Anda di halaman 1dari 17

MODUL TENTANG PENGENALAN JARINGAN REKLAMASI RAWA PASANG SURUT

A. TUJUAN 1. 2. 3. 4. 5. Memberikan pemahaman kepada peserta tentang pengertian rawa pasang surut dan potensi pemanfaatannya; Agar peserta mengetahui kondisi rawa pasang surut di wilayah kerjanya; Agar peserta memahami hidrotopografi , satuan lahan rawa , kesesuaian , pengelolaan air dan nomenklatur jaringan rawa; Agar peserta dapat mendayagunakan rawa pasang surut lebih bermanfaat secara optimal sekaligus menjaga kelestariannya; Menyediakan acuan yang dapat digunakan dalam menyusun bahan dan pedoman penyusunan pelatihan selanjutnya yang harus disesuaikan dengan kondisi spesifik masing-masing wilayah / provinsi.

B. KELOMPOK SASARAN 1. Para instruktur tata guna air yang akan melakukan pelatihan kepada Perkumpulan Petani Pemakai Air ( P3A ) dan atau Kelompok Tani di jaringan rawa pasang surut; Para Petugas Lapangan ( Pengamat dan Juru Pengairan ) yang sehari - hari bertugas mengelola rawa pasang surut.

2.

C. WAKTU PEMBELAJARAN Pembelajaran modul ini memerlukan waktu selama 2 X 45 menit dengan maksud agar peserta mampu memahami materi yang diberikan secara baik dan tidak bosan , disarankan diselingi dengan diskusi antar peserta secara terbuka untuk mengungkapkan pendapat dan pengalaman mengelola rawa pasang surut D. METODE PEMBELAJARAN Metode pembelajaran yang akan diterapkan dalam pelatihan modul ini adalah andragogi ( pembelajaran orang dewasa ) yaitu melalui : - Ceramah dalam kelas berupa penjelasan tentang pengertian rawa dan rawa pasang surut kepada sekitar 30 - 40 peserta - Menunjukkan letak lokasi rawa dibeberapa pulau besar - Diskusi partisipatif yang melibatkan seluruh peserta yang dibagi dalam group 4 5 orang agar seluruhnya ikut aktif Alat bantu berupa : *. peta Indonesia skala 1 : 4.000.000 dan peta Sumatera , Kalimantan , Sulawesi dan Papua skala 1 : 750.000 atau 1 : 1.500.000 *. alat pH meter dan kertas lakmus *. contoh peta jaringan rawa pasang surut

M-1

E. PROSES PEMBELAJARAN Proses pembelajaran merupakan hal yang penting dan sangat menentukan dalam mencapai tingkat pemahaman yang baik kepada para peserta pelatihan , meliputi : a. Pengendalian proses pembelajaran, dilaksanakan oleh para instruktur selama pelatihan agar berjalan dengan efektif harus memperhatikan : - Metode yang tepat sesuai dengan materi modul dan kondisi peserta (tingkat pendidikan dan pengalaman kerja) - Situasi kelas tempat pembelajaran agar peserta merasa nyaman dan menjaga semangat tetap tinggi b. Awal pembelajaran dimulai melalui pendekatan yang flexible antara instruktur dengan peserta agar tidak kaku melalui perkenalan yang relax. Peserta bukanlah murid sekolah yang harus banyak diatur. c. Para instruktur harus dapat menerangkan dengan jelas tentang tujuan dan pentingnya materi modul ini serta suasana kelas dibuat tenang serta peserta siap untuk menerima materi pembelajaran d. Selama sesi pembelajaran waktu diatur agar memberi kesempatan kepada peserta untuk berpartisipasi aktif dengan cara ceramah berselang seling dengan diskusi yang melibatkan seluruh peserta. e. Manfaatkan peta untuk menunjukkan lokasi rawa dan rawa pasang surut di masing-masing provinsi sehingga para peserta mengetahui posisi rawa pasang surut terhadap daerah sekitarnya serta peluang pengembangannya. f. Menjelang sesi akhir pembelajaran sebaiknya setiap peserta diberi kesempatan mengemukakan pemahamannya yang kemudian dilengkapi oleh instruktur g. Akhir pembelajaran, instruktur merangkum seluruh materi pembelajaran secara ringkas dan mudah diingat . F. MATERI PEMBELAJARAN 1. PENGERTIAN RAWA PASANG SURUT RAWA besar perannya dalam : mendukung rantai makanan mendukung rantai energi mendukung keaneka ragaman hayati merupakan bagian dari paru paru dunia

ALIH FUNGSI LAHAN ? ? ? (ALIH FUNGSI BUDIDAYA)


Oleh karena itu harus hati-hati menanggapi keinginan petani untuk alih fungsi lahan dari semula tanaman pangan ( padi , palawija ) yang akan diganti dengan tanaman kelapa sawit. Pertimbangan tidak hanya ekonomi saja tetapi juga harus memperhatikan daya dukung lahan serta tata ruang wilayah .

M-1

Indonesia adalah negeri kepulauan yang sangat luas dan memiliki sumberdaya alam yang sangat kaya dan beragam termasuk hutan dan rawa untuk dapat didayagunakan guna memenuhi kebutuhan hidup. Apa saja kebutuhan pokok kehidupan manusia ?

Sandang Pangan Papan


Diantara ke tiga hal tersebut nampaknya pangan yang menempati posisi lebih penting dibandingkan dua yang lainnya. Bagaimana posisi Indonesia di bidang ketersediaan pangan ? Potensi ? Potensi besar tapi masyarakat belum sejahtera berarti pengelolaan belum tepat. Atau karena banyak petugas dan masyarakat yang belum faham

PANGAN

--------- BAHAN YANG LAYAK DIMAKAN

Masyarakat Indonesia masih memilih beras sebagai bahan pangan utama. TANAMAN PADI berperan sangat strategis : Sumber utama pangan Psychologis keluarga petani merasa tenang bila telah memiliki simpanan gabah Produksi padi tahun 2007 ditargetkan sekitar 58 juta ton GKP untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk sekitar 220 juta jiwa. Peningkatan jumlah penduduk perlu peningkatan ketersediaan pangan ; konsekwensinya perlu lahan pertanian yang lebih luas. Peluang terbesar adalah program extensifikasi berupa peningkatan luas tanam terutama lahanlahan yang potensial tetapi selama ini belum banyak didayagunakan seperti misalnya lahan rawa. Hal ini juga untuk mengimbangi semakin meningkatnya alih fungsi lahan pertanian yang luasnya sekitar 20.000 Ha /tahun yang sulit dikendalikan .

