Anda di halaman 1dari 14

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Membangun ekonomi Indonesia tidak bisa dilepaskan dari peranan Pemerintah, lembagalembaga di sektor keuangan dan pelaku-pelaku usaha. Pemerintah sebagai pembuat dan pengatur kebijakan diharapkan dapat memberikan iklim yang kondusif bagi dunia usaha, sehingga lembaga keuangan baik perbankan maupun bukan perbankan serta pelaku usaha di lapangan mampu memanfaatkan kebijakan dan melaksanakan kegiatan usaha dengan lancar, yang pada akhirnya dapat mendorong percepatan pembangunan ekonomi. Salah satu pelaku usaha yang memiliki eksistensi penting namun kadang dianggap terlupakan dalam percaturan kebijakan di negeri ini adalah Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Padahal jika kita mengenal lebih jauh dan dalam, peran UMKM bukanlah sekedar pendukung dalam kontribusi ekonomi nasional. UMKM dalam perekonomian nasional memiliki peran yang penting dan strategis. Kondisi tersebut dapat dilihat dari berbagai data empiris yang mendukung bahwa eksistensi UMKM cukup dominan dalam perekonomian Indonesia, yaitu: a. Pertama, jumlah industri yang besar dan terdapat dalam setiap sektor ekonomi. Pada tahun 2005 tercatat jumlah UMKM adalah 44,69 unit atau 99,9% dari jumlah total unit usaha1. b. Kedua, potensinya yang besar dalam penyerapan tenaga kerja. Setiap unit investasi pada sektor UMKM dapat menciptakan lebih banyak kesempatan kerja bila dibandingkan dengan investasi yang sama pada usaha besar. Sektor UMKM menyerap 77,68 juta tenaga kerja atau 96,77% dari total angkatan kerja yang bekerja. c. Ketiga, kontribusi UMKM dalam pembentukan PDB cukup signifikan yakni sebesar 54,22% dari total PDB. Dan mungkin dengan posisinya yang sangat strategis tersebut maka kondisi ekonomi makro selama ini dapat bertahan dan tidak ambruk akibat badai krisis yang hingga kini masih menerpa. Dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut, serta desakan-desakan dari berbagai pihak kepada sector perbankan agar menyalurkan kreditnya lebih banyak ke sector UMKM, maka awal tahun ini umumnya perbankan telah berusaha

merealisasikannya. Namun, apakah benar bahwa hanya masalah permodalan yang menjadi persolan utama yang dihadapi oleh sector UMKM? Jawabannya ternyata tidak sesederhana itu. Perkembangan kinerja perbankan setelah krisis ekonomi serta
1

membaiknya country rating Indonesia sangat menunjang bagi peningkatan fungsi intermediasi perbankan, baik kepada korporasi maupun UMKM. Hal ini ditunjukkan dengan kenaikan penyaluran kreditpada kedua sektor tersebut dari waktu ke waktu. Selain itu dengan memperhatikan kuatnya daya tahan UMKM dalam menghadapi krisis ekonomi telah menarik minat perbankan untuk meningkatkan pembiayaannya bagi UMKM. Kebijakan pengembangan dan pemberdayaan UMKM akan selalu melibatkan peran pemerintah, Bank Indonesia dan lembaga-lembaga lainnya yang peduli UMKM. Sebagaimana dikemukakan oleh Menteri Negara Koperasi dan UKM bahwa banyak departeman dan kementrian yang memiliki program yang terkait dengan pengembangan UMKM, BUMN-BUMN yang memiliki program community development untuk UMKM, LSM-LSM, lembaga asing dan donor yang memberikan perhatian demikian banyak kepada UMKM. Namun demikian jika UMKM masih juga belum banyak berkembang dan dianggap masih jauh dari harapan, maka diperlukan kebijakan yang lebih kondusif, koordinatif dan integrated dalam membenahi sektor yang paling banyak menyangkut hajat hidup orang banyak.

