Anda di halaman 1dari 7

Proseding Makalah Pembangunan dan Masalah Sosio-Ekonomi di Riau: Sumbangan Pemikiran Indonesia-Malaysia Kampus UR Gobah Pekanbaru, Kamis 16 April

2009

[Type text] KRITIK MASSYARAKAT BAGI DOKTER DI RIAU ERWIN WAHID MD MS UNISEL SELANGOR MALAYSIA ABSTRAK Kritik masyarakat bagi dokter di Indonesia ataupun di Riau masalah cenderung tidak jauh berbeda. Undang-Undang Praktek Kedokteran No. 29 tahun 2004 mulai tampak berkesan realisasi otonomi pasien, pasien menggunakan hak-hak kesehatannya. Pakar Daryl Pullman hubungan autonomy vs paternalism berbanding terbalik, dulu model hubungan dokter-pasien bersifat pure paternalism mungkin kini menjadi informative semacam model provider-consumer relationship.

PENDAHULUAN Suatu upaya kesehatan, apakah itu kuratif maupun preventif, tidak barhasil tanpa peran serta masyarakat itu sendiri. Dalam hal kuratif upaya tersebut tidak berhasil tanpa peran serta pasien itu sendiri. Karena itulah interaksi dokter dan pasien penulis usulkan dalam format informative. Informative model, kadang dipanggil secara ilmiah, keahlian tehnik atau model konsumen. Dalam model ini, dokter memberikan nyata seluruh informasi yang bagus, pasien ke seleksi intervensi kedokteran, dan untuk dokter kepada pelaksanaan intervensi seleksi. Dokter memberikan penjelasan kepada pasien, dari kemungkinan diagnostik dan intervensi terapeutik, dan kemungkinan dari resiko dan keuntungan berhubungan dengan intervensi, dan sebuah ketidaktentuan dari pengetahuan. Pada keadaan ekstrim, pasien dapat mengetahui seluruh informasi kedokteran mengenai penyakitnya dan seleksi intervensi yang ada mempunyai nilai yang paling baik. Infomartive model mengira perbedaan antara fakta dan nilai. Nilai pasien adalah terbatas baik dan diketahui, pasien tidak punya fakta. Kewajiban dokter untuk menglengkapi seluruh fakta yang ada, nilai pasien menunjukkan pengobatan yang diberikan. Dokter mengerti dari nilainilai pasien. Dalam model ini, dokter seorang penyetor dari keahlian tehnik, dokter mempunyai kewajiban-kewajiban untuk memberikan informasi, memelihara kompentensi. Konsep otonomi pasien kontrol pasien terhadap membuat keputusan medis. Untuk pasien yang dirawat di rumah sakit, format informative ditambah dengan perawat, terciptalah informasi segitiga dokter-pasien-perawat. Peran aktip pasien bermakna dalam kaitan upaya penyembuhan.

[Type text]

