Anda di halaman 1dari 16

PEMBARUAN TANI

M I M B A R K O M U N I K A S I P E T A N I
EDISI 26 - APRIL 2006
TANAMAN
Harga eceran Rp 3.000,(untuk kalangan sendiri)

Jarak Pagar Primadona Masa Depan


Bangsa Jepang telah mengenal manfaat tanaman jarak sejak 65 tahun yang lalu. Kini, ketika harga minyak dunia melambung yang berimbas pada naiknya harga bahan bakar minyak di dalam negeri, tanaman jarak kembali dilirik. Bahkan, minyak jarak menjadi salah satu alternatif yang sebagai penganti bahan bakar minyak. Halaman 3
NASIONAL

LAPORAN UTAMA

Merayakan Hari Perjuangan Petani


Pada tanggal 17 April 1996 terjadi tragedi memilukan di Carajas, Brasil. Petani kecil, buruh tani dan orang-orang tanpa tanah yang menuntut hak atas tanah dibantai secara keji. Sembilan belas diantaranya tewas. Setiap tahunnya, peristiwa itu diperingati sebagai hari perjuangan petani internasional.

Waspadai, Skenario Perusahaan Perkebunan Jinakkan Urang Awak


Warga Sumatera Barat harus waspada dengan hadirnya Perusahaan Perkebunan di daerah mereka. Sebab dibalik semua itu, terbungkus sebuah skenario besar untuk menjinakkan urang awak Halaman 8

Hilangkan Ketergantungan Dengan Pertanian Organik


Menerapkan pertanian organik merupakan salah satu cara untuk menekan biaya produksi pertanian. Penghematan bisa dilakukan karena biaya untuk pembelian pupuk kimia dan obatobatan tidak lagi diperlukan. Halaman 9
INTERNASIONAL

Menghajar Putaran Doha


Sejak tahun 1995, dunia pertanian diperdagangkan melalui forum internasional Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Semenjak itu pulalah pertanian semakin tidak menguntungkan bagi petani kecil, buruh tani, dan tak bertanah di seluruh dunia. Halaman10
Tejo Pramono/PEMBARUAN TANI

PROFIL SERIKAT

PETANI PEREMPUAN

Petani Desa Talaga Jaya, Kabupaten Karawang, memperlihatkan tanaman padi yang membusuk karena terendam air akibat pendangkalan saluran irigasi. Mereka meminta Pemerintah Daerah Karawang segera mengeruk irigasi tersebut. Berita halaman 9

Serikat Petani Jawa Timur (SPJT) Membangun Perjuangan Bersama


Halaman 12

Perempuan Harus Terlibat Aktif Dalam Organisasi


Halaman 13

INFO PRAKTIS

Panduan Praktis Membuat Tempe


Halaman 14

SALAM
Peringatan Hari Besar dan Tuntutan Gerakan Petani
Pada tanggal 17 April 1996 saat berlangsungnya Konferensi Internasional La Via Campesina Ke II di Tlaxcala, Meksiko, 19 buruh tani dibunuh polisi militer di Eldorado dos Carajaas, Brasil. Untuk memperingatinya, La Via Campesina mendeklarasikan 17 April sebagai Hari Perjuangan Petani Internasional. Setiap 17 April, ribuan petani kecil dan buruh tani menyatukan kekuatan untuk melawan kebijakan neoliberal seperti liberalisasi perdagangan pertanian, deregulasi dan privatisasi. Kebijakan ini telah mendorong penghancuran ekonomi petani, pelanggaran hak-hak petani dan pengusiran petani-petani kecil, buruh tani dan nelayan dari tanah mereka. Pada momen yang berdekatan, Federasi Serikat Petani Indonesia bersama-sama dengan Komnas HAM, LSM, organisasi pemuda dan mahasiswa pada tanggal 20 April 2001, mendeklarasikan Hari Hak Asasi Petani Indonesia. Sejak itu, kalangan petani merayakan hari besar ini untuk terus menggelorakan perjuangan petani dalam pemenuhan dan perlindungan hak-haknya. Berhubungan dengan kedua momen itu, FSPI, Dewan Tani Karawang dan gerakan sosial lainnya seperti pemuda, mahasiswa, kaum buruh, serta lembaga non-pemerintah bersama-sama berkumpul di Desa Selokan , Kecamatan Pakisjaya, Karawang, untuk merayakan kedua hari penting itu. Forum rakyat yang digelar ditengah sawah itu, diisi beragam acara mulai dari diskusi publik, panen raya, hingga pentas seni. Dalam diskusi muncul refleksi perjuangan kaum tani di Indonesia dalam melawan kebijakan-kebijakan pertanian yang tidak memihak kepada petani. Pemerintah Indonesia sejak tahun 1997 sudah tidak lagi memberikan subsidi bagi pengembangan usaha pertanian dan meliberalkan pasar pertanian dalam negerinya. Kebijakan itu jelas tidak pro petani. Salah satunya, kebijakan membuka keran impor beras dari periode September 1998 hingga desember 1999, parahnya lagi pemerintah Indonesia mengenakan tarif impor beras sebesar 0%. Kebijakan tersebut dilakukan ditengah menyongsong musim panen. Sementara itu legislatif yang diharapkan berpihak kepada petani ternyata hanya memainkan akrobat politik. Persoalan pertanian, tidak hanya persoalan komoditas dagang semata. Tetapi didalamnya inheren soal-soal budaya dan hak asasi. Negara harus menjamin setiap rakyat untuk memiliki kemampuan guna memproduksi kebutuhan pokok pangan secara mandiri. Oleh karena itu merupakan suatu keharusan bagi setiap bangsa untuk mempunyai hak dalam menentukan makanan yang dipilihnya dan kebijakan pertanian yang dijalankannya. Sejurus dengan kedaulatan pangan, penguasaan dan kepemilikan alat produksi bagi petani adalah hal yang tak bisa ditawar. Jalan pembaruan agraria harus ditempuh sebagai pijakan dasar pembangunan bangsa. Memang ada sedikit keinginan baik pemerintah yang perlu direspon, yaitu niat untuk merevitalisasi pertanian, perikanan, dan kehutanan. Namun itu pun masih jauh dari harapan para petani. Dalam pertemuan Karawang, para petani menuntut pemerintah untuk menjalankan lima langkah kongkrit. Diantarannya sebagai berikut; pertama, penguasaan dan kepemilikan petani dan buruh tani atas alat-alat produksi seperti tanah, benih, air dan kredit. Kedua, pengendalian impor untuk menstabilkan harga sampai pada tingkatan yang meliputi seluruh biaya produksi. Ketiga, pengendalian produksi untuk menghindari kelebihan produksi. Keempat, menjamin harga yang fair terhadap petani. Kelima, asistensi publik untuk membantu mengembangkan produksi petani dan pemasaran Itulah jalan yang diminta petani untuk segera dilaksanakan oleh pemerintah yang berkuasa. Dengan momentum hari-hari besar petani, keinginan-keinginan kaum tani akan terus digaungkan.

Pembaruan Tani - April 2006

Konferensi Rakyat Asia Pasifik untuk Beras dan Kedaulatan Pangan


Federasi Serikat Petani Indonesia (FSPI) bersama dengan La Via Campesina akan mengadakan Konferensi Rakyat Asia Pasifik untuk Beras dan Kedaulatan Pangan yang akan diselenggarakan di Jakarta, 14 hingga 18 Mei 2006. Konferensi selama lima hari ini bertujuan terutama untuk menekan pemerintah untuk tidak melakukan impor beras, dan menyebarkan informasi secara luas mengenai dampak buruk liberalisasi perdagangan pertanian. Konferensi ini juga akan membahas tuntas mengenai konsep alternatif dari petani, yakni kedaulatan pangan (food sovereignty)yang merupakan konsep yang berpihak kepada petani, dan bukan pada segelintir pedagang dan korporat. Rangkaian aktivitas yang disiapkan adalah konferensi untuk membahas kedaulatan pangan dan isu beras, mobilisasi untuk menolak impor beras dan liberalisasi perdagangan pertanian, dan rapat massa yang diikuti petani dan elemen rakyat lainnya. Lebih dari 500 peserta diharapkan menghadiri Konferensi Rakyat Asia Pasifik untuk Beras dan Kedaulatan Pangan ini. Kenapa Asia Pasifik? Ada sekitar 69 negara penghasil beras di dunia, diantaranya Australia, AS, Cina, Brazil, Thailand, Vietnam, Italia, Indonesia, Jepang, Korea Selatan, dan lainnya. Di sebagian negara inimisalnya Indonesiaberas selain menjadi makanan pokok, juga menjadi komoditas politik. Karena itulah, pemenuhan kebutuhan beras di beberapa negara ini menjadi indikator suksesnya pemerintahan. Selanjutnya, sangat logis jika pemerintah harus bekerja lebih keras untuk memenuhi kebutuhan beras di dalam negeri. Sangat logis pula karena sebagian produsen beras dunia ada di daerah Asia Pasifik. Mulai dari lingkar Asia hingga AS, dan beras dibicarakan secara politik dalam forum nasional, regional maupun internasional. Sementara, 850 juta jiwa dari 5.67 milyar penduduk dunia menderita kelaparan. Sementara kasus kekurangan gizi dan masalah malnutrisi menghantui negaranegara Asia Pasifik. Indonesia adalah salah satu contohnya, yang pada tahun 2005 lalu menderita akibat busung lapar. Sekitar 1,67 juta jiwa anak di bawah umur lima tahun (balita) menderita busung lapar di Indonesia. Ironisnya, kejadian ini malah muncul di daerah lumbung beras Indonesia seperti Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, Sumatera barat, dan Lampung. Kedaulatan pangan versus ketahanan pangan Dari sekian banyak fenomena di sektor pertanian dan perdagangan beras, salah satu yang membunuh petani adalah prinsip-prinsip pada paradigma ketahanan pangan (food security). Dampak negatif dari perdagangan bebas di sektor pertanian dan masalah dumping produk pertanian adalah salah satu kesalahan fatal yang kini membebani pundak petani di seluruh dunia. Impor beras dilegitimasi dalam proses ini, karena ketahanan pangan hanya mengutamakan tiga aspek: (1) ketersediaan, (2) kemudahan akses dan (3) keamanan pangan. Hal ini diperburuk dengan peraturan perdagangan bebas pertanian di dalam Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Di Korea Selatan, harga yang diterima petani beras jatuh 75% semenjak mengadopsi GATT dan WTO, dan jumlah petani beras berkurang drastis dari 6 juta jiwa (1995) menjadi hanya 3 juta jiwa (2005). Belum masalah keadilan sumber agraria yang kini menghantui petani di region Asia Pasifik. Hal ini disebabkan karena petani tidak berdaulat atas sumber agrarianya sendiri, diperparah dengan liberalisasi yang disahkan oleh pemerintah dan dipaksakan oleh WTO. Ada apa dengan FAO? Food and Agricultural Organisation (FAO) adalah organisasi internasional di bawah PBB yang mengatur masalah pertanian dan pangan. Ketahanan pangan juga dipromosikan di bawah organisasi ini sejak tahun 1996, yang apabila dilanjutkan akan terus meminggirkan petani di seluruh dunia. Pada tanggal 15 hingga 19 Mei 2006, FAO akan mengadakan FAO Regional Conference for Asia and the Pacific di Jakarta, Indonesia. FSPI dan La Via Campesina akan menggunakan momentum ini untuk menekan pemerintah dan membuat isu ini menjadi isu internasional karena akan banyak delegasi internasional yang datang. FSPI melihat kemungkinan besar di balik diselenggarakannya FAO Regional Conference for Asia and the Pacific, terutama untuk mempengaruhi opini publik terutama di Indonesia, dan region Asia Pasifik umumnya. Konfirmasi acara Acara ini terbuka bagi masyarakat luas. Jika anda ingin mengambil bagian dalam konferensi ini, silakan mendaftarkan diri dengan mengirimkan email ke panitia Konferensi Rakyat Asia Pasifik untuk Beras dan Kedaulatan Pangan di alamat email fspi@fspi.or.id atau telepon +62 21 7991890.

