Anda di halaman 1dari 8

BAB II PEMBAHASAN A.

Pengertian Tauhid
Dari segi bahasa mentauhidkan sesuatu berarti menjadikan sesuatu itu esa. Dari segi syari tauhid ialah mengesakan Allah didalam perkara-perkara yang Allah sendiri tetapkan melalui Nabi-Nabi Nya yaitu dari segi Rububiyyah, Uluhiyyah dan Asma Was Sifat. Al-Imam al-Junaid al -Baghdadi berkata: .( )" "

Maknanya: "Tauhid adalah mensucikan Allah yang maha Qadim dari menyerupai makhlukNya" (diriwayatkan oleh al-Imam al-Hafizh al-Khathib al-Baghdadi). Jadi, tauhid adalah meng-Esa-kan Allah dalam Dzat, Sifat, Af'al (perbuatan)-Nya, dan meng-Esa-kan Allah dalam beribadah kepada-Nya, dengan keyakinan bahwa Allah tidak menyerupai makhluk-Nya dari satu segi maupun semua segi. Allah berfirman: .(11 : )[ ]

Maknanya: Dia (Allah) tidak menyerupai sesuatupun dari makhluk-Nya dan tidak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya (Q.S. asy-Syura: 11).

B. Fungsi Tauhid
Orang yang bertauhid kepada Allah Subhanahu wa Taala memiliki banyak keutamaan, antara lain. 1. Orang yang bertauhid kepada Allah akan dihapus dosa-dosanya.

Dalilnya adalah sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dalam sebuah hadits

qudsi, dari Anas bin Malik Radhiyallahu anhu, ia berkata, Aku mendengar Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Allah Yang Mahasuci dan Maha tinggi berfirman Wahai bani Adam, seandainya engkau datang kepada-Ku dengan dosa sepenuh bumi, sedangkan engkau ketika mati tidak menyekutukan Aku sedikit pun juga, pasti Aku akan berikan kepadamu ampunan sepenuh bumi pula. 2. Orang yang bertauhid kepada Allah Azza wa Jalla akan mendapatkan petunjuk yang sempurna, dan kelak di akhirat akan mendapatkan rasa aman. Allah Azza wa Jalla berfirman. Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur-adukkan iman mereka dengan kezhaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat rasa aman dan mereka mendapat petunjuk. [Al-Anaam: 82] 3. Orang yang bertauhid kepada Allah Azza wa Jalla akan dihilangkan kesulitan dan kesedihannya di dunia dan akhirat. Allah Azza wa Jalla berfirman Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rizki dari arah yang tidak disangka-sangka [AthThalaq: 2-3] Seseorang tidak dikatakan bertakwa kepada Allah kalau dia tidak bertauhid. Orang yang bertauhid dan bertakwa akan diberikan jalan keluar dari berbagai masalah hidupnya. 4. Orang yang mentauhidkan Allah, maka Allah akan menjadikan dalam hatinya rasa cinta kepada iman dan Allah akan menghiasi hatinya dengannya serta Dia menjadikan di dalam hatinya rasa benci kepada kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan. Allah Azza wa jalla berfirman Tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan (iman itu) indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus. [Al-Hujurat: 7] 5. Tauhid merupakan satu-satunya sebab untuk mendapatkan ridha Allah, dan orang yang paling bahagia dengan syafaat Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam adalah orang yang mengatakan dengan penuh keikhlasan dari dalam hatinya. 6. Orang yang bertauhid kepada Allah Subhanahu wa Taala dijamin masuk Surga. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda.
3

