Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN GEDUNG PROF.SOELARTO PADA KLIEN TN.

S DENGAN FRAKTUR FEMUR DEXTRA

CIDERA KEPALA
A.PENGERTIAN Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak. B.MANIFESTASI KLINIS. 1. Nyeri yang menetap atau setempat. 2. Bengkak pada sekitar fraktur sampai pada fraktur kubah cranial. 3. Fraktur dasar tengkorak: hemorasi dari hidung, faring atau telinga dan darah terlihat di bawah konjungtiva,memar diatas mastoid (tanda battle),otorea serebro spiral ( cairan cerebros piral keluar dari telinga ), minorea serebrospiral (les keluar dari hidung). 4. Laserasi atau kontusio otak ditandai oleh cairan spinal berdarah. 5. Penurunan kesadaran. 6. Pusing / berkunang-kunang. Absorbsi cepat les dan penurunan volume intravaskuler 8. Peningkatan TIK 9. Dilatasi dan fiksasi pupil atau paralysis edkstremitas 10. Peningkatan TD, penurunan frek. Nadi, peningkatan pernafasan Klasifikasi cedera kepala berdasarkan Nilai Skala Glasgow (GCS): 1. Cedera Kepala Ringan GCS 13 15 Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit. Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma. 2. Cedera kepala Sedang GCS 9 12 Kehilangan kesadaran dan amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak. 3. Cedera Kepala Berat GCS 3 8 Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam. Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial. Proses-proses fisiologi yang abnormal: - Kejang-kejang - Gangguan saluran nafas - Tekanan intrakranial meningkat yang dapat disebabkan oleh karena: edema fokal atau difusi hematoma epidural hematoma subdural hematoma intraserebral

over hidrasi - Sepsis/septik syok - Anemia - Syok Proses-proses fisiologi yang abnormal: Kejang-kejang Gangguan saluran nafas Tekanan intrakranial meningkat yang dapat disebabkan oleh karena: edema fokal atau difusi hematoma epidural hematoma subdural hematoma intraserebral over hidrasi

Sepsis/septik syok Anemia Shock

Proses fisiologis yang abnormal ini lebih memperberat kerusakan cidera otak dan sangat mempengaruhi morbiditas dan mortalitas.

C.PATOFISIOLOGI Cidera kepala Respon biologi

TIK - oedem - hematom Hypoxemia Kelainan metabolisme

Cidera otak primer Kontusio Laserasi

Cidera otak sekunder Kerusakan Sel otak

Gangguan autoregulasi Aliran darah keotak

rangsangan simpatis tahanan vaskuler Sistemik & TD

Stress katekolamin sekresi asam lambung Mual, muntah 2

O2 ggan metabolisme

tek. Pemb.darah

Pulmonal Asam laktat Oedem otak Ggan perfusi jaringan Cerebral Difusi O2 terhambat Gg perfusi jaringan tek. Hidrostatik kebocoran cairan kapiler oedema paru cardiac out put Asupan nutrisi kurang

Gangguan pola napas hipoksemia, hiperkapnea Cedera kepala menurut patofisiologi dibagi menjadi dua : 1. Cedera kepala primer Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi - decelerasi rotasi ) yang menyebabkan gangguan pada jaringan. Pada cedera primer dapat terjadi : Gegar kepala ringan Memar otak Laserasi 2. Cedera kepala sekunder Adalah kelainan patologi otak disebabkan kelainan biokimia, metabolisme, fisiologi yang timbul setelah trauma. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti : Hipotensi sistemik Hipoksia Hiperkapnea Udema otak Komplikasi pernapasan infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain

Perdarahan yang sering ditemukan: Epidural hematom: Terdapat pengumpulan darah diantara tulang tengkorak dan duramater akibat pecahnya pembuluh darah/cabang-cabang arteri meningeal media yang terdapat di duramater, pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat berbahaya. Dapat terjadi dalam beberapa jam sampai 1 2 hari. Lokasi yang paling sering yaitu dilobus temporalis dan parietalis. 3

Tanda dan gejala: Penurunan tingkat kesadaran Nyeri kepala, Muntah Hemiparesa. Dilatasi pupil ipsilateral Pernapasan dalam dan cepat kemudian dangkal, irreguler, penurunan nadi, peningkatan suhu. Subdural hematoma Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi akut dan kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena/jembatan vena yang biasanya terdapat diantara duramater, perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut terjadi dalam 48 jam 2 hari atau 2 minggu dan kronik dapat terjadi dalam 2 minggu atau beberapa bulan. Tanda dan gejala: Nyeri kepala Bingung Mengantuk, menarik diri, berfikir lambat, kejang dan Edema pupil.

Perdarahan intraserebral Perdarahan di jaringan otak karena pecahnya pembuluh darah arteri, kapiler, vena. Tanda dan gejala: Nyeri kepala Penurunan kesadaran Komplikasi pernapasan Hemiplegi kontralateral, dilatasi pupil, perubahan tanda-tanda vital.

Perdarahan subarachnoid: Perdarahan didalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh darah dan permukaan otak, hampir selalu ada pada cedera kepala yang hebat. Tanda dan gejala: Nyeri kepala Penurunan kesadaran Hemiparese Dilatasi pupil ipsilateral dan 4

Kaku kuduk.