KRITIK GLOBAL Pengetahuan dokter mempunyai tanggungjawab terhadap masyarakat dimana ia tinggal telah diperluas ini disebut kesehatan global. Hubungan dokter-pasien merupakan pondasi dalam praktek kedokteran dan juga etika kedokteran. Deklarasi Geneva dokter menyatakan: kesehatan pasien menjadi pertimbangan pertama saya dan Kode etika Kedoteran Internasional menyebutkan: dokter harus memberikan kepada pasiennya loyalitas penuh dan seluruh pengetahuan yang dimilikinya. Interpretasi hubungan tradiosinal seperti paternalistik, dokter membuat keputusan dan pasien menerima saja. Hal itu tidak dapat diterima secara etika dan kadang sangat prolematik. Ivan Illich didalam bukunya Medical Nemesis (1975) kritik sebagai berikut: dunia kedokteran telah menjadi semacam ancaman bagi kesehatan. The iatrogenic diseases, penyakit penyakit yang disebabkan oleh dokter misalnya karena salah obat, salah diagnosis dan lain-lain. Lebih itu, beliau menilai dunia kedokteran sebenarnya tidak banyak berbuat dalam mempengaruhi trend penyakit-penyakit di dunia Barat dewasa ini. Sebaliknya, tehnologilah yang telah berjasa dengan perbaikan perumahan, prasarana, industry dan lain-lain. Beliau (1976) mengkritik: seperti monopoli kedokteran di atas perawatan kesehatan memperluas tanpa pencegah dan telah melanggar batas diatas kebebasan kita dengan hormat untuk tubuh kita. Masyarakat telah menyerahkan kepada dokter yang bijak untuk menunjukkan apa terdapat penyakit, yang mana boleh menjadi sakit dan apa akan berbuat kepada orang. Dalam Journal of the American Academy of Arts and Sciences (Daedalus, winter 1977), Rene C. Fox menulis landasan tesis Ivan Illich selalu memperkecil arti kemajuan-kemajuan dalam pencegahan, diagnosis, dan pengobatan semenjak berhasilnya penemuan-penemuan bidang bakteriologi di samping terlalu mempercayai peran hal-hal yang bukan kedokteran dalam kemajuan kesehatan dewasa ini. David Makofsky, dalam majalah Society, January-February 1977 menulis ketidakmampuan dari para dokter telah meluas. Sekitar 5% (16.000 orang) dari para dokter yang praktek di US sebenarnya tidak layak untuk berpraktek. Kenapa? Mereka ini sakit jiwa, kecanduan obat atau sudah ketinggalan zaman menyebabkan malpraktek. Meningkatnya komersialisasi dalam pelayanan kesehatan maka pelayanan kesehatan menjadi suatu komiditas yang diperjualbelikan, seperti barang dagangan atau jasa yang disebut kapitalis medis. Perluasan fasilitas medical-industrial complex hampir dengan mengingat 2

[Type text] permintaan terhadap pelayanan kesehatan tidak terbatas, masing-masing profesi dan perusahaan menemukan penyakit sebagai sumber keuntungan, maka perusahaan besar yang bergerak dalam bidang kesehatan tidak ragu untuk mengeksploitasi pasien, pasien menanggung beban dalam bentuk mahalnya biaya pelayanan kesehatan. Delapan orang pasien jantung dari Indonesia berobat ke Sidney Australia. Selama di Indonesia memperoleh obat X. Di Sidney, dokter yang mengobati memberikan obat Y untuk penyakit sama. Kemudian salah seorang pasien bertanya. Mengapa? Jawab dokter itu. Obat Y adalah lebih baik dan juga murah. Mengapa kita harus obat X? Kasus dokter Indonesia enggan pakai stent gratis pada pembuluh darah jantung. Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari (Jakarta Maret 23, 2009) mengunkap banyak doktor jantung yang ingin mendapat komisi dari perusahan asing dengan alat selain yang diwajibkan Kementerian Kesehatan. Kapitalis medis di Indonesia telah dicegah dengan upaya Kesepakatan Bersama Etika Promosi Obat antara GP Farmasi Indonesia dan Ikatan Dokter Indonesia, lampiran surat PB IDI No. 3509/PB/A.3/02/2009 tanggal Januari 27, 2009: Do and Dont salah satunya Dont for doctors.

