Anda di halaman 1dari 18

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Sekolah Mata Pelajaran Kelas / Semester Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator dan bahasa Alokasi waktu

: SMP Muhammadiyah Surakarta : Bahasa Indonesia : IX/2 : 9. Memahami isi pidato / ceramah / khotbah : 9.2. Memberi komentar tentang isi pidato / ceramah / khotbah : 1. Siswa dapat menentukan isi pidato / ceramah / khotbah 2. Siswa dapat memberi komentar dengan alas an yang logis yang santun tentang isi pidato / ceramah / khotbah : 2 / 40 menit

1. Tujuan Pembelajaran Siswa dpt memberi komentar tentang isi pidato / ceramah / khotbah 2. Materi Pembelajaran Cara memberi komentar terhadap pidato / ceramah / khotbah dan implementasinya 3. Metode Pembelajaran a. Pemodelan b. Inkuiri 4. Langkah-langkah kegiatan pembelajaran a. Kegiatan Awal 1. Siswa mendengarkan rekaman sebuah pidato/ceramah/khotbah yang disjikan guru 2. Siswa menemukan isi pidato / ceramah / khotbah yang didengar b. Kegiatan Inti 1. Siswa mencermati simpulan pidato / ceramah / khotbah yang telah dibuat 2. Siswa berdiskusi untuk menentukan isi pidato / ceramah / khotbah 3. Siswa memberi komentar tentng isi pidato / ceramah / khotbah dengan alas an yang logis dan bahasa yang santun c. Kegiatan Akhir 1. Guru merefleksi dengan mengajukan pertanyaan lisan 2. Guru dn siswa merefleksi hasil belajar 5. Sumber Belajar a. Kaset / VCD pidato/ceramah/khotbah. b. Buku pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia 6. Penilaian a. Teknik b. Bentuk instrument c. Soal / instrument

: Observasi : Lembar observasi :

1. Identifikasikan pokok-pokok isi pidato yang telah diperdengrkan ! Pedoman penskoran : Soal Siswa mengidentifikasi secara lengkap Skor 3

Siswa mengidentifikasi kurang lengkap Siswa tidak mengidentifikasi tidak tepat 2. Berilah komentar terhadap isi pidato yang telah anda dengar ! Soal Siswa memberi komentar isi pidato dengan logis Siswa memberi komentar isi pidto dengan kurang logis Siswa memberi komentar isi pidato dengan tidak logis

2 0

Skor 3 2 0

3. Berilah komentar terhadap isi pidato yang telah anda dengar dengan bahasa yang santun ! Soal Siswa memberi komentar isi pidato dengan bahasa yang santun Siswa memberi komentar isi pidato dengan bhas yang kurang sntun Siswa memberi komentar isi pidato dengan bahasa yang tidak santun Perhitungan nilai akhir : Skor 3 2 0

N1.2 =

Perolehan nilai Skor maksimal N1 + N2 2

X skor ideal ( 100 )

NA =

= .
Surakarta, Desember

2006 Mengetahui Kepala ..

Guru Bidang Studi

NIP. ..

. NIP.

Problematika Moral di Indonesia

Moral merupakan salah satu masalah terbesar dalam pembangunan masyarakat Indonesia. Dilema buruknya moral bangsa Indonesia menjadi salah satu penyebab sulit berkembangnya bangsa ini untuk keluar dari masalah krisis. Memang agak jauh jika mencoba mencari titik temu antara perbaikan kesejahteraan masyarakat dengan perbaikan moral masyarakat. Namun jika moral/akhlak masyarakat dan pemimpin bangsa Indonesia baik, bukan tidak mungkin tingkat kesejahteraan masyarakat menjadi meningkat. Menumpuknya persoalan bangsa ini tidak lepas dari perilaku kotor sejumlah elit poitik. Banyaknya kasus korupsi menjadi indikator bahwa moral bangsa ini sudah dibawah titik terendah. Sejak jaman pemerintahan presiden Suharto sampai sekarang (SBY), problematika bangsa ini seperti tidak ada perbaikan. Para pemimpin negara tersebut tentu saja sudah mencoba mengatasi problematika bangsa ini dengan program-program yang telah mereka canangkan. Namun kembali lagi kepada masalah moral, jika moral bangsa ini masih seperti saat ini, siapapun presidennya dan apapun partainya tidak akan bisa memperbaiki kondisi negara ini hanya dalam jangka waktu 5-10 tahun. Selain masalah korupsi yang seperti membumi di negeri ini, ada banyak masalah lainnya yang mesti di perhatikan. Seperti masalah disiplin nasional, pembalakkan liar, eksplorasi anak dibawah umur, pelecehan seksual, SARA, narkoba, dan masih banyak lagi masalahmasalah yang ada. Hal ini seperti cermin diri masyarakat indonesia, bahwa moral bangsa ini memang rapuh. Ketika seseorang anak masuk sekolah Dasar (SD) dan dilanjutkan dengan tingkat pendidikan SMP, dan SMA sudah terdoktrin pada pelajaran PMP/PPKN yang menyatakan bahwa masyarakat Indonesia adalah bangsa yang ramah tamah dan suka menolong. Tapi pada kenyataannya mungkin bertolak belakang dengan hal itu. Bangsa Indonesia saat ini dinilai sebagai sebuah bangsa yang cenderung liar, bangsa pembajak, bangsa yang kotor, bangsa yang korupsi. Masih banyak julukan bagi bangsa Indonesia saat ini. Masalah moral sudah diberikan pada anak-anak pada mata pelajaran agama. Dimana dalam ilmu agama tersebut sang anak dituntut untuk mempunyai pribadi yang bagus dengan akhlak yang terpuji. Namun sama seperti pelajaran PMP/PPKN, hasil dari pendidikan agama tersebut belum terasa memuaskan. Hal ini mungkin lebih disebabkan guru dan murid yang hanya mengejar nilai tinggi dalam pelajaran tersebut, tanpa diimbangi oleh perbaikan moral dan akhlak mulia dari muridnya. Demikian juga dengan sikap dari kalangan orang tua. Orang tua hanya menuntut nilai yang tinggi dan anak mempunyai prestasi disekolah, tanpa melihat lagi bagaimana perkembangan moral dan akhlak dari anaknya. Setelah pulang dari belajar di sekolah, sang anakpun banyak yang mengikuti pendidikan agama/ madrasah/TPA pada sore harinya. Tetapi sekali lagi, jika sang anak sudah bisa shalat dan membaca Al Quran dengan baik, maka orang tua dan guru sudah puas dengan hasil yang didapat. Tetapi masalah moral dan akhlak tidak/ kurang menjadi perhatian. 1