Barangsiapa yang mati dan ia mengetahui bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar melainkan Allah, maka ia masuk Surga. 7. Orang yang bertauhid akan diberikan oleh Allah Subhanahu wa Taala kemenangan, pertolongan, kejayaan dan kemuliaan. Allah Azza wa Jalla berfirman: Wahai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. [Muhammad: 7]. Allah Azza wa Jalla juga berfirman: Dan Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal shalih bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan mengubah (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap beribadah kepada-Ku dengan tidak mempersekutukan Aku dengan sesuatu apapun. Tetapi barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik. [An-Nuur: 55] 8. Orang yang bertauhid kepada Allah Azza wa Jalla akan diberi kehidupan yang baik di dunia dan akhirat. Allah Azza wa Jalla berfirman: Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. [An-Nahl: 97] 9. Tauhid akan mencegah seorang muslim kekal di Neraka. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Setelah penghuni Surga masuk ke Surga, dan penghuni Neraka masuk ke Neraka, maka setelah itu Allah Azza wa Jalla pun berfirman, Keluarkan (dari Neraka) orang-orang yang di dalam hatinya terdapat seberat biji sawi iman! Maka mereka pun dikeluarkan dari Neraka, hanya saja tubuh mereka sudah hitam legam (bagaikan arang). Lalu mereka dimasukkan ke sungai kehidupan, maka tubuh mereka tumbuh (berubah) sebagaimana tumbuhnya benih yang berada di pinggiran sungai. Tidakkah engkau perhatikan bahwa benih itu tumbuh berwarna kuning dan berlipat-lipat?

10. Orang yang bertauhid kepada Allah Azza wa Jalla dengan ikhlas, maka amal yang sedikit itu akan menjadi banyak. Allah Azza wa Jalla berfirman Yang menciptakan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. [Al-Mulk: 2] Dalam ayat yang mulia tersebut, Allah Azza wa Jalla menyebutkan dengan amal yang baik, tidak dengan amal yang banyak. Amal dikatakan baik atau shalih bila memenuhi 2 syarat, yaitu: Ikhlas dan Ittiba (mengikuti contoh) Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallm. Sebagaimana disebutkan dalam hadits bahwa kalimat pada hari Kiamat lebih berat di-bandingkan langit dan bumi dengan sebab ikhlas. 11. Mendapat rasa aman. Orang yang tidak bertauhid, selalu was-was, dalam ketakutan, tidak tenang. Mereka takut kepada hari sial, atau punya anak lebih dari dua, takut tentang masa depan, takut hartanya lenyap dan seterusnya. 12. Tauhid merupakan penentu diterima atau ditolaknya amal kita. Sempurna dan tidaknya amal seseorang ber-gantung pada tauhidnya. Orang yang beramal tapi tidak sempurna tauhidnya, misalnya riya, tidak ikhlas, niscaya amalnya akan menjadi bumerang baginya, bukan mendatangkan kebahagiaan baik itu berupa shalat, zakat, shadaqah, puasa, haji dan lainnya. Syirik (besar) akan menghapus seluruh amal. 13. Orang yang bertauhid kepada Allah Azza wa Jalla akan diringankan dari perbuatan yang tidak ia sukai dan dari penyakit yang dideritanya. Oleh karena itu, jika seorang hamba menyempurnakan tauhid dan keimanannya, niscaya kesusahan dan kesulitan dihadapinya dengan lapang dada, sabar, jiwa tenang, pasrah dan ridha kepada takdir-Nya. Para ulama banyak menjelaskan bahwasanya orang sakit dan mendapati musibah itu harus meyakini bahwa: a. Penyakit yang diderita itu adalah suatu ketetapan dari Allah Azza wa Jalla. Dan penyakit adalah sebagai cobaan dari Allah. b. Hal itu disebabkan oleh perbuatan dosa dan maksiyat yang ia kerjakan. c. Hendaklah ia meminta ampun dan kesembuhan kepada Allah Azza wa Jalla, serta meyakini bahwa Allah Azza wa Jalla sajalah yang dapat menyembuhkannya.