Penatalaksanaan: Konservatif Bedrest total Pemberian obat-obatan Observasi tanda-tanda vital dan tingkat kesadaran.

Pemeriksaan Diagnostik: CT Scan: tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak. Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma. X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan / edema), fragmen tulang. Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial. Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan intrakranial. Prioritas perawatan: 1. Memaksimalkan perfusi/fungsi otak 2. Mencegah komplikasi 3. Pengaturan fungsi secara optimal/mengembalikan ke fungsi normal. 4. Mendukung proses pemulihan koping klien/keluarga 5. Pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana pengobatan, dan rehabilitasi. DIAGNOSA KEPERAWATAN: 1. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d penghentian aliran darah (hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung) 2. Resiko tinggi pola napas tidak efektif b.d kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi trakeobronkhial. 3. Perubahan persepsi sensori b. d perubahan transmisi dan/atau integrasi (trauma atau defisit neurologis). 4. Perubahan proses pikir b. d perubahan fisiologis; konflik psikologis. 5. Kerusakan mobilitas fisik b. d kerusakan persepsi atau kognitif. Penurunan 5

kekuatan/tahanan. Terapi pembatasan /kewaspadaan keamanan, misal: tirah baring, imobilisasi. 6. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d jaringan trauma, kulit rusak, prosedur invasif. Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi tertekan (penggunaan steroid). Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS) 7. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b. d perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien (penurunan tingkat kesadaran). Kelemahan otot yang diperlukan untuk mengunyah, menelan. Status hipermetabolik. 8. Perubahan proses keluarga b. d transisi dan krisis situasional. Ketidak pastian tentang hasil/harapan. 9. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan b. d kurang pemajanan, tidak mengenal informasi. Kurang mengingat/keterbatasan kognitif. D. PENATALAKSANAAN Pada cedera kulit kepala, suntikan prokain melalui sub kutan membuat luka mudah dibersihkan dan diobati. Daerah luka diirigasi untuk mengeluarkan benda asing dan miminimalkan masuknya infeksi sebelum laserasi ditutup. PEDOMAN RESUSITASI DAN PENILAIAN AWAL 1. Menilai jalan nafas : bersihkan jalan nafas dari debris dan muntahan; lepaskan gigi palsu,pertahankan tulang servikal segaris dgn badan dgn memasang nafas,maka pasien harus diintubasi. 2. Menilai pernafasan ; tentukan apakah pasien bernafas spontan/tidak. Jika tidak beri O2 melalui masker O2. Jika pasien bernafas spontan selidiki dan atasi cedera dada berat spt pneumotoraks tensif,hemopneumotoraks. Pasang oksimeter nadi untuk menjaga saturasi O2minimum 95%. Jika jalan nafas pasien tidak terlindung bahkan terancan/memperoleh O2 yg adekuat ( Pa O2 >95% dan Pa CO2<40% mmHg serta saturasi O2 >95%) atau muntah maka pasien harus diintubasi serta diventilasi oleh ahli anestesi 3. Menilai sirkulasi ; otak yg rusak tdk mentolerir hipotensi. Hentikan semua perdarahan dengan menekan arterinya. Perhatikan adanya cedera intra abdomen/dada.Ukur dan catat frekuensidenyut jantung dan tekanan darah pasang EKG.Pasang jalur intravena yg besar.Berikan larutan koloid sedangkan larutan kristaloid menimbulkan eksaserbasi edema. 4. Obati kejang ; Kejang konvulsif dpt terjadi setelah cedera kepala dan harus diobati mula-mula diberikan diazepam 10mg intravena perlahan-lahan dan dpt diulangi 2x jika masih kejang. Bila tidak berhasil diberikan fenitoin 15mg/kgBB 5. Menilai tingkat keparahan : CKR,CKS,CKB 6 collar cervikal,pasang guedel/mayo bila dpt ditolerir. Jika cedera orofasial mengganggu jalan

6. Pada semua pasien dengan cedera kepala dan/atau leher,lakukan foto tulang belakang servikal ( proyeksi A-P,lateral dan odontoid ),kolar servikal baru dilepas setelah dipastikan bahwa seluruh keservikal C1-C7 normal 7. Pada semua pasien dg cedera kepala sedang dan berat : - Pasang infus dgn larutan normal salin ( Nacl 0,9% ) atau RL cairan isotonis lebih efektif mengganti volume intravaskular daripada cairan hipotonis dan larutan ini tdk menambah edema cerebri - Lakukan pemeriksaan ; Ht,periksa darah perifer lengkap,trombosit, kimia darah - Lakukan CT scan Pasien dgn CKR, CKS, CKB harusn dievaluasi adanya : 1. Hematoma epidural 2. Darah dalam sub arachnoid dan intraventrikel 3. Kontusio dan perdarahan jaringan otak 4. Edema cerebri 5. Pergeseran garis tengah 6. Fraktur kranium 8. Pada pasien yg koma ( skor GCS <8) atau pasien dgn tanda-tanda herniasi lakukan : - Elevasi kepala 30 - Hiperventilasi - Berikan manitol 20% 1gr/kgBB intravena dlm 20-30 menit.Dosis ulangan dapat diberikan 4-6 jam kemudian yaitu sebesar dosis semula setiap 6 jam sampai maksimal 48 jam I - Pasang kateter foley - Konsul bedah saraf bila terdapat indikasi opoerasi (hematom epidural besar,hematom sub dural,cedera kepala terbuka,fraktur impresi >1 diplo) E.PEMERIKSAAK FISIK 1. Data dasar pengkajian pasien tergantung tipe,lokasi dan keparahan cedera dan mungkin di persulit oleh cedera tambahan pada organ vital a. Aktifitas dan istirahat Gejala Tanda : merasa lemah,lelah,kaku hilang keseimbangan : - Perubahan kesadaran, letargi - hemiparese - ataksia cara berjalan tidak tegap - masalah dlm keseimbangan - cedera/trauma ortopedi - kehilangan tonus otot b. Sirkulasi 7