Korupsi adalah masalah moral bangsa Indonesia memang dikenal sebagai juaranya korupsi di dunia. Sudah bertahun-tahun Indonesia berperingkat terbawah sebagai negara terkorup di dunia dan seakan tak ada prospek beranjak dari keburukan ini. Terakhir, Transparency International Indonesia merilis peringkat indeks korupsi (IPK) Indonesia pada tahun 2009 berada pada posisi 111. Ini memang sangat memiriskan. Bangsa yang besar ini dipandang sangat kotor akibat korupsinya yang merajalela. Ibu Pertiwi pasti menangis jika melihat anak bangsa saat ini sebagai juara korupsi. Lantas, banyak orang berpikir bahwa korupsi yang sudah sedemikian parah ini dihubungkan dengan masalah moral. Akar permasalahan utama korupsi di Indonesia adalah moralitas bangsa yang bobrok, korup dan ambruk. Benarkah demikian? Pantaslah kita untuk mendiskusikannya agar kita tidak serta merta memercayai statement bahwa parahnya korupsi di Indonesia ini akibat moral bangsa yang buruk. Kita tidak boleh luruh hanya mengkambinghitamkan masalah moral sebagai penyebab suburnya korupsi di indonesia. Sayangnya, begitu banyak terdengar upaya kampanye sederhana (soft campaigne), baik pemerintah, tokoh masyarakat, NGO/LSM, hingga tokoh-toko agama tentang seruan serta imbauan kepada masyarakat untuk terus memperbaiki akhlak dan nilai-nilai moral yang selama ini dianggap biang terjadinya korupsi di Indonesia. Media yang digunakan beragam, mulai dari iklan TV, Koran, Majalah, Tabloid hingga pamflet dan selebaran, yang intinya adalah menekankan kepada masyarakat bahwa, jika ingin korupsi dibasmi, maka perbaikilah moral dan akhlak dasar kita, sebab moral yang bobrok merupakan akar penyebab korupsi di Indonesia. Upaya tersebut tidaklah salah, tetapi sangat berpotensi keliru memandang persoalan secara objektif dan komprehensif. Bahkan kekhawatiran terbesar masyarakat adalah bisa saja upaya kampanye anti korupsi yang terus menerus menyudutkan masalah moral sebagai biang keladi menjamurnya korupsi, hanya dijadikan sebagai upaya cuci tangan dan pengalihan isu dari para pejabat korup. Kita perlu memandang masalah moralitas ini sangat rawan untuk dipermainkan oleh pihak-pihak yang sebenarnya terlibat dalam korupsi. Bisa saja isu moralitas ini hanya sebagai upaya lempar batu sembunyi tangan. Memandang korupsi sebagai masalah moral ini juga bisa menciptakan ketidakmampuan menguraikan jenis-jenis korupsi secara detail dan kegagalan menciptakan solusinya. Ada resistensi yang timbul karena rasa pesimistis berlebihan sebagai akibat kegagalan menguraikan kerumitan benang-benang korupsi. Ini karena masalah moral begitu luas dan cara penanganannya juga sangat luas. Jadi, tidak sekedar menangani penyebab dari satu aspek saja, lalu lantas masalah moral selesai dan korupsi pun punah. Lantas, orang berpikir karena masalah moral maka yang harus dibenahi moral bangsa adalah lewat pendidikan yang bermoral. Ini jelas terlalu luas dan tidak langsung mengenai sasaran karena pendidikan lebih condong pada pembentukan karakter dasar. Dan, seringkali karakter itu takluk pada determinan lingkungan yang lebih mencerminkan kondisi yang sesuai pada realitas kekinian. Lingkungan mampu menciptakan pengaruh yang menjadikan orang yang dibentuk pendidikan larut dalam hegemoni lingkungan. Menangani korupsi lewat pendidikan mmng perlu, tetapi ini hanya pada proses penciptaan fundamental saja. Pendidikan yg menciptakan moralitas utama lbh disepakati sbg upaya2

penanaman pondasi moral bahwa korupsi itu adalah tindakan laknat yang menghancurkan sendi-sendi kehidupan bangsa. Sekaligus pendidikan moral ada untuk membangun benteng moral agar tidak terjebol oleh serangan biadab korupsi implisit maupun eksplisit. Namun demikian, moralitas yang dibentuk pendidikan tidak bisa digunakan sebagai tameng secara terus menerus untuk menghadang korupsi. Masalah Sistem

Hal-hal seperti diatas menjadi salah satu kegagalan dalam upaya pendidikan moral dan akhlak anak bangsa ini. Inilah yang membuat moral anak bangsa ini semakin terpuruk. Kurangnya kontrol dari guru dan orang tua menyebabkan sang anak seringkali lepas kontrol. Ditambah lagi dengan pengaruh dari lingkungan sekelilingnya. Moral anak seperti inilah yang kemudian terbawa terus kedalam hidup sang anak sampai anak tersebut menjadi dewasa. Bahkan terbawa ketika anak sudah memasuki dunia kerja. Alangkah lebih baiknya jika program utama pemerintah saat ini lebih di fokuskan kepada perbaikan moral masyarakat Indonesia. Bukan tidak mungkin jika moral masyarakat Indonesia baik, maka kesejahteraan rakyatpun akan semakin meningkat. Tetapi kita juga tidak bisa merubah moral bangsa ini dalam 1-2 tahun saja. Melainkan butuh puluhan tahun untuk membentuk karakter bangsa ini menjadi baik.. Didalam masyarakat yang bermoral baik, terdapat bangsa yang baik pula 3

Permasalahan Hukum di Indonesia

>> 11.20.2009
Permasalahan hukum di Indonesia terjadi karena beberapa hal, baik dari sistem peradilannya, perangkat hukumnya, inkonsistensi penegakan hukum, intervensi kekuasaan, maupun perlindungan hukum . Diantara banyaknya permasalahan tersebut, satu hal yang sering dilihat dan dirasakan oleh masyarakat awam adalah adanya inkonsistensi penegakan hukum oleh aparat. Inkonsistensi penegakan hukum ini kadang melibatkan masyarakat itu sendiri, keluarga, maupun lingkungan terdekatnya yang lain (tetangga, teman, dan sebagainya). Namun inkonsistensi penegakan hukum ini sering pula mereka temui dalam media elektronik maupun cetak, yang menyangkut tokoh-tokoh masyarakat (pejabat, orang kaya, dan sebagainya). 4

Inkonsistensi penegakan hukum ini berlangsung dari hari ke hari, baik dalam peristiwa yang berskala kecil maupun besar. Peristiwa kecil bisa terjadi pada saat berkendaraan di jalan raya. Masyarakat dapat melihat bagaimana suatu peraturan lalu lintas (misalnya aturan three-in-one di beberapa ruas jalan di Jakarta) tidak berlaku bagi anggota TNI dan POLRI. Polisi yang bertugas membiarkan begitu saja mobil dinas TNI yang melintas meski mobil tersebut berpenumpang kurang dari tiga orang dan kadang malah disertai pemberian hormat apabila kebetulan penumpangnya berpangkat lebih tinggi.

