Anda di halaman 1dari 7

PEREMPUAN DAN DUNIA INTERNASIONAL Oleh : SITI NAFIDAH ANSHORY

Pengantar Isu globalisasi senyatanya bukan cuma menghasilkan transformasi tata ruang dan lokal saja sehingga dunia seolah menjadi jauh 'lebih kecil' dari sebelumnya. Yang lebih esensial, isu ini justru telah membawa implikasi pada perubahan tatanan politik dunia yang kian terkutubkan; Barat Kapitalis di satu sisi, dan dunia Islam di sisi yang lain. Polarisasi di sini, tentu tak sebagaimana gambaran ketika dunia pernah terbagi ke dalam 2 kutub; blok Barat Kapitalis (diwakili AS) versus Blok Timur Sosialis (diwakili Uni Sovyet), dimana pada orde ini, masingmasing blok memiliki posisi tawar yang sama kuat sebagai pesaing bagi satu sama lain. Sedangkan polarisasi yang terjadi saat ini, jelas sangat timpang. Amerika tampil sebagai sang Super Power, sementara dunia Islam hanya berperan sebagai objek jajahan dan budak pelayan kepentingan AS. Super Power melawan Inferior Power! Sejak keruntuhan Sovyet, AS melalui think-tanknya dari jajaran Council for Foreign Relation (CFR, sebuah lembaga kajian kebijakan luar negeri AS) memang telah mensetting perubahan lingkungan strategis yang baru tersebut dengan memposisikan AS sebagai the single fighter. Hanya saja, mereka sadar, bahwa ---mengutip pernyataan Charles E. Carlson1, seorang the Warmakers di dalam CFR--- sesudah runtuhnya imperium Uni Sovyet "...selected the farflung nations of Islam as a replacement for the old Marxist-Leninist ... The Red Peril has 'greatly abated' to be replaced by a new Green Peril". Oleh karena itulah, untuk meredam potensi bahaya hijau (Islam) menggantikan bahaya merah (Soskom) ini, mereka segera menyusun grand strategy yang akan mengarahkan semua potensi musuh (terutama Islam) tercengkram dalam genggaman AS. Taktik yang mereka gunakan adalah dengan melancarkan perang pemikiran dan kebudayaan secara total dan universal --di samping sesekali menggunakan serangan militer-- dengan target menjauhkan umat Islam dari potensi kekuatan mereka yang tidak lain terletak pada ideologinya. Apa yang getol dilakukan AS di dunia Islam hingga hari ini, seperti kampanye anti terorisme dengan sequel terbarunya bertajuk 'war on evil ideology' (baca : kampanye anti ideologi Islam), gelombang infiltrasi pemikiran dan budaya sekuler (terutama isu demokratisasi, liberalisasi dan budaya permissif) di negeri-negeri Islam dengan memanfaatkan jasa para antek lokal dari kalangan liberalis sekuler yang mereka danai dan mereka mediasi secara besar-besaran dan kontinyu, politik adu domba yang mereka rancang di negeri-negeri Islam, menjadi bukti betapa AS yang kampiun kapitalisme ini terobsesi dengan impiannya menjadi penguasa tunggal dalam Tata Dunia Barunya. Dan untuk memuluskan serangan total peradaban kapitalis sekuler inilah, isu globalisasi mereka blow up sedemikian rupa, sehingga menjadi sarana efektif untuk tidak hanya mematikan kekuatan perekonomian kaum muslimin dengan senjata modal mereka, tapi lebih jauh ditujukan untuk merusak seluruh sendi-sendi kehidupan kaum muslimin sejak dari asasnya, yakni kekuatan ideologis yang dimiliki Islam. Perempuan di Tengah Isu Globalisasi Sayangnya, serangan yang begitu dahsyat dan mematikan atas nama globalisasi ini seolah terjadi tanpa