B. Perumusan Masalah Memahami permasalahan UMKM, agar dapat meneropong dengan lebih jelas, kita harus melihat banyak dimensi dengan perspektif yang lebih luas. UMKM dapat dilihat dari berbagai aspek antara lain aspek pemasaran, produksi, SDM dan manajerial, legalitas, keuangan dan permodalan, ketenagakerjaan dan aspek lainnya. Sesuai dengan hasil penelitian BPS dan berbagai seri ditemukan beberapa persolan utama yang dihadapi dan perlu diatasi yakni: 1) persoalan permodalan, 2) persoalan bahan baku, 3) persoalan pemasaran, 4) persoalan keahlian manajerial dan teknis, 5) persoalan kemitraan usaha dan persaingan, serta 6) persoalan birokrasi dan infrastruktur. Seluruh aspek tersebut selalu berkaitan dalam upaya pengembangan UMKM. Meskipun dari berbagai kajian dan kondisi di lapangan, aspek pemasaran, SDM dan permodalan atau pembiayaan sering menjadi isu terpenting dalam permasalahan yang dihadapi UMKM. Permasalahan yang terjadi juga datang dari pihak UMKM itu sendiri dan perbankan. Dari sisi UMKM berberapa variable penting yang masih rendah kinerjanya antara lain : a. Kemudahan UMKM dalam memperoleh ijin b. Kemampuan UMKM untuk mengelola keuangan c. Ketepatan waktu dan jumlah perolehan kredit dan d. Tenaga kerja yang terampil
2

Sedangkan dari sisi perbankan, variable-variabel UMKM yang berkinerja rendah di antaranya adalah : a. Kemampuan pengelolan keuangan b. Kapabilitas pemasaran c. Keteampilan tenaga kerja d. Kontrol kualitas dalam produksi

C. Tujuan Penulisan Tujuan dari karya tulis ini adalah: 1. Mengetahui permasalahan dalam pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) 2. Mengetahui peran Bank Indonesia dalam pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)

D. Ruang Lingkup Ruang lingkup penulisan ini meliputi beberapa aspek, yaitu: 1. Identifikasi permasalahan perkembangan Analisis Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) 2. Peran Bank Indonesia dalam perkembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)

E. Metode Penulisan Untuk mendapatkan data dan informasi yang diperlukan, penulis menggunakan metode kepustakaan. Pada metode ini penulis membaca buku buku dan mencari dari internet yang berhubungan dengan penulisan karya tulis atau teknik penulisan karya tulis dan yang berkaitan dengan fungsi serta peran Bank Indonesia bagi perekonomian nasional.

BAB II PERAN DAN KEDUDUKAN BANK INDONESIA Ditinjau dari segi fungsinya, salah satu jenis perbankan yang paling utama dan paling penting adalah Bank Sentral (central bank). Bank Sentral ditiap negara hanya ada satu dan mempunyai cabang hamper ditiap provinsi. Fungsi utama Bank Sentral adalah mengatur masalah-masalah yang berhubungan dengan keuangan disuatu negara secara luas. Tugas Bank sentral di Indonesia dipegang oleh Bank Indonesia (BI). Dalam menjalankan tugas sehari-hari Bank Indonesia dipimpin oleh Dewan Gubernur, yang terdiri dari seorang Gubernur, seorang Deputi Senior dan sekurang-kurangnya 4 orang atau sebanyak 7 orang Deputi Gubernur. Dalam hal ini Deputi Gubernur Senior merupakan Wakil Gubernur dan apabila Gubernur dan Deputi Gubernur Senior berhalangan, maka Gubernur atau Deputi Gubernur Senior menunjuk seorang Deputi Gubernur untuk memimpin Dewan Gubernur. A. TUJUAN BANK INDONESIA Tujuan Bank Indonesia seperti tertuang dalam Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 1999 bab III pasal 7 adalah untuk mencapai dan memelihara kestabilan rupiah. Adapun kestabilan rupiah yang diinginkan oleh Bank Indonesia adalah : 1. Kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa yang dapat diukur dengan atau tercermin dari perkembangan laju inflasi. 2. Kestabilan nilai rupiah terhadap mata uang negara lain. B. TUGAS-TUGAS BANK INDONESIA Secara garis besar ada tiga tugas Bank Indonesia dalam rangka mencapai kestabilan dan memelihara kestabilan nilai rupiah seperti yang telah diungkapkan di atas. Berikut ini adalah tugas Bank Indonesia seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999. 1. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter a. Menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran laju inflasi yang ditetapkannya. b. Melakukan pengendalian moneter dengan menggunakan cara-cara yang termasuk, tetapi tidak terbatas pada: Operasi pasar terbuka di pasar uang, baik mata uang rupiah maupun valas Penetapan tingkat diskonto Penetapan cadangan wajib minimum Pengaturan kredit atau pembiayaan

c. Memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip-prinsip syariah, paling lama 90 hari kepada bank untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek yang bersangkutan. d. Melaksanakan kebijakan nilai tukar berdasarkan sistem nilai tukar yang telah ditetapkan. e. Mengelola cadangan devisa. f. Menyelenggarakan survei secara berkala atau sewaktu-waktu diperlukan yang dapat besifat makro dan mikro. 2. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran a. Melaksanakan dan memberikan persetujuan dan izin atas penyelenggaraan jasa sistem pembayaran. b. Mewajibkan penyelenggaraan jasa sistem pembayaran untuk menyampaikan laporan kegiatannya. c. Menetapkan penggunaan alat pembayaran. d. Mengatur sistem kliring antar bank baik dalam mata uang Rupiah maupun Asing e. Menyelenggarakan penyelesaian akhir transaksi pembayaran antar bank. f. Menetapkan macam, harga, cirri uang yang akan dikeluarkan, bahan yang digunakan dan tanggal mulai berlakunya sebagai alat pembayaran yang sah. g. Mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah serta mencabut, menarik, dan memusnahkan uang dari peredaran, termasuk memberikan penggantian dengan nilai yang sama. 3. Mengatur dan mengawasi bank a. Menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan yang memuat prinsip-prinsip kehatihatian. b. Memberikan dan mencabut izin dan usaha bank. c. Memberikan izin pembukaan, penutupan, dan pemindahan kantor bank. d. Memberikan persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank. e. Memberikan izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan usaha tertentu. f. Mewajibkan bank untuk menyanpaikan laporan, keterangan, dan penjelasan sesuai dengan tata cara yang ditetapkan Bank Indonesia g. Melakukan pemeriksaan terhadap bank, baik secara berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan h. Mengatur dan mengembangkan informasi antar bank

i. Tugas mengawasi bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen dan dibentuk dengan undang-undang C. PENGEMBANGAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH (UMKM) Perhatian Bank Indonesia dalam membantu pengembangan Usaha Mikro, Kecil danMenengah (UMKM) sudah dilakukan sejak lama. Sesuai dengan Undang-Undang No. 23Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang No.3 Tahun 2004, kebijakan Bank Indonesia dalam membantu pengembangan usaha kecil dan koperasi mengalami perubahan yang mendasar. Bank Indonesia tidak lagi dapat memberikan bantuan keuangan kepada UMKM, yang dikenal dengan kredit likuiditas Bank Indonesia (KLBI). Dengan demikian, peranan Bank Indonesia dalam membantu usaha kecil menjadi bersifat tidak langsung dan lebih terfokus kepada bantuan teknis serta pengembangan kelembagaan. meskipun tujuan Bank Indonesia adalah

mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, namun Bank Indonesia tetap konsisten membantu pengembangan UMKM. Dijelaskan bahwa pilar-pilar utama yang dilakukan adalah: (1) kebijakan kredit perbankan, (2) pengembangan kelembagaan, dan (3) pemberian bantuan teknis. Kebijakan kredit perbankan, dilakukan dalam rangka menciptakan sistem perbankan yang sehat sekaligus mendorong kegiatan UMKM, Bank Indonesia memiliki kebijakan dan strategi untuk membantu pengembangan dan pemberdayaan UMKM meliputi pengaturan kredit usaha kecil (KUK), kerjasama dengan pemerintah dalam penanggulangan kemiskinan, memfasilitasi forum dialog antara perbankan dan dunia usaha. Pengembangan Kelembagaan, dilakukan melalui kerjasama antar lembaga keuangan dalam hal ini kerjasama bank umum dengan BPR dalam penyaluran kredit kepada UMKM (linkage program), meningkatkan peran lembaga penjamin kredit, mendorong pembentukan UMKM Center Perbankan, penguatan kelembagaan usaha mikro, dan pembentukan Biro Kredit (credit bureau). Bantuan Teknis dilakukan dengan cara meningkatkan kemampuan dan pengetahuan perbankan mengenai UMKM melalui kegiatan pelatihan, penelitian, penyediaan informasi dan pendampingan/konsultansi kepada perbankan.

BAB III PERANAN BANK INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH (UMKM) A. PEMBIAYAAN PERBANKAN KE SEKTOR UMKM Sejalan dengan kondusifnya makro ekonomi dan perubahan paradigm perbankan dalam memandang UMKM dalam beberapa tahun belakangan ini kita mencermati adanya perubahan perilaku bisnis perbankan yang lebih mengarah pada segmen UMKM. Kondisi ini sangat berbeda dengan era masa lalu di mana orientasi penyaluran kredit perbankan terlalu memusatkan pada korporasi yang dianggap lebih memberikan keuntungan besar secara ekonomis. Sedangkan sektor UMKM kerap kali mengalami hambatan dalam memperoleh akses dana dan sering dibiayai melalui program pemerintah yang cenderung bersifat subsidi atau sumber dana relatif murah dari para donor. Dalam

perkembangannya, penyaluran kredit UMKM semakin lama semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya portofolio perbankan untuk pemberian kredit UMKM.

Perkembangan kredit UMKM yang bersumber dari kredit bank, menunjukkan baki debet pada akhir Juni 2007 telah mencapai Rp. 462,12 trilyun atau 52,5% kredit perbankan dengan komposisi: 1. usaha mikro sebesar Rp. 186,52 trilyun atau 40,4%; 2. usaha kecil sebesar Rp. 131,95 trilyun atau 28,6%; 3. usaha menengah sebesar Rp. 143,69 trilyun atau 31,1%. Secara keseluruhan terdapat pertumbuhan sebesar 18,4% bila dibandingkan dengan posisi yang sama pada tahun 2006 yaitu Rp. 427,99 trilyun. Sementara net NPLs kredit UMKM 3,19% dan total kredit perbankan sebesar 2,61%. Sementara itu hingga Juni 2007 nett ekspansi kredit perbankan yang disalurkan ke sektor UMKM sebesar Rp. 34,2 trilyun atau 48,1% dari total business plan tahun 2007 telah mencapai lebih dari 19,1 juta rekening dibandingkan pada Juni 2006 yang berjumlah 18,2 juta. Berdasarkan jenis penggunaan kredit, prosentase terbesar penggunaan kredit UMKM adalah untuk kredit konsumsi dimana per Juni 2007 adalah sebesar 66,7%, yang diikuti oleh kredit modal kerja sebesar 22% dan kredit investasi sebesar 11,3%. Besarnya prosentase perbankan untuk pemberian kredit UMKM. Perkembangan kredit UMKM yang bersumber dari kredit bank, menunjukkan baki debet pada akhir Juni 2007 telah mencapai Rp. 462,12 trilyun atau 52,5% kredit perbankan dengan komposisi:
7