Contoh peristiwa klasik yang menjadi bacaan umum sehari-hari adalah : koruptor kelas kakap dibebaskan dari dakwaan karena kurangnya bukti, sementara pencuri ayam bisa terkena hukuman tiga bulan penjara karena adanya bukti nyata. Sehingga dapat di katakan aparat penegak hukum (hakim, jaksa, polisi, advokat) juga mudah atau dimudahkan untuk melakukan berbagai tindakan tercela dan sekaligus juga melawan hukum. Suatu tindakan yang terkadang dilatarbelakangi salah satunya oleh alasan rendahnya kesejahteraan dari para aparat penegak hukum tersebut (kecuali mungin advokat). Namun memberikan gaji yang tinggi juga tidak menjadi jaminan bahwa aparat penegak hukum tersebut tidak lagi melakukakn tindakan tercela dan melawan hukum, karena praktek-praktek melawan hukum telah menjadi bagian hidup setidak merupakan pemandangan yang umum dilihat sejak mereka duduk di bangku mahasiswa sebuah fakultas hukum. Beberapa Kasus Inkonsistensi Penegakan Hukum di Indonesia Kasus-kasus inkonsistensi penegakan hukum di Indonesia terjadi karena beberapa hal. Antara lain 1. Tingkat Kekayaan Seseorang Salah satu keputusan kontroversial yang terjadi pada bulan Februari ini adalah jatuhnya5

putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) terhadap terpidana kasus korupsi proyek pemetaan dan pemotretan areal hutan antara Departemen Hutan dan PT Mapindo Parama, Mohammad Bob Hasan . PN Jakpus menjatuhkan hukuman dua tahun penjara potong masa tahanan dan menetapkan terpidana tetap dalam status tahanan rumah. Putusan ini menimbulkan rasa ketidakadilan masyarakat, karena untuk kasus korupsi yang merugikan negara puluhan milyar rupiah, Bob Hasan yang sudah berstatus terpidana hanya dijatuhi hukuman tahanan rumah. Proses pengadilan pun relatif berjalan dengan cepat. Demikian pula yang terjadi dengan kasus Bank Bali, BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia), kasus Texmaco, dan kasus-kasus korupsi milyaran rupiah lainnya. Dibandingkan dengan kasus pencurian kecil, perampokan bersenjata, korupsi yang merugikan negara hanya sekian puluh juta rupiah, putusan kasus Bob Hasan sama sekali tidak sebanding. Masyarakat dengan mudah melihat bahwa kekayaanlah yang menyebabkan Bob Hasan lolos dari hukuman penjara. Kemampuannya menyewa pengacara tangguh dengan tarif mahal yang dapat mementahkan dakwaan kejaksaan, hanya dimiliki oleh orangorang dengan tingkat kekayaan tinggi.

2. Tingkat Jabatan Seseorang Kasus Ancolgate berkaitan dengan studi banding ke luar negeri (Australia, Jepang, dan Afrika Selatan) yang diikuti oleh sekitar 40 orang anggota DPRD DKI Komisi D. Dalam studi banding tersebut anggota DPRD yang berangkat memanfaatkan dua sumber keuangan yaitu SPJ anggaran yang diperoleh dari anggaran DPRD DKI sebesar 5.2 milyar rupiah dan uang saku dari PT Pembangunan Jaya Ancol sebesar 2,1 milyar rupiah. Dalam kasus ini, sembilan orang staf Bapedal dan Sekwilda dikenai tindakan administratif, sementara Kepala Bapedal DKI Bambang Sungkono dan Kepala Dinas Tata Kota DKI Ahmadin Ahmad tidak dikenai tindakan apapun. Dalam kasus ini, terlihat penyelesaian masalah dilakukan segera setelah media cetak dan elektronik menemukan ketidakberesan dalam masalah pendanaan studi banding tersebut. Penyelesaian secara administratif ini seakan dilakukan agar dapat mencegah tindakan hukum yang mungkin bisa dilakukan. Rasa ketidakadilan masyarakat terusik tatkala sanksi ini hanya dikenakan pada pegawai rendahan. Pihak kejaksaan pun terkesan mengulur-ulur janji untuk mengusut kasus ini sampai ke pejabat tertinggi di DKI, yaitu Gubernur Sutiyoso, yang sebagai komisaris PT Pembangunan Jaya Ancol ikut bertanggungjawab. 3. Nepotisme Terdakwa Letda (Inf) Agus Isrok, anak mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD), Jendral (TNI) Subagyo HS, diperingan hukumannya oleh mahkamah militer dari empat tahun penjara menjadi dua tahun penjara . Disamping itu, terdakwa juga dikembalikan ke kesatuannya selama dua minggu sambil menunggu dan berpikir terhadap vonis mahkamah militer tinggi. Putusan ini terasa tidak adil dibandingkan dengan vonis-vonis kasus narkoba lainnya yang terjadi di Indonesia yang didasarkan atas pelaksanaan UU Psikotropika. Disamping itu, proses pengadilan ini juga memperlihatkan eksklusivitas hukum militer yang diterapkan pada kasus narkoba. 4. Tekanan Internasional Kasus Atambua, Nusa Tenggara Timur, yang terjadi pada tanggal 6 September 2000, yang menewaskan tiga orang staf UNHCR mendapatkan perhatian internasional dengan cepat.6

Dimulai dengan keluarnya Resolusi No. 1319 dari Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (DK PBB), surat dari Direktur Bank Dunia kepada Presiden Abdurrahman Wahid untuk segera menyelesaikan permasalahan tersebut, permintaan DK PBB untuk mengirim misi penyelidik kasus Atambua ke Indonesia, desakan CGI (Consultatif Group on Indonesia), sampai dengan ancaman embargo oleh Amerika Serikat. Tekanan internasional ini mengakibatkan cepatnya pemerintah bertindak, dengan segera melucuti persenjataan milisi Timor Timur dan mengadili beberapa bekas anggota milisi Timor Leste yang dianggap bertanggung jawab. Apabila dibandingkan dengan kasus-kasus kekerasan yang terjadi di bagian lain di Indonesia, misalnya : Ambon, Aceh, Sambas, Sampit, kasus Atambua termasuk kasus yang mengalami penyelesaian secara cepat dan tanggap dari aparat. Dalam enam bulan sejak kasus ini terjadi, kekerasan berhasil diatasi, milisi berhasil dilucuti, dan situasi kembali aman dan normal. Meskipun ada perhatian internasional dalam kasuskasus kekerasan lain di Indonesia, namun tekanan yang terjadi tidak sebesar pada kasus Atambua. Dalam pandangan masyarakat, derajat tekanan internasional menentukan kecepatan aparat melakukan penegakan hukum dalam mengatasi kasus kekerasan.

