Anda di halaman 1dari 7

PROUD OF BEING A WOMAN BANGGA MENJADI SEORANG PEREMPUANBINGAH DADOS TIYANG ESTRI (AKU SENENG DADI WONG WEDHOK)

) Oleh Damairia Pakpahan1

Surat Kartini kepada Stella: Perkawinan Tanpa Dasar Cinta, Perkawinan (Di)Paksa, Perkawinan Dini Apakah aku harus memberitahumu sesuatu? Jalan hidup seorang gadis Jawa sudah jelas dibatasi dan dibentuk menurut satu patokan. Kami tidak bisa bercita-citasatusatunya yang boleh kami impikan adalah: sekarang atau esok akan menjadi istri yang kesekian dari seorang laki-laki ini atau lainnya. Aku menantang orang yang menyangkal hal ini. Berpikir tentang keadaan di Hindia dan Eropa dan untuk membandingkan keduanya, kamu harus akui bahwa moralitas laki-lakinya tak sehelai rambut pun lebih baik dari pada di sini; perempuan juga menderita sama seperti perempuan di sini tapi ada bedanya; di sana, setidaknya sebagian besar perempuan, mengikuti laki-laki untuk menikah dalam bahtera kehidupan atas keinginan mereka sendiri sedangkan di sini, perempuan dibisukan, dikawinkan oleh orangtua atau walinya kepada siapa pun yang dianggap punya kekuasaan. Dalam dunia Muslim persetujuan perempuan, ya, bahkan kehadiran seorang perempuanpun, tidak diperlukan dalam satu pernikahan. Ayah, sebagai contohnya, bisa pulang sekarang dan menyuruhku: kamu sudah kukawinkan dengan si ini atau si itu. Aku harus ikut suamiku, atau, aku juga bisa menolaknya, tapi tindakan ini berarti memberi kesempatan kepada sang laki-laki untuk merantaiku seumur hidupku kepadanya dengan tanpa memperdulikan kesejahteraanku sedikit pun. Aku akan menjadi istrinya, meski aku tidak ikut dia, dan meski dia tidak mau menceraikan aku, dengan demikian aku akan tetap terikat padanya sepanjang hidupku, sementara dia bebas semaunya, mengawini perempuan sebanyak yang dia mau, tanpa perlu memikirkan aku. Jika ayah menikahkan aku dengan cara seperti itu, lebih baik aku bunuh diri saja. Tapi ayah tidak akan melakukan hal semacam itu. Tuhan menciptakan perempuan sebagai teman laki-laki, dan takdir hidupnya adalah untuk menikah. Baik, hal ini tidak harus diingkari dan aku mengakuinya dengan senang hati, meski berabad-abad yang akan datang kebahagiaan tertinggi bagi perempuan terus akan, hidup sederajat dengan laki-laki! Tapi sekarang siapa yang bisa hidup dalam persatuan yang harmonis jika hukum perkawinan seperti yang sudah aku gambarkan ini? Tidak wajarkah jika aku sendiri membenci, memandang rendah perkawinan jika hasilnya merendahkan martabat perempuan dan menganiaya perempuan sedemikian mengerikan? Tidak Surat ini menunjukkan betapa sulitnya menjadi perempuan bagi Kartini yang tragis hidupnya karena pada usia 25 tahun mati muda dalam konteks angka kematian Ibusetelah beberapa hari melahirkan putra tunggalnya. Kartini karena baktinya pada Ayahnda mesti ikhlas menikah dengan laki-laki yang sudah berpoligami (sesuatu yang ditentangnya sejak awal). Dalam konteks ini, apakah kita perempuan bangga sebagai perempuan? Mari kita mencermati dan merefleksikan ketidakbanggaan dan sekaligus kebanggaan.
1

Aktivis perempuan, bekerja di Circle Indonesia sebagai konsultan Ornop

Situasi perempuan: Ketidakbanggaan di tingkat nasional SITUASI dan KONDISI Rata-rata angka kematian ibu (AKI)2 ANGKA dan NARASI 307 per 100 ribu kelahiran hidup (KH) sudah lebih baik dibandingkan dengan data tahun sebelumnya angka kematian ibu sebesar 375 per 100.000 kelahiran (tertinggi di negara Asia), Termasuk tinggi sebesar 2.3 juta per tahun. mencapai 34 per 1.000 KH terdapat 10.874.192 orang (6,57%) perempuan mencapai proporsi terbesar dengan 7.176.965 (8,63%),
3

MDGs pada 2015 AKI sebesar 102 per 100 ribu KH

Tingkat aborsi Angka kematian bayi (AKB) Tidak bisa membaca,menulis dan berhitung.

AKB 23 per 1.000 KH

Laki-laki hanya 3.697.227 (4,49%).

Rata-rata lama sekolah Partisipasi sekolah

perempuan lebih rendah penduduk perempuan lebih tinggi Namun, perempuan partisipasi sekolahnyacenderung menurun pada tingkat pendidikan yang lebih daripada lakilaki pada seluruh umur.

