Anda di halaman 1dari 31

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI Meningitis adalah inflamasi pada membran yang menutupi central nervous sistem, yang biasanya dikenal dengan meningens (radang pada arachnoid dan piamater). Meningitis dapat berkembang sebagai respon dari berbagai kasus, seperti agen infeksi, trauma, kanker, atau penyalahgunaan obat. Agen infeksi dapat berupa bakteri, virus, ricketsia, protozoa, dan jamur. Meningitis adalah penyakit serius karena letaknya dekat otak dan tulang belakang, sehingga dapat menyebabkan kerusakan kendali gerak, pikiran bahkan kematian. Perjalanan penyakit meningitis dapat terjadi secara akut dan kronis

ANATOMI DAN FISIOLOGI Otak dan sumsum otak belakang diselimuti meningea yang melindungi struktur saraf yang halus, membawa pembuluh darah dan dengan sekresi sejenis cairan yaitu cairan serebrospinal. Meningea terdiri dari tiga lapis, yaitu : a. Piamater Yang menyelipkan dirinya ke dalam celah pada otak dan sumsum tulang belakang dan sebagai akibat dari kontak yang sangat erat akan menyediakan darah untuk struktur-struktur ini. b. Arachnoid Merupakan selaput halus yang memisahkan piameter dan duramater. c. Duramater Merupakan lapisan paling luar yang padat dan keras berasal dari jaringan ikat tebal dan kuat.

ETIOLOGI Kebanyakan kasus meningitis disebabkan oleh mikroorganisme, seperti virus, bakteri, jamur, atau parasit yang menyebar dalam darah ke cairan otak. Penyebab infeksi ini dapat diklasifikasikan atas : 1. Bakteri: y y y y y y Pneumococcus Meningococcus Haemophilus influenza Staphylococcus Escherichia coli Salmonella

Mycobacterium tuberculosis

2. Virus : y Enterovirus 3. Jamur : y Cryptococcus neoformans y Coccidioides immitris PATOFISIOLOGI Agen penyebab

Invasi ke susunan saraf pusat melalui aliran darah

Bermigrasi ke lapisan subarachnoid

Respon inflamasi di piamater, arachnoid, cairan cerebrospinal, dan ventrikuler

Eksudat menyebar di seluruh saraf cranial dan saraf spinal

Kerusakan neurologist

Selain dari adanya invasi bakteri, virus, jamur maupun protozoa, point dentry masuknya kuman juga bisa melalui trauma tajam, prosedur operasi, dan abses otak yang pecah, penyebab lainnya adalah adanya rhinorhea, otorhea pada fraktur basis cranii yang memungkinkan kontaknya cairan cerebrospinal dengan lingkungan luar.

MANIFESTASI KLINIK Keluhan pertama biasanya nyeri kepala. Rasa ini dapat menjalar ke tengkuk dan punggung. Tengkuk menjadi kaku. Kaku kuduk disebabkan oleh mengejangnya otot-otot ekstensor tengkuk. Bila hebat, terjadi opistotonus, yaitu tengkuk kaku dalam sikap kepala tertengadah dan punggung dalam sikap hiperekstensi. Kesadaran menurun.tanda Kernigs dan Brudzinsky positif.

Gejala meningitis tidak selalu sama, tergantung dari usia si penderita serta virus apa yang menyebabkannya. Gejala yang paling umum adalah demam yang tinggi, sakit kepala, pilek, mual, muntah, kejang. Setelah itu biasanya penderita merasa sangat lelah, leher terasa pegal dan kaku, gangguan kesadaran serta penglihatan menjadi kurang jelas. Gejala pada bayi yang terkena meningitis, biasanya menjadi sangat rewel muncul bercak pada kulit tangisan lebih keras dan nadanya tinggi, demam ringan, badan terasa kaku, dan terjadi gangguan kesadaran seperti tangannya membuat gerakan tidak beraturan. Gejala meningitis meliputi : y Gejala infeksi akut  Panas  Nafsu makan tidak ada  Anak lesu y Gejala kenaikan tekanan intracranial  Kesadaran menurun  Kejang-kejang  Ubun-ubun besar menonjol y Gejala rangsangan meningeal  kaku kuduk  Kernig  Brudzinky I dan II positif

DIAGNOSIS Diagnosis kerja ke arah meningitis dapat dipikirkan apabila menemukan gejala dan tanda-tanda klinis meningitis. Gejala dan tanda dari infeksi akut, peningkatan tekanan intrakranial dan rangsang meningeal perlu diperhatikan. Untuk

mengkonfirmasi diagnosis meningitis dilakukan tes laboratorium berupa tes darah dan cairan sumsum tulang belakang. Cairan sumsum tulang belakang diambil dengan proses yang disebut pungsi lumbal (lumbal puncture atau spinal tap). Sebuah jarum ditusukkan pada pertengahan tulang belakang, pas di atas pinggul. Jarum menyedap contoh cairan sumsum tulang belakang. Tekanan cairan sumsum tulang belakang juga dapat diukur. Bila tekanan terlalu tinggi, sebagian cairan tersebut dapat disedot. Tes ini aman dan biasanya tidak terlalu menyakitkan. Namun setelah pungsi lumbal beberapa orang mengalami sakit kepala, yang dapat berlangsung beberapa hari.