Beberapa Akibat Inkonsistensi Penegakan Hukum di Indonesia Inkonsistensi penegakan hukum di atas berlangsung terus menerus selama puluhan tahun. Masyarakat sudah terbiasa melihat bagaimana law in action berbeda dengan law in the book. Masyarakat bersikap apatis bila mereka tidak tersangkut paut dengan satu masalah yang terjadi. Apabila melihat penodongan di jalan umum, jarang terjadi masyarakat membantu korban atau melaporkan pelaku kepada aparat. Namun bila mereka sendiri tersangkut dalam suatu masalah, tidak jarang mereka memanfaatkan inkonsistensi penegakan hukum ini. Beberapa contoh kasus berikut ini menunjukkan bagaimana perilaku masyarakat menyesuaikan diri dengan pola inkonsistensi penegakan hukum di Indonesia.

1. Ketidakpercayaan Masyarakat pada Hukum Masyarakat meyakini bahwa hukum lebih banyak merugikan mereka,dan sedapat mungkin dihindari. Bila seseorang melanggar peraturan lalu lintas misalnya, maka sudah jamak dilakukan upaya damai dengan petugas polisi yang bersangkutan agar tidak membawa kasusnya ke pengadilan . Memang dalam hukum perdata, dikenal pilihan penyelesaian masalah dengan arbitrase atau mediasi di luar jalur pengadilan untuk menghemat waktu dan biaya. Namun tidak demikian hal nya dengan hukum pidana yang hanya menyelesaikan masalah melalui pengadilan. Di Indonesia, bahkan persoalan pidana pun masyarakat mempunyai pilihan diluar pengadilan. 2. Penyelesaian Konflik dengan Kekerasan Penyelesaian konflik dengan kekerasan terjadi secara sporadis di beberapa tempat di Indonesia. Suatu persoalan pelanggaran hukum kecil kadang membawa akibat hukuman yang sangat berat bagi pelakunya yang diterima tanpa melalui proses pengadilan. Pembakaran dan penganiayaan pencuri sepeda motor, perampok, penodong yang dilakukan massa beberapa waktu yang lalu merupakan contoh. Menurut Durkheim masyarakat ini menerapkan hukum yang bersifat menekan (repressive). Masyarakat menerapkan sanksi tersebut tidak atas pertimbangan rasional mengenai jumlah kerugian obyektif yang menimpa masyarakat itu, melainkan atas dasar kemarahan kolektif yang muncul karena tindakan yang menyimpang7

dari pelaku. Masyarakat ingin memberi pelajaran kepada pelaku dan juga pada memberi peringatan anggota masyarakat yang lain agar tidak melakukan tindakan pelanggaran yang sama. 3. Pemanfaatan Inkonsistensi Penegakan Hukum untuk Kepentingan Pribadi Dalam beberapa kasus yang berhasil ditemukan oleh media cetak, terbukti adanya kasus korupsi dan kolusi yang melibatkan baik polisi, kejaksaan, maupun hakim dalam suatu perkara. Kasus ini biasanya melibatkan pengacara yang menjadi perantara antara terdakwa dan aparat penegak hukum. Fungsi pengacara yang seharusnya berada di kutub memperjuangkan keadilan bagi terdakwa , berubah menjadi pencari kebebasan dan keputusan seringan mungkin dengan segala cara bagi kliennya. Sementara posisi polisi dan jaksa yang seharusnya berada di kutub yang menjaga adanya kepastian hukum, terbeli oleh kekayaan terdakwa. Demikian pula hakim yang seharusnya berada ditengah-tengah dua kutub tersebut, kutub keadilan dan kepastian hukum, bisa jadi condong membebaskan atau memberikan putusan seringan-ringannya bagi terdakwa setelah melalui kesepakatan tertentu. 4. Penggunaan Tekanan Asing dalam Proses Peradilan Campur tangan asing bagaikan pisau bermata dua. Disatu pihak tekanan asing dapat membawa berkah bagi pencari keadilan dengan dipercepatnya penyidikan dan penegakan hukum oleh aparat. Lembaga asing non pemerintah biasanya aktif melakukan tekanantekanan semaam ini, misalnya dalam pengusutan kasus pembunuhan di Aceh, tragedi Ambon, Sambas, dan sebagainya. Namun di lain pihak tekanan asing kadang juga memberi mimpi buruk pula bagi masyarakat. Beberapa perusahaan asing yang terkena kasus pencemaran lingkungan, gugatan tanah oleh masyarakat adat setempat, serta sengketa perburuhan, kadang menggunakan negara induknya untuk melakukan pendekatan dan tekanan terhadap pemerintah Indonesia agar tercapai kesepakatan yang menguntungkan kepentingan mereka, tanpa membiarkan hukum untuk menyelesaikannnya secara mandiri. Tekanan tersebut dapat berupa ancaman embargo, penggagalan penanaman modal, penghentian dukungan politik, dan sebagainya. Kesemuanya untuk meningkatkan posisi tawar mereka dalam proses hukum yang sedang atau akan dijalaninya. Persoalannya adalah bagaimana mengatasi ini semua, tentunya harus dimulai dari pembenahan sistem pendidikan hukum di Indonesia yang harus juga diikuti dengan penguatan kode etik profesi dan organisasi profesi bagi kelompok advokat, pengaturan dan penguatan kode perilaku bagi hakim, jaksa, dan polisi serta adanya sanksi yang tegas terhadap setiap terjadinya tindakan tercela, adanya transparansi informasi hukum melalui putusan-putusan pengadilan yang dapat diakses oleh masyarakat, dan adanya kesejahteraan dan kondisi kerja yang baik bagi aparat penegak hukum. 8

Wartawan atau jurnalis adalah seorang yang melakukan jurnalisme, yaitu orang yang secara teratur menuliskan berita (berupa laporan) dan tulisannya dikirimkan/ dimuat di media massa secara teratur. Laporan ini lalu dapat dipublikasi dalam media massa, seperti koran, televisi, radio, majalah, film dokumentasi, dan internet. Wartawan mencari sumber mereka untuk ditulis dalam laporannya; dan mereka diharapkan untuk menulis laporan yang paling objektif dan tidak memiliki pandangan dari sudut tertentu untuk melayani masyarakat.