1. usaha mikro sebesar Rp. 186,52 trilyun atau 40,4%; 2. usaha kecil sebesar Rp. 131,95 trilyun atau 28,6%; 3. usaha menengah sebesar Rp. 143,69 trilyun atau 31,1%. Secara keseluruhan terdapat pertumbuhan sebesar 18,4% bila dibandingkan dengan posisi yang sama pada tahun 2006 yaitu Rp. 427,99 trilyun. Sementara net NPLs kredit UMKM 3,19% dan total kredit perbankan sebesar 2,61%. Sementara itu hingga Juni 2007 nett ekspansi kredit perbankan yang disalurkan ke sektor UMKM sebesar Rp. 34,2 trilyun atau 48,1% dari total business plan tahun 2007 telah mencapai lebih dari 19,1 juta rekening dibandingkan pada Juni 2006 yang berjumlah 18,2 juta. Berdasarkan jenis penggunaan kredit, prosentase terbesarpenggunaan kredit UMKM adalah untuk kredit konsumsi dimana per Juni 2007 adalah sebesar 66,7%, yang diikuti oleh kredit modal kerja sebesar 22% dan kredit investasi sebesar 11,3%. Besarnya prosentase perbankan untuk pemberian kredit UMKM. Perkembangan kredit UMKM yang bersumber dari kredit bank, menunjukkan baki debet pada akhir Juni 2007 telah mencapai Rp. 462,12 trilyun atau 52,5% kredit perbankan dengan komposisi: 1. usaha mikro sebesar Rp. 186,52 trilyun atau 40,4%; 2. usaha kecil sebesar Rp. 131,95 trilyun atau 28,6%; 3. usaha menengah sebesar Rp. 143,69 trilyun atau 31,1%. Secara keseluruhan terdapat pertumbuhan sebesar 18,4% bila dibandingkan dengan posisi yang sama pada tahun 2006 yaitu Rp. 427,99 trilyun. Sementara net NPLs kredit UMKM 3,19% dan total kredit perbankan sebesar 2,61%. Sementara itu hingga Juni 2007 nett ekspansi kredit perbankan yang disalurkan ke sektor UMKM sebesar Rp. 34,2 trilyun atau 48,1% dari total business plan tahun 2007 telah mencapai lebih dari 19,1 juta rekening dibandingkan pada Juni 2006 yang berjumlah 18,2 juta. Berdasarkan jenis penggunaan kredit, prosentase terbesar penggunaan kredit UMKM adalah untuk kredit konsumsi dimana per Juni 2007 adalah sebesar 66,7%, yang diikuti oleh kredit modal kerja sebesar 22% dan kredit investasi sebesar 11,3%. Besarnya prosentase kredit konsumsi tersebut jugamenunjukkan bahwa penyaluran kredit UMKM ke sektor usaha yang produktif masih perlu ditingkatkan. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penyediaan kredit perbankan untuk mendukung pengembangan UMKM sebenarnya sudah cukup besar, karena telah mencapai separuh dari alokasi total kredit perbankan. Strategi yang sebaiknya diterapkan perbankan di masa mendatang harus lebih ekspansif untuk menggali potensi dan kemajuan sektor UMKM, untuk menunjukkan keyakinan perbankan bahwa pasar pembiayaan di sector ini masih belum jenuh dan
8

menjanjikan. Apabila kita cermati, penetrasi bankbank kepada sektor UMKM tersebut bukan hanya sekedar mengikuti trend, melainkan suatu strategi yang mendasari keputusan bisnis yang mengukuhkan bahwa UMKM merupakan sektor yang prospektif sehingga layak untuk dibiayai dan menguntungkan. B. KEBIJAKAN BANK INDONESIA DALAM PEMBERDAYAAN UMKM Dengan diberlakukannya UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 3 Tahun 2004,kebijakan Bank Indonesia dalam membantu pengembangan UMKM mengalami perubahan paradigm yang cukup mendasar karena BI tidak dapat lagi memberikan bantuan keuangan atau Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) sehingga peranan Bank Indonesia dalam