KRITIK LOKAL

Pada tahun 2003, banyak media di Indonesia menggunakan dan memperkenalkan malpraktek yang ditujukan kepada dokter melakukan kesalahan dalam praktek kedokteran dan seiring sama terjadi crisis of malpractice, dokter mulai banyak dituntut ke muka pengadilan. Rentang masa tahun 1995-2003 berjumlah 15 orang, dilaporkan ke Polda Metro Jaya (2004) berjumlah 20 korban dan dilaporkan surat kabar Republika (2004) berjumlah 22 korban. Majalah Tempo Agustus 21, 1976 tahun VI no 25, beberapa dokter rumah sakit mengandung aspek asosial, tidak sesuai dengan kode etika dan aspek pelayanan profesional. Antaranya mengenai masalah kesalahan diagnosis, hubungan dokter senior-yunior, keengganan dokter ke desa, serta jenjang umum-spesialis, dan lain-lain. Tabrani Rab, dalam Tempias (2002-2005) kalau prafesi dokter sudah menjadi mafia. Menarik saat ini adalah fenomena para dokter. Rupanya selain praktik ada pula namanya koperasi simpan pinjam. Beliau bertanya apa artinya alkes. Lalu dijelaskan artinya alat kesehatan. Karena rumah sakit ada saja salahnya membeli alat-slat yang tidal pas maka alkes 3

[Type text] inipun beredarlah dari satu tangan ke tangan yang yang lain. Tapi kalau orang kampung datang berobat kemudian operasi dan dokter bedah bermain dengan alkes, ini namanya tentulah mafia masuk dunia kedokteran alias mafia dokter. Bila alat panjang semester sementara yang dipakai cuma 2 cm maka dibebankan juga pada pasien sepanjang semester. Sewa alkes ini tak tanggungtanggung, untuk satu operasi sampai 3.5 4.5 juta rupiah. Kalau pasien ini masuk rumah sakit umum karena tak berduit kalau operasi tunggulah dokter operasi, biasa malaikat maut duluan datang ketimbang tangan pertolongan dokter. Harian Kopi Riau (2007), Pemerintah sudah cukup maksimal untuk meringan beban rakyat miskin dalam sektor pelayanan kesehatan. Ibarat dewa penolong Askes menjadi satusatunya tumpuan harapan masyarakat warga miskin untuk meniti benang menuju rumah sakit. Rumah sakit bukan lagi dianggap neraka melainkan surga karena rakyat miskin diberi kesempatan berobat gratis. Tentunya rakyat sehat negaranya pun kuat. Namun program mulia dari pemerintah itu tidak seluruhnya direspon pihak rumah sakit dan dokter tentunya. Kebijakan pemerintah itu ternyata juga mengahasilkan tidaknya rumah sakit dan oknum dokter terhadap pasien Askeskin. Saling menyalahkan Askes nunggak lalu dituduh sebagai biang keladi buruknya pelayanan warga miskin di rumah sakit. Tentu korbannya pasien miskin yang tertunda kesembuhannya. Salah satu korbannya adalah pasien Askeskin. Pasien (16) yang mengalami gagal operasi patah tulang di rumah sakit pemerintah Pekanbaru Riau karena terbentur masalah keuangan melapor ke polisi diduga malpraktik dan abaikan pasien Askeskin. Pasien mendapat perlakuan dan pelayanan buruk dari oknum dokter dimana ia dirawat. Semua itu berawal dari status sosialnya yang rendah. Kalau dipandang cari sudut sistem sosial yang lebih luas, pelayanan kesehatan merupakan salah satu dimensi stratifikasi. Akan tetapi, dalam lembaga kedokteran itu sendiri, terdapat sejumlah bentuk strafikasi yang dapat mempengaruhi pelayanan, hubungan antra petugas, serta interaksi antara dokter dan pasien. Pelayanan kurang citra rumah sakit pemeritah turun. Sehingga banyak orang berobat keluar negeri, kata Afrizal anggota DPRD Pekanbaru (Riau Pos, 2007), Zali (30) pun warga Selat Panjang yang ibunya dirawat di ruang kelas 3 Cendrawasih karena menderita tumor di bagian perutnya mendapat kesulitan pelayanan. Dalam institusi kedokteran itu sendiri, pandangan tentang kelas sosial dapat diterapkan pada berbagai kelompok petugas kesehatan, petugas administrasi serta pasien. Dengan penstrafikasian melalui pemilikan atas wewenang medis maka setiap kelompok memiliki kepentngan yang bertentangan satu sama lain. Sama 4