Istilah jurnalis dan wartawan di Indonesia


Istilah jurnalis baru muncul di Indonesia setelah masuknya pengaruh ilmu komunikasi yang cenderung berkiblat ke Amerika Serikat. Istilah ini kemudian berimbas pada penamaan seputar posisi-posisi kewartawanan. Misalnya, "redaktur" menjadi "editor." Pada saat Aliansi Jurnalis Independen berdiri, terjadi kesadaran tentang istilah jurnalis ini. Menurut aliansi ini, jurnalis adalah profesi atau penamaan seseorang yang pekerjaannya berhubungan dengan isi media massa. Jurnalis meliputi juga kolumnis, penulis lepas, fotografer, dan desain grafis editorial. Akan tetapi pada kenyataan referensi penggunaannya, istilah jurnalis lebih mengacu pada definisi wartawan. Sementara itu wartawan, dalam pendefinisian Persatuan Wartawan Indonesia, hubungannya dengan kegiatan tulis menulis yang di antaranya mencari data (riset, liputan, verifikasi) untuk melengkapi laporannya. Wartawan dituntut untuk objektif, hal ini berbeda dengan penulis kolom yang bisa mengemukakan subjektivitasnya.

KEMERDEKAAN menyatakan pikiran dan pendapat merupakan hak asasi manusia yang tidak dapat dihilangkan dan harus dihormati. Rakyat Indonesia telah memilih dan berketetapan hati melindungi kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat itu dalam Undang-Undang Dasar 1945. Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat dan bagian penting dari kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat. Wartawan adalah pilar utama kemerdekaan pers. Oleh karena itu dalam menjalankan tugas profesinya wartawan mutlak mendapat perlindungan hukum dari negara, masyarakat, dan perusahaan pers. Untuk itu Standar Perlindungan Profesi Wartawan ini dibuat: 1. Perlindungan yang diatur dalam standar ini adalah perlindungan hukum untuk wartawan yang menaati kode etik jurnalistik dalam melaksanakan tugas jurnalistiknya memenuhi hak masyarakat memperoleh informasi; 2. Dalam melaksanakan tugas jurnalistik, wartawan memperoleh perlindungan hukum dari negara, masyarakat, dan perusahaan pers. Tugas jurnalistik meliputi mencari,1 memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi melalui media massa; 3. Dalam menjalankan tugas jurnalistik, wartawan dilindungi dari tindak kekerasan, pengambilan, penyitaan dan atau perampasan alat-alat kerja, serta tidak boleh dihambat atau diintimidasi oleh pihak manapun; 4. Karya jurnalistik wartawan dilindungi dari segala bentuk penyensoran;

5. Wartawan yang ditugaskan khusus di wilayah berbahaya dan atau konflik wajib dilengkapi surat penugasan, peralatan keselamatan yang memenuhi syarat, asuransi, serta pengetahuan, keterampilan dari perusahaan pers yang berkaitan dengan kepentingan penugasannya; 6. Dalam penugasan jurnalistik di wilayah konflik bersenjata, wartawan yang telah menunjukkan identitas sebagai wartawan dan tidak menggunakan identitas pihak yang bertikai, wajib diperlakukan sebagai pihak yang netral dan diberikan perlindungan hukum sehingga dilarang diintimidasi, disandera, disiksa, dianiaya, apalagi dibunuh; 7. Dalam perkara yang menyangkut karya jurnalistik, perusahaan pers diwakili oleh penanggungjawabnya; 8. Dalam kesaksian perkara yang menyangkut karya jurnalistik, penanggungjawabnya hanya dapat ditanya mengenai berita yang telah dipublikasikan. Wartawan dapat menggunakan hak tolak untuk melindungi sumber informasi; 9. Pemilik atau manajemen perusahaan pers dilarang memaksa wartawan untuk membuat berita yang melanggar Kode Etik Jurnalistik dan atau hukum yang berlaku.

Syarat-syarat Menjadi Wartawan Menjadi wartawan apakah harus sarjana jurnalistik? Belum tentu. Sebab, hanya saja yang mensyaratkan gelar sarjana jurnalistik saat membuka lowongan kerja bagi wartawan baru. Bahkan, media sebesar suratkabar Kompas, majalah Tempo, atau stasiun Metro TV tidak pernah menyebutkan syarat sarjana jurnalistik; yang penting sarjana, biasanya S1, dari fakultas apapun. Sebagian besar wartawan media, mulai tingkat reporter hingga redaktur, bukan sarjana jurnalistik. Titel mereka dari berbagai disiplin ilmu, mulai sarjana ekonomi hingga sarjana teknik. Media di negara-negara barat justru tidak terlalu peduli dengan embel-embel sarjana. Media raksasa multi-format, National Geographic [NG], berani membayar puluhan hingga ratusan juta rupiah untuk satu liputan mendalam yang dikerjakan kontributor wartawan freelance yang tidak terikat sama sekali dengan NG tanpa mensyaratkan kontributor harus sarjana; yang penting adalah karyanya, bukan deretan gelar akademisnya. Berikut adalah delapan syarat menjadi wartawan. Nomor 1 sampai 6 disarikan dari buku Menggebrak dunia wartawan [1993, Kurniawan Junaedhie] ditambah pengalaman 2 1. Tidak alergi terhadap teknologi. Wartawan zaman sekarang harus fasih memakai email untuk mengirim berita, alat perekam suara, kamera foto atau video, dan mencari referensi lewat Internet. 2. Punya naluri-ingin-tahu yang tinggi dan bukan penakut. Lebih bagus lagi kalau bernaluri sebagai detektif. Wartawan sering diancam karena tulisannya, tapi jangan lantas berhenti menulis. 3. Menguasai bahasa. Tentu saja yang terutama adalah bahasa Indonesia. Aku sering