perlawanan. Para penguasa Muslim dan kaum intelektual mereka justru seringkali bertindak sebagai pengukuh atas terjadinya kejahatan ini. Di sisi lain, mayoritas masyarakat --yang senyatanya telah terbodohkan secara sistematis melalui pendidikan sekuler yang mereka dapati-- tak memiliki kepekaan untuk membaca bahaya apa yang ada di balik slogan manis dan propaganda modernisme dan globalisasi yang ditawarkan Barat. Pada kondisi inilah kaum perempuan (muslim) saat ini berada. Perempuan (muslim) bahkan ikut terjebak pada pola pikir dan pola sikap yang sama. Sebagian sama-sama menjadi pembebek, sebagian sama-sama menjadi antek, dan sebagian lagi sama-sama cuek. Secara fakta, banyak hal yang bisa membuktikan betapa imperialis telah secara sengaja 'memanfaatkan' kalangan perempuan (muslim) untuk memuluskan jalannya skenario besar mereka, lagi-lagi dengan memanfaatkan isu globalisasi. Nampaknya mereka menyadari betul bahwa ada korelasi positif antara penghancuran masyarakat dengan penghancuran kaum perempuan yang memang merupakan separuh masyarakat dan berfungsi sebagai pilar penyangga masyarakat. Sehingga, ketika mereka mendapati begitu banyak kenyataan buruk yang dihadapi perempuan (muslim), mereka segera ekspor paket 'kemajuan perempuan Barat' dengan isu
1

Dalam "Mengapa Barat Memfitnah Islam", Z.A Maulani, Penerbit Daseta, Jakarta 2002, hal 2.

gendernya untuk dijadikan patron ideal bagi kemajuan perempuan muslim, seraya tak lupa mereka tawarkan paket-paket 'program bantuan' untuk merekonstruksi kondisi perempuan di dunia ketiga (dunia Islam) itu dengan memanfaatkan lembaga-lembaga dunia dan forum-forum internasional yang memang menjadi perpanjangan tangan bagi kepentingan mereka. Sejalan dengan itu, di dunia Islam sendiri menjamur pula gerakan-gerakan perempuan (feminis) muslim dan berbagai LSM lain yang sengaja disponsori pihak kapitalis, untuk 'berjuang' pada tataran praktis dengan mindframe dan jobdes yang mereka inginkan. Yakni mindframe dan jobdes feministik dan liberalis yang jauh dari Islam, bahkan tak sedikit yang melawan Islam! Karena itulah, hari ini kita bisa melihat, betapa para feminis muslim dan kaum liberalis sangat gigih menyerukan gagasan-gagasan liberal atasnama pembebasan perempuan, yang hakekatnya menyerukan pembebasan dari mindframe Islam lewat apa yang mereka namakan gagasan reinterpretasi dan rekonstruksi ajaran Islam. Disamping itu, mereka juga intens melakukan mainstreaming opini feministik dan liberalis ini di semua lini --termasuk dalam berbagai kebijakan publik hingga sosialisasinya ke level bawah-- untuk kian menguatkan opini bahwa Islam adalah pengukuh atas keterbelakangan perempuan, sehingga sudah saatnya dipermak, dicampakkan atau dipeti-eskan. Dalam konteks Indonesia, kasus digulirkannya Counter Legal Drafting KHI yang sempat memicu kontroversi, disahkannya UU No. 23/2004 tentang KDRT dan Inpres No. 9/2000 tentang Pengarus Utamaan Gender Dalam Pembangunan Nasional, dan lain-lain --termasuk rencana pengesahan UU Kesehatan Reproduksi dalam waktu dekat yang salah satu itemnya memuat isu legalisasi aborsi-- merupakan bukti 'keberhasilan' upaya mereka meraih target ini. Di samping upaya-upaya tersebut, penghancuran juga dilakukan dengan cara bersengaja memanfaatkan perempuan muslim