Anda di halaman 1dari 19

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pengetahuan a.

Pengertian Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan dapat terjadi melalui manusia, yakni indera penglihatan, pencium, raba dan rasa. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh malalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting akan terbentuknya tindakan seseorang. Karena itu, perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoadmodjo, 2005). Pengetahuan berinteraksi adalah sebagai bentuk pengalaman dan

individu

dengan

lingkungannya,

khususnya

menyangkut pengetahuan dan sikap tetang kesehatan serta tindakannya berhubungan erat dengan kesehatan (Sarwono, 2005). Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan adalah sebagai bentuk dari pengalaman dan penginderaan seperti dari indera penglihatan, penciuman, rasa dan raba.

b. Tingkatan Pengetahuan Menurut Notoadmodjo (2005), pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu : 1). Tahu (know) Tahu dapat diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang telah dipelajari atau rangsangan yang diterima. Oleh sebab itu, tingkat pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang

menanyakan tentang isi materi yang diukur dari subjek penelitian atau responden. 2). Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat diinterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek dan materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,

meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. 3). Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi real (sebenarnya), aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi

atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam situasi yang lain. 4). Analisis (analysis) Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan atau memisahkan, kemudian menncari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat analisis apabila orang tersebut telah dapat membedakan atau memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut. 5). Sintesis (syntesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada. 6). Evaluasi (evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk

melakukan justifikasi atau penilaian-penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

c. Pengukuran Pengetahuan Pengukuran dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden (Notoadmodjo, 2007). Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974)

mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), didalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan, yakni: 1) Awareness Yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu. 2) Interest Yaitu orang mulai tertarik pada stimulus. 3) Evaluation Menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. 4) Trial Orang lebih mulai mencoba perilaku baru. 5) Adoption Subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

d. Cara memperoleh pengetahuan 1). Cara Tradisional Untuk Memperoleh Pengetahuan Cara ini dipakai untuk memperoleh kebenaran

pengetahuan, sebelum ditemukan metode ilmiah atau metode penemuan secara sistematik dan logis. Cara penemuan pengetahuan ini antara lain : a). Cara Coba Salah (Trial and Error) Cara ini dipakai orang sebelum adanya kebudayaan, bahkan mungkin sebelum adanya peradaban. Pada waktu itu, seseorang apabila upaya dan menghadapi pemecahan apabila tidak persoalan atau

permasalahan, kemungkinan

dilakukan berhasil,

dengan dicoba

kemungkinan lain. Apabila kemungkinan kedua gagal pula, maka dicoba kembali dengan kemungkinan ketiga dan seterusnya sampai masalah tersebut dapat terpecahkan. b). Cara Kekuasaan atau Otoritas Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak kebiasaan-kebiasan dan tradisi yang dilakukan, baik atau tidak. Kebiasaan ini seolah-olah diterima dari sumbernya

sebagai kebenaran yang mutlak. Sumber pengetahuan tersebut dapat berupa pemimpin dari masyarakat, ahli agama, pemegang pemerintahan baik formal maupun

informal dan sebagainya. Dengan kata lain, pengetahuan

tersebut diperoleh berdasarkan pada

otoritas atau

kekuasaan, baik tradisi, otoritas pemerintah atau kekuasaan ahli ilmu pengetahuan. c). Berdasarkan Pengalaman Pribadi Pengalaman adalah guru yang baik, demikian bunyi pepatah. Pepatah ini mengandung maksud pengetahuan atau pengalaman adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu, pengalaman pribadi digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan masalah lain yang sama dan orang dapat pula menggunakan cara tersebut. 2). Cara Modern Untuk Memperoleh Pengetahuan Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau lebih populer disebut metodologi. Cara ini mula-mula dikembangkan oleh Francis Balon (1561-1626), ia mengatakan bahwa dalam memperoleh kesimpulan dilakukan dengan mengadakan observasi dan membuat pencatatan-pencatatan terhadap semua fakta

sehubungan dengan objek yang diamatinya.

Menurut Notoadmodjo (2005), pencatatan ini mencakup tiga hal pokok, yaitu : a) Segala sesuatu yang positif, yaitu gejala tertentu yang muncul pada saat dilakukan pengamatan. b) Segala sesuatu yang negatif, yaitu gejala tertentu yang tidak muncul pada saat dilakukan pengamatan. Gejala-gejala yang muncul secara bervariasi, yaitu gejala-gejala yang berubah-ubah pada kondisi-kondisi tertentu 2. Sikap a. Pengertian Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat,tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata

menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial (Notoatmodjo,

142:2007). b. Struktur sikap Adapun dari struktur sikap terdiri atas tiga komponen, dimana masing-masing saling menunjang yaitu komponen

kongnitif (cognitif), komponen afektif (affective), dan komponen konatif (conative).

