atau siksaan bagi orang yang
mengerjakannya atau tidak mengerjakannya atau 'Segala sesuatu yang
diidzinkan oleh Allah untuk mengerjakannya atau meninggalkannya tanpa
dikenakan siksa bagi pelakunya'
Contoh: dalam Al-Qur`an ada perintah makan, yaitu:
' - - - '; - = - -- , -- - J - , - =~ - '; - - ; '; ,~' ; V ; '; - ,~ ^- = - V ,- - ,~ --'
'ai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masfid,
makan dan minumlah, dan fanganlah berlebih-lebihan $esungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan Al-A`raI: 31
Akan tetapi perintah ini dianggap mubah. Jika kita mewajibkan perintah makan maka
anggapan ini tidak tepat, karena urusan makan atau minum ini adalah hal yang pasti
dilakukan oleh seluruh manusia baik masih balita atau jompo. Sesuatu yang tidak bisa
dielak dan menjadi kemestian bagi manusia tidak perlu memberi hukum wajib, maka
perintah Allah dalam ayat diatas bukanlah wajib, jika bukan wajib maka ada 2
kemungkian hukum yang dapat kita ambil, yaitu: sunnah atau mubah. Urusan makan
atau minum ini adalah bersiIat keduniaan dan tidak dijanjikan ganjarannya jika
melakukannya, maka jika suatu amal yang tidak mendapat ganjaran maka hal itu
termasuk dalam hukum mubah.

















acam Hukum Islam

- Hukum Nikah
Nikah termasuk sunnah para rasul yang sangat ditekankan. Allah SWT berIirman,
an sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami
memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan (Ar-Ra'd:38).
Dan dianggap makruh meninggalkan nikah tanpa 'udzur, berdasarkan hadits Anas bin
Malik ra, ia berkata, "Telah datang tiga (sahabat) orang ke rumah isteri-isteri Nabi
saw., mereka bertanya tentang ibadah Rasulullah saw.. Maka tatkala dijelaskan
kepada mereka seolah-seolah mereka beranggapan ibadah mereka sedikit (kalau
dihubungkan dengan kondisi mereka), lalu mereka berkata, "Apakah artinya kita, jika
dibandingkan dengan Rasulullah? Sungguh beliau telah diampuni dosa-dosanya yang
telah lalu dan yang akan datang." Kemudian salah satu di antara mereka
berkata,"Adapun saya, maka saya akan shalat semalam suntuk selama-lamanya."
Yang lain mengatakan, "saya akan berpuasa sepanjang masa, dan tidak akan
berbuka." Yang lain (lagi) mengatakan, "Saya akan menjauhi perempuan, dan tidak
akan kawin selama-lamanya." Tak lama kemudian datanglah Rasulullah saw. lalu
bertanya, Kalian yang menyatakan begini dan begini? emi Allah, sungguh saya
adalah orang yang paling takut di antara kalian kepada Allah dan yang paling
bertakwa di antara kalian kepada-Nya, Namun saya berpuasa, dan fuga berbuka,
saya mengerfakan shalat dan fuga tidur, dan (fuga) menikahi perempuan termasuk
dari golonganku (MuttaIaqun 'alaih: Fathul Bari IX:104 no:5063 dan laIadz ini bagi
Imam Bukhari, Muslim II:1020 no:1401 dan Nasa'i VI:60).
Namun nikah menjadi wajib atas orang yang sudah mampu dan ia khawatir
terjerumus pada perbuatan zina. Sebab zina haram hukumnya, demikian pula hal yang
bisa mengantarkannya kepada perzinaan serta hal-hal yang menjadi pendahulu
perzinaan (misalnya; pacaran, pent.).Maka, barangsiapa yang merasa
mengkhawatirkan dirinya terjerumus pada perbuatan zina ini, maka ia wajib sekuat
mungkin mengendalikan naIsunya. Manakala ia tidak mampu mengendalikan
naIsunya, kecuali dengan jalan nikah, maka ia wajib melaksanakannya." (tulis
pengarang kitab as-Salul Jarrar II:243).
Barangsiapa yang belum mampu menikah, namun ia ingin sekali melangsungkan akad
nikah, maka ia harus rajin mengerjakan puasa, hal ini berdasarkan hadits Abdullah bin
Mas'ud bahwa Nabi saw. pernah bersabda kepada kami, ahai para muda
barangsiapa yang telah mampu menikah di antara kalian, maka menikahlah, karena
sesungguhnya kawin itu lebih menundukkan pandangan dan lebih membentengi
kemaluan. dan barangsiapa yang tidak mampu menikah, maka hendaklah ia
berpuasa, karena sesungguhnya puasa sebagai tameng (MuttaIaqu 'alaih: Fathul
Bari IX:112 no:5066. Muslim II:1018 no:1400, 'Aunul Ma'bud VI:39 no:2031,
Tirmidzi II:272 no:1087, Nasa'i VI:56 dan Ibnu Majah I:592 no:1845).