sebagai objek eksploitasi bagi kepentingan kapitalisme global mereka. Caranya antara lain dengan menggiring kaum perempuan muslim untuk menyukai bahkan mempertuhankan hedonisme, melalui serangan budaya yang mereka lancarkan secara intens lewat majalah-majalah, koran-koran, televisi, internet, film-film hingga penyelenggaraan event ratu-ratuan, yang senyatanya memang mereka monopoli. Dengan cara ini, mereka berupaya membangun imej tentang kiblat lifestyle baru dan global yang layak diadopsi perempuan muslim modern. Yang padahal, pada saat yang sama mereka sedang menciptakan kapstok-kapstok berjalan dan sekaligus pasar raksasa bagi kepentingan marketing produk-produk mereka. Adapun cara eksploitasi lain yang lebih mengerikan lagi dan juga ditengarai melibatkan simpul-simpul kapitalis global adalah child and women trafficking dan sex tourism industry, yang disadari atau tidak telah menyeret kaum perempuan muslim menjadi objek/korban perdagangan manusia di bursa-bursa seks internasional. Sekalipun masih tergolong kriminalitas, tapi dalam konteks kapitalisme kegiatan ini dianggap sebagai hal niscaya dan dianggap sebagai bagian dari 'kegiatan ekonomi bayangan' (shadow economy) yang menjanjikan keuntungan luar biasa besar. Dari penjelasan di atas, jelas bahwa isu globalisasi sesungguhnya memiliki multi target. Selain target yang bersifat ideologis, juga memiliki target ekonomi sebagai watak genial kapitalisme, yang kesemuanya pasti bermuara pada satu target politis. Yakni, mencegah sejak dini bangkitnya kekuatan super power baru yang akan mengalahkan hegemoni mereka atas dunia2. Bahkan untuk meraih target-target strategis ini, mereka rela melakukan apapun, termasuk mengeluarkan dana yang tidak sedikit. Tentang hal ini, Republika (17/10/2003) pernah melansir berita bagaimana upaya AS memsekulerkan Arab, yang berarti jaminan negeri-negeri itu tetap berada di bawah pengaruhnya. Dalam hal ini, Departemen Luar Negeri AS sangat memahami betul peran sentral media massa, baik cetak maupun elektronik untuk kegiatan propaganda. Untuk itulah Kongres AS menyetujui kucuran dana sebesar 62 juta dolar AS untuk membangun jaringan televisi Timur Tengah, setelah sebelumnya mendanai penerbitan majalah Hi dengan anggaran 6,2 juta dolar. Adapun targetnya adalah untuk memperkenalkan kebudayaan global 'baru' yang jauh dari budaya 'kekerasan' melalui penayangan berita-berita mengenai perkembangan fashion, tren musik, film, budaya, kehidupan selebritis Amrik, dan lain-lain. Sedangkan yang menjadi target politisnya adalah menampilkan citra 'lebih lembut' bangsa Amerika di mata bangsa Arab, sehingga lambat laun bisa meredam rasa kebencian orang-orang Arab terhadap Amerika yang selama ini terbangun terutama setelah operasi-operasi militer AS di Timur Tengah. Ironisnya, rencana AS ini segera
2

Seperti isi laporan yang dirilis oleh salahsatu lembaga intelijen di AS, National Intelligence Council's (NIC) dengan judul Mapping the Global Future pada bulan Desember 2004 tentang adanya 4 skenario dunia tahun 2020, salah satunya mengenai kemungkinan munculnya kekhalifahan yang baru (a new chalipate) berupa pemerintahan Islam global yang akan memberi tantangan pada norma-norma global Barat. Dimuat dalam Jurnal Al-Wa'ie no 56, Hizbut Tahrir Indonesia.