KLASIFIKASI MENINGITIS BAKTERI atau PURULENTA Meningitis bakteri atau purulenta adalah radang selaput otak yang menimbulkan proses eksudasi berupa pus yang disebabkan oleh kuman non spesifik dan non virus. Meningitis bakteri merupakan salah satu penyakit infeksi yang menyerang susunan saraf pusat, mempunyai risiko tinggi dalam menimbulkan kematian dan kecacatan. Diagnosis yang cepat dan tepat merupakan tujuan dari penanganan meningitis bakteri. Penyebab meningitis purulenta yang tersering adalah Haemophilus influenza, Diplococcus pneumonia, Neisseria meningitides, Streptococcus B haemolitikus, Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Salmonella sp.

Haemophilus influenza tipe B (HiB)

Streptococcus pneumonia

Neisseria meningitides

ETIOLOGI 1. 2. Neonatus : Escherichia coli, Streptokokus, Listeria Anak : Haemophilus influenza, Neisseria meningitides (meningokokus), Pneumokokus 3. Dewasa: Neisseria meningitides, Pneumokokus, Streptococcus, Staphylococcus PATOGENESA Bakteri mencapai selaput otak dan ruang subarachnoid melalui : - Trauma terbuka kepala - Operasi - Fraktur basis kranium - Langsung dari infeksi telinga, sinus paranasalis, tulang - Hematogen: sepsis, radang paru, infeksi jantung, infeksi kulit, infeksi gigi dan mulut

Patogenesa dari meningitis dapat terjadi melalui beberapa fase : 1. Penyebaran kuman ke tuan rumah 2. Pembentukan kolonisasi pada nasofaring 3. Invasi ke dalam traktus respiratorius 4. Penyebaran hematogen 5. Invasi ke susunan saraf pusat Bila bakteri mencapai ruang subarachnoid akan terjadi proses inflamasi. Neutropil masuk ke dalam ruang subarachnoid menghasilkan eksudat yang purulen. Dalam penilaian secara dasar tampak eksudat berwarna kuning keabu-abuan atau kuning kehijauan. Eksudat paling banyak terdapat dalam sisterna pada daerah basal otak dan seluruh permukaan dari hemisfer dalam mulkus Sylvii dan Rolandi.

Eksudat purulen terkumpul dalam sisterna ini dan meluas ke dalam sisterna basal dan di atas permukan posterior dari medulla spinalis. Eksudat juga dapat meluas ke dalam selubung arachnoid dari saraf cranial dan ruang perivaskuler dari korteks. Dalam jumlah kecil eksudat dapat ditemukan dalam cairan ventrikel dan melekat pada dinding ventrikel dan pleksus choroideus, sehingga cairan ventrikel tampak berawan dan hal ini terjadi pada akhir minggu pertama.

GEJALA KLINIS TRIAS MENINGITIS : y Demam y Sakit kepala y Tanda rangsang meningeal (+) - Muntah, photophobia - Kejang, defisit fokal neurologik (hemiparesis, paresis saraf cranial) - Letargi, iritabilitas, gangguan intelektual, penurunan kesadaran - Gambaran klinis yang khas y y RASH ( PETECHIA, PURPURA ) Eksantema : -Meningococcus : -Pneumococcus -Haemophilus influenza y Artritis, artralgia : -Meningococcus -Haemophilus influenza

PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Lumbal pungsi : -Pemeriksaan LCS (warna keruh, sel meningkat, dominan PMN, protein meningkat) -Pemulasan gram -Kultur dan sensitivitas 2. 3. 4. EEG Darah : perlambatan difus : Leukosit, Hitung jenis, Elektrolit

Radiologik : CT scan otak, cari fokus infeksi (rontgen kepala, rontgen dada)

Diagnosa pasti ditegakkan melalui pemeriksaan lumbal pungsi dan terdapatnya organisme atau antigennya dalam cairan cerebrospinal. Pada pemeriksaan cairan cerebrospinal didapatkan : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Warna opalesen atau keruh dapat terjadi pada hari pertama atau kedua Jumlah sel meningkat lebih dari 100 sel/ml Jenis sel terutama PMN Kadar gula darah turun antar 0-20 mg/ml Kadar protein meningkat, tergantung lama sakit Pada sediaan gram bakteri (+) hampir pada 80% kasus bila belum mendapat pengobatan sebelumnya. 7. 8. Kadar asam laktat dan pH meningkat Pada sediaan dengan methylene blue (+)