pengembangan UMKM berubah menjadi tidak langsung. Pendekatan yang digunakan kepada UMKM bergeser dari development role menjadi promotional role. Pendekatan yang memberikan subsidi kredit dan bunga murah sudah bergeser kepada pendekatan yang lebih menitikberatkan pada kegiatan pelatihan kepada petugas bank, penelitian dan penyediaan informasi. Dengan kondisi seperti itu, Bank Indonesia masih tetap memberikan dukungan, namun kebijakan BI baik dari sisi supply maupun sisi demand lebih difokuskan dalam rangka mendorong peningkatan fungsi intermediasi perbankan serta untuk mendukung sistem perbankan yang sehat. Dari sisi supply, Bank Indonesia mengeluarkan berbagai kebijakan perbankan sehingga dapat meningkatkan pemberian kredit kepada UMKM namun tetap prudent. Kebijakan tersebut antara lain dengan mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 3/2/PBI/2001 tentang Pemberian Kredit Usaha Kecil yang menganjurkan bank memberikan sebagian kreditnya kepada usaha kecil; PBI Nomor 6/25/PBI/2004 dan SE Nomor 6/44/DPNP perihal Rencana Bisnis Bank Umum Dalam Penyaluran Kredit UMKM, sehingga diketahui komitmen bank dalam menyalurkan kredit UMKM; dan SE nomor 8/3/DPNP, dimana dalam perhitungan aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR) bobot risiko untuk KUK dikenakan sebesar 85%.Dari sisi demand, kebijakan Bank Indonesia lebih difokuskan pada penguatan lembaga pendamping UMKM melalui peningkatan capacity building dalam bentuk pelatihan dan kegiatan penelitian yang menunjang pemberian kredit kepada UMKM. Beberapa upaya yang dilakukan antara lain: 1. pelatihan-pelatihan kepada lembaga pendamping UMKM, dalam rangka

meningkatkan kemampuan kredit UMKM. Pada periode Januari-Juni 2007, Bank Indonesia telah memberikan pelatihan kepada 819 orang pendamping UMKM atau
9

konsultan keuangan mitra bank (KKMB) dengan jumlah kredit yang berhasil dihubungkan dengan bank mencapai lebih dari Rp. 155 miliar untuk 2.582 UMKM; 2. Pendirian Pusat Pengembangan Pendamping UKM (P3UKM), sebagai pilot project di Bandung. P3UKM antara lain bertugas melakukan pelatihan dan akreditasi pendamping UMKM. Pada bulan Juli 2007 lembaga sejenis telah didirikan di Kalimantan Selatan dan pada bulan September ini lembaga sejenis direncanakan juga didirikan di Sulawesi Selatan; 3. Pengembangan Sistem Informasi Terpadu Pengembangan Usaha Kecil (SIPUK) sebagai sarana untuk lebih menyebarluaskan secara cepat hasil-hasil penelitian dan berbagai informasi lainnya. SIPUK terdiri dari Sistem Informasi Baseline Economic Survey (SIB), Sistem Informasi Agroindustri Berorientasi Ekspor (SIABE), Sistem Informasi Pola Pembiayaan/ lending model Usaha Kecil (SILMUK), Sistem Penunjang Keputusan Untuk Investasi (SPKUI); dan Sistem Informasi Prosedur Memperoleh Kredit (SIPMK). SIPUK ini dapat diakses melalui website Bank Indonesia di www.bi.go.id. 4. Berbagai penelitian dalam rangka memberikan informasi untuk mendukung pengembangan UMKM. Kegiatan penelitian terutama diarahkan untuk mendukung penetapan arah dan kebijakan Bank Indonesia dalam rangka pemberian bantuan teknis dan juga dalam rangka penyediaan informasi yang berguna dalam rangka pengembangan UMKM. Penelitian tersebut disesuaikan dengan kebutuhan