LAYAK ?

POTENSI?

Apakah lahan rawa layak untuk ditengok ? Berapa besar potensinya , berapa luasnya , dimana letaknya , apa saja masalahnya ?

Apakah lahan rawa itu ? R A W A ? ( SWAMP )


Rawa adalah sumber daya alam berupa genangan air terus menerus atau musiman yang terbentuk secara alamiah dan merupakan satu kesatuan jaringan sumber daya air dengan ciri khusus tanahnya cekung topografi relatif datar , secara kimiawi pH rendah , tanahnya organik mengandung pirit , secara biologis terdapat flora dan fauna spesifik Rawa merupakan sumberdaya alam majemuk yang memerlukan keterpaduan dengan melibatkan semua pemilik kepentingan antar sektor dan antar wilayah administratif melalui mekanisme koordinasi.

APA TUJUAN PENGELOLAAN RAWA ?


Pengelolaan rawa bertujuan untuk mewujudkan kemanfaatan rawa secara berkelanjutan melalui : 1. Pelestarian rawa sebagai jaringan sumber daya air 2. Dukungan produktivitas lahan dalam rangka peningkatan produksi pertanian

M-1

3. Dukungan pengembangan wilayah berbasis pertanian secara luas ( tanaman pangan , hortikultura , perkebunan , perikanan dan peternakan ) Pengelolaan rawa meliputi 3 pilar utama yaitu : 1. Konservasi ------------ lestari 2. Pendayagunaan ----------- berdaya guna dan berhasil guna untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat 3. Pengendalian dayarusak air ------- minimize mengurangi kerusakan Berdasarkan pengaruh air pasang surut maka wilayah rawa dapat dibedakan atas : - wilayah rawa pasang surut air asin yang terdapat di bagian daratan yang berhubungan langsung dengan laut, di muara sungai besar. Contoh di pantai Timur Sumatera Selatan, Jambi dan Riau; pengaruh air asin sampai sejauh 15 20 Km dari muara sungai besar. - wilayah rawa pasang surut air tawar yang lebih kedalam ke arah hulu, gerakan air sungai kearah laut bertemu dengan air pasang surut dua kali sehari; yang dominan adalah pengaruh air tawar dari sungai walau masih ada energi pasang surut; Contoh di sekitar Palembang 105 Km dari pantai, Marabahan Kalimantan Selatan 65 Km dari muara Barito , Mamberamo dan Digul di Papua 108 dan 272 Km dari muara sungai - wilayah rawa lebak non pasang surut terletak jauh lebih kedalam lagi ke arah pedalaman Rawa sebagai salah satu pilihan lahan pertanian di masa depan dan memberikan peluang yang sangat besar untuk didayagunakan secara optimal .

Berapa luas lahan rawa di Indonesia ?


Indonesia memiliki kawasan rawa pasang surut yang sangat luas, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Departemen Pekerjaan Umum mengatakan bahwa lahan rawa sekitar 18 % dari luas daratan Indonesia atau sekitar 33 juta Ha , yang 20 juta Ha diantaranya lahan rawa pasang surut , namun hanya 5,58 juta Ha yang sesuai untuk kegiatan pertanian. Dengan semakin tingginya tuntutan tersedianya produksi pertanian terutama pangan maka salah satu sumber daya yang layak untuk didayagunakan adalah lahan rawa. Lahan rawa merupakan salah satu ekosistem yang sangat potensial untuk pengembangan pertanian. Berapa luas rawa potensial ? Berapa luas lahan rawa yang sudah dibuka ?
LUAS REKLAMASI LUAS REKLAMASI RAWA (PEMERINTAH) 1.800.000 Ha RAWA PASANG SURUT 1.452.569 Ha TELAH DIMANFAATKAN 726.811 BELUM DIMANFAATKAN 726.208 Ha RAWA LEBAK 347.431 Ha TELAH DIMANFAATKAN 227.303 Ha BELUM DIMANFAATKAN 121.328 Ha

SAWAH 488.852 Ha

LADANG 48.651 Ha

KEBUN 112.801 Ha

TAMBAK 76.507 Ha

SAWAH 171.994 Ha

LADANG 23.663 Ha

KEBUN 26.631 Ha

TAMBAK 5.015 Ha

M-1

Total Lahan Rawa Secara Nasional

LOKASI
Pasang Surut (Ha) Lebak (Ha) 2.766.000 3.580.500 644.500 6.305.770 13.296.770 Total (Ha) 9.370.000 11.707.400 1.793.450 10.522.720

Total Lahan Yang Sudah Dikembangkan Oleh Pemerintah Pasang Surut (Ha) 691.704 694.935 71.835 Lebak (Ha) 110.176 194.765 12.875 23.710 Total (Ha) 801.880 889.700 84.710 23.710

Sumatera Kalimantan Sulawesi Papua

6.604.000 8.126.900 1.148.950 4.216.950 20.096.800

33.393.570 1.458.474

341.526 1.800.000

KONDISI PELA NA JA YA N RINGA (HA N ) NO. PROPINSI RUSA K TERBA NGUN KONDISI BA IK BERA T RINGA N

I A 1 2 3 4 5 6 7 8 B

PA NG SURUT SA W YA BA T ILA H RA D.I A CEH SU A M TERA U RA TA RIA U SU A M TERA BA T RA JA BI M BEN KU G LU SU A M TERA SELA N TA LA PU G M N

691,884 5,790 51,905 163,622 68,544 359,430 42,593 760,685 85,977 115,127 409,230 78,516

381,512 5,422 31,410 89,771 60,859 154,572 39,478 345,299 58,316 102,689 55,800 57,359