- Hukum Waris


Pengertian
Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan
harta kekayaan seseorang yang meninggal dunia, dengan kata lain, mengatur
peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal serta akibat
akibatnya bagi ahli waris.
Yang dapat diwariskan
Pada asasnya, yang dapat diwariskan hanyalah hak hak dan kewajiban di bidang
hukum kekayaan saja.
ecuali, ada hak dan kewajiban dalam bidang hukum kekayaan yang tidak dapat
diwariskan, yaitu Perjanjian kerja, hubungan kerja, keanggotaan perseroan, dan
pemberian kuasa.
Subjek Hukum Waris
O Pewaris
- meninggalkan harta
- Diduga meninggal dengan meninggalkan harta
O Ahli waris
- Sudah lahir pada saat warisan terbuka (Pasal 863 KUHPer)
Syarat Pewarisan
1. Pewaris meninggal dengan meninggalkan harta
2. Antara pewaris dan ahli waris harus ada hubungan darah (untuk mewaris
berdasarkan UU)
3. Ahil waris harus patut mewaris (Pasal 838 KUHPer)
!asal 838 &!er berisi :
Orang orang yang tidak patut mendapatkan warisan :
1. Mereka yang telah dihukum karena membunuh atau mencoba membunuh
pewaris
2. Mereka yang karena putusan hakim secara Iitnah telah mengajukan
pengaduan terhadap pada yang si meninggal, ialah suatu pengaduan telah
melakukan sesuatu kejahatan yang terancam dengan hukuman penjara lima
tahun lamanya atau hukuman yang lebih berat
3. Mereka yang dengan kekerasan telah mencegah si yang meninggal untuk
mencabut wasiatnya
4. Mereka yang telah menggelapkan atau merusak wasiat dari si meninggal.
eninggal Bersama - sama antara Pewaris dan Ahli Waris
1. Pasal 831 KUHPer : malapetaka yang sama
2. Jika tidak diketahui siapa yang meninggal lebih dulu tidak saling mewaris
3. Harus dibuktikan, selisih 1 detik dianggap tidak meninggal bersama sama.
Prinsip Umum Dalam Kewarisan
1. Pewarisan terjadi karena meninggalnya pewaris dengan sejumlah harta
2. Hak hak dan kewajiban di bidang harta kekayaan "beralih" demi hukum.
Pasal 833 KUHPer (Saisine) menimbulkan hak menuntut (Heriditatis Petitio)
3. Yang berhak mewaris menurut UU adalah mereka yang mempunyai
hubungan darah (Pasal 832 KUHPer)
4. Harta tidak boleh dibiarkan tidak terbagi
5. Setiap orang cakap mewaris kecuali onwaardig berdasarkan Pasal 838
KUHPer
Cara emperoleh Warisan
1. Mewaris berdasarkan Undang Undang (ab intestato)
1. atas dasar kedudukan sendiri
2. atas dasar penggantian
2. Mewaris berdasarkan testament / wasiat
















- Hukum 1ual Beli


Pengertian Jual Beli
Menjual adalah memindahkan hak milik kepada orang lain dengan harga, sedangkan
membeli yaitu menerimanya.
Allah telah menjelaskan dalam kitab-Nya yang mulia demikian pula Nabi shalallahu
'alaihi wasallam dalam sunnahnya yang suci beberapa hukum muamalah, karena
butuhnya manusia akan hal itu, dan karena butuhnya manusia kepada makanan yang
dengannya akan menguatkan tubuh, demikian pula butuhnya kepada pakaian, tempat
tinggal, kendaraan dan sebagainya dari berbagai kepentingan hidup serta
kesempurnaanya.