pengembangan UMKM serta untuk menggali potensi sector UMKM di tiap-tiap daerah di Indonesia. Dalam upaya meningkatkan peran UMKM untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pada tahun 2005 Bank Indonesia telah melakukan survey untuk memperoleh gambaran mengenai potensi dan permasalahan yang dihadapi UMKM ditinjau dari berbagai aspek. Pada tahun 2007, Bank Indonesia melakukan kajian identifikasi peraturan pusat dan daerah dalam rangka pengembangan UMKM serta kajian dan implementasi pilot project klaster pengembangan UMKM. Sedangkan bagi lembaga perbankan komersial yang ada di daerah khususnya, kiranya dapat melakukan beberapa strategi konkrit, diantaranya seperti yang disebutkan berikut ini : Satu, sektor perbankan secara sendiri atau berkelompok dapat membuat dan melaksanakan suatu system perkreditan yang tipik atau atau khas yang dapat mempunyai nilai tambah bagi sector UMKM, serta untuk sector perbankan itu sendiri. Misalnya, melaksanakan program kredit yang bersifat individu, dapat dilakukan melalui strategi pendampingan secara langsung terhadap suatu UMKM sebagai mitra kerja. Dalam hal ini
10

perbankan dapat memberikan pelatihan teknis produksi, pembenahan manajemen usaha dan akuntansi, strategi menembus dan memperluas pasar, serta meningkatkan kapabilitas manajerial para pelaku UMKM di bidang produksi, dan pengawasan penggunaan dana kredit. Selain itu perbankan dapat menjadi jembatan untuk memperlancar proses produksi, baik dalam hubungan ke hulu maupun ke hilir. Dua, perlu kiranya perbankan menerapkan system atau program kredit kepada kelompok, diantaranya kepada kelompok UMKM yang baru tumbuh namun potensial, tetapi terutama kepada kelompok-kelompok usaha yang sudah mapan diberbagai bidang, seperti kerajinan batik, keramik, industry pandai besi dan sebagainya. Sistem serupa ini mempunyai banyak keuntungan, seperti dapat mengeliminasi peluang penyalahgunaan dana kredit sehingga dapat mengurangi kredit bermasalah, kemudian dapat meningkatkan efisiensi usaha dalam hal pengadaan bahan baku, produksi dan pemasaran. Jika mekanisme produksi dan pemasaran berjalan lancer maka pengembalian kredit akan lancar pula. Tiga, sektor perbankan perlu membentuk jaringan kerja untuk meningkatkan jangkauan sektor perbankan ke sektor UMKM, baik secara individu maupun kelompok, yang bersifat mutual relationship. Dalam hal ini, diantaranya dengan cara menjalin kerjasama antarbank sendiri, yakni antara bank yang jaringan kantornya cukup luas dengan bank yang terbatas kantornya, atau bekerja sama dengan BPR-BPR yang umumya beroperasi dekat dengan wilayah kerja UMKM masing-masing, serta melakukan kerjasama dengan lembaga-lembaga keuangan masyarakat lainnya di desa-desa atau perkotaan. Dalam hal ini kegiatan kerja sama tersebut bukan hanya berupa kegiatan distribusi dana saja, tetapi berbagai kegiatan-kegiatan potensial lainnya yang dianggap dapat memberi keuntungan bersama.