Komponen kongnitif representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap, komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional, dan komponen konatif adalah merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang 2008). 1) Komponen kongnitif Komponen kongnitif berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap. 2) Komponen afektif Komponen afektif menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap. Secara umum, komponen ini dinamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu, Namun, pengertian perasaan pribadi seringkali sangat berbeda perwujudannya bila dikaitkan dengan sikap. 3) Komponen Komponen perilaku atau komponen konatif dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya (Azwar Saifuddin, 2008). c. Interaksi komponen-komponen sikap Bagaimana interaksi antara ketiga komponen sikap tersebut? dimiliki oleh seseorang (Azwar Saifudin,

Para ahli Psikologi Sosial banyak yang beranggapan bahwa ketiganya adalah selaras dan konsisten, karena apabila dihadapkan dengan suatu objek yang sama maka ketiga komponen itu harus mempolakan arah sikap yang seragam. Sebaliknya yang terjadi apabila ketiga komponen itu tidak konsisten dengan yang lain,teori mengatakan akan terjadi ketidakselarasan yang akan menyebabkan timbulnya mekanisme perubahan sikap sedemikian rupa sehingga konsisten itu tercapai kembali. Konsistensi internal diantara komponen-komponen sikap lebih terasa perlu dipertahankan pada sikap yang intensitasnya ekstrim, seperti sikap yang sangat setuju (sangat positif) dan sikap yang sangat tidak setuju (sangat negatif). Semakin ekstrim intensitas sikap seseorang maka akan semakin terasa apabila ada semacam serangan terhadap salah-satu komponen sikap. Dalam ketiga komponen sikap juga terdapat tingkatan atau kadar, serta terdapat pula perbedaan kompleksitasnya. Pada suatu tingkatan sederhana, komponen afektif sikap seseorang dapat berarti sekedar suka atau tidak suka terhadap daging kuda, namun ada tingkatan yang lebih kompleks komponen afektif itu dapat berarti adanya reaksi emosional seperti kecemasan atau

kekhawatiran apabila termakan daging kuda, bahkan kebencian pada orang yang menjual daging kuda tersebut. Dalam proporsinya suatu sikap yang di dominasi oleh komponen afektif yang kuat dan

kompleks akan lebih sukar untuk berubah walaupun dimasukkan informasi yang baru yang berlawanan objek sikapnya (Azwar Saifuddin, 2008). 3. Pola Asuh a. Pengertian Agar pola hidup anak bisa sesuai dengan standar kesehatan, di samping harus mengatur pola makan yang benar, juga tak kalah pentingnya mengatur pola asuh yang benar pula. Pola asuh yang benar bisa ditempuh dengan memberikan perhatian yang penuh kasih sayang pada anak, memberinya waktu yang cukup untuk menikmati kebersamaan dengan seluruh anggota keluarga

(Perangin-angin, 2006). Pola asuh adalah kemampuan keluarga dan masyarakat untuk menyediakan waktu, perhatian, dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang dengan sebaik-baiknya secara fisik, mental dan sosial. Pengasuhan merupakan faktor yang sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan dan perkembangan anak berusia di bawah lima tahun. Masa anak usia 1-5 tahun (balita) adalah masa dimana anak masih sangat membutuhkan suplai makanan dan gizi dalam jumlah yang memadai. Pada masa ini juga, anak-anak masih sangat tergantung pada perawatan dan pengasuhan ibunya. Oleh karena itu, pengasuhan kesehatan dan makanan pada tahun pertama

kehidupan sangat penting untuk perkembangan anak (Sarah, 2008).

b. Macam macam pola asuh Menurut Baumrind (1967), terdapat 4 macam pola asuh orang tua: 1. Pola asuh Demokratis Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran. Orang tua tipe ini juga bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan yang melampaui

kemampuan anak. Orang tua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan, dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat. 2. Pola asuh Otoriter Pola asuh ini cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman. Orang tua tipe ini cenderung memaksa, memerintah, menghukum. Apabila anak tidak mau melakukan apa yang dikatakan oleh orang tua, maka orang tua tipe ini tidak segan menghukum anak. Orang tua tipe ini juga tidak mengenal kompromi dan dalam komunikasi biasanya bersifat satu arah. Orang tuatipe ini tidak memerlukan umpan balik dari anaknya untuk mengerti mengenai anaknya.