186,223 221 12,297 44,311 4,611 122,915 1,869 359,946 16,597 7,463 322,772 12,694 0 0 420 546,169

124,149 147 8,198 29,540 3,074 81,943 1,246 60,646 11,064 4,975 35,864 8,463 0 0 280 184,795

W YA TIMUR ILA H 1 KA A TA SELA N LIM N N TA 2 - KA A TA TEN A LIM N N GH - PLG 3 KA A TA BA T LIM N N RA 4 KA A TA TIM R LIM N N U 5 SU WESI SELA N LA TA 6 SU WESI TEN A LA GH 7 SU WESI TEN G RA LA G A 8 IRIA JA A N Y TOTA I ( HA) L

59,013 8,572 4,250 -

59,013 8,572 3,550 -

1,452,569

726,811

NO. II A 1 2 3 4 5 6 7 8 B LEBA K

PROPINSI

KONDISI PELA NA JA YA N RINGA (HA N ) RUSA K TERBA NGUN KONDISI BA IK BERA T RINGA N 110,176 9,450 27,986 29,315 2,100 16,000 25,325 237,255 75,884 59,311 28,675 36,800 6,675 6,200 dan Pantai 23,710 347,431 1,800,000 71,264 5,759 4,977 23,805 2,100 9,298 25,325 156,039 48,999 40,868 20,091 19,193 4,675 5,000 Jen Sumber 17,213 227,303 954,114 23,347 2,215 13,805 3,306 4,021 0 48,730 16,131 11,066 5,150 10,564 1,200 720 Daya Air 3,898 72,077 618,246 15,524 1,476 9,204 2,204 2,640 0 32,486 10,754 7,377 3,434 7,043 800 480 Dep2,599 PU 48,010 232,805

W YA BA T ILA H RA D.I ACEH SUM ATERA UTARA RIAU SUM ATERA BARAT JAM BI BENGKULU SUM ATERA SELATAN LAM PUNG

W YA TIMUR ILA H 1 KALIM ANTAN SELATAN 2 KALIM ANTAN TENGAH 3 KALIM ANTAN BARAT 4 KALIM ANTAN TIM UR 5 SULAWESI SELATAN 6 SULAWESI TENGAH 7 SULAWESI TENGGARA Sumber : 8 IRIAN JAYA Direktorat

Rawa

, Dit

2007L)II ( HA) TOTA


TOTA PA L SUT + LEBA ( HA ) K

M-1

Kesimpulan : luas lahan rawa di Indonesia sekitar 33 juta Ha diantaranya 20 juta Ha rawa pasang surut ; ini adalah peluang sekaligus tantangan untuk dapat didayagunakan
(Sumber : Direktorat Rawa dan Pantai , Dit Jen Sumber Daya Air, Dep P U 2007)

-pohon rawa tetap ada,ttp angkanya disesuaikan dg jumlah luasan dr tabel Kesimpulan : luas lahan rawa di Indonesia sekitar 33 juta Ha diantaranya 20 juta Ha rawa pasang surut; ini adalah peluang sekaligus tantangan untuk dapat didayagunakan untuk pengembangan pertanian. Rawa pasang surut sejak tahun 1960 an telah dibuka dan dimanfaatkan oleh penduduk asli Sumatera , Kalimantan dan Sulawesi ; suku Bugis yang gemar merantau telah membuka lahan rawa secara tradisional untuk tanaman padi dan kelapa. Pemerintah mulai pembukaan rawa pasang surut tahun 1967 dikaitkan dengan program transmigrasi . Pada Repelita I ( 1969 1974 ) Proyek Pembukaan Persawahan Pasang Surut ( P4S ) membuka 33.000 Ha , Repelita II ( 1974 1979 ) seluas 248.000 Ha , Repelita III ( 1979 1984 ) seluas 352.000 Ha , sedangkan Repelita IV ( 1984 1989 ) hanya 53.000 Ha ; tugas P4S tanam padi satu kali setahun dengan tingkat produksi 1 ton / Ha GKP . Angka ini diperoleh dari produksi padi transmigran spontan Bugis dan Banjar di lahan rawa pasang surut. Faktor apa yang harus diperhatikan dalam mengembangkan rawa pasang surut ? Faktor utama adalah LAHAN - AIR - PENGELOLA Bila ke TIGA faktor utama ini dapat dikelola dengan baik maka rawa pasang surut akan memberikan manfaat yang sangat besar , oleh karena itu harus dijaga kelestariannya. Bagaimana caranya ? Kenali sifatnya dan dayagunakan sesuai daya dukungnya. Sosialisasi kepada petani ----- partisipatif Lahan rawa dapat dibedakan atas beberapa jenis berdasarkan potensi untuk pengembangan pertanian yaitu : -lahan sulfat masam -lahan gambut -lahan salin -lahan kering Sedangkan air yang harus diperhatikan adalah pH .dan salinitas. pH menentukan tingkat keasaman dan salinitas menentukan kadar garam (asin). Peran air sangat dominan dalam pencucian racun-racun di lahan rawa . Air yang asam ataupun asin akan berpengaruh negatif bagi tanaman. Lahan dan air tersebut dikelola oleh petugas dan petani ; yang secara bersamasama harus berkoordinasi dalam melaksanakan perannya masing-masing agar tetap berproduksi memberikan kesejahteraan bagi masyarakat.
M-1 6

Pengelola adalah petugas dan masyarakat petani baik P3A maupun Kelompok Tani (bila ada) harus memiliki kemampuan yang memadai dalam mengelola lahan dan air. Berbagai pengamatan di berbagai daerah transmgrasi yang menyertai pembukaan lahan rawa pasang surut di Kalimantan Tengah (Pangkoh, Anjir Basarang) , Kalimantan Selatan (Delta Pulau Petak , Barambai), Sumatera Selatan (Sugihan), ,Jambi (Pamusiran menunjukkan bahwa pada awal pembukaan sawah nya sangat produktif mampu berproduksi 2,5 3 ton/Ha GKP. Namun bila tidak hati-hati dengan berjalannya waktu sesuai dengan selesainya pembuatan saluran primer, sekunder dan tertier ternyata banyak areal sawah yang menurun produksinya bahkan setelah beberapa tahun kemudian produksinya sangat rendah. Diduga hal ini terjadi karena setelah beberapa tahun dilakukan rehabilitasi dan saluran diperdalam dan dibersihkan tidak segera diikuti pembangunan pintu pengatur tinggi permukaan air, sehingga terjadilah over drainage dan lahan menjadi bongkor tidak berproduksi sama sekali. Hal seperti ini yang harus dicegah . Setelah dikaji ternyata dengan metoda reklamasi rawa yang tepat, kemungkinan yang negatif tadi dapat dicegah.