Gejala

: - Perubahan tekanan darah atau normal - Perubahan frekuensi jantung (bradikardia,takikardia yg diselingi bradikardia disritmia

c. Integritas ego Gejala d. Eliminasi Gejala Gejala Tanda f. Neurosensori Gejala :Kehilangan kesadaran sementara,amnesia seputar kejadian,vertigo,sinkope,tinitus,kehilangan pendengaran -Perubahan dlm penglihatan spt ketajamannya,diplopia,kehilangan sebagain lapang pandang,gangguan pengecapan dan penciuman Tanda : - Perubahan kesadran bisa sampai koma - Perubahan status mental - Perubahan pupil - Kehilangan penginderaan - Wajah tdk simetris - Genggaman lemah tidak seimbang - Kehilangfan sensasi sebagian tubuh g. Nyeri/kenyamanan Gejala Tanda ; sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yg berbeda biasanya lama : Wajah menyeringai,respon menarik pd ransangan nyeri nyeri yg hebat,merintih h. Pernafasan Tanda i. Keamanan Gejala Tanda : Trauma baru/trauma karena kecelakaan : - Fraktur/dislokasi,gangguan penglihatan Kulit : laserasi,abrasi,perubahan warna,tanda batle disekitar telinga,adanya aliran cairan dari telin ga atau hidung - Gangguan kognitif - Gangguan rentang gerak 8 : Perubahan pola nafas, nafas berbunyi, stridor, tersedak, ronkhi,mengi : Inkontensia kandung kemih/usus mengalami gangguan fungsi : mual,muntah dan mengalami perubahan selera : muntah,gangguan menelan e. Makanan/cairan : Perubahan tingkah laku atau kepribadian Tanda :Cemas,mudah tersinggung,delirium,agitasi,bingung,depresi

- Demam 2. Prioritas Keperawatan a) Memaksimalkan perfusi serebral b) Mencegah dan meminimalkan komplikasi c) Mengoptimalkan fungsi otak d) Menyokong proses koping e) Memberikan informasi mengenai proses/prognosis penyakit 3. Tujuan Pemulangan a) Fungis cerebral meningkat,defisit neurologi dapat diperbaiki atau distabilkan b) Komplikasi tidak terjadi c) ADL dpt terpenuhi sendiri atau dibantu ornag lain d) Keluarga memahami keadaan yg sebenarnya dan dpt terlibat dlm proses pemulihan e) Proses/prognosis penyakit dan penanganan (tindakan dpt dipahami dan mampu mengidentifikasi dan memanfaatkan sumber daya yang terdsedia) F.RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN 1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah (hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung) Tujuan: Mempertahankan motorik/sensorik. Kriteria hasil: Tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK Mempertahankan tingkat kesadaran biasa / perbaikan kognisi, dan fase motorik/ sensori TD = 110/70 150/90 mmHg, Nadi 80-100 x/mnt, RR = 16-20 x/mnt, pusing berkurang / hilang Intervensi Rasional Tentukan faktor-faktor yg Penurunan tanda/gejala neurologis atau kegagalan menyebabkan koma/penurunan peningkatan TIK. Pantau /catat status Mengkaji tingkat kesadaran dan potensial peningkatan 9 dalam pemulihannya setelah serangan awal, perfusi menunjukkan perlunya pasien dirawat di perawatan tingkat kesadaran biasa/perbaikan, kognisi, dan fungsi

jaringan otak dan potensial intensif.

neurologis secara teratur TIK dan nilai standar GCS.

bermanfaat

dalam

menentukan

lokasi,

dan bandingkan dengan perluasan dan perkembangan kerusakan SSP. Evaluasi keadaan pupil, Reaksi pupil diatur oleh saraf cranial okulomotor (III) ukuran, kesamaan antara berguna untuk menentukan apakah batang otak masih kiri dan kanan, reaksi baik. Ukuran/ kesamaan ditentukan oleh keseimbangan antara persarafan simpatis dan parasimpatis. Respon terhadap cahaya mencerminkan fungsi yang terkombinasi dari saraf kranial optikus (II) dan okulomotor (III). Pantau tanda-tanda vital: Peningkatan TD sistemik yang diikuti oleh penurunan TD, nadi, frekuensi nafas, TD diastolik (nadi yang membesar) merupakan tanda suhu. terjadinya peningkatan TIK, jika diikuti oleh penurunan kesadaran. Hipovolemia/hipertensi dapat mengakibatkan kerusakan/iskhemia cerebral. Demam dapat mencerminkan kerusakan pada hipotalamus. Peningkatan kebutuhan metabolisme dan konsumsi oksigen terjadi (terutama saat demam dan menggigil) yang selanjutnya menyebabkan peningkatan TIK. Pantau intake dan out put, Bermanfaat sebagai ndikator dari cairan total tubuh turgor kulit dan membran yang mukosa. terintegrasi dengan perfusi jaringan. Iskemia/trauma serebral dapat mengakibatkan diabetes insipidus. Gangguan ini dapat mengarahkan pada masalah hipotermia atau pelebaran pembuluh darah yang akhirnya akan berpengaruh negatif terhadap tekanan serebral. Turunkan eksternal dan kenyamanan, Bantu pasien stimulasi Memberikan efek ketenangan, menurunkan reaksi berikan fisiologis tubuh dan meningkatkan istirahat untuk seperti mempertahankan atau menurunkan TIK. untuk Aktivitas ini akan meningkatkan tekanan intrathorak terhadap cahaya.