menemukan wartawan yang tidak mampu menulis secara jelas, melainkan berputar-putar dengan bahasa langit, bahkan beberapa di antaranya adalah wartawan senior yang sudah 20-30 tahun bekerja. 4. Santun dan tahu etika. Aku kerap melihat wartawan yang memaksa masuk ke ruangan pejabat dan langsung duduk padahal si pejabat sebenarnya belum bersedia menerima karena masih ada tamu atau pekerjaannya yang lain. Ada juga wartawan yang mewawancarai narasumber dengan bahasa memaksa, mendesak bagai polisi. Boleh saja meliput peristiwa seperti demo atau lomba tarik tambang dengan memakai celana pendek, tapi jangan berkaus oblong saat meliput sidang pengadilan atau masuk ke kamar kerja gubernur. 5. Disiplin pada waktu. Wartawan tidak boleh menulis berdasarkan mood seperti halnya seniman, karena redaksi dibatasi deadline untuk menerbitkan berita. Sering wartawanmagang gagal diterima karena selalu telat menyetor berita. Bila kau tergantung pada mood, maka pilihlah menjadi wartawan lepas atau bloger. 6. Berwawasan luas. Untuk hal ini, sejak dulu aku sepakat bahwa penulis yang baik harus lebih dulu menjadi pembaca yang baik. Banyak wartawan daerah yang tidak mau membaca media nasional, buku-buku populer, atau mengorek isi Internet; mereka hanya membaca korannya sendiri, itupun cuma untuk melihat beritaku terbit nggak, nih. 7. Jujur dan independen. Memangnya ada wartawan yang tidak jujur? Banyak, terutama di daerah. Berita bisa direkayasa sesuai pesanan narasumber. Seratusan orang demo bisa muncul di koran sebagai seribuan orang. Bupati diadukan korupsi, berita yang muncul menjadi Ada LSM yang ingin membuat rusuh Tobasa. Memangnya ada wartawan tidak independen? Ini paling banyak, bahkan di Jakarta sekalipun. Harian terbesar Amerika, Washington Post, menetapkan syarat bagi wartawannya: Lepaskan dulu jabatanmu di parpol, baru bergabung dengan koran ini. Di Balige, kabupaten lain, Medan, provinsi lain, kujamin banyak wartawan yang aktif di partai politik. 8. Memperlakukan profesi wartawan bukan semata-mata demi uang. Profesi kuli-tinta sering disandingkan dengan seniman. Ia adalah sosok idealis, yang bekerja tidak melulu karena gaji tinggi. Pengacara bisa saja menolak bekerja kalau kliennya tidak mampu membayar tarif sekian rupiah. Aku sering menemukan wartawan yang tidak mau menulis karena narasumbernya tidak memberikan uang seperti diminta si wartawan. 3

Apakah yang disebut sebagai feature? Dalam ilmu jurnalistik, feature merupakan salah satu bentuk tulisan non fiksi, dengan karakter human interest yang kuat. Feature adalah sebuah tulisan jurnalistik juga, namun tidak selalu harus mengikuti rumus klasik 5W + 1 H. Feature adalah jenis tulisan yang lebih bersifat menghibur, isinya kadang sesuatu yang remeh dan luput dari liputan wartawan straight news, tetapi tidak terlalu terikat dengan tenggat waktu. Ia bisa ditulis kapan saja dan di-publish kapan saja. Karenanya, ia awet. Menulis feature lebih santai, tidak dituntut tenggat, dan bisa bicara apa saja. Memang konsekuensinya, nilai beritanya tidak hard alias tidak banyak diburu orang. Bagaimanapun orang cenderung pada berita terbaru ketimbang yang santai.

Sebuah feature hendaknya ditulis dengan gaya bertutur, deskriptif, sedemikian rupa sehingga susunan kata dan kalimatnya mampu menggambarkan atau melukiskan suatu profil atau peristiwa tertentu. Oleh karena itu, feature sesungguhnya sebuah cerita, tapi bukan cerita mengenai fiksi melainkan mengenai fakta. A feature is a story about facts, not about fiction (feature ialah cerita tentang fakta, bukan tentang fiksi). Sedangkan karya tulis tentang fiksi disebut novel, cerita pendek. Bentuk tulisan feature tidak terpaku pada bentuk piramida terbalik. Justru mengharapkan pembaca mengikuti dengan seksama dari awal hingga akhir tulisan. Kalau diberita langsung (straight news) pembaca cukup membaca paragraf awal tulisan, maka di dalam feature justru inti tulisan baru ditemukan bila membaca dari awal hingga akhir. Dalam penulisan feature agar tidak tersesat kemana mana, tentukan dulu angle/sudut pandang tulisan yang akan memandu arah tulisan. Fungsi feature mencakup lima hal: a. Melengkapi sajian berita langsung (straight news). b. Pemberi informasi tentang suatu situasi, keadaan, atau peristiwa yang terjadi. c. Penghibur dan pengembangan imajinasi yang menyenangkan. d. Wahana pemberi nilai dan makna terhadap suatu keadaan atau peristiwa. e. Sarana ekspresi yang paling efektif dalam mempengaruhi khalayak. Tulisan feature mempunyai beberapa ciri khas, antara lain: 1. Mengandung segi human interest. Tulisan feature memberikan penekanan pada fakta-fakta yang dianggap mampu menggugah emosi-menghibur, memunculkan empati dan keharuan. Dengan kata lain, sebuah feature juga harus mengandung segi human interest atau human touch-menyentuh rasa manusiawi. Karenanya, feature termasuk kategori soft news (berita ringan) yang pemahamannya lebih menggunakan emosi. Berbeda dengan hard news (berita keras), yang isinya mengacu kepada dan pemahamannya lebih banyak menggunakan pemikiran. 2. Mengandung unsur sastra. Satu hal penting dalam sebuah feature adalah ia harus mengandung unsur sastra. Feature ditulis dengan cara atau gaya menulis fiksi. Karenanya, tulisan feature mirip dengan sebuah cerpen atau novel-bacaan ringan dan menyenangkannamun tetap informatif dan faktual. Karenanya pula, seorang penulis feature pada prinsipnya adalah seorang yang sedang bercerita. 4 Jadi, feature adalah jenis berita yang sifatnya ringan dan menghibur. Ia menjadi bagian dari pemenuhan fungsi menghibur (entertainment) sebuah surat kabar. Ada berapa jenis feature-kah yang selama ini dikenal dalam dunia jurnalistik? Ada puluhan jenis feature. Mulai dari feature tentang manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, alam, sejarah, antropologi, luar angkasa, hantu-hantu. Menurut Wolseley dan Campbell terdapat enam jenis feature: 1. Feature minat insani (human interest feature) 2. Feature sejarah (hystorical feature) 3. Feature biografi (biografical feature) 4. Feature perjalanan (travelogue feature) 5. Feature yang mengajarkan keahlian (how-to-do feature) 6. Feature ilmiah (scientific feature)