Pemimpin Redaksi: Achmad Yakub; Redaktur Pelaksana: Cecep Risnandar Redaktur: Muhammad Ikhwan, Tita Riana Zen, Wilda Tarigan, Tejo Pramono Reporter: Umran S (NAD), Edwin Sanusi (Sumatera Utara), Fajar Rilah Vesky (Sumatera Barat), Tyas Budi Utami (Jambi), Agustinus Triana (Lampung), Atep Toni, Usep Saeful, Dimas Barliana, Harry Mubarak (Jawa Barat), Edi Sutrisno, Ngabidin (Jawa Tengah), Muhammad Husin (Sumatera Selatan), Mulyadi (Jawa Timur), Marselinus Moa (NTT). Penerbit: Federasi Serikat Petani Indonesia (FSPI) Penanggung Jawab: Henry Saragih Pemimpin Umum: Zaenal Aibidin Fuad Sekertaris Redaksi: Tita Riana Zen Keuangan: Sriwahyuni Sirkulasi: Supriyanto, Sarhedi, Gunawan Alamat Redaksi: Jl. Mampang Prapatan XIV No.5 Jakarta Selatan 12790. Telp: +62 21 7991890 Fax: +62 21 7993426 Email: pembaruantani@fspi.or.id website: www.fspi.or.id

Redaksi menerima tulisan, artikel, opini yang berhubungan dengan perjuangan agraria dan pertanian dalam arti luas yang sesuai dengan visi misi Pembaruan Tani. Bila tulisan dimuat akan ada pemberitahuan dari redaksi.

Pembaruan Tani - April 2006

TANAMAN
Kilas

Jarak Pagar, Primadona Masa Depan


www.euphorbia.de

JARAK PAGAR. Tanaman jarak pagar bisa ditanam diatas lahan kritis

Jarak, masyarakat kita mengenalnya sebagai tanaman pagar. Pada masa kolonial Jepang, tanaman ini dibudidayakan secara masal. Namun tidak lama, Jepang kalah perang dan angkat kaki dari bumi Indonesia. Budidaya masal tanaman jarak pun berhenti.
Kusnun
Bangsa Jepang telah mengenal manfaat tanaman jarak sejak 65 tahun yang lalu. Kini, ketika harga minyak dunia melambung yang berimbas pada naiknya harga bahan bakar minyak di dalam negeri, tanaman jarak kembali dilirik. Bahkan, minyak jarak menjadi salah satu alternatif yang sebagai penganti bahan bakar minyak. Di sisi lain, peraturan emisi internasional mendorong dipilihnya biofuel (bahan bakar dari mahluk hidup) sebagai alternatif energi baru dan terbarukan. Biofuel merupakan sumber energi masa depan mengingat sifatnya yang bisa diperbaharui dan ramah lingkungan. Bertolak belakang dengan bahan bakar minyak, dimana sumbernya tak dapat diperbaharui lagi, artinya bila sumber minyak habis tak akan

muncul minyak baru lagi, kecuali mau menunggu hingga jutaan tahun. Selain itu bahan bakar minyak mengeluarkan polutan yang cukup tinggi. Beberapa bahan bakar nabati yang potensinya melimpah di negeri ini antara lain minyak sawit d a n m i n ya k j a r a k . B a h k a n pemerintah pun telah berusaha u n t u k m e n g e m b a n g k a n n ya . Te r b u k t i d e n g a n k e l u a r n ya Instruksi Presiden No.1 tahun 2006 dan Peraturan Presiden No.5 tahun 2006 keduanya dipersiapkan untuk mengantisipasi cadangan minyak bumi yang kian menipis akibat pemakaian energi bahan bakar minyak yang terus meningkat. Dari kedua bahan bakar alternatif tersebut, minyak jarak mempunyai berbagai keunggulan. Beberapa diantaranya, minyak jarak tidak dapat dimakan, cold point lebih rendah dari minyak sawit, sangat potensial untuk ditanam dilahan kritis yang tidak produktif dan lebih cepat berbuah (berbuah alam umur 5-6 bulan, bandingkan dengan sawit yang berbuah pada umur 3-4 tahun). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Manurung tahun 2005, produktivitas tanaman jarak sangat tinggi. Setiap hektar tanah bisa menampung 2500 pohon jarak, setiap pohon jarak akan menghasilkan buah sebanyak 4-5 kilogram per tahun. Hasil tersebut setara dengan 10-12 ton per hektar setiap tahunnya. Hitung-hitungan diatas bila dikalkulasikan dengan minyak kan lebih mencengangkan lagi. Bayangkan, dengan kandungan minyak yang mencapai 35 persen, satu hektar lahan bisa menghasilkan 4,7 kilo liter minyak jarak dalam setahun. Dengan harga minyak saat ini sebesar Rp 1.438 sampai Rp 1.563, diperkirakan petani bisa meraup hasil sebesar Rp 50 juta per tahun. Suatu jumlah yang fantastis. Secara keseluruhan, negara pun akan mendapatkan keuntungan dari minyak jarak karena jauh lebih hemat dibanding bahan bakar minyak. Misalnya, bandingkan dengan harga solar dan premium

yang harganya mencapai Rp 4.500 per liter, berarti ada selisih Rp 2.500 sampai Rp 3.000 per liter. Bila pemakaian solar selama setahun (data pertamina tahun 2004) sebesar 26 juta kilo liter (menurut perkiraan akan terus meningkat sampai mencapai 36 juta kilo liter pada tahun 2009) maka akan didapatkan penghematan yang mencengangkan. Namun, untuk memenuhi dua persen dari kebutuhan minyak solar tersebut perlu dibangun 8 sampai 25 unit pabrik biodisel berkapasitas 30 ribu sampai 100 ribu ton setiap tahunnya. Untuk menopang bahan bakunya dibutuhkan 25 ribu hektar lahan yang ditanami jarak. Kini, banyak lembaga penelitian yang menggali lebih jauh lagi potensi minyak jarak. Beberapa d i a n t a r a n ya d i l a k u k a n o l e h Lemigas dan Pertamina, Institut Teknologi Bandung, BPPT dan Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan. Sedang untuk proses budidayanya baru dilakukan oleh Balai Penelitian Tanaman Tropika Bogor yang membuat bibit unggul. Perlu dicatat, ada beberapa hambatan dalam pengembangan minyak jarak. Bahan baku minyak jarak belum tersedia secara masal dan kontinyu dan teknologi ekstraksi minyak masih sederhana perlu pengembangan lebih lanjut. Bagi petani, peluang tanaman jarak cukup menjanjikan karena cepat berbuah dan produksinya tinggi. Hanya saja belum ada langkah kongkrit dari pemerintah untuk menindaklanjuti inpres dan perpres. Rencana pemerintah mengembangkan jarak masih sekedar cetak biru dalam tumpukan kertas. Belum ada upaya sosialisasi yang lebih serius kepada petani. Jarak sebagai bahan bakar nabati masa depan diharapkan juga dapat menyejahterakan petani dan mampu mengatasi permasalahan krisis bahan bakar minyak di negeri kita. Penulis adalah penyuluh pertanian di Muaro Jambi

UTAMA

Pembaruan Tani - April 2006

Merayakan Hari Perjuangan Petani Internasional


Tanggal 17 April sepuluh tahun silam terjadi tragedi memilukan di Carajas, Brasil. Petani kecil, buruh tani dan orang-orang tanpa tanah yang menuntut hak atas tanah dibantai secara keji. Sembilan belas diantaranya tewas. Setiap tahunnya, peristiwa itu diperingati sebagai hari perjuangan petani internasional.
Melihat semua itu, si empunya tanah gerah. Lobi sana lobi sini, intinya para petani harus segera menyingkir. Tekanan demi tekanan diarahkan pada para penggarap. Para penggarap pun tak tinggal diam. Mereka mendesak pemerintah agar mendukung para petani. Aksi-aksi digelar dan membuahkan hasil. Almir Gabriel, Gubernur Para, memberikan dukungan kepada petani melalui sebuah kesepakatan tertulis. Meski diatas kertas sudah mendapat dukungan, dilapangan lain lagi ceritanya. Petani tetap mendapatkan intimidasi dan teror agar segera pergi dari Fazeda Macaxeira. Petani terus melawan, aksi-aksi terus digelar di jalan-jalan kota Carajas sampai Belem. Hingga pada suatu saat, waktu itu tanggal 17 April 1996, tiga ribu petani turun kejalan. Mereka menuntut hak atas tanah yang kini ditempatinya. Namun ditengah jalan, arak-arakan petani dihadang oleh pasukan polisi militer jumlahnya sekitar 150 orang. Massa aksi disergap dari arah depan dan belakang. Polisi memerintahkan petani membubarkan diri dan mulai meletuskan tembakan peringatan. Kami terjepit, kami tak bisa melakukan apa-apa lagi, menurut kesaksian Germimano, petani berumur 51 tahun, kepada MST. Di tengah ketegangan, ada seorang bisu-tuli bernama Amanico keluar dari barisan massa aksi dan mencoba mendekati barisan polisi. Menurut Germimano, Amanico mungkin tidak tahu kalau tembakan peringatan sudah dikeluarkan. Kemudian, tanpa diduga sebuah tembakan bersarang di tubuh Amanico. Pria itu roboh seketika, keadaan kacau balau, selanjutnya kisah pembantaian pun dimulai. Dalam peristiwa itu 19 petani tewas, 69 lainnya luka-luka. Tapi sebagian lain memperkirakan jumlah korban lebih dari itu. Buntut dari peristiwa itu, tiga polisi dituntut ke pengadilan. Dua diantaranya dikenai hukuman, lainnya dibebaskan. Mereka yang dihukum adalah Kolonel Mario Corales selama 228 tahun kurungan dan Kolonel Jose Maria Pareira selama 154 tahun kurungan. Setelah peristiwa itu, lahan pertanian Fazeda Macaxeira diberikan kepada petani. Kini, lahan itu berganti nama menjadi Assentamento 17 de Abril. Di atasnya bermukim 690 keluarga anggota MST. Pada hari naas itu, La Via Campesina, sebuah gerakkan petani dunia sedang menggelar kongres kedua di Tlaxcala, Meksiko. Dengan semangat solidaritasnya, mereka menetapkan hari itu sebagai hari perjuangan petani internasional. Semenjak itu pergerakkan petani di berbagai belahan bumi selalu memperingatinya setiap tahun.
Titis Priyowidodo/PEMBARUAN TANI

AKSI MASSA. Aksi massa anggota MST. Cecep Risnandar


Di Brasil para tuan tanah memiliki lahan yang amat luas. Terkadang, lahan seluas Jakarta hanya dimiliki satu dua keluarga saja. Tidak semua tanah-tanah itu dimanfaatkan. Kebanyakan berupa hutan atau padang rumput. Pada dekade sembilan puluhan, 40 persen tanah di Brasil hanya dikuasai satu persen penduduknya. Padahal luas daratan Brasil hampir lima kali lipat luas daratan Indonesia, sedangkan jumlah penduduknya hanya dua per tiganya. Bisa dibayangkan, betapa luas kepemilikan tuan-tuan tanah di Brasil. Di sisi lain, jutaan orang bekerja pada perkebunan-perkebunan maha luas itu dengan standar hidup yang memprihatinkan. Nyaris seperti budak-budak perkebunan di abad lampau. Jutaan lainnya, menjadi masyarakat urban di kotakota, bekerja serabutan dan hidup dibawah garis kemiskinan. Satu organisasi pergerakkan orang-orang tanpa tanah, namanya M S T, m e n c o b a m e n j a w a b ketidakadilan agraria di Brasil. Mereka mengorganisasikan diri. Mereka menuntut pemerintah untuk melakukan pembaruan agraria. Mereka meminta tanahtanah yang ditelantarkan

www.mst.org.br

pemiliknya. Sayang, suara mereka dianggap angin lalu. Kekuasaan seringkali mengabaikan tuntutan rakyatnya atas tanah. Merasa tak mendapat respon dari pemerintah, organisasi itu mulai bergerak dengan caranya sendiri. Okupasi demi okupasi mereka lakukan, dengan atau tanpa dukungan pemerintah. Langkah itu menimbulkan reaksi dari para tuan tanah. Tekanan politik, intimidasi hingga teror terus menakan para petani. Salah satu yang terbesar terjadi pada tanggal 17 April 1996 di Propinsi Para, Kabupaten Eldorado dos Carajas. Ceritanya begini. Adalah sebuah lahan pertanian seluas 18 ribu hektar yang membentang di selatan hutan Amazon. Orang-orang menamakan lahan itu Fazeda Macaxeira, milik keluarga Macaxeira tuan tanah kaya raya di Brasil. Tanah itu dibiarkan k o s o n g t a k t e r a wa t . H a n ya rerumputan dan alang-alang sejauh mata memandang. MST melihat dataran terbengkalai itu sebagai objek land reform. Dengan mengerahkan 2000 anggotanya mereka mengokupasi lahan itu. Tanah dipatok dan dibagibagikan. Gubuk-gubuk sederhana segera dibangun, menyusul sekolahan dan gereja. Sekitar tujuh ratus keluarga mendiami lahan itu.