lingkungan yang tenang. menghindari /membatasi dan intraabdomen yang dapat meningkatkan TIK.

batuk, muntah, mengejan. Tinggikan kepala pasien Meningkatkan aliran balik vena dari kepala sehingga 15-45 derajad sesuai akan mengurangi kongesti dan oedema atau resiko dapat terjadinya peningkatan TIK. indikasi/yang ditoleransi. Batasi pemberian cairan Pembatasan cairan diperlukan untuk menurunkan 10

sesuai indikasi.

edema serebral, meminimalkan fluktuasi aliran vaskuler TD dan TIK. hipoksemia, yang mana dapat

Berikan oksigen tambahan Menurunkan sesuai indikasi. Berikan steroid, analgetik, antipiretik. obat

meningkatkan vasodilatasi dan volume darah serebral yang meningkatkan TIK. sesuai Diuretik digunakan pada fase akut untuk menurunkan menurunkan inflamasi, yang selanjutnya

indikasi, misal: diuretik, air dari sel otak, menurunkan edema otak dan TIK,. antikonvulsan, Steroid sedatif, menurunkan edema jaringan. Antikonvulsan untuk mengatasi dan mencegah terjadinya aktifitas kejang. Analgesik untuk menghilangkan nyeri . Sedatif digunakan untuk mengendalikan kegelisahan, agitasi. Antipiretik menurunkan atau mengendalikan demam yang mempunyai pengaruh meningkatkan metabolisme serebral atau peningkatan kebutuhan terhadap oksigen.

2. Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi trakeobronkhial. Tujuan: mempertahankan pola pernapasan efektif.

Kriteria evaluasi: bebas sianosis, GDA dalam batas normal dapat Rasional menandakan lambat, awitan komplikasi dapat

Intervensi Pantau frekuensi, irama, Perubahan kedalaman Catat Pantau kompetensi gag/menelan melindungi jalan pernapasan. dan ketidakteraturan otak.

pernapasan. pulmonal atau menandakan lokasi/luasnya keterlibatan Pernapasan periode apnea menandakan perlunya ventilasi mekanis. catat Kemampuan memobilisasi atau membersihkan sekresi reflek penting untuk pemeliharaan jalan napas. Kehilangan dan refleks menelan atau batuk menandakan perlunaya jalan napas

kemampuan pasien untuk napas buatan atau intubasi. sendiri. Pasang jalan napas sesuai indikasi. Angkat tidur kepala sesuai tempat Untuk memudahkan ekspansi paru/ventilasi paru dan 11 aturannya, menurunkan adanya kemungkinan lidah jatuh yang

posisi indikasi. Anjurkan

miirng pasien

sesuai menyumbat jalan napas. untuk Mencegah/menurunkan atelektasis.

melakukan napas dalam yang efektif bila pasien sadar. Lakukan dengan detik. sekret. penghisapan Penghisapan biasanya dibutuhkan jika pasien koma atau ekstra Catat hati-hati, dalam keadaan imobilisasi dan tidak dapat

jangan lebih dari 10-15 membersihkan jalan napasnya sendiri. Penghisapan pada karakter, trakhea yang lebih dalam harus dilakukan dengan ekstra meningkatkan hipoksia yang menimbulkan warna dan kekeruhan dari hati-hati karena hal tersebut dapat menyebabkan atau vasokonstriksi yang pada akhirnya akan berpengaruh cukup besar pada perfusi jaringan. Auskultasi perhatikan suara napas, Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru seperti daerah atelektasis, kongesti, atau obstruksi jalan napas yang oksigenasi cerebral dan/atau

hipoventilasi dan adanya membahayakan normal misal: ronkhi,

suara tambahan yang tidak menandakan terjadinya infeksi paru. wheezing, krekel. Pantau analisa gas darah, Menentukan tekanan oksimetri ulang. Berikan oksigen. Lakukan ronsen thoraks Melihat kecukupan pernapasan, keadaan ventilasi keseimbangan dan tandaasam basa dan kebutuhan akan terapi. kembali tandakomplikasi yang berkembang misal: atelektasi atau bronkopneumoni. Memaksimalkan oksigen pada darah arteri dan membantu dalam pencegahan hipoksia. Jika pusat pernapasan tertekan, mungkin diperlukan ventilasi mekanik. Lakukan fisioterapi dada Walaupun jika ada indikasi. merupakan kontraindikasi pada pasien dengan peningkatan TIK fase akut tetapi tindakan ini seringkali berguna pada fase akut rehabilitasi untuk memobilisasi dan membersihkan jalan napas dan menurunkan resiko atelektasis/komplikasi paru lainnya.

3. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d jaringan trauma, kulit rusak, prosedur invasif. Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi tertekan 12

(penggunaan steroid). Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS) Tujuan: Mempertahankan normotermia, bebas tanda-tanda infeksi.

Kriteria evaluasi: Mencapai penyembuhan luka tepat waktu.

Intervensi Rasional Berikan perawatan aseptik Cara pertama untuk menghindari terjadinya infeksi dan antiseptik, nosokomial. pertahankan tehnik cuci tangan yang baik. Observasi yang kerusakan, daerah daerah kulit Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan melakukan tindakan dengan segera dan yang pencegahan terhadap komplikasi selanjutnya. mengalami untuk

terpasang alat invasi, catat karakteristik dari drainase dan adanya inflamasi. Pantau suhu tubuh secara Dapat mengindikasikan perkembangan sepsis yang teratur, demam, catat adanya selanjutnya memerlukan evaluasi atau tindakan dengan menggigil, segera.

diaforesis dan perubahan fungsi mental (penurunan kesadaran). Anjurkan untuk Peningkatan mobilisasi dan pembersihan sekresi paru menurunkan resiko terjadinya pneumonia, melakukan napas dalam, untuk paru secara terus menerus. Observasi sputum. Berikan antibiotik sesuai Terapi profilatik dapat digunakan pada pasien yang indikasi mengalami trauma, kebocoran CSS atau setelah dilakukan pembedahan untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi nosokomial. karakteristik

latihan pengeluaran sekret atelektasis.

13

DAFTAR PUSTAKA Abdul Hafid (1989), Strategi Dasar Penanganan Cidera Otak. PKB Ilmu Bedah XI Traumatologi , Surabaya. Doenges M.E. (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3 . EGC. Jakarta. Hudak & Gallo (1996), Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Edisi VI. Volume II. EGC , Jakarta. Sjamsuhidajat, R. Wim de Jong (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. EGC, Jakarta.

14

ASUHAN KEPERAWATAN TN. S POST OP TREPANASI DENGAN CEDERA OTAK BERAT DI RUANG ROI IRD LT.3 RSUD DR. SOETOMO SURABAYA 1. PENGKAJIAN: 1.1 Identitas Nama Umur Suku/Bangsa Agama Alamat Pekerjaan Pendidikan Tgl.MRS Tgl. Pengkajian Diagnosa Medik 1.2 Alasan MRS : TN. S. : 50 tahun : Jawa/Indonesia. : Islam : Blimbing Ngeran Bojonegoro : tidak bekerja : SLTA : 28 April 2002 jam: 02.30 : 29 April 2002 jam: 08.00 : Post op Trepanasi Cedera Otak Berat, OF TP (S) : kecelakaan lalu lintas, naik sepeda motor ditabrak truck, klien tidaksadarkan diri dari kejadian sampai dibawa ke RS, muntahmuntah (-), kejang (-) dan klien dibawa ke RSUD Cepu dan langsung dirujuk ke RSUD Dr. Soetomo. 1.3 Observasi dan pemeriksaan fisik: 1) Pernapasan Klien menggunakan respirator, Mode: CR A:aDO2: Bentuk dada simetris, tidak ada jejas pada daerah dada, wheezing -/-, Ronchi +/+, RR 18 x/menit. Pada hidung terpasang NGT. 2) Kardiovaskuler/sirkulasi: S1, S2 tunggal, tidak ada suara tambahan, hasil monitor EKG: irama sinus 75 x/menit, tekanan darah: 130/100, suhu: 36,5 C 3) Persarafan/neurosensori Klien tampak gelisah, GCS: 1 x 1 , pupil isokor, reaksi cahaya +/+ 4) Perkemihan Eliminasi uri Terpasang Dower kateter produksi urine 1000 ml/12 jam warna kuning jernih 5) Pencernaan Eliminasi alvi infus Dext 1500cc/24 jam, manitol 4 x 100 cc/24 jam. Tidak ada jejas pada daerah abdomen, bising usus (+), b.a.b (-). Cairan maag slang warna kecoklatan 200 cc. 6) Tulang otot integumen: 15 Insp MV: 500 Exp MV: - FIO2: : 50%

Kemampuan pergerakan pada ektrimitas atas dan bawah tidak dapat dikaji karena pasien dalam tingkat kesadaran koma. Pada kepala ada luka operasi tertutup hipafix, tidak tampak adanya perdarahan, kulit wajah dibagian rahang bawah tampak lecet-lecet, kedua kelopak mata odem dan hematoma. Turgor baik, warna kulit pucat. 1.8 Pemeriksaan Penunjang Laboratorium tanggal 30 April 2002: Hb: 9,3 gr/dl. PCV: 0,28. Blood Gas: PH: 7,265 HCO3: 20,4 PCO2: 46,0 BE: -6,6 PO2: 259,4 Leko: 5,6. Trombo: 101.