Berikut ini penjelasan singkat mengenai beberapa jenis feature. Feature human interest (human interest feature), ialah feature yang langsung menyentuh keharuan, kegembiraan, kejengkelan atau kebencian, simpati, dan sebagainya. Misalnya, cerita tentang penjaga mayat di rumah sakit, kehidupan seorang petugas kebersihan di jalanan, liku-liku kehidupan seorang guru di daerah terpencil, suka-duka menjadi dai di wilayah pedalaman, atau kisah seorang penjahat yang dapat menimbulkan kejengkelan. Feature sidebar, ialah feature yang memberitakan bagian-bagian lain dari sebuah peristiwa besar yang di dalamnya mengandung unsur human interest. Seperti, nasib para pengungsi yang kehilangan rumah ketika banjir bandang menimpa mereka. Feature biografi (biografical feature). Misalnya, riwayat hidup seorang tokoh yang meninggal, tentang seorang yang berprestasi, atau seseorang yang memiliki keunikan sehingga bernilai berita tinggi. Itu sebabnya, kamu bisa menuliskan tentang profil para pemimpin Islam di masa lalu, misalnya. Atau kamu juga bisa cerita tentang kisahnya alKhawarizmi, ilmuwan muslim yang menemukan angka nol. Feature profil (profile features), menceritakan tentang sisi hidup publik figur, organisasi, dan komunitas masyarakat, misalnya berita tentang proses hidup seorang pengusaha sukses yang berawal dari gelandangan, cerita sukses sebuah LSM dalam membangun masyarakat pedalaman, atau cerita ngiris komunitas masyarakat tertentu. Profile feature tidak hanya cerita sukses saja, tetapi juga cerita kegagalan seseorang. Tujuannya agar pembaca dapat bercermin lewat kehidupan orang lain. Feature perjalanan (travelogue feature). Misalnya menceritakan pengalaman berkesan dari sebuah perjalanan. Misalnya kunjungan ke tempat bersejarah di dalam ataupun di luar negeri, atau ke tempat yang jarang dikunjungi orang. Dalam feature jenis ini, biasanya unsur subjektivitas menonjol, karena biasanya penulisnya yang terlibat langsung dalam peristiwa/perjalanan itu mempergunakan aku, saya, atau kami (sudut pandang-point of view-orang pertama). Ambil contoh tentang perjalanan menunaikan ibadah haji. Perjalanan ke5 tanah suci itu bisa kamu tuangkan dalam sebuah tulisan bergaya feature yang menarik. Itu sebabnya, disarankan untuk membawa buku catatan kecil untuk menuliskan semua peristiwa yang dialami sebagai bahan penulisan. Feature dibalik layar (explanatory features), menceritakan tentang apa yang sebenarnya terjadi dibalik suatu peristiwa. Misalnya, cerita/berita tentang fakta-fakta yang menyebabkan buruh mogok kerja. Feature sejarah (hystorical feature), yaitu feature tentang peristiwa masa lalu, namun masih menarik diberitakan masa kini, seperti berita tentang peran Soeharto pada penumpasan PKI yang sering diberitakan media massa menjelang beliau wafat. Misalnya juga peristiwa Keruntuhan Khilafah Islamiyah, sejarah tentang Istana al-Hamra dan benteng Granada. Melongok kejayaan Islam di masa lalu. Sejarah tentang kekejaman tentara Salib saat membantai kaum muslimin, sejarah pertama kali Islam masuk ke Indonesia dan sebagainya. Banyak kok sejarah yang bisa kita tulis dengan jenis feature ini. Feature musiman (seasonal features), bercerita tentang peristiwa unik dan menarik yang terjadi secara rutin, baik setiap tahun, setiap momen, atau setiap musim. Misalnya, cerita riuh-gembira orang-orang kampung ketika lebaran (hari raya Idul fitri) tiba, dsb.

Feature tren (trend features), ialah feature yang menceritakan tentang gaya hidup komunitas tertentu atau masyarakat pada umumnya dalam jangka waktu tertentu. Misalnya gaya hidup remaja desa ketika HP masuk ke kampung-kampung. Feature petunjuk praktis (tips), disebut juga how-to-do feature, ialah feature yang menjelaskan tentang bagaimana suatu perbuatan atau aktifitas dilakukan. Misalnya, tentang bagaimana caranya merawat mobil agar irit bensing, memasak, merangkai bunga, membangun rumah, seni mendidik anak, panduan memilih perguruan tinggi, cara mengendarai bajaj, teknik beternak bebek, seni melobi calon mertua (he..he..he..) dan sebagainya. Feature ilmiah (scientific feature), ialah feature mengenai ilmu pengetahuan dan teknologi yang ditandai oleh kedalaman pembahasan dan objektivitas pandangan yang dikemukakan, menggunakan data dan informasi yang memadai. Feature ilmu pengetahuan dan teknologi dapat dimuat di majalah teknik, komputer, pertanian, kesehatan, kedokteran, dll. Bahkan surat kabar pun sekarang memberi rubrik Science Feature.6

Tulisan jurnalistik terdiri dari dua bagian besar, yakni news dan opini. NEWS News terdiri dari straight news, features, depth news, dan investigative news. Straight news merupakan bentuk tulisan jurnalistik yang bersifat terkini. Artinya, peristiwa yang dicantumkan dalam tipe berita ini adalah peristiwa yang baru saja terjadi. Segala informasi yang disampaikan di dalamnya adalah informasi apa adanya yang berasal dari pengamatan di lapangan maupun wawancara di lapangan. Features merupakan bentuk tulisan jurnalistik yang sifatnya lebih menyentuh hal-hal yang manusiawi. Peristiwa yang diungkapkan tak perlu terkini, melainkan memiliki nilai human interest yang tinggi. Keunikan serta hal-hal menarik biasanya menjadi sumber utama dalam penulisan features. Banyak peristiwa hard news bisa diambil satu sisi hingga menjadi tulisan features. Misalnya, saat terjadi tsunami di Kepulauan Malawi. Sebelumnya banyak orang tidak mengenal negara pulau ini. Namun, ketika tsunami terjadi, sebuah tulisan ringan tentang keindahan negara pulau ini pun diangkat dalam media. Contoh lain lagi, berita tentang contekan massal di SD Negeri Gadel Surabaya diikuti dengan berita tentang profil Ny. Siami dan keluarganya sebagai pelapor contekan massal. Tulisan features biasanya dipergunakan untuk menyampaikan berita mengenai peristiwa yang telah lama terjadi[1]. Namun, biasanya dikaitkan dengan momentum. Misalnya, peristiwa