Hukum Jual Beli
Jual beli adalah perkara yang diperbolehkan berdasarkan al Kitab, as Sunnah, ijma
serta qiyas :

Allah Ta'ala berIirman : " Dan Allah menghalalkan jual beli Al Baqarah"


Allah Ta'ala berIirman : " tidaklah dosa bagi kalian untuk mencari keutaman (rizki)
dari Rabbmu " (Al Baqarah : 198, ayat ini berkaitan dengan jual beli di musim haji)

Dan Nabi shalallahu 'alaihi wasallam bersabda "Dua orang yang saling berjual beli
punya hak untuk saling memilih selama mereka tidak saling berpisah, maka jika
keduianya saling jujur dalam jual beli dan menerangkan keadaan barang-barangnya
(dari aib dan cacat), maka akan diberikan barokah jual beli bagi keduanya, dan
apabila keduanya saling berdusta dan saling menyembunyikan aibnya maka akan
dicabut barokah jual beli dari keduanya" (Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Nasa'i,
dan shahihkan oleh Syaikh Al Bany dalam shahih Jami no. 2886)

Dan para ulama telah ijma (sepakat) atas perkara (bolehnya) jual beli, adapun qiyas
yaitu dari satu sisi bahwa kebutuhan manusia mendorong kepada perkara jual beli,
karena kebutuhan manusia berkaitan dengan apa yang ada pada orang lain baik berupa
harga atau sesuaitu yang dihargai (barang dan jasa) dan dia tidak dapat
mendapatkannya kecuali dengan menggantinya dengan sesuatu yang lain, maka
jelaslah hikmah itu menuntut dibolehkannya jual beli untuik sampai kepada tujuan
yang dikehendaki. .

Akad Jual Beli :
Akad jual beli bisa dengan bentuk perkataan maupun perbuatan :

Bentuk perkataan terdiri dari Ijab yaitu kata yang keluar dari penjual seperti ucapan "
saya jual" dan Qobul yaitu ucapan yang keluar dari pembeli dengan ucapan "saya beli
"

Bentuk perbuatan yaitu muaathoh (saling memberi) yang terdiri dari perbuatan
mengambil dan memberi seperti penjual memberikan barang dagangan kepadanya
(pembeli) dan (pembeli) memberikan harga yang wajar (telah ditentukan).

Dan kadang bentuk akad terdiri dari ucapan dan perbuatan sekaligus :
Berkata Syaikh Taqiyuddin Ibnu Taimiyah rahimahullah : jual beli Muathoh ada
beberapa gambaran

Penjual hanya melakukan ijab laIadz saja, dan pembeli mengambilnya seperti ucapan
" ambilah baju ini dengan satu dinar, maka kemudian diambil, demikian pula kalau
harga itu dengan sesuatu tertentu seperti mengucapkan "ambilah baju ini dengan
bajumu", maka kemudian dia mengambilnya.

Pembeli mengucapkan suatu laIadz sedang dari penjual hanya memberi, sama saja
apakah harga barang tersebut sudah pasti atau dalam bentuk suatu jaminan dalam
perjanjian.(dihutangkan)

Keduanya tidak mengucapkan lapadz apapun, bahkan ada kebiasaan yaitu meletakkan
uang (suatu harga) dan mengambil sesuatu yang telah dihargai.

Syarat Sah 1ual Beli
Sahnya suatu jual beli bila ada dua unsur pokok yaitu bagi yang beraqad dan (barang)
yang diaqadi, apabila salah satu dari syarat tersebut hilang atau gugur maka tidak sah
jual belinya. Adapun syarat tersebut adalah sbb :

Bagi yang beraqad :

Adanya saling ridha keduanya (penjual dan pembeli), tidak sah bagi suatu jual beli
apabila salah satu dari keduanya ada unsur terpaksa tanpa haq (sesuatu yang
diperbolehkan) berdasarkan Iirman Allah Ta'ala " kecuali jika jual beli yang saling
ridha diantara kalian ", dan Nabi shalallahu 'alaihi wasallam bersabda "hanya saja jual
beli itu terjadi dengan asas keridhan" (HR. Ibnu Hiban, Ibnu Majah, dan selain
keduanya), adapun apabila keterpaksaan itu adalah perkara yang haq (dibanarkan
syariah), maka sah jual belinya. Sebagaimana seandainya seorang hakim memaksa
seseorang untuk menjual barangnya guna membayar hutangnya, maka meskipun itu
terpaksa maka sah jual belinya.