PENATALAKSANAAN Terapi bertujuan memberantas penyebab infeksi disertai perawatan intensif suportif untuk membantu pasien melalui masa kritis. Sementara menunggu hasil pemeriksaan terhadap kausa diberikan obat sebagai berikut: 1. Meningitis yang disebabkan pneumokok, meningokok. Ampisilin 12-18 gram intravena dalam dosis terbagi per hari, selama minimal 10 hari atau hingga sembuh. 2. Meningitis yang disebabkan Haemophylus influenzae. Kombinasi ampisilin dan kloramfenikol seperti di atas, kloramfenikol disuntikkan intravena 30 menit setelah ampisilin. Lama pengobatan minimal 10 hari. Bila pasien alergis terhadap penisilin, berikan kloramfenikol saja. 3. Meningitis yagn disebabkan enterobacteriaceae. Sefotaksim 1-2 gram intravena tiap 8 jam. Bila resisten terhadap sefotaksim, berikan: campuran trimetoprim 80 gram dan sulfametoksazol 400 mg per infuse 2 kali 1 ampul per hari, selama minimal 10 hari. 4. Meningitis yang disebabkan Staphylococcus aureus yang resisiten terhadap penisilin. Berikan sefotaksim atau seftriakson 6-12 gram intravena. Bila pasien alergi terhadap penisilin: Vankomisin 2 gram intravena per hari dalam dosis terbagi. 5. Bila etiologi tidak diketahui.

Pada orang dewasa berikan ampisilin 12-18 gram intravena dalam dosis terbagi dikombinasi dengan kloramfenikol 4 gram per hari intravena. Pada anak

ampisilin 400 mg/kgBB ditambah kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari intravena. Pada neonatus ampisilin 100-200 mg/kgBB disertai gentamisin 5 mg/kgBB perhari. Bila setelah diberi terapi yang tepat selama 10 hari pasien masih demam, cari sebabnya di antaranya: 1. Efusi subdural 2. Abses 3. Hidrosefalus 4. Empiema subdural 5. Trombosis 6. Sekresi hormone antidiuretik yang berkurang 7. Pada anak-anak: ventrikulitis

KOMPLIKASI Komplikasi akut meningitis adalah kejang, pembentukan abses, hidrosefalus, sekresi hormon antidiuretik yang tidak sesuai, dan syok septik. Manifestasi berat syok septik dengan koagulasi intravaskular diseminata dan perdarahan adrenal adalah komplikasi meningitis meningokokal (sindrom Waterhouse Friderichsen). Komplikasi penyakit meningokokal lainnya adalah artritis, baik artritis septik atau diperantarai kompleks imun.

MENINGITIS TUBERCULOSA Untuk meningitis tuberkulosa sendiri masih banyak ditemukan di Indonesia karena morbiditas tuberkulosis masih tinggi. Meningitis tuberkulosis terjadi sebagai akibat komplikasi penyebaran tuberkulosis primer, biasanya di paru. Terjadinya meningitis tuberkulosa bukanlah karena terinfeksinya selaput otak langsung oleh penyebaran hematogen, melainkan biasanya sekunder melalui pembentukan tuberkel pada permukaan otak, sumsung tulang belakang atau vertebra yang kemudian pecah kedalam rongga arakhnoid.

Pada pemeriksaan histologis, meningitis tuberkulosa ternyata merupakan meningoensefalitis. Peradangan ditemukan sebagian besar pada dasar otak, terutama pada batang otak tempat terdapat eksudat dan tuberkel. Eksudat yang serofibrinosa dan gelatinosa dapat menimbulkan obstruksi pada sisterna basalis. Meningitis tuberculosa adalah penyulit dari tuberkulosa yang mempunyai morbiditas dan mortalitas yang tinggi, bila tidak diobati. Oleh karena itu penyakit ini memerlukan diagnosa dini dan pemberian pengobatan yang cepat, tepat dan rasional. Insidensi meningkat pada pasien dengan : - resistensi obat - program pemberantasan tidak adekuat - infeksi HIV / AIDS

ETIOLOGI Mycobacterium tuberculosis

PATOFISIOLOGI

BTA masuk tubuh

Tersering melalui inhalasi Jarang pada kulit, saluran cerna

Multiplikasi

Infeksi paru / focus infeksi lain

Penyebaran hematogen

Meningens

Membentuk tuberkel

BTA tidak aktif / dormain

Bila daya tahan tubuh menurun

Rupture tuberkel meningen

Pelepasan BTA ke ruang subarachnoid

MENINGITIS

Terjadi peningkatan inflamasi granulomatous di leptomeningen arachnoid) dan korteks serebri di sekitarnya terkumpul di daerah basal otak.

(piamater dan

menyebabkan eksudat cenderung

GEJALA KLINIS Stadium I : Stadium awal - Gejala prodromal non spesifik : apatis, iritabilitas, nyeri kepala, malaise, demam, anoreksia Stadium II : Intermediate - Gejala menjadi lebih jelas - Mengantuk, kejang, - Defisit neurologik fokal : hemiparesis, paresis saraf kranial(terutama N.III dan N. VII, gerakan involunter - Hidrosefalus, papil edema Stadium III : Advanced - Penurunan kesadaran - Disfungsi batang otak, dekortikasi, deserebrasi

DIAGNOSIS 1. Lumbal pungsi LCS :

-Warna jernih / xantokrom -Sel meningkat -Limfositer -Protein meningkat 10

-Glukosa menurun Periksa : -Ziehl-Neelsen ( ZN ) -PCR ( Polymerase Chain Reaction ) 2. Rontgen thorax -TB apex paru -TB milier 3. CT scan otak - Penyengatan kontras ( enhancement ) di sisterna basalis - Tuberkuloma - Komplikasi 4. MRI : massa nodular, massa ring-enhanced : hidrosefalus