diamini oleh para penguasa dan pengusaha di negeri-negeri Arab itu. Bahkan sebagai gambaran betapa antusiasnya sambutan mereka, seorang Kapitalis asal Mesir menyatakan siap mendanai pembuatan film Baywatch versi Mesir yang dibintangi artis lokal setipe David Hasselhoff dan Pamela Anderson!!! Urgensi Membangun Kesadaran Politik Internasional di Kalangan Perempuan Sebenarnya, respon negatif (perlawanan) atas propaganda destruktif dan imperialisme gaya baru AS dan sekutu-sekutunya ini bukan tidak ada sama sekali. Bahkan saat ini, kesadaran akan pentingnya perubahan mulai menggeliat sejalan dengan kian nampaknya berbagai kebobrokan ideology dan sistem hidup yang mereka paksakan ke tengah umat. Arus kesadaran identitas yang dipelopori gerakan-gerakan Islam ideologis --pelan tapi pasti-- juga mulai menyelusup sedemikian rupa, mengetuk akal-akal dan nurani sebagian kaum muslim, melewati batas-batas politik dan sekat-sekat imajiner bernama Negara, serta pada akhirnya membentuk koneksi 'semangat dan kesadaran yang sama' untuk melakukan perubahan secara mendasar dan menyeluruh dengan ideology Islam. Sayangnya, kesadaran dan ghirah akan perubahan fundamental seperti ini masih menjadi milik sebagian kecil umat Islam saja, yang sebagian kecil di antaranya adalah kaum perempuan. Tentu saja hal ini belum sebanding dengan jumlah kaum muslimin yang sedemikian besar dan belum sebanding pula dengan begitu beratnya persoalan yang harus diselesaikan, termasuk dengan arus opini yang 'dibentuk' oleh Barat tentang Islam dan umat Islam. Umat dalam hal ini, masih begitu asyik dengan euphoria 'kebebasan' dan demokratisasi yang ditawarkan Barat. Sebagian lagi asyik berkutat dengan persoalan-persoalan cabang dan perseteruan murahan. Sementara itu, kaum perempuan asyik pula dengan dunianya sendiri, persoalannya sendiri. Seolah-olah ada jarak yang lebar antara perempuan, kesadaran politik --apalagi politik global--, dan kontribusi atas perubahan, betapapun fakta-fakta rusaknya masyarakat sudah ada di depan mata atau bahkan menimpa mereka. Dengan demikian, setidaknya ada dua pekerjaan yang harus kita selesaikan dalam waktu yang bersamaan. Yakni mengcounter serangan-serangan konspiratif dan makar dari luar berikut membongkar 'wajah busuk' para penguasa muslim yang menjadi penjaga kepentingan kaum imperialis di negeri mereka sendiri, sekaligus mempercepat tumbuhnya kesadaran di kalangan umat, termasuk di kalangan perempuan, bahwa kondisi buruk yang mereka hadapi saat ini sebenarnya bukan merupakan kondisi alamiah mereka sebagai khoyru ummah, bahwa akar permasalahan semua problematika yang mereka hadapi ada pada tatanan hidup yang rusak yang dipaksakan penerapannya atas mereka oleh para penguasa antek imperialis, bahwa memproses perubahan yang revolusioner (menyeluruh dan mendasar) ke arah Islam bukan cuma penting tapi juga wajib, serta bahwa mereka punya tanggungjawab yang sama untuk berproses dalam gerakan perubahan ini. Artinya, umat --termasuk kaum perempuan-- harus disadarkan untuk siap dan bersegera memposisikan diri sebagai agen perubahan, dan bukan obyek perubahan seperti yang selama ini terjadi. Untuk itu, di kalangan umat secara keseluruhan harus dibangun kesadaran politik dengan kesadaran politik