Yang beraqad adalah orang yang diperkenankan (secara syariat) untuk melakukan
transaksi, yaitu orang yang merdeka, mukallaI dan orang yang sehat akalnya, maka
tidak sah jual beli dari anak kecil, bodoh, gila, hamba sahaya dengan tanpa izin
tuannya.
(catatan : jual beli yang tidak boleh anak kecil melakukannya transaksi adalah jual
beli yang biasa dilakukan oleh orang dewasa seperti jual beli rumah, kendaraan dsb,
bukan jual beli yang siIatnya sepele seperti jual beli jajanan anak kecil, ini
berdasarkan pendapat sebagian dari para ulama pent)

Yang beraqad memiliki penuh atas barang yang diaqadkan atau menempati posisi
sebagai orang yang memiliki (mewakili), berdasarkan sabda Nabi kepada Hakim bin
Hazam " Janganlah kau jual apa yang bukan milikmu" (diriwayatkan oleh Ibnu
Majah, Tirmidzi dan dishahihkan olehnya). Artinya jangan engkau menjual seseuatu
yang tidak ada dalam kepemilikanmu.

Berkata Al Wazir Ibnu Mughirah Mereka (para ulama) telah sepakat bahwa tidak
boleh menjual sesuatu yang bukan miliknya, dan tidak juga dalam kekuasaanya,
kemudian setelah dijual dia beli barang yang lain lagi (yang semisal) dan diberikan
kepada pemiliknya, maka jual beli ini bathil

Bagi (Barang) yang diaqadi :

Barang tersebut adalah sesuatu yang boleh diambil manIaatnya secara mutlaq, maka
tidak sah menjual sesuatu yang diharamkan mengambil manIaatnya seperti khomer,
alat-alat musik, bangkai berdasarkan sabda Nabi shalallahu 'alaihi wasallam "
Sesungguhnya Allah mengharamkan menjual bangkai, khomer, dan patung (MutaIaq
alaihi). Dalam riwayat Abu Dawud dikatakan " mengharamkan khomer dan harganya,
mengharamkan bangkai dan harganya, mengharamkan babi dan harganya", Tidak sah
pula menjual minyak najis atau yang terkena najis, berdasarkan sabda Nabi "
Sesungguhnya Allah jika mengharamkan sesuatu (barang) mengharamkan juga
harganya ", dan di dalam hadits mutaIaq alaihi: disebutkan " bagaimana pendapat
engkau tentang lemak bangkai, sesungguhnya lemak itu dipakai untuk memoles
perahu, meminyaki (menyamak kulit) dan untuk dijadikan penerangan", maka beliau
berata, " tidak karena sesungggnya itu adalah haram.".

Yang diaqadi baik berupa harga atau sesuatu yang dihargai mampu untuk didapatkan
(dikuasai), karena sesuatu yang tidak dapat didapatkan (dikuasai) menyerupai sesuatu
yang tidak ada, maka tidak sah jual belinya, seperti tidak sah membeli seorang hamba
yang melarikan diri, seekor unta yang kabur, dan seekor burung yang terbang di
udara, dan tidak sah juga membeli barang curian dari orang yang bukan pencurinya,
atau tidak mampu untuk mengambilnya dari pencuri karena yang menguasai barang
curian adalah pencurinya sendiri... .

Barang yang diaqadi tersebut diketahui ketika terjadi aqad oleh yang beraqad, karena
ketidaktahuan terhadap barang tersebut merupakan suatu bentuk penipuan, sedangkan
penipuan terlarang, maka tidak sah membeli sesuatu yang dia tidak melihatnya, atau
dia melihatnya akan tetapi dia tidak mengetahui (hakikat) nya. Dengan demikian tidak
boleh membeli unta yang masih dalam perut, susu dalam kantonggnya. Dan tidak sah
juga membeli sesuatu yang hanya sebab menyentuh seperti mengatakan "pakaian
mana yang telah engkau pegang, maka itu harus engkau beli dengan (harga) sekian "
Dan tidak boleh juga membeli dengam melempar seperti mengatakan "pakaian mana
yang engaku lemparkan kepadaku, maka itu (harganya0 sekian. Hal ini berdasarkan
hadits Abu Hurairah radiallahu anhu bahwa Nabi shalallahu 'alaihi wasallam melarang
jual beli dengan hasil memegang dan melempar" (mutaIaq alaihi). Dan tidak sah
menjual dengan mengundi (dengan krikil) seperti ucapan " lemparkan (kerikil) undian
ini, maka apabila mengenai suatu baju, maka bagimu harganya adalah sekian."