TERAPI 1. Rifampicin ( R ) Efek samping 2. INH ( H ) Efek samping 3. Pyrazinamid ( Z ) Efek samping 4. Streptomycin ( S ) Efek samping 5. Ethambutol ( E ) Efek samping Nama Obat INH : Neuritis optika DOSIS Dewasa : 10-15 mg/kgBB/hari + piridoksin 50 mg/hari Anak : 20 mg/kgBB/hari : Gangguan pendengaran dan vestibuler : Hepatotoksik : Hepatotoksik, defisiensi vitamin B6 : Hepatotoksik

Streptomisin

20 mg/kgBB/hari i.m selama 3 bulan

11

Etambutol

25 mg/kgBB/hari p.o selama 2 bulam pertama Dilanjutkan 15 mg/kgBB/hari

Rifampisin

Dewasa : 600 mg/hari

Anak 10-20 mh/kgBB/hari

Disamping itu, tuberkulostatik dapat diberikan rangkaian pengobatan dengan deksametason untuk menghambat edema serebri dan timbulnya perlekatan-perlekatan antara araknoid dan otak.

Steroid Diberikan untuk: y Menghambat reaksi inflamasi y Mencegah komplikasi infeksi y Menurunkan edema serebri y Mencegah perlekatan y Mencegah arteritis/infark otak Indikasi: y Kesadaran menurun y Defisit neurologist fokal Dosis: Deksametason 10 mg bolus intravena, kemudian 4 kali 5 mg intravena selama 2 minggu selanjutnya turunkan perlahan selama 1 bulan.

DIAGNOSA BANDING - Meningitis bakteri dengan terapi tidak adekuat - Infeksi jamur - Encefalitis viral

12

MENINGITIS VIRAL

Disebut juga dengan meningitis aseptic, terjadi sebagai akibat akhir / sequel dari berbagai penyakit yang disebabkan oleh virus seperti campak, mumps, herpes simpleks dan herpes zooster. Pada meningitis virus ini tidak terbentuk eksudat dan pada pemeriksaan cairan cerebrospinal tidak ditemukan adanya organisme. Inflamasi terjadi pada korteks cerebri, white matter, dan lapisan menigens. Terjadinya kerusakan jaringan otak tergantung dari jenis sel yang terkena. Pada herpes simpleks, virus ini akan mengganggu metabolisme sel, sedangkan jenis virus lain bisa menyebabkan gangguan produksi enzyme neurotransmitter, dimana hal ini akan berlanjut terganggunya fungsi sel dan akhirnya terjadi kerusakan neurologis.

ETIOLOGI - Sering : ENTEROVIRUS Coxsackie dan Echovirus termasuk dalam family Enterovirus merupakan hampir 50% penyebab dari meningitis virus (meningitis aseptic). - Virus neurotropik

GAMBARAN KLINIS - TRIAS MENINGITIS : o Sakit kepala o Demam o Tanda rangsang meningeal (kaku kuduk, Kerniq, Brudzinski) - Muntah, irritabilitas, malaise, photophobia, myalgia

DIAGNOSA 1. Pungsi lumbal LCS : -Tekanan meningkat -Sel meningkat (awal PMN - Warna jernih - Peotein normal/ sedikit meningkat -Glukosa normal Periksa : -PCR ( Polymerase Chain Reaction ) : DNA / RNA virus 13 limfositer)

-Kultur virus -Titer antibodi 2. Darah -Titer antibodi 3. Swab orofaring, feses -Kultur virus

TERAPI 1. Simptomatik

MENINGITIS JAMUR

Meningitis oleh karena jamur merupakan penyakit yang relatif jarang ditemukan, namun dengan meningkatnya pasien dengan gangguan imunitas, angka kejadian meningitis jamur semakin meningkat. Problem yang dihadapi oleh para klinisi adalah ketepatan diagnosa dan terapi yang efektif. Sebagai contoh, jamur tidak langsung dipikirkan sebagai penyebab gejala penyakit / infeksi dan jamur tidak sering ditemukan dalam cairan cerebrospinal (CSS) pasien yang terinfeksi oleh karena jamur hanya dapat ditemukan dalam beberapa hari sampai minggu pertumbuhannya.

ETIOLOGI 1. Cryptococcus neoformans Cryptococcus neoformans adalah jamur seperti ragi (yeast like fungus) yang ada dimana-mana di seluruh dunia. Jamur ini menyebabkan penyakit jamur sistemik yang disebut cryptococcis, dahulu dikenal dengan nama Torula hystolitica. Jamur ini paling dikenal sebagai penyebab utama meningitis jamur dan merupakan penyebab terbanyak morbiditas dan mortalitas pasien dengan gangguan imunitas. Cryptococcus neoformans dapat ditemukan pada kotoran burung (terutama merpati), tanah, binatang juga pada kelompok manusia (colonized human). Dengan adanya AIDS, insiden Cryptococcal meningitis meningkat drastis. Di Amerika, meningitis ini termasuk lima besar penyebab infeksi opportunistik pada pasien AIDS.

