Anda di halaman 1dari 7

Nama : Liely Noor Qadarwati NPM : 110110080092

Dosen : Miranda Risang Ayu HUKUM KONSTITUSI PERTEMUAN KE-8 PERUBAHAN UNDANG - UNDANG DASAR 1945 Istilah konstitusi (constitution) dalam bahasa Inggris memiliki makna yang lebih luas dari UndangUndang Dasar, yakni keseluruhan dari peraturan-peraturan baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur secara mengikat cara-cara bagaimana suatu pemerintahan diselenggarakan dalam suatu masyarakat. Sedangkan amandemen adalah perubahan konstitusi yang apabila suatu konstitusi diubah, konstitusi yang asli tetap berlaku.1 Banyak alasan kuat mengapa UUD 1945 harus diamandemen yang bisa dikemukakan baik secara ilmiah, objektif, yuridis maupun historis. Pertama, UUD 1945 adalah UUD Sementara. Para pakar hukum tata negara telah mengemukakan bahwa para perumus UUD 1945 sendiri sebenarnya menyadari bahwa UUD tersebut merupakan UUD Sementara yang harus segera diselesaikan karena dorongan situasi strategis untuk memproklamasi-kan kemerdekaan Indonesia. Alasan kedua, UUD 45 memiliki banyak kelemahan. Adnan Buyung Nasution mensistematisasikan kelemahan-kelemahan itu menjadi dua jenis, yaitu kelemahan-kelemahan itu menjadi dua jenis, yaitu kelemahan konseptual dan kelemahan konstruksi hukum. Sistem pemerintahan yang memberi kekuasaan terlalu besar kepada presiden serta prinsip kedaulatan rakyat yang diwakilkan melalui MPR seperti diatur UUD 45, telah terbukti menyebabkan penyalahgunaan kekuasaan, menimbulkan kekuasaan otoriter, korup, dan menindas rakyat serta menciptakan penyelenggaraan negara yang buruk. Pada periode 1966-1998, UUD 45 yang tak mampu menghentikan munculnya pemerintahan otoriter orde baru yang otoriter, korup dan banyak melanggar hak asasi manusia. Alasan ketiga perlunya amandemen UUD 45 adalah bahwa memiliki UUD baru merupakan kebutuhan mendesak reformasi konstitusional. UUD baru milik bersama seluruh rakyat, bukan milik elite-elite politik di
1

Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, Pendidikan Kewarganegaraan , (Jakarta, Civic Education : 2008) Hal.65. Dikutip dari artikel Dedenwahyudi Konstitusi dan Problematika .

MPR. Oleh karena itu, penyusunan UUD baru harus berangkat dari jiwa dan semangat yang dapat dimengerti oleh seluruh rakyat. 1. Problem Amandemen Empat tahun sudah berlalu. Tiga Presiden baru pasca Soeharto seperti : Bacharuddin Jusuf Habibie, KH. Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarno Putri. Namun proses dan agenda reformasi yang dipercayakan oleh mahasiswa dan rakyat kepada penyelenggara negara hingga kini belum menampakkan hasil memadai, bahkan cenderung tak tentu arah. Amandemen yang diamanatkan kepada MPR terancam gagal, saat proses amandemen yang digarap oleh panitia Ad HOC I Badan Pekerja MPR. Tiba-tiba sejak awal April 2002 lalu muncul desakan agar proses amandemen dihentikan karena dinilai kebablasan. Secara prinsip, tuntutan penghentian proses amandemen UUD 45 tentu berlawanan dengan visi reformasi. Mengingat proses dan seluruh materi perubahan yang telah dan akan diputuskan oleh MPR masih memiliki banyak kelemahan, diantaranya kerancuan dan pertentangan satu pasal dengan pasal lainnya. Bahkan MPR dinilai gagal dalam melakukan amandemen. Dalam hal ini, MPR sekarang sebenarnya bagian dari masalah, sehingga sulit diharapkan bisa memecahkan masalah itu sendiri. Karenanya, proses amandemen tidak bisa hanya dilakukan dan ditentukan oleh MPR, tetapi harus melibatkan komponen rakyat secara luas dalam pengambilan keputusannya. Namun prinsip mendasar yang harus dicatat adalah bahwa reformasi konstitusi. Tidak hanya melakukan amandemen, tetapi yang lebih mendasar adalah membuat rumusan konstitusi baru untuk masa depan Indonesia yang lebih demokratis.2 1. Tanggapan Masyarakat Masyarakat menyatakan kekecewaannya terhadap amandemen konstitusi seperti yang diungkapkan banyak kalangan minimal menyangkut beberapa masalah. Diantaranya, pembahasan perubahan UUD 1945 yang dilakukan PAH 1 MPR selama ini dianggap tidak transparan. Sekalipun mengundang sejumlah pakar, menggelar seminar di beberapa daerah, serta menyatakan rapat PAH Terbuka untuk umum, tetapi
2