POTENSI ? ?
Pengelolaan rawa yang tepat dan hati-hati memberikan hasil yang cukup baik ; proyek Integrated Swamp Development Project (ISDP) di Riau , Jambi dan Kalimantan Barat dengan tata air mikro dan diberi dolomit sehingga pH air tanah meningkat dari 4,2 menjadi 4,8 5,4 menghasilkan ubinan panen padi varietas Cisadane 6,26 ton /Ha GKP dan varietas Cisanggarung 9,42 ton/Ha GKP . Bila lahan rawa pasang surut dapat dikelola cukup baik 2 kali tanam padi setahun , maka akan sangat besar pengaruhnya terhadap upaya peningkatan produksi padi Indonesia dan tidak perlu import beras. Mampukah kita merealisasikannya ? Sedangkan hasil produksi palawija berupa kedelai 1,8 2,4 ton/Ha , kacang tanah 3 ton /Ha , kacang hijau 1,2 ton/Ha , jagung 4 ton/Ha. Disamping itu sayuran seperti tomat , bawang merah , petsai , kubis , cabe keriting serta buah-buahan jeruk , pisang dan tanaman industri lada dapat tumbuh baik di lahan rawa pasang surut . Tanaman kelapa sangat menunjang kehidupan petani beserta keluarganya , banyak yang berhasil naik haji dari hasil tanaman kelapa. Peluang untuk peternakan dan perikanan juga sangat besar. Ikan nila , jelawat , udang , sepat , tawes , patin dan gurame dapat diusahakan dengan hasil baik. Berternak sapi , kerbau , kambing , ayam dan bebek akan meningkatkan pendapatan petani dan kotorannya dapat digunakan untuk pupuk kandang. Sapi dan kerbau dapat membantu petani mengolah tanah dengan bajak , luku dan garu. 2. HIDROTOPOGRAFI Kondisi hidrotopografi kawasan merupakan pertimbangan awal di dalam membuat perencanaan bagi pengelolaan air dilahan rawa pasang surut. Kondisi hidrotopografi didefinisikan sebagai perbandingan relatif antara elevasi lahan

M-1

dengan elevasi muka air sungai atau muka air disaluran terdekat. Secara umum dikenal ada 4 kategori hidrotopografi . a) Kategori A : Lahan terluapi pasang surut Lahan terluapi oleh air pasang paling sedikit 4 atau 5 kali selama 14 hari siklus pasang tinggi, baik musim hujan maupun musim kemarau. Kebanyakan dari lahan yang masuk dalam kategori A adalah lahan rendah disepanjang sungai dan dekat dengan saluran utama, atau secara alamiah merupakan lahan cekungan. Sangat dimungkinkan tanam padi dua kali setahun. b) Kategori B : Lahan terluapi air pasang yang hanya pada waktu tertentu saja Lahan terluapi air pasang sekurang-kurangnya 4 atau 5 hari selama 14 hari siklus pasang purnama, dan hanya terjadi dimusim penghujan saja. Tanam padi dua kali setahun kemungkinan bisa tidak panen karena akan mengalami kekurangan air pada musim kemarau. c) Kategori C : Lahan diatas muka air pasang Lahan tidak terluapi air pasang secara reguler, akan tetapi air pasang masuk ke dalam saluran tersier atau masih mempengaruhi muka air tanah. Cocok untuk tanaman palawija dan tanaman keras d) Kategori D : Lahan yang elevasinya jauh diatas level pasang (lahan kering) Lahan dengan elevasi jauh lebih tinggi dari muka air pasang, pengelolaan airnya sama dengan yang dilakukan dilahan kering (up land). Perlu dicoba peserta dibagi dalam beberapa group kelompok masing-masing 5 orang dan diminta untuk membuat peta wilayah rawa pasang surut lengkap dengan jaringan nya lalu dicoba membedakan atas katagori A , B , C dan D 3. KARAKTERISTIK LAHAN DAN PEMATANGAN TANAH Umumnya lahan rawa pasang surut mempunyai susunan/tekstur yang baik, kedalaman liat mulai dari dangkal sampai sedang, dan biasanya mengandung asam sulfat atau pirit pada berbagai kedalaman.

Ingat PIRIT adalah racun bagi tanaman


Pirit (FeS2) adalah mineral berkristal kubus dari senyawa besi-sulfida yang terkumpuldalam marin yang kaya bahan organik dan diluapi air mengandung senyawa sulfat (SO4) dari air laut. Ukuran pirit sangat halus dari < 1 mikron hingga 6 mikron. Pirit terbentuk bila terpenuhi syarat : - lingkungan anaerob , dekomposisi bahan organik oleh bakteri anaerob - sulfat terlarut - tersedia bahan organik - jumlah besi oksida cukup banyak - waktu yang lama Oleh karena itu harus selalu diupayakan lapisan pirit tetap terendam air dan tidak sempat terjadi reaksi oksidasi yang akan meracuni tanaman .
M-1 8