OKUPASI. Gubuk-gubuk petani MST saat mereka mengokupasi lahan pertanian di Porto Alegre, Brasil.

Pembaruan Tani - April 2006

UTAMA

FSPI Peringati Hari Perjuangan Petani dan Hak Asasi Petani


Cecep Risnandar/PEMBARUAN TANI

Setiap tanggal 17 April, para petani di seluruh dunia memperingati hari perjuangan petani. Pada tanggal tersebut, sepuluh tahun silam, terjadi insiden pembantaian yang mempertahankan tanahnya yang dilakukan aparat keamanan terhadap 19 petani yang mempertahankan tanahnya di Carajas, Brazil. Tanggal 17 April 2006 FSPI dan Dewan Tani Karawang memperingatinya. Momentum ini sekaligus juga menjadi peringatan hari Hak Asasi Petani yang jatuh setiap tanggal 20 April.
Muhammad Ikhwan
Tak ketinggalan di Indonesia, Federasi Serikat Petani Indonesia (FSPI) dan Dewan Tani Karawang pada tanggal 17 April kemarin mengadakan panen raya dan diskusi massa mengenai impor beras untuk memperingati hari perjuangan petani. Hari itu juga sekaligus menjadi peringatan hak asasi petani yang jatuh pada tanggal 20 April. Acara ini digelar di tengah sawah, di Desa Solokan, Kecamatan Pakis Jaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Diskusi diramaikan oleh sekitar 700 petani dari Karawang, anggota FSPI di wilayah lainnya dan beberapa LSM. Pada kesempatan itu hadir juga perwakilan dari Pemerintah Daerah Karawang, Camat Pakis Jaya, Kepala Desa Solokan, Dinas Pertanian Kabupaten Karawang, dan Departemen Pertanian. "Kami ingin momentum Hari Perjuangan Petani Internasional ini menjadi titik balik perjuangan petani, agar terus menolak kebijakan impor beras yang menyakiti petani," kata Henry Saragih, Sekjen FSPI dalam kesempatan pembukaan diskusi massa Henry mengatakan bahwa Indonesia adalah negara agraris, ya n g h a r u s b e r d a u l a t a t a s p a n g a n n ya s e n d i r i . B a n ya k lumbung padi di Indonesia, dan Karawang salah satunya. Tetapi pemerintah lewat Departemen
Cecep Risnandar/PEMBARUAN TANI

Henry Saragih (kiri) dan Franky Sahilatua memotong padi sebagai tanda dimulainya panen raya petani
Perdagangan dan Bulog tetap mengimpor beras. Pemerintah Daerah Karawang sendiri menyadari bahwa pemerintah harus fokus untuk menyelesaikan masalah domestik dahulu, untuk memperbaiki keberpihakan terhadap sektor pertanian dalam negeri. Untuk itu diperlukan insentif dan penanganan infrastruktur agar produksi pertanian kita tetap terjaga, sehingga impor nantinya bisa diabaikan. Harus ada cetak biru pertanian yang jelas dan berpihak kepada petani, mulai dari akses tanah, air, dan perdagangan. Untuk itulah kita harus menegakkan UU Pokok Agraria 1960 dan melaksanakan pembaruan agraria, jelas Henry. Dalam diskusi ini, peserta juga menyadari betapa berbahayanya sistem perdagangan bebas dalam pertanian yang dipromosikan oleh Organisasi Perdagangan Dunia ( W T O ) . S i s t e m i n i l a h ya n g membuka pasar dan menghancurkan pasar serta mekanisme harga domestik. Akibatnya petani tidak menerima harga yang layak, dan akhirnya menjadi miskin. Impor beras di akhir tahun 2005 yang lalu juga disinyalir merupakan paksaan WTO, tambah Henry. Pada kesempatan yang sama, Arif, Sekjen Dewan Tani Karawang menuntut kebijakan pemerintah untuk mensubsidi dan memberi insentif kepada petani. Itu jauh lebih baik daripada malah menghambur-hamburkan anggaran untuk pembelian beras impor yang malah menguntungkan pedagang dan perusahaan besar, ujarnya. Panen raya dan diskusi massa ini dilanjutkan dengan acara budaya, yang menampilkan Franky Sahilatua. Penyanyi yang dekat dengan rakyat ini langsung menggebrak dengan nomor-nomor lawasnya, seperti Panen Raya, Orang Pinggiran, dan Perahu Retak. Disusul kemudian oleh Sejati yang membawakan lagu Tolak Impor Pangan, dan ditutup dengan kesenian lokal jaipongan Karawang. Di akhir acara, seluruh peserta secara simbolik memanen padi bersama. Petani harus bangga karena mereka adalah pahlawan yang menghasilkan kebutuhan pangan bagi rakyat, dan perjuangan mereka harus dihargai, ujar Franky yang ikut menyabit padi sebagai simbol dimulainya panen raya. Pada hari yang sama dibelahan dunia lain, diadakan peringatan serupa. Sejauh yang berhasil di pantau Pembaruan Tani, hari perjuangan petani diperingati juga di Brazil, Amerika Serikat, Argentina, Spanyol, Ekuador dan India.

Panggung rakyat yang digelar FSPI dan Dewan Tani Karawang berdiri ditengah sawah.

PENDAPAT

Pembaruan Tani - April 2006

Menghentikan Putaran Pembangunan


Muhammad Ikhwan Staf Kajian Kebijakan dan Kampanye Federasi Serikat Petani Indonesia (FSPI)
Setelah melewati enam hari perundingan eksklusif dan tertutup (13-18 Desember 2005), keputusan m e n g e n a i a d a n ya M i n i s t e r i a l Declaration sebenarnya mengejutkan seluruh pihak. Apalagi bila diingat bahwa, terutama mulai medio 2005, agenda di Konferensi Tingkat Menteri (KTM) VI Hongkong akan berujung kegagalan. Hal ini mirip KTM V Cancun, Meksiko, dimana ada jurang yang sangat besar antara negara maju dan negara berkembang. Di Hong Kong, perbedaan antara negara maju (diwakili oleh AS dan Uni Eropa), G-20 (dimotori Brazil dan India), G-33 (Indonesia dan Filipina), G-90 (negaranegara miskin di Asia dan Afrika) serta Negara Karibia, memang tampak jauh. Tetapi, dengan ditandatanganinya Ministerial Declaration Hongkong, cukup menyakitkan banyak pihak. Hal ini tak luput dari proses yang sepihak, tidak demokratis dan tertutup yang dipraktikkan oleh para pendukung pasar bebas. Agenda keuntungan dan pembukaan pasar tak pelak mewarnai setiap negosiasi. Jangan dilupakan tekanan korporat multinasional yang terus mendorong privatisasipembukaan pasarkomodifikasi di berbagai sektor yang menjadi panggung utamanya: pertanian, jasa dan industri. Di samping hegemoni negara maju, juga terlihat kurangnya keberpihakan wakil pemerintah negara miskin dan berkembang dalam KTM VI WTO ini. Lagi dan lagi, akses pasar Tidak bisa dipungkiri, pertanian adalah menu utama dari negosiasi WTO. Ada banyak kepentingan yang bermain di sini. Mulai dari perusahaan pengekspor pangan seperti Cargill, hingga perusahaan agrokimia seperti Monsanto, BASF dan Syngenta. Penguasaan pasar pangan dunia berarti memiliki kontrol terhadap ekonomi politik dunia, dan lebih dari 60 persen pasar ekspor pangan dunia kini dibekap oleh Cargill. Pertanian dan perdagangan bebasnya juga digerakkan ke arah ketergantungan pada pestisida, herbisida, pupuk kimia dan bibit GMO (transgenik). Hal ini membuat pasar agrokimia global menangguk untung sebesar US$29,88 juta (284 trilyun rupiah). Dengan fakta ini, sudah sewajarnya jika petani menolak pembukaan pasar yang lebih besarterutama yang dipaksakan kepada negara miskin dan berkembangdalam produk pertanian. Hal ini sama sekali meniadakan proteksi terhadap pasar domestik dan lambat laun akan menghancurkan mekanisme harga lokal. Lihat contoh kasus Indonesia yang membuka pasar komoditi beras, kedelai dan gula misalnya. Atau kasus India yang membuka pasar komoditi kelapa sawit. Arus produksi pasar bebas dalam komoditas pertanian di atas dengan segera menghancurkan pasar komoditas domestik, yang ujungnya adalah hancurnya harga domestik. Akibatnya, petani dalam negeri menjadi miskin atau berpindah ke sektor lain menjadi pekerja, buruh migran, atau menjadi pengangguran. Praktik dumping yang dilakukan negara-negara dengan industri pertanian, juga merusak sektor ini. Khususnya sejak diatur di dalam Agreement on Agriculture (AoA) WTO pada 1995. Penghapusan subsidi ekspor di tahun 2013, juga sebenarnya mengkhianati kesepakatan antara negara maju dengan negara miskin dan berkembang. AS dan Uni Eropa seharusnya sudah mengeliminasi subsidi yang mendistorsi pasar (yang menjadikan praktik dumping) pada tahun 2010. Perpanjangan hingga 2010 adalah akal-akalan korporat di dalam WTO, karena sesungguhnya merekalah penikmat terbesar subsidi pertanian di negara maju. Kesepakatan yang buruk Wa l a u p u n d i k a t a k a n t i d a k ambisius, namun Deklarasi Menteri yang dihasilkan di KTM VI Hongkong, sebenarnya sangat mengkhawatirkan. Bagi para promotor perdagangan bebaspedagang dan pengusaha besar, perusahaan multinasional, dan sebagian negaralangkah ini walaupun tidak signifikan tetapi cukup melegakan. Tak lain karena ancaman kegagalan Putaran Doha ada di depan mata, terutama jika merunut sejarah WTO yang gelap dari masa Seattle hingga Cancun. Ditandatanganinya teks ini pada 18 Desember 2005, menjadi napas baru bagi Putaran Doha, yang harus diselesaikan akhir tahun 2006. Putaran D o h a ya n g k a t a n ya " P u t a r a n Pembangunan", malah lebih berfokus kepada pembukaan pasar lebih luas. Pembukaan pasar juga terjadi di sektor lain selain pertanian yakni, jasa (GATS) dan industri (NAMA). Di sektor jasa, akan ada pembukaan pasar pada tenaga kerja dan perpindahan (Mode 4), serta liberalisasi lebih jauh di sektor publik: air, transportasi, energi, pendidikan, dan kesehatan. Di sektor industri lebih parah lagi, karena komitmen pembukaan pasar diutamakan di negara-negara miskin dan berkembang, dengan pemotongan tarif ambisius dalam Swiss Formula. Hal ini melupakan perlindungan dan kesinambungan bagi perdagangan, yang harus terlebih dahulu dimantapkan oleh negara miskin dan berkembang. Bagi pihak yang kontra terhadap skenario iniorganisasi massa, serikat buruh, petani, buruh migran, pemuda, NGOs dari berbagai sektorlangkah tidak ambisius seperti yang dijelaskan di atas dapat berarti sangat fatal. Bagaimana tidak, skenario besar menuju pembukaan pasar yang lebih besar sudah tercantum di dalamnya. Gambaran yang utuh sudah disepakati, tinggal memasukkan angka dan detail tertentu. Kepentingan negara-negara yang memiliki korporasi jasa dan industri raksasa seperti kekuatan G-6 yang ada di WTO sekarang: AS, Uni Eropa, Jepang, Australia, Brazil dan India juga sudah jelas ada di sana. Negara-negara yang berpihak pada rakyatnyayang khawatir akan masa depan agenda pembangunan via pasar bebas i n i h a r u s n ya b e r t a h a n t a n p a persetujuan lebih lanjut (no deal is better than a bad deal). Baik bagi pihak yang pro maupun kontra, tanggal 30 April 2006 ini bisa bermakna banyak. Ya, tanggal inilah yang disepakati sebagai tenggat modalitas (detail perundingan, berupa angka dan formula) perdagangan bebas sektor pertanian dan industri (NAMA). Dan ironisnya, kebanyakan rakyat justru tidak tahu mengenai masalah ini. Tanggal ini bisa menjadi keberhasilan WTO merumuskan modalitas untuk mengakhiri Putaran Doha. Namun di sisi lain, bisa menjadi kemenangan masyarakat sipil seluruh dunia untuk menamatkan "Putaran Pembangunan" ini, agar berakhir tanpa kesepakatan yang jelas dan tidak menyengsarakan rakyat.