CT Scan tanggal 29 April 2002: ICH daerah temporofrontal kiri dengan pnemotocele. Fr Impresi frontal kanan dan kiri Fraktur temporal kiri

1.9 Terapi: Rantin 2x 1 IV Afriaxon 1 x 2 gr IV Manitol 4 x 100 cc Fisioterapi napas + Suction tiap 3 jam. Novalgin 3 x 1 amp IV Dilantin 3x 100 IV

16

2. ANALISA DATA Data DS: DO: Kesadaran me , GCS: 1 x 1, CT Scan : ICH dengan pnemotocele. Fr Impresi frontal kanan dan kiri DS: DO: Menggunakan respirator, Mode: CR 500 50% Insp MV: Exp MV: - FIO2: : A:aDO2: Fraktur kiri TIK rangsangan simpatis tahanan vaskuler sistemik terjadi pe tek. pada sist. pemb. darah pulmonal. Pe tek.hidrostatik kebocoran cairan kapiler Pe hambatan difusi O2 CO2 DS: DO: GCS: 1-x-1, terpasang sonde, infus Dex 1500 cc/24 jam. NGT dibuka, cairan maag slang warna coklat 200 cc. Hipoksemia Trauma kepala Stress Pe katekolamin Pe sekresi asam lambung 17 Resiko kurang kebutuhan tubuh nutrisi dari Gangguan napas pola temporal daerah temporofrontal kiri Kemungkinan penyebab Trauma kepala Hematom Subarachnoid Odema otak TIK Aliran darah ke otak O2 Masalah Gangguan perfusi jaringan cerebral

Wheezing -/-, Ronchi +/+, RR 18 x/menit

Mual, muntah Asupan tidak adekuat DS: DO: Luka post pada pembalut, laserasi serta op trepanasi tertutup tampak rahang pada dan tidak pada luka jejas bau farietal Trauma jaringan, kulit rusak, prosedur invasif. Resiko tinggi terhadap infeksi

adanya perdarahan, luka bawah dan tertutp kasa phalank distal sinistra dan mengeluarkan secret berwarna kuning, Turgor baik, warna kulit pucat. NGT. Hasil lab: Hb: 9,3 gr/dl. Leko: 5,6. DS: DO: Kesadaran me , GCS: 1x-14 Klieb tidak sadar Trauma kepala Hematom Subarachnoid TIK Aliran darah ke otak O2 Penurunan kesadaran DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d hemoragi/ hematoma; edema cerebral 2. Pola napas tidak efektif b.d kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak). 3. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d trauma jaringan, kulit rusak, prosedur invasif. 4. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d asupan yang tidak adekuat 18 Sindroma perawatan diri defisit Klien terpasang respirator, dower katheter,

5. Sindroma defisit perawatan diri b.d penurunan kesadaran RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN DP 1: Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hemoragi/ hematoma; edema cerebral. Tujuan: Mempertahankan tingkat kesadaran, kognisi, dan fungsi motorik/sensorik. Tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK Tingkat kesadaran membaik Rasional status Mengkaji tingkat kesadaran dan potensial peningkatan dan bermanfaat dalam menentukan lokasi, Kriteria hasil:

Intervensi Pantau /catat

neurologis secara teratur TIK nilai standar GCS.

dan bandingkan dengan perluasan dan perkembangan kerusakan SSP. Evaluasi keadaan pupil, Reaksi pupil diatur oleh saraf cranial okulomotor (III) ukuran, kesamaan antara berguna untuk menentukan apakah batang otak masih kiri dan kanan, reaksi baik. Ukuran/ kesamaan ditentukan oleh keseimbangan antara persarafan simpatis dan parasimpatis. Respon terhadap cahaya mencerminkan fungsi yang terkombinasi dari saraf kranial optikus (II) dan okulomotor (III). Pantau tanda-tanda vital: Peningkatan TD sistemik yang diikuti oleh penurunan TD, nadi, frekuensi nafas, TD diastolik (nadi yang membesar) merupakan tanda suhu. terjadinya peningkatan TIK, jika diikuti oleh penurunan kesadaran. Hipovolemia/hipertensi dapat mengakibatkan kerusakan/iskhemia mencerminkan cerebral. Demam pada dapat kerusakan hipotalamus. terhadap cahaya.

Peningkatan kebutuhan metabolisme dan konsumsi oksigen terjadi (terutama saat demam dan menggigil) yang selanjutnya menyebabkan peningkatan TIK. Pantau intake dan out put, Bermanfaat sebagai ndikator dari cairan total tubuh yang turgor kulit dan membran terintegrasi dengan perfusi jaringan. Iskemia/trauma mukosa. serebral dapat mengakibatkan diabetes insipidus. Gangguan ini dapat mengarahkan pada masalah hipotermia atau pelebaran pembuluh darah yang akhirnya akan berpengaruh negatif terhadap tekanan serebral. 19

Turunkan eksternal dan kenyamanan, Bantu pasien

stimulasi Memberikan efek ketenangan, menurunkan reaksi berikan fisiologis tubuh dan meningkatkan istirahat untuk seperti mempertahankan atau menurunkan TIK. untuk Aktivitas ini akan meningkatkan tekanan intrathorak dan

lingkungan yang tenang. menghindari /membatasi intraabdomen yang dapat meningkatkan TIK.