[Type text] halnya dengan kaum buruh yang menepati posisi dikendalikan dalam struktur ekonomi kapitalis maka dalam hirarki medis posisi pasien berada di bawah profesi kesehatan serta petugas administrasi kesehatan. Potensi pengekploitasian pasien terdapat sistem kesehatan, sedangkan pengekploitasian kaum pekerja terdapat pada sistem ekonomi kapitalis. Kunjungan Persatuan Guru Swasta Riau ke Melaka melakukan MoU dengan Putra Spesialist Hospital dan Mahkota Hospital. Tujuannya untuk mempermudah guru swata dan keluarga yang ingin berobat. Tiap bulannya rumah sakit jiran menerima 17 ribu pasien. Sekitar 4 ribu pasien datangnya dari Indonesia sedangkan 2 ribu di antaranya dari Pekanbaru. Wajar berobat ke luar negeri (Oktober, 2007), wakil Ketua Komisi IX DPR, Mac Sopacua dengan gamlang mengatakan: pantas saja masyarakat Riau banyak berobat ke luar negeri, dokter tidak melayani pasien dengan senyum.

PATERNALISTIK VS OTONOMI PASIEN Malpraktek telah menjadi bumerang dalam praktek kedokteran di Indonesia, kasus-kasus malpraktek ini menyebabkan hubungan dokter-pasien tidak koduksif. Akibat lahirnya UndangUndang Praktek Kedoktreran No. 29 tahun 2004 sangat penting bagi masyarakat luas agar terlindungi terhadap praktek kedokteran yang eksploitatif dan membuat kontroversi terhadap etika kedokteran yang mengakibatkan ketidak percayaan masyarakat terhadap profesa dokter. UUPK juga memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi profesi dokter dari gugatan inmaterial masyarakat yang berlebihan yang dapat menimbulkan ekses praktek kedokteran yang ketakutan dan timbulnya krisis malpratek yang merugikan citra profesi dokter. UUPK ini dapat merubah hubungan dokter-pasien, sehingga terjadi pergeseran pragmatic universal paternalistik vs otonomi di Indonesia. Daryl Pullman (2002) menyatakan konsep paternalistik berbanding terbalik dengan konsep otonomi pasien, bila kebebasan profesional dokter berkurang menyebabkan meningkat kebebasan terapeutik pada otonomi pasien. Aulia Amri (2008) dalam Konsesualisme hubungan dokter dan pasien, hak dan kewajiban dokter-pasien, idealnya harus berjalan seimbang, dimana dokter dan pasien harus mengetahui dan paham akan hak dan kewajiban masing-masing. Ternyata 100 pasien hanya sejumlah 22 persen menyatakan mengetahui tentang haknya dan 31 persen menyatakan mengetahui tentang kewajibannya. Erwin Wahid (2009) di rumah sakit Ibnu