G30S PKI. Media cetak bisa saja menurunkan kisah tentang anak-anak para pahlawan revolusi. Atau, juga kisah tentang lokasi Lubang Buaya. Depth news sebuah bentuk tulisan berita yang diperdalam dari peristiwa awal yang diberitakan. Contohnya, bencana meletusnya Gunung Merapi tidak hanya dipandang dari sudut bencana alam saja, melainkan juga diperdalam dari kondisi geofisika dan geografis dari situasi di sekitar Gunung Merapi. Tulisan ini ada kalanya bersifat analitis, berisi olahan grafis bahkan hasil riset dokumentasi dari berita atau tulisan terdahulu. Peristiwa jatuhnya pesawat Merpati di Teluk Kaimana melahirkan tulisan depth news yang memberitakan perihal kondisi pesawat komersial yang dimiliki oleh Indonesia saat ini. Investigative news merupakan bentuk tulisan berita sebagai hasil dari penyelidikan. Biasanya informasi yang disampaikan terkait dengan masyarakat awam namun informasi tersebut ditutupi oleh penguasa atau sumber yang terkait dengan informasi yang disampaikan. Di Indonesia, bentuk tulisan seperti ini masih jarang dilakukan karena keterbatasan dana dan karena jurnalis tidak terbiasa melakukan hal ini lantaran tidak didukung oleh perusahaan media tempatnya bernaung. Akibatnya, jurnalisme di tanah air jadi tampak pengecut Ada juga yang disebut follow news yakni bentuk tulisan berita yang memiliki kaitan dengan pemberitaan awal. Misalnya, peristiwa dugaan korupsi yang dilakukan oleh Angelina Sondakh, salah seorang anggota DPR dari Partai Demokrat, maka pada hari berikutnya, dimuat atau7 ditayangkan hasil wawancara dengan Angelina Sondakh. Pada hari berikutnya lagi, dimuat atau ditayangkan hasil wawancara dengan pihak terkait lainnya.

OPINI Meskipun disebut opini, namun sebagai karya jurnalistik, tulisan opini ini pun tetap masih terkait dengan fakta dan data-data yang ada sehubungan dengan sebuah peristiwa atau informasi. Artinya, semua tulisan opini dalam karya jurnalistik, bukanlah opini semata-mata, melainkan memiliki dasar fakta dan data. Tulisan berbentuk opini pada media massa (khususnya media cetak) bisa terdiri dari tajuk rencana, surat pembaca, kolom, dan artikel. Resensi juga dimasukkan dalam tulisan opini. Tajuk rencana merupakan tulisan yang merupakan sikap dari redaksi sebuah media terhadap peristiwa yang terjadi. Tulisannya merupakan perpaduan antara fakta yang ada dan opini dari penulis. Jika kita ingin melihat ideologi atau sikap apa yang dibawa oleh sebuah media dalam menyikapi sebuah peristiwa, maka tajuk rencana merupakan tulisan jurnalistik yang dapat menunjukkan rambu-rambunya. Selain itu, tajuk rencana juga menjadi sarana kontrol sosial dari media terhadap pemerintah atau lembaga apa pun yang terkait dengan pemberitaan. Landau (1975) dalam Suhandang[2] menyatakan tajuk rencana merupakan karangan atau komentar pada majalah, suratkabar, radio, televisi yang isinya menyatakan opini redaksi, penerbit atau manajemennya.

Surat pembaca disampaikan oleh masyarakat kepada institusi pemerintahan maupun kepada bagian dari masyarakat yang lain supaya mendapat perhatian dari pihak-pihak terkait melalui media massa. Biasanya berisi complain atau bisa juga dukungan. Yang pasti, isinya adalah opini dari pembaca terkait sesuatu hal, bisanya perihal layanan publik. Kolom ditulis oleh para ahli dalam bidang tertentu yang berisi opini terkait dengan sebuah peristiwa yang terjadi. Biasanya tulisan ini bersifat perenungan. Penulis mengajak pembaca untuk menertawakan atau bersedih sebuah kejadian, dan untuk memikirkan apa yang harus dilakukan terkait kejadian itu. Artikel adalah tulisan berbentuk opini yang dituliskan oleh orang awam maupun ahli dari sebuah peristiwa yang bersangkutan. Meski tulisan ini berbentuk opini, tidak berarti tidak ada data yang disampaikan dalam tulisan ini. Jadi, artikel akan menjadi kaya bila ada opini namun juga bila ditambah data. Resensi merupakan sebuah ragam tulisan yang dikaitkan dengan penilaian sebuah buku, film ataupun musik. Melalukan resensi berarti memberikan pertimbangan terhadap sebuah buku, film maupun musik. Dengan membaca resensi, maka orang lain dapat memahami alur sebuah buku, film maupun konser musik. Seorang yang menulis resensi seharusnya memiliki pengetahuan tentang bidang yang diresensinya itu.8

Fakta dan opini merupakan dua hal yang berbeda. Namun, dalam pemberitaan kedua hal tersebut sering dikacaukan dengan pengertiannya. Perbedaan fakta dan opini telah ditegaskan dalam Undang-undang Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia (KEJWI). Meskipun dalam KEJWI tidak menggunakan istilah opini tetapi memakai istilah pendapat. Perbedaan secara jelas antara fakta dan opini menjadi sangat penting dalam menulis berita, karena berita harus benar-benar menyajikan fakta yang didukung oleh data. Seandainya dalam berita terdapat opini dari nara sumber atau dari wartawan, opini tersebut harus benarbenar dapat dibedakan mana yang fakta, mana yang opini dari nara sumber, dan mana yang berupa opini dari wartawan. Dengan demikian, sebuah berita benar-benar menyajikan informasi yang benar dan tidak membohongi publik.
FAKTA DAN OPINI Pengertian Fakta dan Opini

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia faktan hal (keadaan, peristiwa) yg merupakan kenyataan; sesuatu yg benar-benar ada atau terjadi; opinin pendapat; pikiran; pendirian; Berdasarkan sumber lain
Faktaadalah keadaan, kejadian, atau peristiwa yang benar dan bisa

dibuktikan. Termasuk di dalamnya ucapan pendapat atau penilaian orang atas sesuatu. Dalam kode etik jurnalistik, pasal 3 ayat (30) dijelaskan antara lain, di dalam menyusun suatu berita, wartawan Indonesia harus membedakan antara kejadian (fact) dan pendapat (opini) sehingga tidak mencampuradukkan yang satu dengan yang lain untuk mencegah penyiaran berita-berita yang diputarbalikkan atau dibubuhi secara tidak wajar.

Pendapat juga disebut opini. Dikenal public opinion atau pendapat umum

dan general opinion atau anggapan umum. Opini merupakan persatuan (sintesis) pendapat-pendapat yang banyak; sedikit banyak harus didukung orang banyak baik setuju atau tidak setuju; ikatannya dalam bentuk perasaan/emosi; dapat berubah; dan timbul melalui diskusi sosial.
Membedakan Fakta dan Opini

Kata Kunci :
Fakta biasanya ditandai oleh hadirnya data berupa angka. Opini ditandai dengankata-kata yang bersifat subyektif, misalnya sangat, semakin, dapat, mungkin.

Karakteristik lainnya adalah mengandung bentuk-bentuk kata sifat: baik, buruk, mudah, sukar; dan diawali kata menurut (yang merupakan pernyataan seseorang )

Anda mungkin juga menyukai