14

2. Coccidioides immitris

PATOGENESA Ada tiga pola dasar infeksi jamur pada susunan saraf pusat yaitu, meningitis kronis, vaskulitis, dan invasi parenkimal. Pada infeksi Cryptococcal jaringan menunjukkan adanya meningitis kronis pada leptomeningen basal yang dapat menebal dan mengeras oleh reaksi jaringan penyokong dan dapat mengobstruksi aliran likuor dari foramen luschka dan magendi sehingga terjadi hydrocephalus. Pada jaringan otak terdapat substansia gelatinosa pada ruang subarachnoid dan kista kecil di dalam parenkim yang terletak terutama pada ganglia basalis pada distribusi arteri lentikulostriata. Lesi parenkimal terdiri dari agregasi atau gliosis. Infiltrate meningen terdiri dari sel-sel inflamasi dan fibroblast yang bercampur dengan Cryptococcus. Bentuk granuloma tidak sering ditemukan, pada beberapa kasus terlihat reaksi inflamasi kronis dan reaksi granulomatosa sama dengan yang terlihat pada Mycobacterium tuberculosa dengan segala bentuk komplikasinya.

GEJALA KLINIS Gejala klinis infeksi jamur pada susunan saraf pusat tidak spesifik seperti akibat infeksi bakteri. Pasien paling sering mengalami gejala sindroma meningitis atau sebagai meningitis yang tidak ada perbaikan atau semakin progresif selama observasi (paling kurang empat minggu). Manifestasi klinis lainnya dapat berupa kombinasi beberapa gejala seperti demam, nyeri kepala, lethargi, confuse, mual, muntah, kaku kuduk atau defisit neurologis. Sering kali hanya satu atau dua gejala utama yang dapat ditemukan pada gejala awal.

DIAGNOSA Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan tambahan seperti laboratorium cairan cerebrospinal. Gambaran cairan cerebrospinal infeksi Cryptococcus sama dengan meningitis tuberculosa. Diagnosa dapat dibuat dengan menemukan Cryptococcus dalam cairan cerebrospinal dengan pewarnaan tinta India, kultur dalam media sabouraud dan berdasarkan hasil inokulasi pada hewan percobaan. Jamur ini juga dapat dikultur dari urine, darah, feses, sputum, dan sumsum tulang. Pemeriksaan antigen Cryptococcus pada serum dan cairan cerebrospinal dapat

15

menegakkan diagnosa, dapat dikultur dari urine, darah, feses, sputum, dan sumsum tulang.

Karakteristik LCS yang ditemukan pada meningitis jamur y 10-500 sel/mm3 (dengan dominasi limfosit) y Peningkatan kadar protein y Penurunan kadar gula biasanya sekitar 15-35 mg y Kultur bakteri yang negatif membedakan dengan meningitis bakterial

TERAPI Terapi dengan Amfoterisin B memperlihatkan hasil yang baik. Amfoterisin B diberikan tiap hari intravena dengan dosis 0,5 mg/Kg, diberikan enam sampai sepuluh minggu, tergantung dari perbaikan klinis dan kembalinya cairan cerebrospinal ke arah normal. Amfoterisin B dapat diberikan dengan 5-flurocytosine 150 mg/Kg per hari (dalam empat dosis). Kombinasi ini memberikan hasil yang baik.

PERBANDINGAN GAMBARAN LCS ANTARA MENINGITIS PURULENTA, TB, VIRAL, DAN JAMUR PURULENTA Tekanan >180 mm H2 O TUBERKULOSA Bila didiamkan terbentuk pelikula Mikroskopis : kuman TBC VIRUS JAMUR

Warna Sel

Keruh sampai purulen Leukosit meningkat 95 % PMN

Protein Klorida Glukosa

Jernih atau xantokrom Meningkat, <500/mm3, MN dominan Meningkat, >75 mg% meningkat Menurun, <700 mg% Menurun, <40 mg %, atau < 40 % gula darah menurun menurun

Pemeriksaan Kultur bakteri negatif mikroskopik Biakan cairan otak Pemeriksaan serologik serum dan cairan otak Jernih Jernih Meningkat antara 101000/mm3 Normal / sedikit meningkat Normal Normal 10 -500 sel/mm3 dengan dominasi limfosit Meningkat

Menurun, sekitar 15-35 mg

16

DAFTAR PUSTAKA

1. Aminoff, MJ et al. 2005. Lange medical book : Clinical Neurology, Sixth Edition, Mcgraw-Hill. 2. Ropper, AH., Brown, Robert H. 2005. Adams & Victors Principles of Neurology, Eight Edition, McGraw-Hill. 3. Anonim. 2007. Apa Itu Meningitis. URL:

http://www.bluefame.com/lofiversion/indexphp/t47283.html 4. Ellenby, M., Tegtmeyer, K., Lai, S., and Braner, D. 2006. Lumbar Puncture.The New England Journal of Medicine. 12 : 355 URL: http://content.nejm.org/cgi/reprint/355/13/e12.pdf 5. Harsono. 2003. Meningitis. Kapita Selekta Neurologi. 2 URL:

http://www.uum.edu.my/medic/meningitis.htm 6. Japardi,I. 2002. Meningitis Meningococcus. USU digital library URL: http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi23.pdf 7. Quagliarello, VJ., Scheld W. 1997. Treatment of Bacterial Meningitis. The New England Journal of Medicine. 336 : 708-16 URL:

http://content.nejm.org/cgi/reprint/336/10/708.pdf 8. Yayasan Spiritia. 2006. Meningitis Kriptokokus. Lembaran Informasi 503. URL: http://spiritia.or.id/li/bacali.php?lino=503