Pembaruan Tani - April 2006

PENDAPAT

Jangan Ada Bencana Setelah Bencana


Umran Selian
Musibah gempa dan tsunami beberapa waktu lalu di Nanggroe Aceh Darussalam telah membawa dampak dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat. Salah satunya, memunculkan masalah pertanahan, misalnya batas-batas tanah menjadi tidak jelas, banyak warga yang kehilangan bukti-bukti kepemilikan tanah, dan ada pula tanah yang musnah karena fisiknya sudah tidak ada lagi. Masalah lain timbul akibat adanya pembangunan berbagai sarana baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat di atas tanah yang belum jelas hak-hak kepememilikannya. Juga adanya berbagai klaim-klaim atau pengakuan dari anggota masyarakat dan keluarga tentang kepemilikan tanah tanpa bisa menunjukkan bukti-bukti yang kuat dan akurat. Merespon fenomena ini pemerintah membuat Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang (Perpu) tentang penanganan permasalahan hukum dalam rangka pelaksanaan rehabilitasi dan rekontruksi wilayah dan kehidupan masyarakat di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara. Menilik peraturan pengganti undang-undang tersebut saya khawatir, karena di dalamnya terdapat berbagai macam kekurangan baik dari segi bahasa maupun dari segi substansinya. Kalu kita perhatikan lebih dalam, terdapat keurangan dan kerancuan yang bisa merugikan masyarakat korban. Kekurangan dan kelemahan yang tedapat di dalam Perpu tersebut antara lain, (1) Penamaan bagian pertama Bab II, Pengaturan Bidang-Bidang Tanah, memberi kesan bahwa yang diatur adalah fisik tanah, padahal yang diatur bukan hanya fisik tetapi juga nonfisik. Perlu diperhatikan bahwa tanah beda dengan pertanahan. Demikian juga judul pasal 3 Tanah Musnah juga rancu, karena ternyata pengaturan tanah musnah juga terdapat juga dalam pasalpasal berikutnya, bukan hanya di dalam pasal 3. Penetapan Ruang Lingkup pada bagian pertama Bab II juga kurang tepat. Ruang lingkup menjelaskan tentang ruang lingkup yang diatur oleh Perpu, karena itu seharusnya ruang lingkup tersebut ditempatkan pada Bab tersendiri atau pada Bab I tentang ketentuan umum. (2) Istilah Baitul Mal dan Rekonstruksi banyak terdapat dalam Perpu ini. Namun tidak ada perumusan pengertiannya dalam bagian ketentuan umum. Seharusnya istilah tersebut dimuat dalam ketentuan umum (pasal 1). Pengertian Tanah Musnah hanya secara singkat terdapat dalam pasal 1 angka 3. Seharusnya ada pasal khusus yang mengatur kriteria tanah musnah, sehingga pemiliknya tidak dirugikan oleh ketidakjelasan pengertian atas tanah musnah itu. (3) Ketentuan Pasal 11 huruf b (dalam draft yang lain Pasal 10 huruf b.), berbunyi sebagai berikut: Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 atas tanahnya telah dilakukan perubahan fisik penggunaan atau pemanfaatannya, atau telah dikuasai oleh pihak lain, kepada bekas pemilik atau ahli warisnya diberikan ganti rugi oleh Baitul Mal. Ketentuan ini memberikan kewenangan/ kekuasaan yang sangat mutlak kepada Baitul Mal terhadap tanah yang pada mulanya tidak diketahui pemiliknya tetapi kemudian pemiliknya diketahui. Dari ketentuan ini dapat diartikan bahwa Baitul Mal mempunyai kewenangan untuk menguasai dan mengalihkan kepemilikan tanah tersebut kepada pihak lain, dan apabila pemilik yang sebenarnya menuntut, dia hanya berhak atas ganti rugi dari Baitul Mal. Azas keadilan atas isi pasal ini patut dipertanyakan, karena berpotensi merugikan korban dan ahli waris korban. Sepengetahuan kami, Baitul Mal sendiri tidak mendapat kesempatan yang maksimal dalam proses penyusunan draft Perpu, padahal kewenangan lembaga tersebut diatur di dalam perpu. (4) Pasal 24 ayat 3 dalam draft yang lain pasal 18 ayat 4 berbunyi sebagai berikut : dalam hal catatan mengenai simpanan nasabah di bank musnah dan nasabah atau ahli waris/ wali nasabah dapat menunjukkan bukti simpanannya pada bank, maka bank dapat melakukan pencatatan setelah bank meyakini kebenaran/ keaslian bukti simpanan nasabah. Ketentuan ini tidak sesuai dengan hukum pembuktian yang berlaku dan sangat merugikan nasabah korban sebab memberi kewenangan kepada bank untuk menentukan keaslian/ kebenaran dari bukti simpanan nasabah, padahal kalau terjadi sengketa tentang keaslian bukti simpanan ini maka yang menentukan keaslian itu adalah pihak ketiga dan biasanya memerlukan pemeriksaan oleh laboratorium kriminal atau lembaga kepolisian. Ketentuan ini menjadikan bank sebagai pihak yang sangat kuat dan sewenangwenang dan sangat melemahkan posisi korban. (5) Pasal 12 ayat 2 berbunyi: pemilik tanah atau ahli waris yang sudah tidak ada lagi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditetapkan oleh Mahkamah Syari'ah atau pengadilan negeri. Ketentuan ini menimbulkan masalah. Mahkamah Syari'ah (maksudnya mungkin Mahkamah Syar'iyah) tidak berwenang dalam penetapan hak orang yang tidak beragama Islam, sebagaimana yang dimaksud oleh ayat 1. (6) Dalam draft hasil kajian BKHU MPU NAD tgl 26 Juni 2005, juga banyak terdapat hal yang berpotensi merugikan korban, di antaranya pasal 9 ayat (1) yang berbunyi: Tanah yang masih ada pemilik dan atau ahli warisnya sudah tidak ada lagi dan beragama Islam, menjadi harta agama yang dikelola oleh Baitul Mal dan pasal 9 ayat (2) yang mengatur: Tanahtanah yang masih ada pemilik dan atau ahli warisnya sudah tidak ada lagi dan bukan beragama Islam dikuasai oleh Negara. Ketentuan dalam dua ayat ini menimbulkan pertanyaan, mengapa Baitul Mal atau Negara dapat menguasai tanah yang masih ada pemiliknya? Publik harus mendapatkan penjelasan mengenai ini. (7) Berikutnya, Pasal 23 ayat 1 berbunyi: Hak tanggungan atas tanah yang sudah musnah maka hak atas tanah, hak tanggungan dan hutangnya menjadi hapus. Hapusnya hak atas tanah memang secara hukum mengakibatkan hapusnya hak tanggungan atas tanah tersebut, tetapi tidak menghapuskan hutang, karena hak tanggungan dan hutang lahir dari perjanjian yang berbeda, yaitu perjanjian pinjaman-pinjaman melahirkan hutang (ini perikatan pokok) dan perjanjian penjaminan melahirkan hak tanggungan (ini perikatan ikutan). Kalau ketentuan ini berlaku, maka bisa terjadi seorang debitor (peminjam) yang tinggal di luar daerah bencana yang mengagunkan hak atas tanahnya yang terletak di wilayah bencana dan tanah tersebut musnah , maka hutangnya menjadi hapus walaupun ia sendiri bukan korban karena memang tinggal di luar daerah bencana. Ketentuan ini tentu tidak adil dan aneh. (8) Patut pula diperhatikan ketentuan Bab tentang Peralihan. Dalam draft I, isinya sangat abstrak, sehingga jika timbul masalah hukum nantinya, akan menjadi persoalan menyangkut referensi yang digunakan dalam menyelesaikan masalah itu. Hal yang lebih mnegejutkan lagi adalah isi Ketentuan Peralihan dalam Pasal 32 daraft II. Di dalam pasal tersebut disebutkan bahwa Hal-hal yang belum diatur dan kemungkinan timbul dalam pelaksanaan Peratutan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini dapat diatur lebih lanjut oleh Badan Pelaksana Rehabilitasi dan Rekontruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam perlu diketahui bahwa BRR bukan lembaga Pemerintah yang berwenang membuat aturan yang mengikat publik, BRR adalah suatu badan ad hoc, bekerja untuk empat tahun (meskipun bisa diperpanjang). Akan menjadi masalah jika nantinya Perpu itu disahkan oleh DPR-RI menjadi UU, sementara BRR adalah badan yang bekerja untuk sementara waktu. Dalam situasi dan kondisi yang daurat, Perpu merupakan sebuah jalan keluar yang dibuat dan ditetapkan oleh Pemerintah. Namun dalam pembuatannya harus memperhatikan dan dibuat dalam bahasa yang benar sehingga tidak menimbulkan pengertian salah. Pada awalnya pembuatan Perpu bertujuan untuk meminimalisir terjadinya kekeliruan dalam penetapan kepemilikan tanah. Namun jangan sampai menimbulkan hal sebaliknya. Penulis adalah wartawan Pembaruan Tani