14. Tauhid akan memerdekakan seorang hamba dari peng-hambaan kepada makhluk-Nya, agar menghamba hanya kepada Allah Azza wa Jalla saja yang menciptakan semua makhluk. Artinya yaitu orang-orang yang bertauhid dalam kehidupannya hanya menghamba, memohon pertolongan, meminta ampunan dan berbagai macam ibadah lainnya, hanya kepada Allah Azza wa Jalla semata. 15. Orang yang bertauhid kepada Allah Azza wa Jalla akan dimudahkan untuk melaksanakan amal-amal kebajikan dan meninggalkan kemungkaran, serta dapat menghibur seseorang dari musibah yang dialaminya. Sebagaimana Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam telah menganjurkan kepada umatnya agar berdoa kepada Allah Azza wa Jalla untuk memohon segala kebaikan dan dijauhkan dari berbagai macam kejelekan serta dijadikan setiap ketentuan (qadha) itu baik untuk kita. Doa yang dibaca Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam tersebut adalah Ya Allah, dan aku minta kepada-Mu agar Engkau menjadikan setiap ketetapan (qadha) yang telah Engkau tetapkan bagiku merupakan suatu kebaikan. Salah satu rukun iman adalah iman kepada qadha dan qadar, yang baik dan yang buruk. Dengan mengimani hal ini niscaya setiap apa yang terjadi pada diri kita akan ringan dan mendapat ganjaran dari Allah apabila kita sabar dan ridha. 16. Orang yang mewujudkan tauhid dengan ikhlas dan benar akan dilapangkan dadanya. 17. Orang yang mewujudkan tauhid dengan ikhlas, jujur dan tawakkal kepada Allah dengan sempurna, maka akan masuk Surga tanpa hisab dan adzab.

C. Macam-macam Tauhid
Tauhid berdasarkan Al-Qur'anul Karim ada tiga macam: 1. Tauhid Rububiyah Yaitu pengakuan bahwa sesungguhnya Allah adalah Tuhan dan Maha Pencipta. Orangorang kafir pun mengakui macam tauhid ini. Tetapi pengakuan tersebut tidak menjadikan mereka tergolong sebagai orang Islam. Allah berfirman, "Dan sungguh, jika Kamu
6

bertanya hepada mereka, 'Siapakah yang menciptakan mereka', niscaya mereka menjawab,'Allah'." (Az-Zukhruf: 87). Berbeda dengan orang-orang komunis, mereka mengingkari ke-beradaan Tuhan. Dengan demikian, mereka lebih kufur daripada orangorang kafir jahiliyah. 2. Tauhid Uluhiyah Yaitu mengesakan Allah dengan melakukan berbagai macam ibadah yang disyari'atkan. Seperti berdo'a, memohon pertolongan kepada Allah, thawaf, menyembelih binatang kurban, bernadzar dan berbagai ibadah lainnya. Macam tauhid inilah yang diingkari oleh orang-orang kafir. Dan ia pula yang menjadi sebab perseteruan dan pertentangan antara umat-umat terdahulu dengan para rasul mereka, sejak Nabi Nuh alihissalam hingga diutusnya Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wa Salam. Dalam banyak suratnya, Al-Qur'anul Karim sering memberikan anjuran soal tauhid uluhiyah ini. Di antaranya, agar setiap muslim berdo'a dan meminta hajat khusus kepada Allah semata.

Dalam surat Al-Fatihah misalnya, Allah berfirman:

"Hanya Kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah Kami memohon pertolongan." (Al-Fatihah: 5) Maksudnya, khusus kepadaMu (ya Allah) kami beribadah, hanya kepadaMu semata kami berdo'a dan kami sama sekali tidak memohon pertolongan kepada selainMu. Tauhid uluhiyah ini mencakup masalah berdo'a semata-mata hanya kepada Allah, mengambil hukum dari Al-Qur'an, dan tunduk berhukum kepada syari'at Allah. Semua itu terangkum dalam firman Allah:

"Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku maka sembahlah Aku." (Thaha: 14)