batuk, muntah, mengejan. Tinggikan kepala pasien 5- Meningkatkan aliran balik vena dari kepala sehingga 15 derajad. akan mengurangi kongesti dan oedema atau resiko terjadinya peningkatan TIK. Batasi pemberian cairan Pembatasan cairan diperlukan untuk menurunkan edema sesuai indikasi. serebral, meminimalkan fluktuasi aliran vaskuler TD dan TIK. Berikan oksigen tambahan Menurunkan sesuai indikasi. Berikan obat: iv Dilantin 3 x 100 mg IV hipoksemia, yang mana dapat meningkatkan vasodilatasi dan volume darah serebral yang meningkatkan TIK. Manitol digunakan untuk menurunkan air dari sel otak, untuk mengendalikan kegelisahan, agitasi. Manitol 4 x 100 cc menurunkan edema otak dan TIK. Sedatif digunakan

20

DP 2: Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak). Tujuan: Mempertahankan pola pernapasan efektif melalui ventilator. Tidak ada sianosis, Blood Gas dalam batas normal dapat Rasional menandakan awitan komplikasi Kriteria evaluasi:

Intervensi Pantau frekuensi, irama, Perubahan kedalaman setiap 1 jam. Catat otak.

pernapasan pulmonal atau menandakan lokasi/luasnya keterlibatan

ketidakteraturan pernapasan. Pantau / cek pemasangan Adanya obstruksi dapat menimbulkan tidak adekuatnya tube, selang ventilator pengaliran volume dan menimbulkan penyebaran udara yang tidak adekuat. gangguan pada ventilator. hipoksia yang menimbulkan sesering mungkin. berada didekat pasien Lakukan dengan detik. sekret. Lakukan Napas . fisioterapi Walaupun merupakan kontraindikasi pada pasien dengan peningkatan TIK fase akut tetapi tindakan ini seringkali berguna pada fase akut rehabilitasi untuk memobilisasi dan membersihkan jalan napas dan menurunkan resiko atelektasis/komplikasi paru lainnya. Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru seperti Auskultasi perhatikan suara napas, atelektasis, kongesti, atau obstruksi jalan napas yang daerah membahayakan oksigenasi cerebral dan/atau ekstra Catat

Siapkan ambu bag tetap Membantu memberikan ventilasi yang adekuat bila ada penghisapan Penghisapan pada trakhea dapat menyebabkan atau hati-hati, meningkatkan

jangan lebih dari 10-15 vasokonstriksi yang pada akhirnya akan berpengaruh karakter, cukup besar pada perfusi jaringan. warna dan kekeruhan dari

hipoventilasi dan adanya menandakan terjadinya infeksi paru. suara tambahan yang tidak normal misal: ronkhi, Menentukan Melihat kecukupan pernapasan, keadaan ventilasi keseimbangan dan tandawheezing, krekel. tekanan oksimetri

Pantau analisa gas darah, asam basa dan kebutuhan akan terapi. kembali Lakukan ronsen thoraks tandakomplikasi yang berkembang misal: atelektasi atau 21

ulang.

bronkopneumoni.

DP 3: Resiko tinggi terhadap infeksi b.d trauma jaringan, kulit rusak, prosedur invasif. Tujuan: tidak terjadi infeksi Kriteria evaluasi: Tidak ada tanda-tanda infeksi. Mencapai penyembuhan luka tepat waktu. Intervensi Rasional Berikan perawatan aseptik Cara pertama untuk menghindari terjadinya infeksi dan antiseptik, nosokomial. pertahankan tehnik cuci tangan yang baik. Observasi yang kerusakan, daerah daerah kulit Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan melakukan tindakan dengan segera dan yang pencegahan terhadap komplikasi selanjutnya. mengalami untuk

terpasang alat invasi, catat karakteristik dari drainase dan adanya inflamasi. Pantau suhu tubuh secara Dapat mengindikasikan perkembangan sepsis yang teratur, demam, diaforesis. Berikan antibiotik sesuai Terapi profilatik dapat digunakan pada pasien yang program dokter. mengalami trauma, atau setelah dilakukan pembedahan untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi. catat adanya selanjutnya memerlukan evaluasi atau tindakan dengan menggigil, segera.

22

TINDAKAN KEPERAWATAN Tanggal Diagnosa Tindakan Keperawatan 29/4/02 1 - Mengobservasi dan mencatat status neurologis dan tandatanda vital setiap 1 jam, GCS: 1- x - 1, pupil: isokor reaksi cahaya +/+, TD 130/90, nadi 76 , RR: 17x/menit, suhu: 37C. Memantau intake dan out put, turgor kulit cukup dan membran mukosa agak kering. Memberi posisi dengan meninggikan kepala pasien 30 derajad. Memberian cairan infus Dext 21 tetes/menit. Memberikan obat: Rantin 2 x 1 iv ( jam 12.00 24.00) Novalgin 3 x 1 amp IV ( jam 12.00 20.00 04.00) Afriaxon 1 x 2 gr iv ( jam 12.00 24.00) Manitol 4 x 100 cc/drip ( jam 12.00 18.00 - 24.00 06.00 ) 2 Mengecek pemasangan tube dan selang ventilator. Melakukan fisioterapi napas dan melakukan penghisapan sekret setiap 3 jam (jam 08.00 11.00 14.00 17.00 20.00 23.00 02.00 05.00) , mencatat karakter warna lendir putih kental. 3 .Mendengarkan suara napas: ronkhi +/+, wheezing -/-. Mengobservasi daerah kulit yang mengalami kerusakan, daerah yang terpasang alat invasi (infus, drain,catheter), drainase dari drain warna merah, infus tidak ada plebitis, cateter terfiksasi baik, warna urine kuning jernih. Kulit kering tidak tampak tanda inflamasi. 30/4/02 1 Melakukan perawatan luka secara aseptik. Mengobservasi dan mencatat status neurologis dan tandatanda vital setiap 1 jam, GCS: 1- x-1, pupil: isokor reaksi cahaya +/+, TD 145/90, nadi 78 , RR: 20x/menit, suhu: 37C. Memantau intake dan out put, turgor kulit cukup dan membran mukosa agak kering. Memberi posisi dengan meninggikan kepala pasien 15 Memberikan cairan infus Tutofusi OPS: 14 tetes/menit, 23