Klasifikasi kedalaman pirit dapat dibedakan atas : - kelas 1 < 25 Cm dari permukaan tanah - kelas 2 25 50 Cm dari permukaan tanah - kelas 3 51 100 Cm dari permukaan tanah - kelas 4 > 100 Cm dari permukaan tanah Bila terjadi oksidasi pirit ------- lakukan pencucian ( leaching ) dengan air hujan atau air pasang surut yang tidak asin . Pirit yang semula tidak berbahaya pada kondisi tergenang , bila teroksidasi maka secara perlahan akan berubah menjadi unsur beracun dan merupakan sumber kemasaman tanah Pemahaman terhadap bahayanya pirit mutlak perlu bagi petugas dan petani di lahan rawa pasang surut agar dapat mengelola lahan nya dengan optimal. Oksidasi pirit -- pH turun drastis sampai dibawah 4 , maka ion Al akan dibebaskan dan bersifat racun bagi tanaman. Ion Al dan Fe akan mengikat ion Phosphat , tanaman akan kekurangan P. Disamping itu juga akan membebaskan ion Ca , Mg , K hanyut terbawa air yang mengalir keluar. Tanaman akan keracunan dan tidak mampu berproduksi. Bagaimana memperbaikinya ? Segera lakukan sebagai berikut : - ameliorasi dengan cara diberi calcium carbonat atau rock phosphate - drainasi dangkal , pencucian intensif tanah lapisan atas Disamping pirit masih ada faktor lain yang penting yaitu pH ( derajat keasaman ) ; hal ini sangat penting karena pH ini menunjukan reaksi tanah terhadap ketersediaan unsur hara bagi tanaman . Penggolongan pH di lahan pasang surut dibedakan atas : extrim asam pH < 3,5 sangat masam pH 3,5 - 4,0 agak masam pH 4,0 - 5,0 netral pH 5,0 - 6,0 sesuaikan penggolongan pH dg ISDP Untuk perkembangan pertanian tipologi lahan yang penting adalah : a) Lahan sulfat masam Lahan sulfat masam mengandung bahan pirit, dibawah permukaan tanah. Sepanjang kandungan bahan pirit ini terendam air, maka tidak akan membahayakan tanaman, tanahnya disebut tanah sulfat masam potensial. Masalah tergantung kedalaman kandungan sulfat masam . Bila pirit lebih dalam dari 1 meter dari muka tanah, keberadaan tanah sulfat masam tersebut biasanya tidak membahayakan tanaman. Tanah bisa diperlakukan sebagai tanah normal. Bila kandungan sulfat masamnya (PASS) cukup dangkal, maka mengakibatkan tanah menjadi masam dan tidak cocok untuk digarap sebagai lahan pertanian. Umumnya, muka air disaluran dipertahankan tetap tinggi dan pencucian serta penggelontoran harus lebih sering dilakukan. b) Lahan gambut Tanah dengan lapisan gambut lebih dari 40 cm dan kandungan abu dibawah 25 % disebut tanah gambut. Jika lapisan gambutnya kurang dari 40 cm dan kandungan abunya lebih dari 25 % disebut tanah bergambut (muck soil).

M-1

Tanah muck seringkali mengandung bahan pirit. Dalam kondisi tergenang, bahan organik melepaskan asam organik yang pada gilirannya akan memperburuk kadar racun c) Lahan Salin Lahan salin adalah lahan pasang surut yang terkena pengaruh air payau/asin. Lahan salin mendapat intrusi air laut lebih dari 3 bulan dalam 1 tahun dan kandungan Na dalam larutan tanah antara 8 15 %. d) Lahan kering Tanah ini mempunyai karakteristik yang sangat miskin untuk pengembangan pertanian karena mempunyai struktur tanah yang tidak bagus dan kesuburannya sangat rendah

Apakah KONSERVASI dan REHABILITASI LAHAN RAWA ? Apakah perlu dilakukan ? ?


Konservasi lahan adalah tindakan pencegahan terjadinya proses degradasi lahan melalui cara pemilahan wilayah rawa yang boleh di dayagunakan , penanaman sesuai dengan daya dukungnya , pengelolaan lahan dan air yang tepat sesuai dengan tipologi lahan dan tipe luapannya.. Rehabilitasi lahan adalah upaya meningkatkan kembali produktivitas lahan yang sebelumnya telah mengalami penurunan , yang dapat dilakukan dengan cara pemberian abu , ameliorasi , kapur pertanian dan pengelolaan air yang tepat . Pengelolaan lahan rawa yang kurang tepat dapat mengakibatkan perubahan karakteristik tanah dan menurunkan produktivitasnya . Lahan rawa yang telah mengalami degradasi berat umumnya sulit sekali di rehabilitasi dan memerlukan biaya yang sangat besar .

APAKAH PEMATANGAN TANAH ? ?


Setelah reklamasi, tanah didaerah rawa pasang surut mulai mengalami proses pematangan. Pematangan tanah mengakibatkan berkurangnya kandungan air dan ruang pori (kepadatan tanah meningkat), berkurangnya kandungan bahan organik, dan perubahan struktur tanah serta kation yang dapat dipertukarkan. Dengan adanya proses drainase yang tepat , akan mendorong terjadinya pematangan tanah, dan juga mencegah terjadinya kondisi anaerobik yang berkelanjutan, serta akan menstimulir terjadinya oksidasi dan berkurangnya bahan organik. Dalam kasus dimana pematangan tanah belum tuntas, maka proses itu dapat distimulir melalui saluran drainase yang memadai : - Drainase dangkal, kedalamannya antara 0.20 0.30 m, jarak antara saluran 8 12 meter; - Menurunkan muka air tanah selama musim kemarau dengan tindakan drainase terkendali, walaupun hal ini bisa mengakibatkan terjadinya oksidasi lapisan pirit; - Penggelontoran saluran pada saat pasang tinggi; - Pencucian keasaman dan unsur racun dengan curah hujan, dilakukan pada awal musim hujan.

M-1

10

4.