11

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Peranan Bank Indonesia dalam pengembangan UMKM mengalami perubahan paradigma, namun bukan berarti kebijakan dan strategi untuk mendukung UMKM menjadi berkurang tetapi disesuaikan dengan perundang-undangan baru yang berlaku. Untuk itulah, kebijakan Bank Indonesia dalam pengembangan dan pemberdayaan UMKM adalah dalam rangka mendorong peningkatan fungsi intermediasi perbankan serta untuk mendukung sistem perbankan yang sehat, sehingga dapat mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Dukungan Bank Indonesia melalui kebijakan yang bersifat demand side maupun supply side bertujuan untuk lebih meningkatkan upayaupaya akses UMKM kepada perbankan melalui mekanisme hubungan bisnis yang saling menguntungkan sehingga dapat berkesinambungan. Upaya-upaya ini diharapkan dapat membangun sinergi, karena pada dasarnya bank dan UMKM saling membutuhkan sehingga mampu menjembatani gap antara aspek kehati-hatian yang diterapkan dalam operasi perbankan dengan UMKM yang potensial namun belum bankable. Dari pembahasan diatas juga dapat disimpulkan Bank Indonesia sebagai bank sentral merupakan : 1. Fasilitator lembaga-lembaga UMKM yang potensial dengan lembaga-lembaga perbankan, maupun para pengusaha yang relevan dengan sektor UMKM dalam suatu pertemuan regular dan terencana berdasarkan asas hubungan partisipatif dan fungsional. 2. Penjamin pendanaan dan melatih atau mengikutsertakan sektor UMKM dalam praktik kegiatan produksi, manajemen atau pemasaran agar mereka dapat menjadi pengusaha formal dan besar pula kelak. 3. Pengembangan Sistem Informasi Terpadu Pengembangan Usaha Kecil (SIPUK) sebagai sarana untuk lebih menyebarluaskan secara cepat hasil-hasil penelitian dan berbagai informasi lainnya. 4. Pendirian Pusat Pengembangan Pendamping UKM (P3UKM), sebagai pilot project di Bandung. P3UKM antara lain bertugas melakukan pelatihan dan akreditasi pendamping UMKM. 5. Penyedia pelatihan-pelatihan kepada lembaga pendamping UMKM, dalam rangka meningkatkan kemampuan kredit UMKM.

12

B. SARAN Berdasarkan pembahasan di atas, saran penulis adalah: 1. Kiranya dengan adanya UU otonomi daerah maka sektor perbankan yang ada di daerah dapat melakukan beberapa penyesuaian kebijaksanaan baik dari kepentingan internal perbankan sendiri maupun dari kepentingan Bank Indonesia agar dapat mengakomodasi semangat UU otoda agar dapat melayani kebutuhan masyarakat secara optimal. 2. Bagi pemerintah pusat khususnya cabang-cabang Bank Indonesia di daerah, kiranya persyaratan modal perbankan di daerah khususnya harus lebih kecil dibandingkan dengan perbankan yang berskala nasional apalagi internasional. 3. Bank Indonesia kiranya dapat menetapkan peraturan bahwa lokasi atau wilayah kerja perbankan disesuaikan dengan nilai modal dan focus usaha mereka. 4. Bank Indonesia benar-benar bisa menjadi Fasilitator lembaga-lembaga UMKM yang potensial dengan lembaga-lembaga perbankan, maupun para pengusaha yang relevan dengan sektor UMKM dalam suatu pertemuan regular dan terencana berdasarkan asas hubungan partisipatif dan fungsional dan penjamin pendanaan dan melatih atau mengikutsertakan sektor UMKM dalam praktik kegiatan produksi, manajemen atau pemasaran agar mereka dapat menjadi pengusaha formal dan besar pula kelak serta pengembangan Sistem Informasi Terpadu Pengembangan Usaha Kecil (SIPUK) sebagai sarana untuk lebih menyebarluaskan secara cepat hasil-hasil penelitian dan berbagai informasi lainnya. 5. Bank Indonesia dapat merealisasikan strategi pembangunan ekonomi berbasis keadilan sesuai amanat UUD negara Indonesia.

13

DAFTAR PUSTAKA

Kasmir. 2002. Dasar-dasar Perbankan. PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta. Marbun B.N. 1986. Kekuatan & Kelemahan Perusahaan Kecil. PT. Gramedia, Jakarta. Marsuki. 2005. Analisi Perekonomian Nasional & Internasional. Mitra Wacana Media, Jakarta. Tambunan, Tulus T.H. 2002. Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia: Beberapa Isu Penting. Salemba Empat, Jakarta. Veithzal, Rivai, dkk. 2007. Bank and Financial Institution Management. Terjemahan. PT.Rajagrafindo Persada, Jakarta.

Sumber Internet : http://www.docstoc.com http://www.scribd.com http://www.bi.go.id http://ocw.gunadarma.ac.id/course/economics/management http://wordpress.com http://www.lfip.org http://www.lps.go.id http://www.komisiinformasi.go.id

14

Anda mungkin juga menyukai