http://www.wedangjae.com/index.php?itemid=5&id=44&option=com_content&task=view. kamis,24 September 2008. Dikutip dari artikel Dedenwahyudi Konstitusi dan Problematika .

pembahasan rancangan amandemen konstitusi oleh MPR berikutnya, yang merupakan finalisasi rancangan tidak melibatkan partisipasi masyarakat. Kekecewaan masyarakat terhadap amandemen konstitusi yang paling penting adalah karena wakil rakyat ternyata tidak lebih mendengar aspirasi rakyat dibanding anggota MPR pada masa lalu. Perubahan UUD 1945 yang disiapkan wakil rakyat tersebut lebih diwarnai kepentingan politik sesaat dan bukan menjangkau ke depan seperti lazimnya sebuah konstitusi.  Perubahan Konstitusi di Indonesia Berdasarkan pasal 37 UUD 1945, tata cara perubahan Undang-Undang di Indonesia adalah3 : y y y y Usul perubahan pasal-pasal UUD dapat diagendakan dalam sidang MPR apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR. Setiap usul perubahan pasal-[asal UUD diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya. Untuk mengubah pasal-pasal UUD, sidang MPR dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota MPR. Putusan untuk mengubah pasal-pasal UUD dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota MPR.  Lembaga Kenegaraan Pasca Amandemen UUD 45.4 Reformasi ketatanegaraan di Indonesia terkait dengan lembaga kenegaraan sebagai hasil dari proses amandemen UUD 1945 dikelompokkan dalam kelembagaan legislatif, eksekutif dan yudikatif sebagaimana dijelaskan di bawah ini : 1. Lembaga Legislatif Dalam ketatanegaraan Indonesia, legislatif terdiri dari tiga lembaga, yakni DPR, DPD dan MPR. DPR adalah lembaga negara dalam sistem ketatanegaraan republik Indonesia yang merupakan lembaga perwakilan rakyat dan memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang. Diantara tugas DPR adalah
3 4

Lihat Undang-undang Dasar 1945, hasil perubahan. Lihat artikel Konstitusi dan Tata Perundang-undangan Dalam Kehidupan Kenegaraan

membentuk Undang-Undang yang dibahas oleh presiden untuk mendapat persetujuan bersama, membahas dan memberikan persetujuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang dan lain sebagainya. Sedangkan DPD merupakan lembaga baru dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan wakil-wakil daerah propinsi. 2. Lembaga Eksekutif Lembaga eksekutif di Indonesia dilakukan oleh presiden yang dibantu oleh wakil presiden dalam menjalankan kewajiban negara. Dalam hal ini, presiden sebagai simbol resmi negara dan juga sebagai kepala pemerintahan, yang di dalamnya presiden dibantu oleh menteri-menteri dalam kabinet, memegang kekuasaan eksekutif untuk menjalankan tugas-tugas pemerintahan sehari-hari. 3. Lembaga Yudikatif Cabang kekuasaan yudikatif berpuncak pada kekuasaan kehakiman yang terdiri dari Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Tata Urutan (Hierarki) Perundang-Undangan Indonesia Hierarki peraturan perundang-undangan berdasarkan Ketetapan MPR No. III Tahun 2000 adalah sebagai berikut :5 y y y y y y y UUD 1945 Ketetapan MPR Undang-Undang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Peraturan Pemerintah Keputusan Presiden Perda (Peraturan Daerah)

Lihat, Tap MPR No.III Tahun 2000

Kemudian hierarki perundang-undangan tersebut diganti dengan hierarki perundang-undangan baru yang diatur dalam Pasal 7, yaitu :6 y y y y y UUD 1945 Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Peraturan Pemerintah Peraturan Presiden Perda, meliputi: Perda Provinsi, Perda Kabupaten/Kota, Peraturan Desa.