3. Pola asuh Permisif Pola asuh ini memberikan pengawasan yang sangat longgar. Memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya. Mereka cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya, dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka. Namun orang tua tipe ini biasanya bersifat hangat, sehingga seringkali disukai oleh anak. 4. Pola asuh Penelantar Orang tua tipe ini pada umumnya memberikan waktu dan biaya yang sangat minim pada anak-anaknya. Waktu mereka banyak digunakan untuk keperluan pribadi mereka, seperti bekerja, dan juga kadangkala biaya pun dihemat-hemat untuk anak mereka. Termasuk dalam tipe ini adalah perilaku penelantar secara fisik dan psikis pada ibu yang depresi. Ibu yang depresi pada umumnya tidak mampu memberikan perhatian fisik maupun psikis pada anak-anaknya. Pada penelitian oleh Diana Baumrind di bedakan adanya pola pengasuhan orang tua yang bersikap Authoritarian, permissive, authotaritative. Pada penelitian yang dilakukan oleh hurlock, shneiders dibedakan pola perilaku orang tua kedalam 7 kriteria yaitu: overprotective, permissive, rejection, acceptance, domination,

submission, puniveness (overdisipline). (Syamsu Yusuf ,2005 :51) Becker, Deutsch, Kohn, sheldon, tentang kaitan antara pola asuh orang tua berdasar kelas sosial (Samsu Yusuf, 2005:53) sebagai berikut:

a) kelas bawah cenderung lebih keras dan menggunakan hukuman fisik terjadap kelas menengah, anak dari kelas bawah bersikap lebih agresif, independen, lebih awal dalam pengalaman seksual; b) kelas menengah cenderung lebih memberikan pengawasan dan perhatian sebagai orang tua. Para ibunya merasa bertanggung jawab terhadap tingkah laku anak-anaknya dan menerapkan ambisi untuk meraih status tinggi, dan menekan anak untuk mengejar statusnya melalui pendidikan dan latihan profesional; c) kelas atas cenderung lebih memanfaatkan waktu luangnya dengan kegiatan tertentu, lebih memiliki latar belakang pendidikan yang reputasinya tinggi, dan biasanya senang mengembangkan apresiasi estetikanya, anak-anaknya cenderung memiliki rasa percaya diri dan cenderung memanipulasi aspek realititas;

4. Tumbuh kembang a. Pengertian Menurut kamus kedokteran Dorland, pertumbuhan ialah proses normal pertambahan ukuran organisme sebagai akibat pertambahan jaringan pada yang telah ada sebelumnya.

Pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang bias diukur dengan ukuran berat (gram, kilogram), ukuran panjang (cm, meter) umur tulang dan keseimbangan metabolic (retensi kalsium dan nitrogen tubuh). Menurut Pedoman Diagnosis Ilmu Kesehatan Anak batasan dari pertumbuhan adalah setiap perubahan dari tubuh yang berhubungan dengan bertambahnya ukuran tubuh baik fisik (anatomis) maupun struktural dalam arti sebagian atau menyeluruh. Menurut kamus kedokteran Dorland, perkembangan ialah proses pertumbuhan dan diferensiasi. Definisi lain dari

perkembangan ialah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Istilah Perkembangan meliputi pertumbuhan fisik, maupun

pematangan fungsi, emosi dan perilaku sosial. Menurut Pedoman Diagnosis Ilmu Kesehatan Anak batasan dari perkembangan adalah bertambahnya kemampuan (skill), struktur, dan fungsi tubuh yang lebih kompleks. Masyarakat pada umumnya beranggapan bahwa pertumbuhan dan perkembangan mempunyai pengertian sama, tetapi sebenarnya berbeda. Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran fisik

sedangkan perkembangan adalah bertambahnya kemampuan struktur tubuh. Perkembangan merupakan hasil interaksi antara kematangan susunan syaraf pusat dengan organ yang

dipengaruhinya, sehingga perkembangan ini berperan penting dalam kehidupan. Meskipun pertumbuhan dan perkembangan mempunyai arti yang berbeda namun keduanya saling

mempengaruhi

dan

berjalan

secara

simultan

(bersamaan).

Pertumbuhan ukuran fisik akan disertai dengan pertambahan kemampuan atau perkembangan anak (Nursalam, 2005) Meskipun pertumbuhan dan perkembangan mempunyai arti yang berbeda, namun keduanya saling mempengaruhi dan berjalan secara bersamaan. Pertambahan ukuran fisik akan disertai dengan pertambahan kemampuan anak (Nursalam, 2005). Perkembangan pada anak meliputi berbagai aspek yaitu perkembangan kognitif, bahasa, emosi, sosial dan motorik. Perkembangan motorik yang menjadi salah satu aspek penting yang

perlu diperhatikan ini dapat ditinjau dari motorik halus dan kasar yang bisa dilihat sejak neonatus (Hutahean, 2007). b. Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Secara umum terdapat dua faktor utama yang