yang benar dan menyeluruh pula. Kesadaran politik yang benar berarti kesadaran politik yang dilandasi pemahaman terhadap aqidah Islam, bahwa keimanannya terhadap Islam membawa konsekuensi keharusan menyelesaikan seluruh persoalan hidupnya (baik secara pribadi, kelompok, keluarga, masyarakat, maupun negara; baik yang menyangkut urusan dalam maupun luar negeri) hanya dengan aturan-aturan Islam saja. Karena hakekat politik Islam adalah bagaimana mengatur seluruh urusan umat baik di dalam maupun di luar negeri hanya dengan Islam saja. Adapun kesadaran politik yang menyeluruh artinya kesadaran politik yang berdasarkan pada cara pandang yang universal/mendunia, yakni kesadaran bahwa dirinya adalah bagian dari umat yang satu tak terpilah, yakni umat Islam, dan menjadi bagian dari umat manusia secara keseluruhan. Disinilah umat --termasuk kalangan perempuan-- tidak hanya diharuskan untuk mengetahui dan menguasai persoalan-persoalan yang menyangkut diri (personal) dan masyarakat di negerinya saja (politik regional), tetapi juga harus mengetahui dan memahami keterkaitan persoalan-persoalan yang melingkupi dirinya --baik secara personal maupun regional-- dengan persoalan-persoalan yang terjadi pada skala dunia, di samping memahami bagaimana sikap dan solusi Islam terhadap permasalahan tersebut. Karena, sebagaimana fakta-fakta yang telah diurai sebelumnya, termasuk mengenai isu globalisasi, justru nampak bahwa seluruh persoalan yang menimpa umat hari ini sesungguhnya merupakan ekses dari tipu daya dan konspirasi internasional yang berlangsung sejak lama dalam upaya menghambat kebangkitan kembali umat. Dengan demikian, kesemuanya itu juga membuktikan tentang urgensitas pembinaan dan peningkatan

wawasan dan kesadaran politik internasional pada tiap diri individu umat, termasuk di kalangan perempuan, sekaligus mengarahkannya pada target/kepentingan membangun sebuah kekuatan politis umat dalam bentuk institusi politik ril yang bersifat internasional pula. Yakni kekuatan adidaya baru, yang tegak di atas landasan yang benar dan akan membangun kehidupan dengan tatanan yang benar pula. Karena jika tidak, sampai kapanpun umat akan berkutat pada persoalan-persoalan yang sama, menjadi bulan-bulanan negara-negara kafir barat, serta menjadi budak jajahan mereka, yang satu saat akan dihancurkan dan tidak akan pernah kembali bangkit menjadi khoyru ummah sebagaimana seharusnya. Kesadaran Politik Internasional, Bukan Cuma Urgen Tapi Juga Wajib Jika dari fakta-fakta tadi jelas bahwa ada urgensitas bagi umat termasuk kalangan perempuan untuk memahami dan melibatkan diri dalam kancah politik global/internasional, maka secara normatif, Islam juga telah menempatkan persoalan ini sebagai salah satu kewajiban utama. Dalam kitab Hadits ash-Shiyam3 dijelaskan bahwa aktivitas menyibukkan diri dengan politik regional dan internasional adalah wajib atas kaum muslimin, sebagaimana wajibnya jihad. Dalam hal ini tidak dibedakan antara kaum laki-laki dan perempuan. Adapun dalilnya adalah : Firman Allah SWT :"Alif Lam Mim. Telah dikalahkan bangsa Rumawi, di negeri yang terdekat, dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang dalam beberapa tahun (lagi). Bagi Allahlah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang). Dan di hari (kemenangan bangsa Romawi) itu bergembiralah orang-orang beriman" (TQS. ar-Rum : 1-3). Diriwayatkan dari Nabi Saw, beliau bersabda :"Barangsiapa yang dipagi hari (bangun) dan tidak terbersit (dalam benaknya) kepedulian terhadap urusan kaum muslimin, maka ia bukan termasuk golongan mereka (kaum muslimin)". Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Abi Umamah, bahwa ada seorang laki-laki pada saat ia melontarkan jumrah yang pertama mengajukan pertanyaan kepada Rasulullah Saw, seraya berkata : "Wahai Rasulullah, jihad apa yang paling utama?" Rasulullah diam. Pada saat lontaran jumrah yang kedua, laki-laki itu mengulang pertanyaannya lagi, tetapi Rasulullah tetap diam. Setelah lontaran jumrah 'aqabah (yang ketiga), kaki Rasulullah menginjak sanggurdi hendak menaiki tunggangannya sambil berkata : " Dimana penanya tadi?" Dijawab : "Saya, wahai Rasulullah" Sabda Rasul : "Yaitu melontarkan kalimat hak di hadapan penguasa yang dzalim atau amir yang dzalim". Dalam riwayat Abu Daud, dari Abi Sa'id dengan sanad marfu' :"Jihad yang paling utama adalah (melontarkan) kalimat yang hak di hadapan penguasa yang dzalim". Adapun tentang ayat di atas, Ibnu Abi Hathim dari Ibnu Syihab, dia berkata: "Telah sampai berita kepada kami bahwa orang-orang musyrik berdebat dengan kaum muslimin pada saat di Makah sebelum Rasulullah hijrah. Orang-orang musyrik berkata, orang Romawi bersaksi bahwa mereka adalah ahli kitab, dan mereka telah dikalahkan oleh orang-orang majusi. Dan kalian mengira bahwa kalian kalian akan mengalahkan kami dengan senjata kitab yang diturunkan kepada Nabi kalian. Bagaimana bisa majusi dikalahkan Romawi yang ahli kitab. Maka kami (kaum muslimin) akan mengalahkanmua, sebagaimana Romawi mengalahkan Persia". Maka Allah menurunkan ayat : "Alif Lam Mim. Telah dikalahkan bangsa Romawi" (TQS. ar_Rum:12). Ini menunjukkan bahwa kaum muslimin di kota Mekkah sebelum berdirinya negara Islam (di Medinah), mereka telah berpolemik dengan orang-orang kafir mengenai berbagai berita internasional dan informasi tentang hubungan internasional. Diriwayatkan pula bahwa Abu Bakar ra. melakukan taruhan dengan orang-orang musyrik bahwa Romawi akan mengalahkan Persia. Berita ini kemudian sampai kepada Rasulullah saw dan beliau pun menyetujuinya (dengan taqrir), seraya menegaskan bahwa dirinyapun turut andil di pihak Abu Bakar dalam taruhan tersebut. Peristiwa ini juga merupakan petunjuk lain bahwa mengetahui kondisi berbagai negara serta hubungan mereka satu dengan yang lainnya adalah perkara yang biasa dibicarakan oleh kaum muslimin (saat itu). Dan Rasulullah saw kemudian menegaskannya. Terlebih lagi, ketika umat mengemban dakwah ke seluruh dunia yang sudah jelas kewajibannya, tentu tidak akan mudah dilakukan kecuali dengan mengetahui politik pemerintahan negeri-negeri tersebut, yakni politik internasional yang sedang berlangsung, makar dan tipudaya mereka, terutama strategi politik negara-negara besar beserta berbagai uslub penerapannya, dan lain-lain. Bahkan wajib atas kaum muslimin untuk memahami hakekat dari konstelasi politik dunia Islam yang menjadi bagian dari konstelasi politik internasional, sehingga
3

Hadits ash-Shiyam, Anonim, Penerbit Hizbut Tahrir.