PERUBAHAN KONSTITUSI Menurut UUD 1945 (pasca Amandemen)


y

Usul perubahan pasal-pasal UUD dapat diagendakan dalam sidang MPR apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR.

Setiap usul perubahan pasal-pasal UUD diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yg diusulkan untuk diubah beserta alasannya.

Untuk mengubah pasal-pasal UUD, Sidang MPR dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota MPR.

Putusan untuk mengubah pasal-pasal UUD dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya 50% ditambah satu anggota dari seluruh anggota MPR.

y y

Khusus mengenai bentuk NKRI tidak dapat dilakukan perubahan . Sejak lama kita menganut prinsip hukum sipil Romawi ( Roman civil law ) bahwa undangundang tidak dapat diganggu-gugat ( onschendbaarheid van de wet ).

Baru thn 2003 dibentuk Mahkamah Konstitusi yg memiliki tugas / wewenang untuk menguji UU thd UUD 1945 (UU No. 24/2003).

Ada 2 tingkatan Judicial review :

Lihat Undang-undang No.10 Tahun 2004

Tingkat UU kompetensi MK Tingkatan dibawah UU kompetensi MA

7 8

ara perubahan yang dianut di Indonesia : 7 1. Formal amandement, diatur dalam pasal 37, 2. Conventions, 3. Legislatif oleh MPR berdasarkan pasal 37.

Ad 2): Conventions Mengenai konvensi, termuat dalam penjelasan umum UUD 1945: "Undang-undang dasar suatu negara ialah hanya sebagian dari hukumnya dasar negara itu. UUD ialah hukum dasar yang tertulis sedangkan disampingnya UUD itu berlaku hukum dasar yang tak tertulis ialah aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara, meskipun tidak tertulis...."

Contoh konvensi: Pasal 5ayat (l), Presiden mengajukan RUU kepada DPR, DPR menyetujui RUU dengan segala penambahan dan pengurangannya dan untuk selanjutnya Presiden (pada masa orba) tidak pernah menolak RUU tersebut sehingga langsung disahkan sehingga hal ini menjadi sebuah konvensi.

Ketaatan orang terhadap konvensi bukan karena ancaman hukum melainkan karena nilai yang ada dalam konvensi tersebut dinilai baik. Perubahan UUD 1945: 8

Perubahan pertama UUD 1945;

Badan Eksekutif Mahasiswa 2004-2005,Campus In Compact Hukum Tata Negara (Sari kuliah) Badan Eksekutif Mahasiswa 2004-2005, ..Hukum Op.cit

Menurut konstitusi dilakukan oleh MPR, MPR terlebih dahulu melakukan referendum kepada rakyat dan mengenai jawaban ya atau tidaknya maka ditampung kembali oleh MPR dan untuk selanjutnya maka keputusan ada di tangan MPR sebagai perwujudan suara dari hasil referendum tersebut. Sistem ini sesuai dengan kedaulatan rakyat yang merupakan wujud demokrasi langsung (referendum, pemilu, inisiatif, recall, dsb.), sebagai usaha untuk mencegah kesewenang-wenangan MPR dalam bertindak, di sini perlu digarisbawahi bahwa MPR tidak identik dengan rakyat melainkan merupakan pelaksana daripada keinginan rakyat.

Adapun permasalahan yang timbul pada sistem yang sedang berjalan di kita sekarang adalah dalam hal perubahan UUD, mengapa tidak masuk dalam Tap MPR padahal MPR-lah yang mengubahnya. Pada prinsipnya MPR kita mengikuti Kongres Amerika Serikat, padahal Kongres tidak identik dengan MPR sedangkan bentuk hukum untuk segala keputusan MPR adalah berupa Tap sedangkan kedudukan Tap MPR lebih rendah dari UUD sehingga hal ini bertentangan dengan UUD.

Anda mungkin juga menyukai