Anda di halaman 1dari 1

Membaca kembali thesis Yanti, seperti rasanya sedang omong-omong dengannya

(damailah jiwamu di surga, Sis!). Dengan temuannya dalam thesis ini, Yanti dengan
berani dan tajam mengkategorikan Organisasi Non Pemerintah (Ornop) wanita
(yang non feminis) dan perempuan (yang feminis)- Yanti menjelaskan secara
komprehensif mulai dari sejarah kelahiran, dinamika, dan faktor-faktor global
(seperti konferensi Wina 1993, Kairo 1994 dan Beijing 1995) yang mempengaruhi
gerakan perempuan di masa Orde Baru sedang memuncak pada tahun 1980an dan
menjelang akhir Orde Baru 1998. Dengan lensa feminisme (s), Yanti mengisi gap di
mana gerakan perempuan tidak dianggap, tidak diteliti, dan tidak ditulis pada masa
yang sepi itu (1980-1990an). Ketika feminisme belum dianggap, ketika ada
pekerja/aktivis yang bekerja di LSM yang focus pada kelompok perempuan
mengatakan, kita bukan feminis, atau ,kita setuju gender tapi nggak setuju
feminisme, atau, feminisme tapi tidak setuju lesbian. Dalam konteks ini, Yanti
dengan gigih mengedepankan bahwa feminisme di Indonesia memang hadir untuk
memperjuangkan non diskriminasi dan kesetaraan tanpa batas. Itulah Yanti!

Anda mungkin juga menyukai