17

BAB II ILUSTRASI KASUS IDENTITAS PASIEN : Nama : Nn. MGS

Jenis kelamin : Perempuan Umur : 15 tahun

Suku bangsa : Minangkabau Alamat Pekerjaan : Kayu Aro Bungus : Pelajar

Alloanamnesis : Seorang pasien, Nn. MGS, perempuan, umur 15 tahun dirawat di bangsal Neurologi RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 25 Juli 2010 dengan:

Keluhan Utama : Penurunan kesadaran sejak 1 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit

Riwayat Penyakit Sekarang : y Penurunan kesadaran sejak1 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Awalnya timbul jerawat di pipi kanan yang berkembang menjadi bisul sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, 2 hari kemudian bisul meluas ke mata kanan dan berlanjut ke mata kiri. y Demam tinggi dan nyeri kepala hebat di bagian samping kepala sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. 2 hari kemudian pasien kelihatan sangat mengantuk dan hanya menyahut bila dipanggil, tampak anggota gerak kanan pasien kurang aktif dibandingkan anggota gerak kiri. y y y Mual dan muntah tidak ada Kejang tidak ada Pada rawatan hari ke 29, tanggal 23 agustus 2010 ditemukan perbaikan kesadaran, demam masih ada, dan pasien tidak bisa bicara.

18

Riwayat Penyakit Dahulu : y Pasien tidak pernah mengalami batuk-batuk lama, sakit gigi, infeksi telinga, hidung dan trauma sebelumnya. y Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya.

Riwayat penyakit keluarga : y Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini.

Riwayat pribadi dan sosial : y Pasien seorang pelajar kelas 1 SMA

PEMERIKSAAN FISIK I. Umum (23 agustus 2010)

Keadaan umum : sedang Kesadaran Nadi/ irama Pernafasan Tekanan darah Suhu Turgor kulit : Compos Mentis, GCS E M5 V2) : nadi teraba kuat, teratur, 84x/menit : torakoabdominal, teratur, 24x/menit : 140/70 mmHg : 38,2oC : baik

II. Status internus Kulit : tampak kulit sembab berwarna kemerahan di pipi kanan dan dahi

Kelenjar getah bening Leher Aksila Inguinal Rambut Mata Torak Paru Inspeksi Palpasi : : normochest, simetris kiri dan kanan keadaan statis dan dinamis : fremitus sukar dinilai : tidak teraba pembesaran KGB : tidak teraba pembesaran KGB : tidak teraba pembesaran KGB : hitam, tidak mudah dicabut : edem palpebra ODS, sekret bernanah campur darah

19

Perkusi

: sonor

Auskultasi : bronkovesikuler, ronkhi + basah di basal paru kanan, wheezing -/Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi : : ictus cordis tak terlihat : ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V : batas jantung dalam batas normal

Auskultasi : irama murni, teratur, bising (-) Abdomen Inspeksi Palpasi Perkusi : tidak membuncit : hepar dan lien tak teraba : timpani

Auskultasi : bising usus (+) N Korpus vertebrae Inspeksi Palpasi Alat kelamin : deformitas (-) : gibus (-) : tidak diperiksa

III. Status neurologikus 1. Tanda rangsangan selaput otak y y y y 2. Kaku kuduk Brudzinsky I Brudzinsky II Tanda Kernig : (+) : (-)/(+) : (-)/(+) : (+)

Tanda peningkatan tekanan intrakranial y y Pupil anisokor, diameter 3m/4mm, reflek cahaya +/+, papil edema (-) Muntah proyektil tidak ada

3.

Pemeriksaan nervus kranialis N. I (Olfaktorius) : tidak bisa dinilai N. II (Optikus) : Refleks ancam (+) N. III (Okulomotorius),N. IV (Trochlearis), N. VI (Abdusen): dolls eyes movement bergerak

20

N. V (Trigeminus) : refleks kornea + N. VII (Fasialis) : plika nasolabialis kanan lebih datar dibandingkan kiri N. VIII (Vestibularis) : refleks auditorik (+) N. IX (Glossopharyngeus), N. X (Vagus) : refleks muntah (+), arkus faring simetris, uvula ditengah N. XI (Asesorius) : sukar dinilai N. XII (Hipoglosus) : deviasi lidah ke kiri saat istirahat

4.

Koordinasi : tidak bisa dinilai

5.

Motorik Gerakan : dengan rangsangan nyeri, ekstremitas kanan kurang aktif Kekuatan : dengan tes jatuh, angggota gerak kanan lebih dulu jatuh Tonus Tropi : hipertonus : eutrofi

6.