Penyebab tingginya Angka Kematian Ibu menurut Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Amalia Sari Gumelar karena masih rendahnya komitmen pemegang kebijakan dan masih kurangnya kesadaran masyarakat tentang kesehatan reproduksi menjadi penyebab sulitnya pencapaian sasaran penurun AKI. Selain juga beberapa faktor yang menyebabkan tingginya kematian ibu, sebut Linda, yaitu pendidikan, kultur, dan ekonomi. Selain itu, kondisi ibu pada masa kehamilan, persalinan, dan nifas memengaruhi pula kesehatan jiwa ibu dan janin. 3 Data BPS 2008,

tinggi Anak yang tidak bersekolah Perempuan yang memimpin usaha Perempuan melakukan pekerjaan tidak dibayar Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) berdasarkan data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2004-2009 Sebanyak 65% adalah anak perempuan Hanya 0,4% perempuan Sebanyak 37.3% TPAK perempuan juga lebih rendah TPAK perempuan hanya berkisar 50%. bila dibandingka n dengan TPAK lakilaki yaitu yang ratarata 84% selama periode sama dan laki-laki 7,6%.

Pada 2008, pengangguran

Perempuan penganggur mencapai 9,3% . Sebagian besar pekerja perempuan hanya terserap di sektor informal, yakni 70%. Hanya 3.4% 92.3%

Kepala desa perempuan Perempuan Pekerja Rumah Tangga Migran Data dari tahun 2004 hingga 2010, Menteri perempuan Gubernur perempuan Pada 2008, pegawai negeri sipil (PNS) perempuan

Hanya tiga dari 36 menteri atau hanya 8,3 persen. Hanya satu dari 33 gubernur yang ada atau 3 persen. PNS perempuan eselon I hanya 8,7% . PNS perempuan eselon II 7,1%. Di tingkat provinsi, hanya ada 1 wakil gubernur perempuan. Sementara di tingkat kabupaten/ kota, hanya 10

Keterwakilan perempuan di bidang politik

wanita di Indonesia yang menduduki jabatan tersebut. Ditetapkannya UU No 27 Tahun 2007 tentang KPU, UU No 2 Tahun 2008 tentang Parpol, disusul UU No 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR dan DPRD yang mengamanatkan keterwakilan 30% perempuan . Kuota calon legislatif perempuan pada Pemilu 2009 telah dipenuhi oleh seluruh parpol.. Keterwakilan perempuan di DPR hanya 17,9%. mengalami peningkatan dari periode sebelumnya yang hanya 11,3%.

Trafficking (Tindak Pidana Perdagangan Orang) Maret 2005 sampai September 2009 Perkawinan Anak berdasarkan Data BPS tentang perkembangan Indikator Utama Sosial ekonomi Indonesia tahun 2010

3. 541 kasus

Perkawinan anak-nak dari usia 10-15 tahun (13,40%) Perkawinan anak usia 16-18 tahun (33,41%) Perkawinan di usia 19-24 tahun (41,33%).

Perkawinan Anak berdasarkan Propinsi yang terbanyak

Perkawinan anak usia 10-15 tahun: di Jawa Barat (19,65%), Kalimantan Selatan (18,89%), DIY ( 18,78%), Jawa Timur (17,43%) kepulauan Riau (14,36%) dan Banten (13,03%). Perkawinan anak usia 16-18 tahun: Kepulauan Riau (38,02 %), Jawa barat dan NTB masing-masing (37,02) dam (37, 53) , Jawa Barat

(36,50 th), DIY (36,54%), Jawa Timur (36, 76 ), Banten (36, 96 ), Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan masing-masing (36,20 ) dan (36,31) Kekerasan Terhadap Perempuan Tahun 2007 Catatan Komnas Perempuan Kekerasan Dalam Rumah Tangga: 20.380 kasus Kekerasan Terhadap Perempuan di Komunitas 4.977 kasus Kekerasan Terhadap Perempuan dengan pelaku negara 165 kasus Perda-perda Diskriminatif atau Inskonstitusional ada sekitar 180an di seluruh Indonesia. Ketidakbanggaan di tingkat Dunia SITUASI Penduduk dunia yang buta huruf Penduduk miskin dunia Perempuan buruh migran Perempuan sebagai Menteri Kabinet di seluruh dunia yang memiliki posisi sebagai pembuat keputusan ANGKA PROSENTASI 876 juta perempuan (2/3nya dari penduduk dunia) 2/3 nya adalah perempuan 56 juta perempuan hanya 8% perempuan