NASIONAL

Pembaruan Tani - April 2006

Waspadai, Skenario Perusahaan Perkebunan Jinakkan Urang Awak


Warga Sumatera Barat harus waspada dengan hadirnya Perusahaan Perkebunan di daerah mereka. Sebab di balik semua itu, terbungkus sebuah skenario besar untuk menjinakkan urang awak
Fajar Rillah Vesky
Tidak ada lelucon atau lawakan, pada Jum'at (7/4) lalu. Namun wajah Suwarman, Nas, Zulkanda, Patron, dan Mukrizal, tampak lebih ceria dari hari biasa-biasanya. Petani asal kampung Labuai, Nagari Parit, kecamatan Koto Balingka, kabupaten Pasaman, Sumatera Barat ini seperti tidak bisa menyembunyikan kegembiraan mereka. Saat itu, tengat waktu pembagian lahan seluas 800 hektare yang selama ini diincar empat perusahaan perkebunan sawit semakin dekat. Kepada Sekjen Federasi Serikat Petani Indonesia (FSPI) Henry Saragih, dan Ketua Serikat Petani Sumatera Barat (SPSB) Sago Indra, S u wa r m a n m e n g u n g k a p k a n perasaan senangnya. Perjuangan kita dalam mempertahankan tanah yang menjadi penyambung nafkah bagi 326 petani, kini semakin menampakkan hasil. Walau jalan masih panjang, tapi kita yakin akan menuai sukses. Asalkan kawankawan tetap kompak dan merapatkan barisan, ungkapnya. Petani yang juga menjadi ketua sekretariat organisasi tani Sumber Harapan itu memaparkan rencanana masyarakat kampung Labuai. Ia begitu yakin dengan adanya tanah itu, perkampungan bisa ditata lebih baik lagi. Mereka juga merencanakan membangun demplot pertanian organik, sebagai sarana pelatihan dan percontohan sistem pertanian organik bagi para petani. Kepada para petani, Henry mengingatkan, bahwa perjuangan p e t a n i d i L a b u a i Pa s a m a n , belumlah usai. Masih banyak usaha yang harus dilakukan petani, guna mewujudkan pembaruan agraria. Apalagi saat ini perusahaanperusahaan perkebunan, memiliki skenario besar untuk menjinakkan Sumatera Barat. Jika petani dan warga di sini tidak hati-hati, tanah ulayat yang menjadi kebanggaan bisa dirampas pihak perkebunan. Makanya, SPSB dan petani di Sumatera Barat harus bisa merangkul semua pihak dan mengorganisir diri,kata Henry. Tak Perlu SK Bupati Terkait dengan pembagian lahan seluas 800 hektare yang selama ini diperjuangkan petani di Labuai, Henry meminta organisasi tani Lingkungan Sumber Harapan tetap mengedepankan aspirasi anggotanya. Kalau anggota memang minta tanah itu segera dibagi, langsung saja dilakukan pembagiannya. Tidak perlu kita menanti surat pengesahan dari Camat atau Bupati, sebab SK Bupati itu hanyalah proses. Sekarang masyarakat lebih baik membuat kebiasaan yang mengatur ekonomi atau lain sebagainya, usulnya. Lebih jauh lagi, Henry meminta agar pengurus organisasi tani Sumber Harapan tetap hati-hati. Sebab masalah ini sangat rawan sekali, dan bisa menimbulkan perpecahan di antara anggota. Kalau Tan Malaka bilang, jangan ada yang terbuang dalam membagi kayu. Begitu pula hendaknya dalam membagi tanah di Labuai ini, jangan ada yang merasa dapat bagian kecil atau sebagainya, pinta Henry. Pada kunjungan selama 3 hari ke Sumatera Barat itu, Henry mengibaratkan Labuai sebagai suatu perusahaan. Para petani di Labuai sebenarnya sudah memiliki sebuah perusahaan perkebunan seluas 800 hektar. Agar Perusahaan tersebut bisa berjalan dengan baik dan menguntungkan seluruh karyawan, dan tidak sekedar memperkaya pemegang saham seperti perusahaan perkebunan di negeri ini. Maka petani Labuai harus berani menentukan sikap dan jalan yang akan dipilih, kata Henry. Henry menandaskan, bahwa masa depan tanah seluas 800 hektar itu sangat tergantung kepada petani yang ada di Labuai itu sendiri. Perkokoh Barisan Disisi lain, Ketua BPP Serikat Petani Sumatera Barat (SPSB), Sago Indra yang didampingi pengurus SPSB lainnya, meminta agar petani di Labuai tetap menjaga persatuan dan kesatuan organisasi. Sebelum proses pembagian atau pemblokan lahan kita lakukan, kawan-kawan di Labuai harus tatap memperkokoh barisan. Sebab apa yang akan kita lakukan ke depan, juga tergantung kepada kita semua. Artinya, jika kita berbicara tentang SPSB, berarti bukan hanya kerja pengurus yang ada di Padang. Begitupun jika kita bicara soal FSPI, bukan hanya gawe Bang Henry dan kawan-kawan di Jakarta. Melainkan juga menjadi tugas kita semua. Sebab kita berdaulat dan memiliki hak azazi petani yang meski dirapatkan secara bersama, jelas Sago Indra. Dipenghujung percakapannya, Albadri Arif salah seorang pengurus SPSB, berharap pengurus sekda SPSB di Pasaman, dan Pengurus organisasi tani Sumber Harapan, agar tidak terperangkap dalam sikap yang bisa menimbulkan perpecahan. Kelompok jangan coba-coba untuk jadi eksklusif atau merasa besar diri. Lakukan terus pendekatan dengan anggota, katanya.
ISTIMEWA

PERKEBUNAN. Lahan perkebunan yang luas seringkali bersinggungan dengan tanah rakyat, dibeberapa

daerah konflik tak terhindarkan dan petani kecil selalu menjadi pihak yang tersisihkan.

Pembaruan Tani - April 2006

NASIONAL

Hilangkan Ketergantungan Dengan Pertanian Organik


Tejo Pramono/PEMBARUAN TANI

Agustinus Triana
Menerapkan pertanian organik merupakan salah satu cara untuk menekan biaya produksi pertanian. Penghematan bisa dilakukan karena biaya untuk pembelian pupuk kimia dan obat-obatan tidak lagi diperlukan. Selama ini komponen biaya pupuk kima dan obat-obatan merupakan komponen biaya terbesar dalam budidaya pertanian. Hanya saja para petani sudah terlalu akrab dengan bahanbahan kimia. Perlu upaya yang l e b i h s e r i u s u n t u k memperkenalkan pertanian organik yang berkelanjutan. Atas dasar itu, Organisasi Tani Lokal (OTL) Keputran salah satu organisasi anggota Serikat Petani Lampung (SPL) mencoba untuk membuat demplot percontohan pertanian organik di desa Keputran, Kabupaten Tanggamus, Lampung. Tujuannya, untuk memperkenalkan cara-cara bertani organik kepada para petani. Sutopo, penanggung jawab demplot yang juga ketua OTL Keputran melihat banyak manfaat dalam pertanian organik ini. Ia meyakini sistem pertanian organik mampu menyejahterakan petani. Menurut bapak dari empat putri ini, petani tidak harus tergantung oleh asupan-asupan bahan baku dari luar seperti pupuk dan obatobatan. Apalagi di saat-saat

tertentu para spekulan seringkali memainkan harga dan stok pupuk kimia yang membuat petani menjadi tergantung pada produsen pupuk. Dalam jangka panjang ketergantungan tersebut mengakibatkan kerugian bagi petani. Ditengah sistem ekonomi neoliberal, posisi petani semakin terpinggirkan. Kebijakan pemerintah lebih berpihak kepada perusahaan-perusahaan pertanian besar dibanding para petani. Ketergantungan petani pada asupan dari luar turut memperparah posisi petani. Di saat seperti ini, sistem pertanian organik menjadi tawaran alternatif yang sangat baik. Ini satu praktek paling nyata dari perlawanan kita sebagai petani terhadap penjajahan neoliberalisme, ujar Sutopo kepada Pembaruan Tani. Demplot pertanian organik OTL Keputran berdiri diatas lahan seluas 200 meter persegi. Pengerjaannya dimulai sejak sebulan yang lalu oleh para petani anggota organisasi. Dari mulai pemilihan lahan, pengolahan tanah, pemupukan awal sampai proses menanam dilakukan secara gotong royong, papar Purnomo, salah seorang anggota OTL Keputran yang ikut menggarap demplot. P r o s e s p e r a wa t a n s e p e r t i penyiraman dan pembersihan

Tanaman kangkung yang siap dipanen di Pusat pendidikan dan pelatihan pertanian organik FSPI, Bogor. rumput dibuat jadwal bergiliran. Tujuannya agar semua anggota berperan dan melakukan langsung aktivitas bertani organik. Pupuk organik dibuat dari bahan-bahan alami seperti fermentasi daun untuk penyubur daun. Kendala yang kerap dihadapi para petani dalam mempraktekkanj sistem pertanian organik adalah kondisi tanah yang sudah kehilangan kesuburannya. Hal itu disebabkan oleh penggunaan pupuk kimia sebelumnya. Selain itu, hama bekicot masih menjadi momok yang menakutkan, karena sering datang pada malam hari ke sekitar areal. Ide pembangunan demplot ini, berawal dari diskusi-diskusi rutin para petani. Mereka melihat ketergantungan petani terhadap asupan luar yang mulai memprihatinkan. Lalu, muncul ide untuk membuat demplot percontohan pertanian organik. Harapannya dengan demlpot ini, para petani mampu menerapkan sistem pertanian organik d i l a h a n n ya m a s i n g - m a s i n g . Kedepannya kami ingin memiliki koleksi demplot yang lebih luas lagi agar banyak petani lain yang mau ikut mempraktekkan pertanian organik, tambah Purnomo.

Petani Padi Minta Perbaikan Irigasi


Petani padi di Kecamatan Pakis Jaya, Kabupaten Karawang, mengeluhkan banjir yang selalu merendam sawah mereka. Banjir tersebut disebabkan oleh pendangkalan saluran irigasi primer yang melewati daerah mereka. Akibat banjir, petani hanya bisa menenami sawahnya dua kali setahun, padahal sebelumnya sawah di daerah tersebut bisa menanam padi tiga kali setahun. Areal sawah yang terendam, setiap tahunnya mencapai sekitar 500 hektar, meliputi Desa Teluk Jaya, Talaga Jaya, dan Tanah Baru. Rendaman air yang datang saat musim hujan bisa berlangsung sekitar dua sampai tiga bulan. Hal ini sangat merugikan para petani. Sandi (40), petani asal Desa Talaga Jaya meminta pemerintah turun tangan untuk mengeruk saluran irigasi karena swadaya warga sudah tidak mampu lagi mengeruk saluran tersebut. Kerusakan irigasi yang melewati sawahnya sudah sangat parah. Dulunya saluran itu 35 meter, sekarang menyusut menjadi 2 meter saja, ujar Sandi mengeluh. Untuk mengeruk saluran tersebut diperlukan alat bantu berupa ekskavator, untuk membiayainya warga sudah tidak sanggup. Saluran irigasi tersebut membentang melewati desa-desa Teluk Buyung, Telaga Jaya, Tanah Baru, solokan, Tanjung Bangir, Tanjung Mekar dan Pakis Jaya. Menurut warga setempat, pendangkalan tersebut antara lain disebabkan oleh dibukanya tambak secara besar-besaran di sekitar wilayah itu. Sehingga terjadi erosi yang menumpuk di saluran irigasi. Pendapat Sandi dikuatkan Surya (55), petani padi itu memohon dengan sangat agar pemerintah memperhatikan kesulitan petani. Pemerintah harus mengeruk saluran irigasi dan menertibkan tambak-tambak udang, ujarnya lirih. Kesulitan petani ini menambah rententang kesulitan lainnya seperti langkanya pupuk. Cecep Risnandar