Sensorik Nyeri : respon (+) dengan ransangan nyeri

Sensibilitas: sukar dinilai 7. Fungsi otonom Miksi Defekasi : unhibited bladder (+) : terganggu

Sekresi keringat : ada 8. Refleks RF: Biseps Triseps KPR APR : ++/++ : ++/++ : ++/++ : ++/++

Dinding perut : ++/++ RP : Babinsky Chaddok Oppenheim Schaefer : +/+ : +/: +/: +/21

Gordon

: +/-

Hoffman trommer : -/9. Fungsi luhur : sukar dinilai

Pemeriksaan laboratorium Darah : Rutin : Hb Leukosit Trombosit Hematokrit LED Kimia darah : Ureum Kreatinin : 10,5 gr/dl : 23.200/mm3 : 357.000/mm3 : 32% : 132 mm/jam : 113 mg/dl : 1,2 mg/dl

Gula darah random : 301 mg/dl Na/K/Cl : 148/5,6/115 mmol/L

Pemeriksaan penunjang y y y EKG : kesan sinus takikardi Rontgen Foto Thorak : tampak infiltrat di lapangan paru kanan LP Analisa LCS: Makroskopis : volume 1 cc, kekeruhan tidk keruh, warna bening jernih Mikroskopis : Jumlah sel 4/mm3, hitung jenis PMN 74 %, hitung jenis MN 26 % Kimia : protein reagen tidak ada, glukosa 360 mg/dl Diagnosis : Diagnosis Klinis : Penurunan kesadaran + hemiparese dekstra + parese N VII, N XII dextra tipe sentral + meningitis subakut Dianosis Topik Diagnosis Etiologi Diagnosis Sekunder : leptomeningen + hemisfer subkortek serebri sinistra : infeksi bakteri : Sepsis Selulitis orbita ODS

22

Diagnosis Banding Meningitis purulenta

Prognosis : Quo ad vitam Quo ad sanam Quo ad fungsionam : dubia ed malam : dubia ed malam : dubia ed malam

Terapi : Umum : Elevasi kepala 30 derajat IVFD NaCl 0,9 % 12 jam/kolf Awasi keadaan umum (ABCD) O2 3L/menit Pasang NGT, MC 6x300 cc hari Kateterisasi urine, hitung balance cairan Khusus : Ceftriakson 2x2 gram Inj Ciprofloxacin 2x200 mg IV Dexametason 4x5 mg IV Citicolin 2 x 250 mg (IV) Alinamin F 1x25 mg Paracetamol 3x500 mg OAT : INH 1x300 mg Pyrazinamide 1x400 mg Rifampisin 1x150 mg

Anjuran pemeriksaan 1. Brain CT-Scan 2. Pemeriksaan BTA sputum 3. Biakan LCS 4. Pemeriksaan IgG anti TB

23

FOLLOW UP

27 Juli 2010 : S/ Penurunan kesadaran Demam (+) Kedua mata bengkak dan merah O/ KU Berat Kesadaran Soporus TD 140/80 Nd 80 x/ menit Nf 24 x/menit T 390C

Status neurologikus: GCS E2M5V2 9 TRM : Kaku kuduk (+) Brudzinsky I -/+ TIK Nervus kranialis: pupil anisokor, +/+ Motorik : dengan rangsangan nyeri, kanan kurang aktif Sensorik : respon terhadap nyeri baik Otonom : terpasang kateter RF : ++/++ RP : +/+ D/ hemiparese dextra + parese N VII, XII dextra tipe sentral + meningitis sub akut DS/ Sepsis Sellulitis orbita ODS Hiperglikemia 3mm/4mm, refleks cahaya Kernig sign : -/+ Brudzinsky II -/+

Konsul bagian mata :


Dextra Visus Palpasi Konjungtiva Belum bisa dinilai Edema +, hiperemis + Perdarahan +, kemosis + Kornea COA Bening Cukup dalam subkonjungtiva Sinistra Belum bisa dinilai Edema +, hiperemis + Perdarahan +, kemosis + Bening Cukup dalam subkonjungtiva

24

Pupil Lensa Gerak

Bulat, RC +/+ Bening Belum bisa dinilai

Bulat, RC +/+ Bening Belum bisa dinilai

Kesan : Selullitis orbita ODS Anjuran: Tunggu hasil LCS Cek GDR Konsul penyakit dalam Terapi : Umum : Elevasi kepala 30 derajat IVFD NaCl 0,9 % 12 jam/kolf Awasi keadaan umum (ABCD) O2 3L/menit Pasang NGT, MC 6x300 cc hari Kateterisasi urine, hitung balance cairan Khusus : Ceftriakson 2x2 gram Inj Ciprofloxacin 2x200 mg IV Dexametason 4x5 mg IV Citicolin 2 x 250 mg (IV) Alinamin F 1x25 mg Paracetamol 3x500 mg OAT : INH 1x300 mg Pyrazinamide 1x400 mg Rifampisin 1x150 mg

28 Juli 2010 : S/ Penurunan kesadaran Demam (+) Kedua mata bengkak dan merah O/ KU Berat Kesadaran Soporus TD 150/80 Nd 78 x/menit Nf 26 x/menit T 38,90C