Dalam situasi ketidakbanggaan tadi siapa dan bagaimana mengubahnya? Kartini memang telah mencoba mengubahnya walau ada kegagalan karena ironi kehidupannya yang mesti tunduk pada tradisi patriarki ayahnya yang meminta Kartini kawin dengan orang yang sudah berpoligami. Namun Kartini melawan jamannya dan visinya menginspirasikan perubahan pada dekade-dekade selanjutnya. Kita adalah buah-buah dari pemikirannya. Namun itu tidak berhenti di Kartini saja masih ada berbagai gerakan perempuan Indonesia yang gigih melawan penindasan, subordinasi, diskriminasi dan berbagai bentuk ketidakadilan gender4 terhadap perempuan dan juga laki-laki. Melawan ideologi patriarki. Mulai dari Ibu Sri Panggihan, Ibu Trimurti (Menteri Perburuhan
4

Ada beban ganda, kekerasan berbasis gender di mana kekerasan terhadap perempuan termasuk di dalamnya, marjinalisasi, stereotipe (pelabelan), feminisasi kemiskinan, trafiking, feminisasi migrasi

Pertama), Ibu Maria Ulfah (Menteri Sosial Pertama), mereka adalah para founders (bukan founding fathers istilah yang bias gender seolah pendiri negeri ini hanya kaum bapak, padahal ada kaum perempuan juga!). Isu-isu seperti pendidikan untuk kaum perempuan (pendidikan yang membebaskan dan mensetarakan), kawin anak, perdagangan perempuan, poligami, eksploitasi buruh perempuan, representasi perempuan dalam politik adalah isu-isu yang sudah diperjuangkan semenjak Kongres Perempuan Indonesia pada tahun 1928 yang kita peringati sebagai hari Ibu pada tanggal 22 Desember. Isu-isu ini masih relevan sampai sekarang bila kita mau membuat perempuan dan bangsa Indonesia bangga! (ingat kasus Ulfa yang masih 12 tahun dan dikawini oleh Syeh Puji serta kelompok-kelompok garis keras yang mempromosikan kawin anak, kawin siri dan poligami). Gerakan perempuan Indonesia mengalami gelombang pasang dan surut, mulai dari konflik soal poligaminya Presiden Sukarno pada tahun 1950an, Pada tingkat global juga terjadi gerakan perempuan yang tidak menerima perlakuan diskriminatif terhadap perempuan mulai dari partisipasi perempuan dalam pemilihan umum untuk memilih dan dipilih. Dan kemudian ada juga gerakan perempuan gelombang pertama dan kemudian gerakan perempuan gelombang kedua (tahun 1960-1970an) dan pada gelombang ketiga (1990an). Penemuan istilah gender (konstruksi sosial dan budaya terhadap jenis kelamin biologis, feminin-maskulin, atau jenis kelamin sosial dan budaya) pada tahun 1970an dan kemudian adanya pencanangan tahun perempuan dan konferensi perempuan dunia yang diselenggarakan PBB mulai dari tahun 1975, 1985 dan 1995 dengan adanya gender mainstreaming (pengarusutamaan gender) dan kuota perempuan. Proses menjadi adil gender: Keadilan gender menuntut persyaratan kesetaraan dan keadilan dalam pendistribusian manfaat dan tanggungjawab antara perempuan dan laki-laki. Konsep ini mengakui bahwa perempuan dan laki-laki memiliki perbedaan kebutuhan dan kuasa dan perbedaan-perbedaan ini mesti diidentifikasikan dan ditangani dengan suatu pendekatan untuk memperbaiki ketimpangan antara kedua jenis kelamin. Atau proses untuk menjadi adil bagi perempuan dan pria untuk mengatasi diskriminasi gender dalam rangka mencapai kesetaraan gender. Ketidakadilan gender adalah ketika ada diskriminasi atau perlakuan tidak fair bagi perempuan atau pria. Tujuan yang mau dicapai adalah kesetaraan gender yaitu perempuan dan pria sepenuhnya menikmati hak-hak yang setara & kondisi yang setara dalam mewujudkan hak-hak asasi manusia. Ini menunjuk pada kebutuhan untuk mentransformasikan norma, nilai, sikap, perilaku & persepsi yang kesemuanya itu menjadi syarat untuk mencapai status yang setara. Akhir kata, seperti kata Walikota Tanjungpinang yang perempuan, Dra Hj Suryatati A Manan bangga menjadi Perempuan Indonesia. Karena katanya dalam peringatan hari Kartini, Ada sebagian negara, masih ada perempuan yang hidup dalam ketakutan, segala sesuatunya serba di batasi. Tapi kita kaum perempuan patut

bangga menjadi kaum perempuan Indonesia yang emansipasi perempuannya di lindungi oleh negara,ujar Tatik. (http://www.batamtimes.com/tanjungpinang/3994suryatati-mengaku-bangga-sebagai-perempuan-indonesia-.html). Dan kita mari membuat sebanyak-banyaknya perempuan bangga menjadi perempuan seperti halnya laki-laki bangga menjadi laki-laki tanpa harus mendiskriminasikan perempuan. Mari. Selesai

Anda mungkin juga menyukai