INTERNASIONAL
Dok. Pembaruan Tani

Pembaruan Tani - April 2006

Menghajar Putaran Doha


lima tahun). Agenda Putaran Doha inilah yang membuka pasar lebih lanjut dan diyakini bukan sebagai agenda pembangunan, malah semakin menindas petani dan rakyat kecil. Setelah Hong Kong terbukti ada 3 pertemuan sembunyi-sembunyi yang ingin merumuskan agenda tersebut, antara lain di Davos (Swiss), London (Inggris) dan Rio de Janeiro (Brazil). Pascal Lamy, Direktur Jenderal WTO, juga akan memaksakan satu lagi pertemuan tertutup di Jenewa (Swiss) akhir bulan April ini. Hal ini berkaitan dengan angka-angka dan detail pembukaan pasar pertanian dan industri yang harus dirumuskan pada tanggal 30 April. Pertanian bukan saja terancam, tapi terjepit dari berbagai sisi. Dari atas, para petani dihajar oleh WTO dengan aturan perdagangan bebasnya. Dari tengah, pemerintah terus menerapkan kebijakan yang tidak berpihak kepada petani. Kenaikan pupuk, pembukaan pasar, impor beras, kebijakan biaya tinggi, dan tidak adanya cetak biru pertanian yang berpihak pada rakyat (yang menyangkut reforma agraria, kedaulatan pangan dan hak asasi petani) adalah contoh dari k e b i j a k a n p e m e r i n t a h ya n g menjepit petani. Hal ini juga cerminan dari paksaan internasional, dari negara-negara adidaya dan forum perdagangan bebas WTO. Indonesia manut Sebenarnya Indonesia salah satu kunci perundingan WTO di forum internasional. Bersama Filipina, G33 adalah kumpulan negara berkembang yang cukup melindungi kepentingan rakyatnya terutama di sektor pertanian. Namun, yang terjadi sesungguhnya adalah paksaanpaksaan dan tawaran dagang (trade off) di antara negara-negara dan perusahaan dagang yang ada di belakangnya. Di sektor pertanian, petani kecil macam yang dipunyai Indonesia tak akan berbicara banyak jika bertempur dengan Cargill, perusahaan yang menguasai persebaran 60% pangan dunia. Kepentingan petani kecil juga akan terpinggirkan jika berbicara dengan perusahaan agrokimia macam Monsanto, Syngenta, BASF dan Dow Jones. Masalah-masalah yang mereka buat macam-macam, mulai dari ketergantungan pupuk dan pestisida hingga penyebaran bibit transgenik (GMO) yang merugikan. Itulah yang hingga kini dimanuti pemerintah Indonesia. Bukannya m a l a h b e r d i r i d a n mempertahankan rakyatnya, kini petani dibelit dari masalah bibit, pupuk, hingga masalah pendidikan dan kesehatan keluarganya. Repot! Di bulan April, Indonesia terlihat manut pada AS, yang mendatangkan Menteri Luar Negeri, Condolezza Rice. Disusul oleh kedatangan Tony Blair, Perdana Menteri Inggris dan Paul Wolfowitz, Gubernur Bank Dunia. Agendanya? Ya tentu saja akses pasar, investasi, privatisasi dan macam-macamnya itu. Pemerintah malah bangga telah membuka pasarnya, sementara petaninya sengsara. Pemerintah juga mengklaim akan membangun Indonesia dengan investasi, sementara membangun pertanian dalam negeri sendiri dilupakan. Masalah utama belum selesai, orang-orang berdasi malah lompat ke masalah lain. Padahal investasi, pembukaan pasar, privatisasi yang merangsek dari dunia internasional inilah yang mengancam kedaulatan bangsa ini. Petani harus lebih pintar, dan menyadari masalah ini. Perlawanan yang selama ini terbukti dalam sejarah dan dilakukan di tingkat lokal, nasional maupun i n t e r n a s i o n a l , t e r n ya t a b i s a membuat WTO dan organisasi neoliberal lainnya takut. Kini mereka semakin sembunyisembunyi dan tidak demokratis, takut akan perlawanan rakyat seluruh dunia yang menentangnya. Kewaspadaan petani ini harus terus diperjuangkan, karena perjuangan masih panjang. Tanggal 30 April ini adalah batas akhir detail perundingan pertanian di WTO, dan paling lambat akhir tahun 2006 semua perundingan pertanian dirumuskan. Dengan bersatu dan berorganisasi, kaum tani di seluruh dunia pasti bisa menaklukkan musuh bersama.

AKSI. Aksi petani menentang WTO di Hong Kong

Di atas sepetak lahan seorang petani menyemai, menumbuhkan dan menjaga benih agar hasilnya bisa dipanen untuk memberikan kehidupan bagi umat manusia . Namun di sisi lain, sistem perdagangan dunia siap-siap mematikan kehidupannya
Muhammad Ikhwan
Kang Ade salah satu dari petani itu tekun setiap hari bergulat dengan panas matahari dan gemerisik daun padi diterpa angin. Dia adalah petani padi yang sejak lahir meneruskan tradisi rakyat Karawang, menjadi penghasil pangan sebagai lumbung padi nasional. Ada beribu-ribu lagi Kang Ade lainnya, namun ternyata senyum ternyata tak begitu mudahnya mampir di wajah mereka. Ada apa gerangan? Sejak tahun 1995, dunia pertanian diperdagangkan melalui forum internasional Organisasi Pe r d a g a n g a n D u n i a ( W T O ) . Semenjak itu pulalah pertanian semakin tidak menguntungkan bagi petani kecil, buruh tani, dan tak bertanah di seluruh dunia. L a h a n s e m a k i n m e n ye m p i t , kesempatan jual turun drastis, ditambah hantu pembukaan pasar pangan domestik. Pe m b u k a a n p a s a r p a n g a n domestik biasanya dilakukan dengan cara impor, dan komoditas asing dengan mudah masuk ke negeri ini. Menurut petani, harga jual gabah semakin tidak menguntungkan dan bahkan bagi beberapa kasus merugi. Hal ini tidak sesuai dengan kenaikan harga kebutuhan sehari-hari, apalagi modal dasar untuk menanam padi. Semenjak harga BBM naik terus sepanjang tahun, harga pupuk, benih maupun insektisida meroket tak terkejar. Sementara dengan masuknya beras impor, tertutuplah sudah hukum ekonomi: harga pun menjadi murah. Hal inilah yang mendasari perjuangan petani di seluruh dunia untuk melawan pembukaan pasar melalui WTO. Pasca Hong Kong Kang Ade juga salah satu dari ribuan petani dari seluruh dunia yang merapat ke Hong Kong. Ia datang untuk menghadiri aksi besar-besaran yang menuntut dihapuskannya kebijakan yang menindas petani tersebut. Apa lacur, akhirnya di Hong Kong orang-orang berdasi dan menterimenteri malah melanjutkan agenda perdagangan bebas. Tak hanya pertanian, jasa (kesehatan, pendidikan, pelayanan publik, air, listrik, dsb) dan industri pun akan diperdagangkan secara bebas. Kini menuju akhir Putaran Doha, pihakpihak yang memaksakan perdagangan bebas pun semakin panas mendorong agar perdagangan bebas dirumuskan pada akhir tahun 2006 ini. Putaran Doha dimulai pada tahun 2001, dan akhirnya memang diproyeksikan tahun 2006 ini (per

10

Pembaruan Tani - April 2006

INTERNASIONAL
Rakyat Menggusur, Thaksin Mundur
Perdana Menteri Thailand, Thaksin Shinawatra akhirnya mundur dari jabatannya (5/4) setelah protes dari beberapa bulan yang lalu. Pengumuman ini dikemukakannya sendiri di Thailand setelah berkonsultasi dengan Raja Bumibol Adulyadej. Thaksin mengatakan bahwa pengunduran dirinya ini adalah untuk menjaga persatuan Thailand. Berjuta rakyat Thailand yang diantaranya kaum tani, pemuda, buruh, akademisi dan NGO bersorak puas. Thaksin sendiri dinilai tidak berpihak kepada rakyat kecil karena kebijakannya yang sangat neoliberal. Protes untuk menjatuhkan Thaksin dimulai sejak ia disinyalir melakukan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. Thaksin adalah seorang pebisnis ulung dan pengusaha raksasa, dan rakyat menganggapnya menyalahgunakan kekuasaan demi kepentingan pribadi dan bisnisnya. Hal yang serupa kini bisa menjadi inspirasi di negara yang pemerintahannya sangat tidak berpihak kepada rakyat banyak. Rakyat Filipina telah lama ingin menjatuhkan Presiden Arroyo, dan mungkinkah selanjutnya Indonesia? Muhammad Ikhwan

Teknologi Terminator Dimoratoriumkan


Pergerakan petani internasional, La Via Campesina, mengadakan konferensi kenekaragaman hayati di Curitiba, Brasil, Jum'at (24/3). Mereka menuntut dihentikannya (moratorium) penggunaan teknologi terminator. Teknologi ini sangat berbahaya, karena benih tanaman akan membunuh dirinya sendiri sehingga petani tidak mempunyai kesempatan untuk mengembang-biakannya. Pada akhirnya, akan menyebabkan ketergantungan petani kepada produsen benih. Di tempat yang sama, ada pertemuan tingkat menteri untuk menindaklanjuti protokol Cartagnena tentang keanekaragaman hayati . Ribuan petani, buruh tani, pemuda, masyarakat adat, dan LSM memprotes pertemuan itu, mereka meminta penghentian segera teknologi yang merusak lingkungan. Pada pertemuan tingkat menteri tersebut, diputuskan untuk menghentikan teknologi terminator pada benih. Teknologi ini dikembangkan oleh perusahaan-perusahaan agribisnis raksasa seperti Monsanto, Sygenta dan Dupont. Mereka mengajukan hak paten atas benih yang ditemukannya, kemudian mencoba menerapkan teknologi terminator. Banyak pihak meyakini, teknologi tersebut tidak aman terhadap lingkungan. Di sisi lain, dapat menyebabkan monopoli industri benih karena petani tidak bisa membiakkan benih sehingga petani akan tergantung pada produsen benih. Menurut Tejo Pramono, staf sekertariat internasional La Via Campesina, tekanan dari berbagai pihak terhadap pertemuan itu membuahkan hasil dimoratoriumkannya teknologi terminator. Sebuah langkah maju. Hanya saja pada konvensi itu, organisasi rakyat tidak diberikan uang yang cukup untuk bisa mengemukakan pemikirannya, ujarnya. Cecep Risnandar

Peringatan Hari Perjuangan Petani Di Berbagai Belahan Dunia


Gerakan petani di berbagai penjuru dunia memperingati hari perjuangan petani internasional yang jatuh setiap tanggal 17 April. Hari itu didedikasikan untuk memperingati pembantaian 17 petani yang tengah mempertahankan lahannya di Caracas, Brasil, pada tahun 1996. Berbagai petani dari Eropa, Asia, sampai Amerika memperingatinya. Berikut ini organisasi-organisasi petani anggota La Via Campesina, gerakan petani internasional, yang memperingati hari perjuangan petani. Brasil, Gerakan Orang-orang Tanpa Tanah (MST) dan Petani perempuan La Via Campesina melakukan aksi okupasi pembibitan ekaliptus di Rio Grande do Sul pada bulan Maret 2006. Kemudian pada tanggal 1 sampai 17 April, anggota MST menggelar Jambore untuk menuntut penghentian tindakan kekerasan kepada petani. Amerika Serikat, buruh tani bersama dengan mahasiswa memprotes kekerasan terhadap buruh migran yang bekerja di sektor pertanian di Amerika Serikat pada tanggal 17 April. Argentina, Gerakan Petani Argentina (MOCASE) menggelar konferensi kekerasan terhadap petani pada tanggal 17 April yang disiarkan radio Del Monte FM 88,7. Sehari sebelumnya, pada tanggal 16April, mereka mengadakan pendidikan, perlawanan dan pengorganisasian rakyat. Catalunya, Pendukung MST di memperingati hari perjuangan petani internasional pada tanggal 22 April. Sebelumnya, 17 April mereka mengadakan festival. Ekuador, Koordinasi Petani Nasional (CNC) menggelar pameran benih untuk mempromosikan ketahan dan kedaulatan pangan. Mereka juga menggelar forum debat tentang Tantangan gerakan petani dalam menghadapi globalisasi, di Cuenca, ekuador. Spanyol, Pendukung MST di Madrid melakukan long march bersama organisasi pencinta lingkungan. Mereka menyatakan keprihatinannya terhadap kejadian 17 April di Brasil. Acara berlangsung pada tanggal 22 April mengingat tanggal 17 jatuh pada hari libur. Indonesia, FSPI dan Dewan Tani Karawang menggelar panen raya padi di Karawang pada tanggal 17 April. Acara tersebut di ramaikan dengan diskusi publik mengenai impor beras dan kekerasan terhadap petani. Perayaan dilangsungkan di tengah sawah yang akan dipanen. India, KRRS mengadakan karnaval benih internasional pada tanggal 17 April di Mysore, India. pada tanggal 18 sampai 19 April mereka juga menggelar simposium benih dan bioteknologi dalam pertanian. Cecep Risnandar

Via Campesina Kecam Polisi Brasil


La Via Campesina mengecam tindakan kekerasan dan pelanggaran hak asasi yang dilakukan kepolisian kepada Asosiasi Petani Perempuan di Rio Grande, Brasil. Pada tangga 22 Maret lalu, sejumlah aparat kepolisian Brasil menggeledah sekertariat Asosiasi Petani Perempuan di Passo Fundo. Sejumlah polisi yang tidak mengenakan seragam dan membawa senjata api mendobrak masuk pintu sekertariat. Mereka membawa komputer, berkas-berkas dokumen, uang dan sejumlah barang lainnya. Maksud kedatangan polisi ke tempat itu untuk menekan asosiasi, karena beberapa hari sebelumnya, yaitu tanggal 8 Maret, organisasi itu melakukan aksi menentang pertanian monokultur. Pihak organisasi menganggap tindakan polisi semena-mena. Mereka menganggap aksi pemeriksaan itu sebagai teror dan kejahatan kemanusiaan dan melanggar nilai-nilai demokrasi. Apalagi saat penggerebegan, di sekerteriat banyak anak-anak dan polisi datang dengan senjata ditangan. Cecep Risnandar