SATUAN DAN KESESUAIAN LAHAN

Satuan Lahan
Berdasarkan pengembangan geo-morfologi, ada 3 jenis lahan di daerah rawa pasang surut, yaitu : Tanah mineral Tanah gambut Tanah dataran tinggi, pada umumnya tanah putih-keputihan dengan kesuburan rendah Berdasarkan jenis tanah, hidrotopografi, intrusi air asin, drainabilitas dan keberadaan pirit, maka lahan pasang surut di Indonesia dibagi dalam 10 (sepuluh) satuan lahan, dan secara ringkat adalah sebagai berikut :
No
1

Uraian Satuan Lahan


Lahan dengan suplesi air pasang surut Lahan ini tergenangi secara teratur oleh air pasang (tidak bergaram) selama musim tanam dan lahan mengandung bahan organik, dengan atau tanpa bahan sulfidik. Cocok untuk tanaman padi. Lahan mengandung pirit atau bergambut ( potensi drainase < 60 Cm dan saluran terintrusi air asin ) Tanah mineral dengan bahan sulfik (pirit) pada kedalaman 1 m atau kurang atau tanah dengan bahan organik (total kandungan abu lebih dari 25 %). Lahan tidak tergenangi secara teratur, karena topografinya relatif tinggi (kategori C dan D). Saluran dapat terintrusi air asin selama (sebagian) musim tanam, dan kedalaman drainase potensian lahan < 60 cm. Cocok untuk padi tadah hujan atau palawija. Lahan mengandung pirit atau bergambut ( potensi drainase > 60 Cm dan saluran terintrusi air asin ) Tanah mineral dengan bahan sulfik (pirit) pada kedalaman 1 m atau kurang atau tanah dengan bahan organik (total kandungan abu lebih dari 25 %). Lebih cocok untuk tanaman perkebunan. Lahan mengandung pirit atau bergambut ( potensi drainase < 60 Cm dan saluran berisi air tawar ) Tanah mineral dengan bahan sulfik (pirit) pada kedalaman 1 m atau kurang atau tanah dengan bahan organik (total kandungan abu lebih dari 25 %). Lahan tidak tergenangi secara teratur, karena topografinya relatif tinggi (kategori C dan D). Cocok untuk padi tadah hujan atau palawija . Lahan mengandung pirit atau bergambut ( potensi drainase > 60 Cm dan saluran berisi air tawar ) Tanah mineral cocok untuk tanaman perkebunan . Elevasi muka air tanah dijaga agar tetap diatas lapisan pirit. Lahan gambut Lahan gambut (lapisan organik > 40 cm dan total kandungan abu kurang dari 25 %). Kurang subur karena kekurangan unsur mikro , lebih cocok untuk palawija atau tanaman perkebunan . Perlu drainase terkendali dan pemupukan Tanah keputih-putihan Tanah mineral dengan tingkat kesuburan rendah (Kapasitas Tukar Kation kurang dari 5 me/100gr), kesuburan sangat rendah , agak cocok untuk palawija atau tanaman perkebunan

M-1

11

Lahan bukan pirit ( potensi drainase < 60 Cm dan saluran berisi air tawar ) Tanah mineral (Kapasitas Tukar kation kurang dari 5 me/100gr) tanpa bahan sulfidik pada kedalaman 1 atau kurang , dapat ditanami padi sawah. Bila drainase memadai dapat ditanami palawija Lahan bukan pirit ( potensi drainase > 60 Cm dan saluran berisi air tawar ) Tanah mineral (Kapasitas Tukar kation kurang dari 5 me/100gr) tanpa bahan sulfidik pada kedalaman 1 atau kurang , dapat ditanami padi tadah hujan dan palawija ; Bila drainase memadai dapat ditanami tanaman perkebunan Lahan bukan pirit ( saluran terintrusi air asin ) Tanah mineral (Kapasitas Tukar kation kurang dari 5 me/100gr) tanpa bahan sulfidik pada kedalaman 1 atau kurang. Saluran terintrusi air asin

10

Kesesuaian Lahan
Kesesuaian lahan yaitu tingkat kecocokan dari sebidang lahan untuk tanaman tertentu. Kesesuaian lahan di jaringan rawa pasang surut sangat dipengaruhi oleh kondisi: iklim, hidrotopografi, karakteristik lahan dan tingkat pengendalian air. Untuk menggali potensi pertanian di daerah rawa, maka faktor-faktor lain seperti pengolahan lahan, seleksi tanaman, jadwal tanam, penggunaan pupuk dan pengendalian hama penyakit, juga menjadi pertimbangan yang penting.

Apakah tanah saya cocok untuk padi ? atau palawija ? atau tanaman perkebunan ?
Kesesuaian lahan untuk digunakan sebagai lahan pertanian adalah sebagai berikut : a) Satuan Lahan 1 : Lahan dengan suplesi air pasang surut cocok untuk tanaman padi sawah. Untuk palawija atau tanaman perkebunan boleh saja asalkan drainase memadai. b) Satuan Lahan 2 : Lahan mengandung pirit atau bergambut (potensi drainase < 60 cm, dan saluran terintrusi air asin) Bila kedalaman drainasenya < 60 cm masih cocok untuk tanaman padi tadah hujan atau palawija. c) Satuan Lahan 3 : Lahan mengandung pirit atau bergambut (potensi drainase > 60 cm, dan saluran terintrusi air asin) cocok untuk tanaman perkebunan d) Satuan Lahan 4 : Lahan mengandung pirit atau bergambut (potensi drainase < 60 cm, dan saluran air tawar) Bila drainasenya < 60 cm masih cocok untuk tanaman padi tadah hujan atau palawija. e) Satuan Lahan 5 : Lahan mengandung pirit atau bergambut (potensi drainase > 60 cm, dan saluran air tawar) Bila drainasenya > 60 cm cocok untuk tanaman perkebunan. f) Satuan Lahan 6 : Lahan Gambut Kurang subur dan sering kekurangan unsur mikro. Lahan ini kurang sesuai untuk tanaman padi, namun sesuai untuk tanaman palawija atau sangat sesuai untuk tanaman keras.