[Type text] Sina dari 30 pasien, ternyata 90 persen menyatakan mengetahui haknya, tetapi 100 persen menyatakan mengetahui tentang kewajibanya Survei pasien di rumah sakit swasta (2001) di Pekanbaru ternyata komunikasi dokter kurang dirasakan pasien, karena kurang komunikasi interpersonal, akibat muncul dugaan malpraktek dan medical-industrial complex. Illustrasi kritik sangat pedas, dokter jadikan rumah sakit pemerintah Poskamling di Pekanbaru. Pagi hari kebanyakan dokter berstatus pegawai negeri sipil dan pegawai fungsional pemerintah bekerja di tempat prakteknya, dugaan korupsi waktu pada dokter, kalau dilihat ke dunia luar yaitu korupsi hinggapi kalangan dokter di Cina, korupsi di negeri Panda Cina benar- benar merata di berbagai sendi kehidupan. Setelah pejabat pemerintah maupun partai yang jadi sasaran bersih-bersih, kini giliran guru dan dokter. Dilansir Reuters, kedua profesi tersebut dinilai rawan godaan korupsi. Apalagi bila menilik hubungan dokter antara dokter miskin dengan pasiennya, yang sebenarnya telah disadari sebagai sebuah topik sensitif. Terutama bila menyinggung rendahnya gaji yang diterima para dokter. Tetapi masalah dokter pemerintah Pekanbaru bukan karena gaji rendah, yang bersangkutan berkait keadilan dengan imbalan jasa medik yang diterima berdasarkan kinerja. Maryanti pakar hukum Indonesia, kasus-kasus dokter semua memberi kesan adanya kesadaran hukum hak-hak kesehatan atau belum memahami tujuan konsep otonomi pasien. Daldiyono (2007) pasien yang berobat ke luar negeri, karena: 1) hanya orang dengan tingkat ekonomi tinggi yang mampu pergi berobat ke luar negeri; 2) calon pasien maupun keluarganya kerap kali meragukan kualitas pelayanan dokter maupun rumah sakit di dalam negeri; 3) baik langsung maupun tidak langsung dokter di luar negeri memperlihatkan kemampuan tehnis yang lebih baik daripada dokter di Indonesia.

KESIMPULAN

Kritik-kritik masyarakat bagi dokter di Indonesia merupakan salah satu sebab lahirnya UndangUndang Praktek Kedokteran No. 29 tahun 2009, karena masyarakat mulai nampak memahami hak-hak kesehatan, maka menurut Daryl Pulman yaitu konsep paternalistik itu bebanding terbalik dengan konsep otonomi, jadi hubungan dokter-pasien yang awalnya bentuk paternalistik mungkin berubah ke bentuk informative. Hubungan jenis ini disebut juga provider-consumer

[Type text] relationship. Kritik-kritik masyarakat membawa hasil yan positip, karena membawa keseimbangan hak dan kewajiban dokter-pasien.

RUJUKAN

Andrew Latus (2002). Autonomy & Paternalism. Ethics/Humanities/Health Law Nov. 14. Daldiyono (2006). Bagaimana Dokter Berpikir dan Berkerja. PT Gramedia Pustaka Utama.Jakarta. Hlm. 323-324 Daldayono (2007). Pasien Pintar & Dokter Bijak. RT Bhuana Ilmu Populer. Jakarta Barat. Hlm.163-165 Emmnuel E.L., Emnuel L.L. (1992). Four models of the physician-patient relationship. JAMA. 267: 2221-2226 Howard B., Waitzkin (1993). Sosiologi Kesehatan. Prima Aksara. Jakarta. Hlm. 99 Kumpulan Harian Riau Pos dan Kopi Riau. Lenin V.I. (1939). Imperlism. New York: Internasional Mahowald M.B. (1996). On the treatment of myopia: feminist standpoint theory and bioethics. In Wolf S.,editor. Feminism and bioethics; beyond reproduction. New York (NY); Oxford University Press; pp. 95-115 Nasikun (1999). Monopoli Kapital Merosotnya Etika Profesional Kedokteran dan Menurunnya Mutu Pelayanan Rumah Sakit. Makalah RSUP Dr Sardjito. Hlm.1 Nasikun (1999). Privatisasi Sistem Pelayanan Kesehatan dan Implikasinya bagi Perumusan Agenda Penelitian dan Kebijakan Publik. Hlm. 1 Seno Adji, O. (1991). Profesi Dokter, Cetakan Pertama. Jakarta: Erlangga. Hlm. 67 Sulastomo (2000). Manajemen Kesehatan. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hlm. 29-38 Tabrani Rab (2006). Tempias 2002-2005. Berpihak Kepada Rakyat Suara Rakyat adalah Suara Tuhan (Vox PopulibVox Dei). Riau Cultural Institute. Edisi Pertama. Hlm. 579-582 Tarmizi T. (2003). Medical Ethics. PT Gramedia Pustaka Utama. Hlm. 10

Anda mungkin juga menyukai