11

KABAR TANI
PROFIL ORGANISASI

Pembaruan Tani - April 2006

SPJT Membangun Perjuangan Bersama


Mulyadi
Dalam kungkungan rezim orde baru, di tahun delapan puluhan gerakan petani di Jawa Timur mulai menempatkan posisinya sebagai gerakan perlawanan terhadap sistem otoritarian. Persoalan tanah merupakan fenomena paling dominan, karena banyak sengketa pertanahan yang merugikan pihak petani. Penggusuran demi penggusuran selalu menempatkan pihak petani dalam posisi yang lemah. Banyak petani menolak tanahnya dijadikan areal industri, karena tanah milik petani yang dibebaskan dengan harga yang tidak layak. Pembebasan tanah yang berkedok k e p e n t i n g a n u m u m b a n ya k mewarnai berita dari tahun ke tahun hingga pada masa gelombang reformasi marak didengungkan banyak kelompok masyarakat. Selain itu, protes petani karena dampak limbah suatu industri yang merusak kawasan pertanian, mencemarkan air dan polusi udara banyak mengemuka. Ditambah lagi persoalan-persoalan penggunaan dana-dana subsidi pertanian di tingkat desa yang banyak dikorupsi. Pada tahun 1988 di Tuban, mulai terjadi perlawanan petani yang tanahnya dibebaskan dengan semena-mena demi kepentingan investasi. Keberanian petani Tuban itu dengan cepat menyebar ke daerah-daerah lain. Diantaranya terjadi perlawanan di Malang pada tahun 1991, di Sampang tahun 1993, Gresik tahun 1995, dan Probolinggo tahun 1995. Sampai gerakan reformasi 1998, perlawanan-perlawanan petani itu mendapat momentumnya. Petani di daerah-daerah tersebut semakin intensif melakukan perlawanan secara politik guna memenangkan kepentingan petani. Mereka menempuh jalur politik dan gerakan karena dengan jalur hukum mereka selalu kalah. Hal ini wajar mengingat dalam sejarah konflik pertanahan, sejak jaman kolonial petani tidak pernah dimenangkan di pengadilan. Berangkat dari problematika dan polemik pertanahan itu, petani di sejumlah daerah- melakukan pengorganisasian diri. Beberapa organisasi tani lokal mulai terbentuik secara sistematis yang didukung oleh aktivis-aktivis LSM Cakrawala Timur dan mahasiswa yang tergabung dalam Forum Komunikasi Mahasiswa Jawa Timur FKMJT). Dengan adanya organisasi tani lokal, perjuangan petani semakin kuat dan mandiri. Kemudian organisasi tani lokal di masingmasing kabupaten membentuk serikat tani. Di Tuban berdiri Serikat Petani Ronggolawe Tuban (SPRT), di Malang berdiri Serikat Petani (SPKN), Kelompok Tani Mandiri Jember (KTMJ), Serikat Petani Tirto Agung Lamongan (SPTAL), Serikat Petani Aryo Blitar (SPAB), Forum Tani Malang-Kabupaten (FTM), Pusat pemberdayaan Masyarakat Ta n i d a n N e l a ya n S a m p a n g (P2MTN) dan Serikat Petani Jombang (SPJ). Pembentukan organisasi-organisasi itu tidak terlepas dari peran pendampingan dan fasilitator para aktivis LSM dan mahasiswa. Beberapa saat sebelum reformasi, tepatnya pada bulan November 1997, kelompok-kelompok petani dari berbagai daerah di Jawa Timur
Ali fahmi/PEMBARUAN TANI

Buring Malang (SPBM), di Gresik Paguyuban Petani Giri Nusantara (PPGN) dan Probolinggo berdiri Serikat Petani Djojolelono Probolinggo (SPDP). Setelah terbentuk berbagai serikat tani, para petani memperluas arena perjuangnnya. Kini, isu yang diusung tidak melulu soal tanah, melainkan meluas ke soal-soal kepentingan petani dan pertanian secara umum. Pada perkembangan berikutnya, banyak petani di wilayah lain yang mulai tertarik dengan pola perjuangan organisasi tani. Ditambah lagi dengan iklim politik yang kondusif setelah Suharto lengser. Pada selang waktu 1998 sampai 2000 berdiri Forum Tani Suromenggolo Ponorog (FTSP), Serikat Petani Kali Andong Ngawi

m e l a k u k a n p e r t e m u a n ya n g pertama kali di Songgoriti-Batu, Malang. Mereka bertemu untuk membentuk jaringan kerjasama antar petani di Jawa Timur. Kegiatan ini diprakarsai oleh mahasiswa FKMJT. Hadir dalam pertemuan tersebut kelompok-kelompok petani dari daerah Tuban, Gresik, Ngawi, Malang, Probolinggo, dan Jember. Kemudian disepakati untuk mendirikan Jaringan Komunikasi Petani Jawa Timur. Pada bulan Oktober 1998 di PacetMojokerto, kelompok-kelompok petani tadi kembali melakukan pertemuan lanjutan guna penguatan dan pengembangan jaringan yang lebih mengarah pada pembentukan organ petani Jawa Timur.

Setahun kemudian, pada tanggal 23-24 September 1999 di Madiun, atas prakarsa bersama digelar pertemuan untuk menguatkan basis manajemen organisasi petani yang mengantarkan pada pembentukan organisasi petani ditingkat Jawa Timur. Pembahasan secara teknis agenda-agenda tersebut selanjutnya dikukuhkan pada pertemuan di Tu b a n p a d a t a n g g a l 1 3 - 1 4 November 1999. Pada dua pertemuan tersebut hadir kelompok dan organ petani dari daerah Ngawi, Ponorogo, Tuban, Lamongan, Gresik, Malang, Probolinggo, dan Jember yang selanjutnya disebut "Tim 8 Serikat Petani Jawa Timur" sebagai badan pekerja yang akan menyusun persiapan-persiapan menuju terselenggaranya kongres dan deklarasi Serikat Petani Jawa Timur. T i m 8 i n i s e c a r a berkesinambungan melakukan pertemuan setiap dua minggu sekali dengan mengambil tempat berpindah-pindah dari daearah satu ke daearah lainnya. Terhitung sejak Oktober 1999 hingga Desember 2000, Tim 8 telah melakukan pertemuan sebanyak 27 kali, 8 kali pengadaan pelatihan manajemen organisasi petani tingkat lokal, 8 kali pengadaan pelatihan teknis pembuatan pupuk organik, dan sekali pelatihan manajemen pemasaran produksi pertanian dan penanganan pasca panen. Disamping itu, badan pekerja secara intensif melakukan pendampingan-pendampingan kasus pertanahan dan masalahmasalah pertanian di daerahnya masing-masing. Pada bulan Desember 2000, setelah merampungkan penyusunan draft keorganisasian dan kelengkapan lain, Tim 8 membentuk kepanitiaan kongres dan deklarasi Serikat Petani Jawa Timur untuk mewujudkan cita-cita bersama membangun rumah petani yang bernama Serikat Organisasi Petani Jawa Timur (SPJT). Inilah perwujudan perjuangan, komitmen dan karsa dari perjalanan panjang yang melelahkan demi sebuah cita, kemakmuran, kemandirian dan keadilan.

12

Pembaruan Tani - April 2006

PETANI PEREMPUAN

Perempuan Harus Terlibat Aktif Dalam Organisasi


Syahroni/PEMBARUAN TANI

Pelatihan petani perempuan Serikat Petani Pasundan di Desa Cigayam, Ciamis, 27-28 Maret 2006. Harry Mubarak
Perempuan harus aktif berorganisasi untuk mencapai citacita organisasi petani, yaitu mewujudkan kehidupan yang sejahtera di pedesaan. Kesadaran kaum perempuan dalam berorganisasi sangatlah penting, mengingat peran sentral perempuan dalam keluarga petani. Mendidik satu perempuan sama halnya dengan mendidik satu keluarga, ujar Wati, salah seorang pengurus Serikat Petani Pasundan, pada pembukaan pelatihan petani perempuan yang digelar di Desa Ciagayam, Kabupaten Ciamis, Senin 27 Maret lalu. Kegiatan berlangsung selama dua hari dan dihadiri oleh 40 petani perempuan dari berbagai organisasi tani anggota Serikat Petani Pasundan (SPP) wilayah Ciamis. Bertindak selaku penitia acara Organisasi Tani Lokal (OTL) Pasawahan yang berkoordinasi dengan Koordinator petani perempuan SPP. Adapun tujuan kegiatan tersebut antara lain untuk meningkatkan tali silaturahmi antar anggota petani perempuan secara berkelanjutan serta menumbuhkan keterlibatan petani perempuan organisasi petani di OTL masingmasing. Wati menekankan manfaat keterlibatan perempuan bagi organisasi petani. Manfaatnya banyak sekali, baik untuk pribadi maupun untuk keberlangsungan jalannya organisasi, papar Wati kepada Pembaruan Tani disela-sela acara. Lebih jauh, dia mengatakan bahwa acara ini merupakan salah satu bentuk dukungan petani perempuan terhadap keberlangsungan organisasi. Dengan mengikuti pendidikan ini, diharapkan petani mampu mandiri dan tidak bergantung kepada kaum laki-lakinya saja. Perempuan harus tahu bahwa dia juga punya hak dan kewajiban yang sama dengan kaum laki-laki, bisa mempunyai pandangan yang jauh ke depan tentang kehidupan organisasi dan turut berperan untuk menjalankan roda organisasi, tambahnya. Dengan semakin mantapnya kesadaran perempuan untuk berorganisasi diharapkan terbentuk keluarga petani yang kuat. Sehingga perjuangan petani untuk mewujudkan cita-citanya s e m a k i n k u a t p u l a . Wa t i menjanjikan kegiatan seperti akan berlangsung secara berkala. Pelaksanaannya pun tidak hanya di wilayah Ciamis saja, tetapi di semua wilayah SPP. Acara pelatihan dimulai dengan tukar pengalaman diantara peserta

yang dipandu oleh Ai Nanan dari dalam kehidupan. Posisi wanita S P P. B a n y a k p e n g a l a m a n adalah sama dengan kaum laki-laki pengalaman menarik selama dalam hak dan kewajibannya terlibat dalam organisasi petani sesuai UUD 1945, oleh karena itu yang diungkapkan para peserta. mari kita bersama-sama berjuang Mereka berbagi pengalaman bersama para petani laki-laki tentang kondisi organisasi di untuk memperjuangkan daerahnya masing-masing. kehidupan petani ke arah yang Menyenangkan sekali karena bisa lebih sejahtera, katanya. saling curhat, Atoy H a r i k e d u a salah seorang mengetengahkan tema peserta dari OTL perjuangan petani dan Bagolo. Mendidik satu l a n d r e f o r m . Hal senada Pematerinya adalah perempuan diungkapkan Cici, Imam Bambang peserta termuda Setiawan dari salah sama halnya d a r i O T L seorang Deputi SPP. dengan Margaharja. Imam mengupas Kegiatan ini bagus tentang mendidik satu p e t a n i Sperjuangan sekali, ungkapnya, PP dalam h a n ya s a j a C i c i merebut lahan untuk keluarga menambahkan, dijadikan lahan Te t a p i k u r a n g garapan. Mengenai diminati oleh ibupelatihan ini Imam ibu anggota SPP berkomentar singkat, lain, terbukti yang hadir disini Bagus sekali acara seperti ini, hanya beberapa perwakilan saja. sebaiknya diselenggarakan secara Pada kesempatan itu datang juga berkala dan berkesinambungan. pembicara Ekosok Jakarta yang Acara berakhir dengan mengetengahkan masalah peranan diramaikan oleh kunjungan siswaperempuan dalam mendampingi siswi SMP plus Pasawahan, petani laki-laki yang bergerak di Banjarsari, Ciamis. Para siswa organisasi rakyat. Yanti, demikian sekolah gratis yang dikelola oleh nama pembicara itu, menekankan SPP ini datang untuk bersosialisasi perempuan harus bisa dengan kegiatan organisasi petani mendapatkan hak dan kewajiban khususnya petani perempuan. yang sama dengan kaum lelaki