M-1

12

g) Satuan Lahan 7 : Lahan keputih-putihan Tingkat kesuburan lahan ini sangat rendah sehingga tidak cocok untuk tanaman padi sawah, dan hanya agak cocok untuk tanaman lahan kering dan tanaman perkebunan. h) Satuan Lahan 8 : Lahan bukan pirit (potensi drainase < 60 cm, saluran air tawar) Struktur yang stabil dan tidak ada racun, sehingga dapat ditanami padi tadah hujan. Apabila lapisan tanah atas sudah matang dan dapat digenangi maka dapat ditanami padi sawah. i) Satuan Lahan 9 : Lahan bukan pirit (potensi drainase > 60 cm, saluran air tawar) struktur stabil dan tidak ada racun, sehingga dapat ditanami padi tadah hujan atau palawija. Tanaman perkebunan dapat dikembangkan dengan baik jika drainasenya memadai. j) Satuan Lahan 10 : Lahan bukan pirit (saluran terintrusi air asin) struktur stabil dan tidak ada racun, sehingga dapat ditanami padi tadah hujan atau palawija. Tanaman perkebunan dapat dikembangkan dengan baik jika drainasenya memadai. 5. PENGELOLAAN AIR Pada mulanya infrastruktur jaringan reklamasi rawa pasang surut berupa saluran-saluran terbuka, yaitu suatu sistem tanpa bangunan pintu pengatur air baik di primer,sekunder maupun di tingkat tersier. Pengelolaan air pada sistem terbuka hanya mungkin dilakukan di tingkat lahan usaha tani. Pematang mengelilingi sawah dan gorong-gorong kecil di parit kuarter sangat dianjurkan untuk dibangun. Pengelolaan air di jaringan primer dan sekunder harus didasarkan kepada permukaan air rata-rata di blok sekunder. Pintu klep dan pintu geser yang dipasang di saluran sekunder memungkinkan pengelolaan air dapat dilakukan secara efektif, asalkan pengoperasiannya dilakukan dengan benar. Ada perbedaan antara pengelolaan air pada musim hujan dengan pengoperasian dimusim kemarau, dan juga selama kondisi normal dan kondisi ekstrim. Yang dimaksud kondisi ekstrim adalah periode terlampau basah dimusim hujan, dan periode sangat kering dimusim kemarau. Kondisi terlampau basah bisa disebabkan oleh adanya curah hujan berlebihan dimusim penghujan. Pada umumnya dalam kasus seperti itu, kelebihan curah hujan harus dibuang secepat mungkin. Namun demikian, perlu dicegah terjadinya drainase yang berlebihan (over drainage).

Ingat bahayanya over drainage !!! Sangat sulit perbaikannya dan mahal
Pengelolaan Air untuk Padi Sawah Budidaya tanaman padi sawah merupakan kegiatan yang dominan di jaringan rawa selama musim hujan. Kebutuhan air untuk tanaman padi cukup besar, dan

M-1

13

umumnya tidak bisa diatasi dari curah hujan saja (terutama tahun-tahun yang curah hujannya dibawah rata-rata). Jika tidak ada tambahan pasokan air, maka lebih baik bila menanam padi gogo, dengan begitu tidak perlu menghadapi konsekuensi negatif sebagai dampak dari adanya lapisan air yang cukup dalam dibawah permukaan lahan. Aneka ragam pengelolaan air a) Drainase dan pencucian tanah Drainase diperlukan : selama pengolahan lahan setelah terjadi hujan lebat sebelum dilakukan pemupukan bila kualitas tanah dan air memburuk selama masa panen. sesering mungkin dari lapisan tanah dengan air hujan pada awal-awal musim penghujan. b) Suplesi air pasang surut Bila kualitas air baik maka suplesi air pasang memang dimungkinkan, dan hal semacam ini tidak saja menjamin kecukupan air untuk tanaman padi, akan tetapi juga akan berdampak positif bagi peningkatan kualitas tanah. Genangan air yang bertahan lama harus dicegah, dan unsur racun yang sudah terbentuk selama masa bero (tidak ada kegiatan pertanaman) harus bisa dibilas dari tanah pada periode-periode air surut. Bila suplesi pasang surut bisa terjadi maka dimungkinkan menanam padi jenis unggul sebagai pengganti padi jenis lokal, dan pertanaman bisa dimulai lebih awal. Dengan begitu, sangat terbuka peluang bertanam padi dua kali setahun. c) Retensi air Umumnya, lapisan genangan air dilahan sawah perlu dipertahankan untuk berbagai tujuan, antara lain untuk mengatasi gulma tanaman, menciptakan kondisi lingkungan bagi penyerapan nutrisi yang dibutuhkan tanaman, dan sebagai cadangan air bilamana terjadi kekurangan air. Pada saat-saat tertentu, taraf muka air disawah harus berada dibawah muka tanah d) Pompanisasi Jika peluang suplesi pasang surut tidak ada, akan tetapi air disaluran kualitasnya cukup baik, maka pemompaan bisa membantu untuk mengatasi kekurangan air disaat kemarau. Volume air yang perlu dipompa biasanya jauh lebih sedikit dibandingkan jumlah air yang masuk atau keluar pada saat pasang surut. Kadang-kadang para petani cenderung untuk menghemat biaya pemompaan yaitu dengan cara menyimpan air disawah sebanyak mungkin, sehingga muncul resiko negatif yang hampir sama dengan kondisi genangan air yang stagnant (dibiarkan menggenang lama) seperti yang sudah dibahas sebelumnya menyangkut retensi air. Kebutuhan air selama tahapan budidaya tanaman padi sawah a) Tahap persiapan lahan dan pembibitan

M-1

14

Pada tahap ini air dibutuhkan untuk pencucian dan pengolahan lahan. Kondisi tanah yang lembab harus diciptakan untuk memudahkan alat traktor melakukan pembajakan lahan. Seiring dengan itu, dilakukan persiapan lahan untuk pembibitan tanaman padi. b) Tahap pertumbuhan Segera setelah penanaman, dibutuhkan air untuk penggenangan dangkal (3 5 cm) untuk pertumbuhan akar dan perbanyakan anakan. c) Tahap reproduktif Tahap ini dimulai setelah perbanyakan anakan optimal hingga pembuahan. Tanaman membutuhkan air lebih banyak pada tahap ini untuk pembuahan. Jika terjadi kekeringan maka pembuhaan menjadi terhambat dan pada akhirnya biji padi menjadi hampa (kosong). d) Tahap pematangan Tahap ini dimulai dari pembentukan cairan susu, pengkerasan biji hingga pematangan. Disini kebutuhan air mulai berkurang, dan sedikit demi sedikit lahan dikeringkan untuk proses pematangan. Lahan sebaiknya dilakukan drainase selama 10 hari sebelum panen. Pengelolaan Air untuk Tanaman Palawija Fokus utama dari pengelolaan air dilahan usaha tani untuk tanaman palawija adalah menyangkut drainase dan mengendalikan kestabilan muka air tanah. Saluran kuarter yang berada diantara saluran tersier mungkin saja diperlukan dengan jarak tidak lebih dari 100 meter. Dibeberapa areal tertentu, tanaman palawija dilakukan setelah pertanaman padi musim hujan, yaitu ketika muka air tanah masih cukup tinggi, dan tanaman tumbuh diatas guludan agar drainase perakarannya terjamin, dan bisa dengan cepat membuang air hujan yang berlebih melalui parit yang berada diantara guludan. Dapat juga dibantu dengan sistem surjan.