mereka mampu menyusun dan menjelaskan langkah-langkah praktis penegakkan negara mereka di tengah-tengah hiruk-pikuk politik internasional. Berkaitan dengan hal ini, terdapat kaidah syara' "Suatu kewajiban jika tidak sempurna pelaksanaannya kecuali dengan (menjalankan) sesuatu, maka sesuatu itu hukumnya wajib". Berdasarkan beberapa nash dan kaidah ushul di atas, jelas bahwa menyibukkan diri dengan urusan politik internasional hukumnya fardu (kifayah). Jika umat siapapun mereka, lakilaki atau perempuan-- melalaikan diri dari perhatiannya dalam politik internasional --disamping politik regional--, maka mereka semuanya berdosa sebagaimana halnya jika mereka seluruhnya melalaikan jihad. Bagaimana Membangun Kesadaran Politik Internasional Menurut Syaikh Abdul Qodim Zallum4, kesadaran politik --termasuk kesadaran politik internasional-- sesungguhnya bukanlah sesuatu yang sulit diperoleh. Siapapun, baik para ulama dan cendikia maupun kalangan buta huruf dan orang awam, mereka mampu mendapatkan kesadaran politik ini dengan mudah. Karena kesadaran politik hakekatnya adalah bagaimana memandang dunia secara keseluruhan dengan sudut pandang tertentu (dalam hal ini aqidah Islam) sebagai landasannya. Adapun kekuatan dan kelemahan kesadaran politik ini memang akan berbeda-beda tergantung pada tingkat pengetahuan seseorang mengenai dunia dan berbagai peristiwa politik serta pengetahuannya tentang sudut pandang tertentu yang digunakannya tadi (yaitu pemahaman tentang aqidah Islam). Hanya saja, hal itu tetap merupakan kesadaran politik yang memberikan hasil sama, yaitu menghindari kedangkalan dalam berpolitik dan dalam memandang berbagai hal di dunia. Persoalannya adalah, saat ini kesadaran politik umat Islam --terutama yang menyangkut wawasan politik global-- masih sangat lemah. Ketikapun ada kesadaran politik, maka kesadaran itu terbangun di atas mindframe yang salah, rusak dan dangkal. Sehingga tak heran jika, ada sebagian umat yang memaknai politik, kesadaran politik dan aktivitas politik sebatas persoalan kekuasaan dan partisipasi dalam PEMILU saja, atau dalam konteks politik global, muncul pendapat-pendapat yang menolak teori konspirasi dan bersikap apologetis terhadap Barat. Yang lebih parah sebagian umat justru bersikap anti politik karena memandang politik sebagai sesuatu yang kotor, licik dan menakutkan. Kondisi ini merupakan hal yang niscaya mengingat selama ini umat 'dibesarkan' diantara pemikiran-pemikiran Barat yang rusak yang diantaranya memiliki pandangan bahwa agama dan politik adalah dua hal yang berbeda serta tidak ada keterkaitan sama sekali. Disisi lain, dangkalnya pemahaman umat terhadap aqidah Islam, baik karena kelemahan internal umat Islam sendiri setelah memisahkan potensi bahasa Arab dengan Islam, maupun akibat upaya peracunan sistematis yang dilancarkan Barat untuk merusak pemikiran-pemikiran Islam dan menjauhkan umat dari pemikiran-pemikiran Islam yang utuh dan jernih, juga menguatkan kian teralienasinya umat dari politik, kesadaran politik dan aktivitas politik yang benar. Seolah-olah, ada jarak yang jauh antara umat dengan politik, apalagi politik internasional. Wajar jika akhirnya umat termarjinalkan dari kancah politik internasional, senantiasa menjadi bulan-bulanan politik Barat, tidak berdaya dan bahkan terjajah. Umat kini, telah kehilangan power dan kewibawaannya setelah mereka mencampakkan kesadaran politik Islam yang sahih dan menjauhkan diri dari aktivitas politik Islam yang agung. Terutama ketika mereka meninggalkan aktivitas politik terbesar dengan rela mencampakkan keberadaan institusi politik Islam --yakni Daulah Khilafah Islamiyah-- yang dengannya seluruh urusan dalam dan luar negeri mereka diatur dengan sistem Islam dan dengannya kemuliaan mereka terjaga. Pada kondisi ini, membangun kesadaran politik yang benar dan menyeluruh di kalangan umat memang menjadi hal yang tidak mudah. Akan tetapi bukan berarti tidak bisa! Dalam hal ini, metoda yang harus ditempuh adalah dengan melakukan pembinaan politik umat secara maksimal dengan pemikiran-pemikiran dan hukum-hukum Islam (ideology Islam) secara kaaffah, seraya mendorong mereka untuk membuka cakrawala berpikirnya seluas mungkin, tidak hanya berpikir dan peduli pada persoalan-persoalan pada skala pribadi atau keluarga, tetapi juga memiliki kepekaan terhadap seluruh peristiwa yang terjadi di sekitarnya. Mereka juga didorong untuk senantiasa mengikuti peristiwa-peristiwa politik secara detil, cermat dan kontinyu, baik yang terjadi di dalam maupun di luar negeri, dengan sikap sebagai seorang politisi yang mengamati peristiwa-peristiwa tersebut dari sudut pandang Islam, untuk selanjutnya menilai (menganalisis) dan mengkaitkannya dengan peristiwa, gagasan dan aksi-aksi politik yang lainnya
4

Abdul Qadim Zallum, Pemikiran Politik Islam, Al-Izzah, Bangil 2001 hal 96.