- Hukum Riba
Al-Qur`an menjelaskan tentang riba, pada surat Al-baqarah:275 dan ayat inilah yang
menjadi hukum mengenai status riba
~ ' - - ' ~ ` ~ - - ` ' ' - - ~ ' ' ' .` ~ _- ' ' ~ - ' ' + - = ~ ~' ~ ' =- ~' = = -
- ~ - ~ ' ~ _ + -' ~ = = ~ - - = ~ ' ' = _- ' -' . = ~' = ~ -' _ -' =- = -
~ ' = ' +- - ' -'
Orang-orang yang makan (mengambil) riba
174]
tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila
175]
.
Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat),
sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual
beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari
Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah
diambilnya dahulu
176]
(sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada
Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-
penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (Al-Baqarah:275)
#iba itu ada dua macam: nasiah dan fadhl.
Riba nasiah ialah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang
meminjamkan.
Riba fadhl ialah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih
banyak jumlahnya karena orang yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti
penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan sebagainya. Riba yang dimaksud
dalam ayat ini riba nasiah yang berlipat ganda yang umum terjadi dalam masyarakat
Arab zaman jahiliyah.
aksudnya: orang yang mengambil riba tidak tenteram jiwanya seperti orang
kemasukan syaitan.
Riba yang sudah diambil (dipungut) sebelum turun ayat ini, boleh tidak dikembalikan.
, - ` , ' - . = - ` -' ' ~ -' - ' ' -' =~ -
Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah
177]
. Dan Allah tidak menyukai
setiap orang yang tetap dalam kekaIiran, dan selalu berbuat dosa
178]
.(Al-
Baqarah:276)
Yang dimaksud dengan memusnahkan riba ialah memusnahkan harta itu atau
meniadakan berkahnya. Dan yang dimaksud dengan menyuburkan sedekah ialah
memperkembangkan harta yang telah dikeluarkan sedekahnya atau melipat gandakan
berkahnya.
|Maksudnya ialah orang-orang yang menghalalkan riba dan tetap melakukannya.
- ' ' ~ - ' ~ ' ~ -' ' - ' ' - ~' - - ~ ' ' + - - - - ~ ~
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba
(yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. (Al-Baqarah:278)
' - =' - ~ ' ' - ' ' ' ` ' - ~' - - ~ ' ' + - ' - = - -' ' -
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat
gandadan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.
(Ali Imran:130)
Yang dimaksud riba di sini ialah riba nasi`ah. Menurut sebagian besar ulama bahwa
riba nasi`ah itu selamanya haram, walaupun tidak berlipat ganda. Lihat selanjutnya
no.
~- , ' ~ - ' - ~ -' ~- = ' - ` ' -' .' ~ ' - ' ~ - ' - ~ -' = - = - `
- - ~'
Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta
manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan
berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang
berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya). (Ar-
Rum:39)

- Hukum Aurat
Berkaitan dengan hukum aurat perempuan secara jelasnya telah dinyatakan oleh Allah
Taala dalam Al-Qur'an sebagai satu perintah dan kewajipan yang harus dilaksanakan
oleh hambaNya yang mukmin mengikut keadaan dan situasi yang tertentu. Adalah
menjadi satu kemestian "WA1IB" bagi setiap wanita akur dengan perintah Allah
untuk memakai menutup kepala mereka dan jika perlu termasuk juga mukanya tanpa
banyak soal dan tanpa alasan-alasan yang bodoh. Kiranya ada di antara mereka yang
ingkar dengan perintah yang sudah termaktub dalam Kitabullah, ingatlah siksaan
Allah adalah amat keras buat mereka!!!!!!. Sebagai melaksanakan kewajiban
untuk menyebarkan yang HAQ ini, maka suluk bentangkan di sini dalil dan nas yang
berkaitan dengan kewajiban menutip aurat bagi setiap wanita Islam yang mengaku
beriman dengan Kitab Allah dan Rasulnya.

Anda mungkin juga menyukai