mempengaruhi tumbuh kembang anak, yaitu: 1. Faktor genetik Faktor genetik ini yang menentukan sifat bawaan anak tersebut. Kemampuan anak merupakan ciri-ciri yang khas yang diturunkan dari orang tuanya (Kania, 2006). 2. Faktor lingkungan Yang dimaksud lingkungan yaitu suasana di mana anak itu berada. Dalam hal ini lingkungan berfungsi sebagai penyedia kebutuhan dasar anak untuk tumbuh kembang sejak dalam kandungan sampai dewasa. Lingkungan yang baik akan menunjang tumbuh kembang anak, sebaliknya lingkungan yang kurang baik akan menghambat tumbuh kembangnya (Kania, 2006). a) Faktor lingkungan pranatal Faktor lingkungan yang mempengaruhi anak pada waktu masih dalam kandungan. Faktor lingkungan pranatal yang

berpengaruh pada tumbuh kembang janin mulai dari konsepsi sampai lahir. Antara lain gizi ibu pada waktu hamil, mekanis, toksik atau zat kimia, endokrin, radiasi, infeksi, stres, imunitas dan anoksia embrio (Soetjiningsih, 2005).

b) Faktor lingkungan posnatal Bayi baru lahir harus berhasil melewati masa transisi, dari suatu sistem yang teratur yang sebagian besar tergantung pada organ-organ ibunya, ke suatu sistem yang tergantung pada kemampuan genetik dan mekanisme homeostatik bayi itu sendiri. Lingkungan post natal yang mempengaruhi tumbuh kembang anak secara umum dapat digolongkan menjadi (Soetjiningsih, 2005): 1. Lingkungan biologis. 2. Lingkungan fisik 3. Faktor psikososial 4. Faktor keluarga dan adat istiadat. c. Ciri-ciri dan Prinsip-prinsip Tumbuh Kembang Anak. Proses tumbuh kembang anak mempunyai beberapa ciri-ciri yang saling berkaitan. Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut (Rusmila, 2008): 1) Perkembangan menimbulkan perubahan. Perkembangan terjadi

bersamaan dengan pertumbuhan. Setiap pertumbuhan disertai dengan perubahan fungsi. Misalnya perkembangan intelegensia

pada seorang anak akan menyertai pertumbuhan otak dan serabut saraf. 2) Pertumbuhan dan perkembangan pada tahap awal menentukan perkembangan selanjutnya. Setiap anak tidak akan bisa melewati satu tahap perkembangan sebelum ia melewati tahapan

sebelumnya. Sebagai contoh, seorang anak tidak akan bisa berjalan sebelum ia bisa berdiri. Seorang anak tidak akan bisa berdiri jika pertumbuhan kaki dan bagian tubuh lain yang terkait dengan fungsi berdiri anak terhambat. Karena itu perkembangan awal ini merupakan masa kritis karena akan menentukan perkembangan selanjutnya. 3) Pertumbuhan dan perkembangan mempunyai kecepatan yang berbeda. Sebagaimana pertumbuhan, perkembangan mempunyai kecepatan yang berbeda-beda, baik dalam pertumbuhan fisik maupun perkembangan fungsi organ dan perkembangan pada masing-masing anak. 4) Perkembangan berkorelasi dengan pertumbuhan. Pada saat

pertumbuhan berlangsung cepat, perkembangan pun demikian, terjadi peningkatan mental, memori, daya nalar, asosiasi dan lainlain. Anak sehat, bertambah umur, bertambah berat dan tinggi badannya serta bertambah kepandaiannya. 5) Perkembangan mempunyai pola yang tetap. Perkembangan fungsi organ tubuh terjadi menurut dua hukum yang tetap, yaitu: a. Perkembangan terjadi lebih dahulu di daerah kepala, kemudian menuju ke arah kaudal/anggota tubuh (pola sefalokaudal); b. Perkembangan terjadi lebih dahulu di daerah proksimal (gerak kasar) lalu berkembang ke bagian distal seperti jari-jari yang mempunyai kemampuan gerak halus (pola proksimodistal).

6) Perkembangan

memiliki

tahap

yang

berurutan.

Tahap

perkembangan seorang anak mengikuti pola yang teratur dan berurutan. Tahap-tahap tersebut tidak bisa terjadi terbalik, misalnya anak terlebih dahulu mampu membuat lingkaran sebelum mampu membuat gambar kotak, anak mampu berdiri sebelum berjalan dan sebagainya.

B. Kerangka Konsep Berdasarkan tinjauan teori di atas maka dapat diajukan kerangka konsep sebagai berikut. Gambar 2.1 Kerangka konsep

Pengetahuan ibu tentang pola asuh

Tumbuh kembang anak usia 1-5 tahun Sikap ibu tentang pola asuh

Anda mungkin juga menyukai