dengan sudut pandang Islam tadi. Dengan cara ini, umat akan mampu membaca dan mensikapi secara benar (integral dan utuh) konstelasi politik yang sedang terjadi di dunia dan berpengaruh negatif terhadap kehidupan mereka pribadi/keluarga sekalipun-- serta terhadap kemuliaan agama mereka dimanapun. Umat juga akan terdorong untuk bersegera mengubah konstelasi politik dunia ini ke arah konstelasi politik dunia yang menempatkan Islam dan umat Islam menjadi mulia, sehingga mampu memberi keadilan dan rahmat bagi seluruh alam. Pada tataran praktis, upaya ini harus dilakukan secara sinergis dan terus-menerus, baik melalui pembinaan intensif maupun pembinaan umum, dengan melibatkan seluruh komponen umat yang sudah memiliki kesadaran politik yang benar. Artinya tugas berat ini tidak mungkin bisa dilakukan secara sendiri-sendiri, melainkan harus menjadi agenda bersama umat yang dikoordinasikan dalam sebuah gerakan kolektif yang bersifat ideologis dan memiliki wawasan internasional pula. Gerakan inilah yang secara intens akan membina umat dengan pola pembinaan yang terarah dan nantinya akan memimpin mereka melakukan perubahan ideologis kea arah Islam. Khotimah Berangkat dari kesadaran akan pentingnya perubahan, dan bahwa seluruh umat termasuk kalangan perempuan bertanggungjawab secara syar'i memproses perubahan itu, maka tidak ada sikap lain yang layak diambil oleh setiap muslimah --sebagai konsekuensi keimanannya kepada Islam-- selain bersegera mengambil posisi siap berjuang bersama gerakan Islam ideologis membina diri dan umatnya dengan kesadaran politik yang benar, seraya berupaya secara bersama menentang dan menghancurkan hegemoni Barat, membongkar kebusukan dan makar mereka, sehingga pada akhirnya mereka akan mampu membangun masyarakat baru yang tegak di atas landasan Islam. Perempuan muslim juga harus menyadari posisi strategisnya sebagai separuh masyarakat dan sekaligus sebagai pilar penyangganya dimana di tangan mereka wajah generasi masa depan umat akan ditentukan. Posisi strategis inilah yang mengharuskan mereka memiliki kualitas kepribadian Islam yang tinggi, sekaligus kecerdasan politik mumpuni --termasuk kesadaran politik internasional-- sehingga dengan modal itu mereka akan mencetak generasi muda Islam yang berkepribadian Islam dan memiliki kecerdasan politik mumpuni pula. Dengan cara ini, harapan kejayaan umat di masa yang akan datang akan kian terbuka lebar, dengan izin Allah. [][]

Anda mungkin juga menyukai