cabang Intrafusin 3,5: 7 tetes/menit Memberikan obat: Rantin 2 x 1 iv ( jam 12.00 24.00) Novalgin 3 x 1 amp IV ( jam 12.00 20.00 04.00) Afriaxon 1 x 2 gr iv ( jam 12.00 24.00) Manitol 4 x 100 cc/drip ( jam 12.00 18.00 - 24.00 06.00 ) 2 Melakukan fisioterapi napas, memberikan nebulizer dan melakukan penghisapan sekret setiap 3 jam (jam 08.00 11.00 14.00 17.00 20.00 23.00 02.00 05.00) , mencatat karakter warna lendir putih kental. Mendengarkan suara napas: ronkhi +/+, wheezing -/-. 3 Mengobservasi daerah kulit yang mengalami kerusakan, daerah yang terpasang alat invasi (infus, drain,catheter), drainase dari drain warna merah, infus tidak ada plebitis, cateter terfiksasi baik, warna urine kuning jernih. Kulit kering tidak tampak tanda inflamasi. 1/5/02 Melakukan perawatan luka secara aseptik. Melakukan pemeriksaan lab:

Pasien Meninggal

24

EVALUASI TGL DIAGNOSA 29/4/2002 1. Perubahan perfusi S: jaringan hemoragi/ hematoma; cerebral. edema serebral O: berhubungan dengan

EVALUASI

Klien masih tampak gelisah, GCS: 1- x-1 pupil isokor reaksi cahaya +/+ TTV stabil TD berkisar antara 140/100 120/90, nadi: 72 - 76 x/menit, RR: 17 22 x/menit, suhu : 36,6 37,5 C.

A: masalah belum teratasi 29/4/2002 P: rencana tindakan dilanjutkan 2. Pola napas tidak S: efektif berhubungan O: dengan kerusakan TTV stabil TD berkisar antara 130/100 90/70, nadi: 72 - 76 x/menit, RR: 17 22 respirator, Mode: CR MV: - FIO2: : 50% RR 18 x/menit A: Masalah belum teratasi 29/4/2002 3. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d trauma jaringan, kulit rusak, prosedur invasif. P: Rencana keperawatan dilanjutkan, S: O: TTV stabil TD berkisar antara 140/80 150/100, nadi: 72 - 80 x/menit, RR: 17 22 x/menit. suhu : 36,8 37,5 C. Cairan drain kepala warna merah, luka ditangan merembes cairan (serum) warna kecoklatan. A: masalah belum terjadi P: rencana tindakan dilanjutkan 30/4/2002 Perubahan jaringan hemoragi/ hematoma; cerebral. edema perfusi S: serebral O: GCS: 1- 1-1 pupil isokor reaksi cahaya +/+ TTV stabil TD berkisar antara 130/100 140/110, nadi: 72 - 76 x/menit, RR: 17 22 x/menit, suhu : 36,6 37,5 C. 25 Insp MV: 500 A:aDO2: Exp neurovaskuler pernapasan otak).

(cedera pada pusat x/menit. Ventilator terpasang Menggunakan

Wheezing -/-, Ronchi +/+,

berhubungan dengan

A: masalah belum teratasi P: rencana tindakan dilanjutkan.

2. Pola napas tidak S: efektif berhubungan O: dengan kerusakan TTV stabil TD berkisar antara 130/100 90/70, nadi: 72 - 76 x/menit, RR: 17 22 dengan O2 6 lt/menit, Ronchi +/+, RR 18 x/menit Hasil Blood Gas Blood Gas: PH: 7,265 HCO3: 20,4 PCO2:46,0 BE: - 6,6 PO2: 254,4 neurovaskuler pernapasan otak).

(cedera pada pusat x/menit. Ventilator dilepas, dipasang T Piece ,

A: Masalah belum teratasi P: Rencana keperawatan : Klien bernapas dengan alat Bantu T-Piece. 3. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d trauma jaringan, kulit rusak, prosedur invasif. S: O: TTV stabil TD berkisar antara 140/80 150/100, nadi: 72 - 80 x/menit, RR: 17 22 x/menit. suhu : 37,3 37,7 C. Cairan drain kepala warna merah, luka ditangan merembes cairan (serum) warna kekuning-kuningan. A: masalah infeksi belum terjadi P: rencana tindakan dilanjutkan

Tanggal 1/5/2002 klien meninggal

26

Anda mungkin juga menyukai