3. Tauhid Asmawa Shifat Yaitu beriman terhadap segala apa yang terkandung dalam Al-Qur'anul Karim dan hadits shahih tentang sifat-sifat Allah yang berasal dari penyifatan Allah atas DzatNya atau penyifatan Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Salam. Beriman kepada sifat-sifat Allah tersebut harus secara benar, tanpa ta'wil (penafsiran), tahrif (penyimpangan), takyif (visualisasi, penggambaran), ta'thil (pembatalan, penafian), tamtsil (penyerupaan), tafwidh (penyerahan, seperti yang.banyak dipahami oleh manusia). Misalnya tentang sifat al-istiwa ' (bersemayam di atas), an-nuzul (turun), alyad (tangan), al-maji' (kedatangan) dan sifat-sifat lainnya, kita menerangkan semua sifatsifat itu sesuai dengan keterangan ulama salaf. Al-istiwa' misalnya, menurut keterangan para tabi'in sebagaimana yang ada dalam Shahih Bukhari berarti al-'uluw wal irtifa' (tinggi dan berada di atas) sesuai dengan kebesaran dan keagungan Allah Shalallahu Alaihi Wa Salam.

Allah berfirman:

"Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (Asy-Syuura: 11) Maksud beriman kepada sifat-sifat Allah secara benar adalah dengan tanpa hal-hal berikut ini: 1. Tahrif (penyimpangan): Memalingkan dan menyimpangkan zhahir-nya (makna yang jelas tertangkap) ayat dan hadits-hadits shahih pada makna lain yang batil dan salah. Seperti istawa (bersema-yam di tempat yang tinggi) diartikan istaula (menguasai). 2. Ta'thil (pembatalan, penafian): Mengingkari sifat-sifat Allah dan menafikannya. Seperti Allah berada di atas langit, sebagian ke-lompok yang sesat mengatakan bahwa Allah berada di setiap tempat. 3. Takyif (visualisasi, penggambaran): Menvisualisasikan sifat-sifat Allah. Misalnya dengan menggambarkan bahwa bersemayamnya Allah di atas 'Arsy itu begini dan begini. Bersemayamnya Allah di atas 'Arsy tidak serupa dengan bersemayamnya para makhluk, dan tak seorang pun yang mengetahui gambarannya kecuali Allah semata.

4. Tamtsil

(penyerupaan):

Menyerupakan

sifat-sifat

Allah

de-ngan

sifat-sifat

makhlukNya. Karena itu kita tidak boleh mengatakan, "Allah turun ke langit, sebagaimana turun kami ini". Hadits tentang nuzul-nya Allah (turunnya Allah) ada dalam riwayat Imam Muslim. Sebagian orang menisbatkan tasybih (penyerupaan) nuzul ini kepada Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Ini adalah bohong besar. Kami tidak menemukan keterangan tersebut dalam kitab-kitab beliau, justru sebaliknya, yang kami temukan adalah pendapat beliau yang mena-fikan tamtsil dan tasybih. 5. Tafwidh (penyerahan): Menurut ulama salaf, tafwidh hanya pada al-kaif (hal, keadaan) tidak pada maknanya. Al-Istiwa' misalnya berarti al-'uluw (ketinggian), yang tak seorang pun mengetahui bagai-mana dan seberapa ketinggian tersebut kecuali hanya Allah. 6. Tafwidh (penyerahan): Menurut Mufawwidhah (orang-orang yang menganut paham tafwidh) adalah dalam masalah keadaan dan makna secara bersamaan. Pendapat ini bertentangan dengan apa yang diterangkan oleh ulama salaf seperti Ummu Salamah x, Rabi'ah guru besar Imam Malik dan Imam Malik sendiri. Mereka semua sependapat bahwa, "Istiwa' (bersemayam di atas) itu jelas pengertian-nya, bagaimana cara/keadaannya itu tidak diketahui, iman kepadanya adalah wajib dan bertanya tentangnya adalah bid'ah." Maksudnya bertanya tentang bagaimana cara/keadaan istiwa'. Karena sang penanya bertanya kepada imam Malik, "Bagaimana Tuhan kita bersemayam?" Lalu Imam Malik menjawab bahwa bertanya tentangnya adalah bid'ah (tentang cara/keadaan bersemayam). Juga karena Imam Malik berlihat kepada si penanya, "AlIstiwa' (bersemayam di atas) itu jelas pengertiannya, bagaimana kemudian dia berkata, 'Bertanya tentangnya adalah bid'ah? Ini tentu tidak!"

Anda mungkin juga menyukai