Apa itu surjan ? Lho kok seperti baju orang Yogya yang bergaris-garis itu ?
Sistem surjan yaitu konstruksi sistem guludan terdiri dari bagian-bagian yang direndahkan elevasinya, dan bagian-bagian lainnya ditinggikan. Dibagian yang rendah, peluang suplesi pasang surut menjadi lebih besar. Sedangkan bagian yang ditinggikan maka drainasenya lebih baik, sehingga bisa dimanfaatkan untuk tanaman palawija. Bagian yang rendah biasanya lebarnya 4 sampai 8 meter, sedangkan bagian yang ditinggikan lebarnya 2 sampai 4 meter dengan ketinggian 0,4 m sampai 0,8 m. Teknik surjan ini memberi peluang diversifikasi tanaman, karena pada saat bersamaan para petani bisa bercocok tanam padi dan palawija sekaligus.

APA MANFAAT SURJAN ?


1. 2. Memanfaatkan lahan lebih optimal Memberikan peluang diversifikasi

M-1

15

3. 4.

Memudahkan pengendalian hama Membantu upaya konservasi lahan Akan tetapi, sistem surjan juga memiliki kelemahan, dan jika tidak mungkin diluapi pasang surut secara teratur, maka sistem ini sebaiknya tidak dianjurkan untuk diterapkan : - Air dibagian yang rendah akan mengalami stagnasi (drainabilitasnya buruk, limpasan air dari bagian guludan, lapisan pirit bisa saja tersingkap, - Muka air tanah dibagian bawah tetap saja relatif terlalu tinggi bagi tanaman keras yang tumbuh dibagian guludan, - Konstruksi surjan memerlukan input tenaga kerja cukup banyak (600 800 HOK/Ha), - Bagian yang rendah tidak bisa dimanfaatkan selain untuk tanaman padi, karena itu perubahan penggunaan lahan akan menjadi sulit dilakukan; - Mekanisasi pencucian relatif sulit diaplikasikan. Pengelolaan Air untuk Tanaman Keras Fokus dari pengelolaan air untuk tanaman keras adalah menyangkut drainase dan mempertahankan kestabilan muka air tanah. Namun demikian, kedalaman muka air tanah yang lebih cocok untuk tanaman keras adalah 0.60 m sampai 0.80 m dari muka tanah. Saluran kuarter diantara saluran tersier sangat penting, jarak satu sama lain berkisar antara 25 m sampai 50 m. Pada areal dimana muka air tanahnya tidak bisa diturunkan lebih rendah lagi, maka tanaman sebaiknya ditanam dibagian tanah yang ditinggikan (guludan). Pengelolaan Air Masa Bera Selama tidak ada kegiatan pertanaman, maka jika diperlukan, pembilasan bahan racun dari dalam tanah bisa dilakukan dengan drainase dalam, diikuti dengan pencucian dengan air hujan dan jika memungkinkan dengan air pasang. Masa bero biasanya terjadi dimusim kemarau. Pada awal musim hujan berikutnya, pencucian dengan air hujan sangat diperlukan. Hal tersebut secara berangsur akan mengakibatkan lapisan pirit makin dalam letaknya. Hingga akhirnya kesesuaiannya sebagai lahan pertanian akan semakin meningkat dalam jangka panjang. Drainase juga akan menstimulir pematangan tanah secara gradual dan juga oksidasi bahan organik.

6.

NOMENKLATUR JARINGAN RAWA

M-1

16

Apa gunanya NOMENKLATUR ? Mengapa nomenklatur harus disepakati ?


Nomenklatur jaringan rawa diperlukan untuk memberikan nama pada saluran saluran dan bangunan yang berada di jaringan rawa. Nama saluran dan bangunan ini sangat diperlukan petugas lapangan ataupun petani yang akan melaporkan kondisi saluran dan bangun n pada saat tertentu , sehingga petugas ditingkat atas dengan mudah dapat memahami laporan yang diterimanya dan digunakan untuk perencanaan kegiatan pemeliharaan maupun perbaikan bila diperlukan . Contoh : Suatu hari Pengamat memperoleh laporan dari Ketua P3A bahwa salah satu pintu ada yang rusak dan perlu segera diperbaiki . Ketua P3A harus dengan jelas melaporkan pintu air nomer berapa di saluran tertier mana yang dilaporkannya tersebut .Dengan demikian Pengamat dengan mudah mencatat dan melaporkannya ke tingkat atas dengan tepat untuk nantinya digunakan dalam perencanaan perbaikan .

Bagaimana cara nya ?


Pemberian nama saluran diawali dari saluran yang langsung berhubungan dengan lahan usaha, saluran ini disebut sebagai saluran tertier. Untuk memudahkan pemberian nama maka disepakati menggunakan nomor yang dimulai dari hulu. Selanjutnya beberapa saluran tertier bermuara pada saluran sekunder; yang jumlahnya mempertimbangkan kelancaran fungsi drainase . Pemberian nomor pada saluran sekunder juga dimulai dari hulu. Selanjutnya beberapa saluran sekunder bermuara pada saluran primer yang jumlahnya juga mempertimbangkan kelancaran fungsi drainase . Sedangkan pemberian nama dan nomor pada bangunan menggunakan nama saluran yang ditempatinya. Dengan pemberian nama pada masing-masing saluran dan bangunan maka akan memudahkan petugas lapangan dan petani untuk melaksanakan kegiatan pemeliharaan saluran dan bangunan.

M-1

17

Anda mungkin juga menyukai