Status neurologikus: GCS E2M5V2 9 25

TRM : Kaku kuduk (+) Brudzinsky I -/+ TIK Nervus kranialis: pupil anisokor, +/+

Kernig sign : -/+ Brudzinsky II -/+

3mm/4mm, refleks cahaya

Motorik : dengan rangsangan nyeri, kanan kurang aktif Sensorik : respon terhadap nyeri baik Otonom : terpasang kateter RF : ++/++ RP : +/+ D/ hemiparese dextra + parese N VII, XII dextra tipe sentral + meningitis sub akut DS/ Sepsis Sellulitis orbita ODS Hiperglikemia Hasil Konsul pnyakit dalam : Gula darah 354 mg/dl Ureum Na/K/Cl 148/5,6/115 Kesan :
Meningitis purulenta + selullitis orbita ODS Acute kidney injury e.c susp dehidrasi + sepsis Hiperglikemia

Anjuran: IVFD RL 4 jam/kolf Antibiotik dan kombinasi Cek gula darah tiap 4 jam
Bila GD < 200 200 250 250 300 301 350 > 350 Suntik insulin (SC) unit 5 unit 10 unit 15 unit 20 unit

Terapi : lanjut

26

29 Juli 2010 : S/ belum ada perbaikan Demam (+) O/ KU Berat Kesadaran Soporus TD 130/70 Nd 80 x/menit Nf 22 x/menit T 38,20C

Status neurologikus: GCS E2M5V2 9 Dolls eyes movement bergerak TRM : Kaku kuduk (+) Brudzinsky I -/+ TIK Nervus kranialis: pupil anisokor, +/+ Motorik : dengan rangsangan nyeri, kanan kurang aktif Sensorik : respon terhadap nyeri baik Otonom : terpasang kateter RF : ++/++ RP : +/+ D/ hemiparese dextra + parese N VII, XII dextra tipe sentral + meningitis sub akut DS/ Sepsis Sellulitis orbita ODS Hiperglikemia Th/: lanjut Anjuran: Konsul bagian paru Ro foto thoraks SD SD SD SD 3mm/4mm, refleks cahaya Kernig sign : -/+ Brudzinsky II -/+

Sensorik : baik Otonom : baik P/ IVFD RL - Citicolin 2 x 250 mg (IV) Ranitidin 2 x 1 amp 27

Cefotaxim 1 x 1 Metil prednisolon 1 x 1 08/11/09 : Pasien Pulang 23 Agustus 2010 : S/ Bukaan mata spontan (+) Demam (+) Mual muntah (-) Sakit kepala (-) Kejang (-) O/ KU Sedang Kesadaran CM Afasia TD 110/70 Nd 92 x/menit Nf 22 x/menit T 37,80C

Status neurologikus: GCS E2M5V2 9 Dolls eyes movement bergerak Pupil anisokhor, 3mm/4mm, reflek cahaya +/+ TRM : Kaku kuduk (+) Brudzinsky I -/+ TIK : (-) Nervus kranialis: pupil anisokor, 3mm/4mm, refleks cahaya Kernig sign : -/+ Brudzinsky II -/+

+/+, refleks kornea +/+, refleks muntah () Motorik : dengan rangsangan nyeri, kanan kurang aktif Sensorik : respon terhadap nyeri baik Otonom : terpasang kateter RF : ++/++ RP : +/+ D/ hemiparese dextra + parese N VII, XII dextra tipe sentral + meningitis sub akut DS/ Sepsis Sellulitis orbita ODS Hiperglikemia Th/: lanjut

28

DISKUSI

Telah dirawat seorang pasien laki-laki berumur 82 tahun sejak tanggal 06 November 2009 di RS Ahmad Mochtar dengan diagnosis klinik penurunan kesadaran ec stroke hemoragik. Diagnosa topik yaitu korteks serebri dan diagnosa etiologi stroke hemoragik. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan anamnesis diketahui bahwa pasien datang dengan penurunan kesadaran sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit .Dirasakan tiba-tiba saat pasien tertidur. Demam dialami sejak 4 hari yang lalu,disertai dengan batuk.Pasien juga menderita hipertensi sejak 1 tahun yang lalu.Penyakit jantung baru diketahui.Riwayat trauma kepala disangkal.Riwayat kejang disangkal.. Hal ini mendukung untuk stroke hemoragik. Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran pasien somnolen dengan GCS 11 (E3M5V3). Pada status neurologi sulit dinilai pada nervus kranialis namun didapatkan kaku kuduk, brudzinki, babinski group positif. Pada pasien ini dianjurkan untuk melakukan CT scan kranial yang bertujuan unutk mengetahui lokasi dari stroke hemoragik. Karena berdasarkan dari hasil pemeriksaan penunjang, dapat di berikan terapi khusus yang sesuai. Penatalaksanaan pada pasien ini adalah pemberian citicolin sebagai metabolit activator,ranitidine sebagai anti histamine,metilprednisolon sebagai anti udem,dan cefotaxim sebagai antibiotic. Prognosis pada pasien dengan stroke hemoragik ini mengarah ke perburukan,dilihat dari keadaan umum pasien.Dan harus segera diterapi sesuai dengan etiologi yang di dapat secara teratur

29

30

Anda mungkin juga menyukai