Cecep Risnandar/PEMBARUAN TANI

Siswi-siswi anak petani yang bersekolah di SMP plus Pasawahan, sekolah anak-anak petani di Ciamis

13

INFO PRAKTIS

Pembaruan Tani - April 2006

Membuat Tempe
Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, biji kecipir, koro, kelapa dan lain-lain merupakan bahan pangan sumber protein dan lemak nabati yang sangat penting peranannya dalam kehidupan. Asam amino yang terkandung dalam proteinnya tidak selengkap protein hewani, namun penambahan bahan lain seperti wijen, jagung atau menir adalah sangat baik untuk menjaga keseimbangan asam amino tersebut. Kacang-kacangan dan umbi-umbian cepat sekali terkena jamur (aflatoksin) sehingga mudah menjadi layu dan busuk. Untuk mengatasi masalah ini, bahan tersebut perlu diawetkan. Hasil olahannya dapat berupa makanan seperti keripik, tahu dan tempe, serta minuman seperti bubuk dan susu kedelai. Kedelai mengandung protein 35 % bahkan pada varietas unggul kadar proteinnya dapat mencapai 40 - 43 %. Dibandingkan dengan beras, jagung, tepung singkong, kacang hijau, daging, ikan segar, dan telur ayam, kedelai mempunyai kandungan protein yang lebih tinggi, hampir menyamai kadar protein susu skim kering. Bila seseorang tidak boleh atau tidak dapat makan daging atau sumber protein hewani lainnya, kebutuhan protein sebesar 55 gram per hari dapat dipenuhi dengan makanan yang berasal dari 157,14 gram kedelai. Kedelai dapat diolah menjadi: tempe, keripik tempe, tahu, kecap, susu, dan Lain-lainnya. Proses pengolahan kedelai menjadi berbagai makanan pada umumnya merupakan proses yang sederhana, dan peralatan yang digunakan cukup dengan alat-alat yang biasa dipakai di rumah tangga, kecuali mesin pengupas, penggiling, dan cetakan. Pembuatan tempe secara tradisional biasanya menggunakan tepung tempe yang dikeringkan di bawah sinar matahari. Sekarang pembuatan tempe ada juga yang menggunakan ragi tempe. CARA PEMBUATAN 1) Bersihkan kedelai kemudian rendam satu malam supaya kulitnya mudah lepas; 2) Kupas kulit arinya dengan cara diinjak-injak. Bila ada, dapat menggunakan mesin pengupas kedelai; 3) Setelah dikupas dan dicuci bersih, kukus dalam dandang selama 1 jam. Kemudian angkaat dan dinginkan dalam tampah besar; 4) Setelah dingin, dicampur dengan ragi tempe sebanyak 20 gram; 5) Masukkan campuran tersebut dalam cetakan yang dialasi plastik atau dibungkus dengan daun pisang. Daun atau plastik dilubangi agar jamur tempe mendapat udara dan dapat tumbuh dengan baik; 6) Tumpuk cetakan dan tutup dengan karung goni supaya menjadi hangat. Setelah 1 malam jamur mulai tumbuh dan keluar panas; 7) Ambil cetakan-cetakan tersebut dan letakkan diatas rak, berjajar satu lapis dan biarkan selama 1 malam; 8) Keluarkan tempe dari cetakannya. Catatan: 1) Ruangan untuk membuat tempe harus bersih dan tidak harus terbuat dari tembok. Ruangan untuk pemeraman diberi jendela, agar udara dapat diatur dengan membuka atau menutup jendela tersebut. Di waktu musim hujan ruangan ini perlu diberi lampu agar suhu ruangan tidak terlalu dingin. 2) Tempe mudah busuk setelah disimpan 2 hari dalam keadaan terbungkus, oleh karena itu perlu diawetkan secara kering; 3) Iris tempe dengan ketebalan mm, keringkan dalam oven pada suhu 750 celcius selama 55 menit. Dengan cara pengawetan seperti ini produk tempe awetan yang dihasilkan tahan disimpan selama 3 sampai 5 minggu. 4) Kandungan protein dan lemak tempe kedelai, masing-masing sebesar 22,5% dan 18%. Kebutuhan protein sebesar 55g/hari dapat dipenuhi dengan mengkonsumsi tempe sebanyak 244,44 gram. Sumber : Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI bekerjasama dengan

Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada proses pengolahan tempe agar diperoleh hasil yang baik ialah: 1) Kedelai harus dipilih yang baik (tidak busuk) dan tidak kotor; 2) Air harus jernih, tidak berbau dan tidak mengandung kuman penyakit; 3) Cara pengerjaannya harus bersih; 4) Bibit tempe (ragi tempe) harus dipilih yang masih aktif (bila diremas membentuk butiran halus atau tidak menggumpal). BAHAN 1) Kedelai 10 kg 2) Ragi tempe 20 gram (10 lempeng) 3) Air secukupnya ALAT 1) Tampah besar 2) Ember 3) Keranjang 4) Rak bambu 5) Cetakan 6) Pengaduk kayu 7) Dandang 8) Karung goni 9) Tungku atau kompor

AGRARIANA
Manusia Jagung
Suatu hari di Republik Babakan Waras ada seorang lelaki muda yang menderita sakit jiwa. Penyakit jiwanya sedikit lain dari yang biasa. Pasalnya, lelaki itu merasa dirinya adalah Jagung. Ia selalu ketakutan ketika bertemu tukang borondong atau tukang jagung bakar. Khawatir tubuhnya akan digoreng atau dibakar. Tidak hanya itu, ia juga takut sama ayam. Takut kalau-kalau dirinya dipatuk karena ia sebuah jagung. Semakin hari, ia semakin tersiksa dengan perasaanya. Akhirnya, keluarganya membawa lelaki itu ke Rumah Sakit Jiwa (RSJ). Dokter mengatakan, sakitnya disebabkan ia mempunyai kepribadian yang terpelintir. Ia menyamakan dirinya dengan barangbarang tertentu, dalam kasus ini adalah Jagung. Kabar gembiranya, si Dokter menjamin penyakit lelaki itu bisa disembuhkan seratus persen. Syaratnya harus berobat secara intensif dan tentu saja bayar. Dokter memang bukan politikus, janjinya segera terwujud. Tak berapa lama berselang ia mengabarkan kesembuhan lelaki tadi kepada keluarganya. Pihak keluarga gembira bukan kepalang. Ayahnya langsung menjemputan ke RSJ. Setiba di RSJ, si Ayah bertemu si Lelaki muda yang didampingi si Dokter. Lelaki itu terlihat lebih ceria dibanding sebelumnya. Wajahnya terlihat segar tak kuyu seperti dulu. Kepada si Ayah, Dokter berkata, Selamat anak anda sekarang sudah sembuh total. Si Ayah menjawab, Terima kasih Dok, sudah menyembuhkan anak saya. Tapi apa Dokter yakin anak saya benar-benar sembuh? Saya jamin. Anak anda terlihat lebih ceria bukan? Kalau tidak percaya coba anda tanya sendiri, tegas si Dokter. Dengan perasaan haru si Ayah memeluk anak lelakinya itu. Kamu sudah benar-benar sembuh nak? Tanya si Ayah. Lelaki itu menjawab, Ya Ayah, Dokter sudah merawat saya dengan baik. Sekarang saya benar-benar sudah merasa bukan jagung lagi. Tapi... Bagaimana dengan ayam-ayam itu, apakah mereka masih mengira saya jagung Ayah?

14

Pembaruan Tani - April 2006

REFLEKSI
Bangkitlah Petani!
(Bagian pertama dari dua tulisan)
Ibang Lukmanurdin

Ilustrasi: Muhammad Ikhwan

Onih, 45 tahun, perempuan asal Desa Dangiang Kecamatan Cilawu, Garut, bertahun-tahun hidup memburuh. Ia mengandalkan mata pencaharian pada usaha pertanian. Itu pun sekedar memburuh. Pendapatannya hanya cukup untuk makan, terkadang kurang. Akibatnya, anaknya hanya bisa sekolah sampai tingkat sekolah dasar. Selain memburuh, keluarga Onih mencari tambahan sebagai pengumpul kayu bakar. Seperti warga desa lainnya, setiap minggu pagi, keluarga itu mencari rantingranting di areal hutan pemerintah. Kegiatannya itu bukan tanpa resiko. Bila ketahuan aparat kehutanan, ia harus lari pontang panting. Kalau tidak mau dikejar aparat, mereka harus menyiapkan pelicin. Uang rokok, begitu orang-orang mengistilahkannya. Atau bila tidak ada uang, dengan terpaksa harus menyiapkan hidangan empuk. Bila tidak ada juga, siap-siap ambil langkah seribu. Lalu, ribuan ancaman pun menghujani mereka. Pernah suatu kali ketika sedang mengumpulkan kayu bakar, ia kepergok petugas kehutanan. Tak ayal lagi, ranting-ranting yang terkumpul satu demi satu itu dirampas seluruhnya. Bila sudah begitu, Onih hanya bisa mengelus dada. Ia keluar dari hutan, d i a m b i l n ya s a b i t k e m u d i a n mencari rumput. Kali ini, ia menyabit rumput di lahan PTP Perkebunan Dayeuh Manggung. Ta p i n a s i b n a a s t a k j u g a meninggalkannya. Ia beserta warga lain dituduh menjarah dan merusak tanah. Bahkan aparat menuduhnya melawan negara dan hukum. Orang desa seperti Onih mungkin tak terpikir untuk melawan negara atau hukum yang tidak dimengertinya. Dalam pikirannya, ia hanya memotong i l a l a n g . Ta k s e d i k i t p u n mengganggu tanaman perkebunan. Usaha itu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari yang semakin menghimpit.

Perseteruan antara perusahaan perkebunan dan kehutanan dengan warga Desa Dangiang sudah berlangsung sejak dulu. Selama ini posisi petani begitu lemah dihadapan sistem kekuasaan. Padahal menurut cerita dari leluhur desa, lahan-lahan yang di klaim

Puncaknya ketika pihak perusahaan menuntut warga untuk membuktikan kepemilihan atas lahan dengan sertifikat. Tentu saja tak ada yang bisa menjawabnya. Bagi warga kepemilikan tanah tidak pernah dibuktikan dengan sertifikat. Melainkan diwariskan

perusahaan-perusahaan adalah areal kelola warga turun temurun. Ceritanya berawal ketika Perum Perhutani dan PT Perkebunan Nasional VIII membuat program tumpang sari dengan meminjam lahan warga. Perlahan-lahan namun pasti, kedua instansi itu menguasai areal kelola warga. Seiring waktu berlalu warga mulai t e r d e s a k d a n b a n ya k ya n g hengkang dari areal itu.

secara turun menurun. Dan siapapun yang mampu menggarap tanahnya maka tanah tersebut merupakan miliknya yang harus dijaga, dilindungi, dipelihara dan dilestarikan. Memanfaatkan posisi hukum para petani yang lemah, Perum dan PTPN mengklaim lahan-lahan di sekitar Desa Dangiang. Warga pun hanya bisa diam, dengan perasaan luka di hati melepas areal

kelolanya. Sejak kehilangan tanah, cerita kemiskinan pun dimulai. Banyak warga desa yang kemudian m e n i n g g a l k a n k a m p u n g n ya . Lambaian rayuan kota, memotivasi orang terbaik kampung untuk pergi. Ketika sampai di kota ceritanya menjadi lain. K e t e r a m p i l a n b e r t a n i ya n g diwariskan teurun temurun menjadi tidak bermanfaat. Mereka hidup sebagai buruh angkut, buruh bangunan, asongan dan lainnya. Cerita kesejahteraan, gedung pencakar langit, gemerlapnya cahaya, tak menjamin mereka hidup bermartabat dan terhormat. Sementara itu, anak-istri yang ditinggalkan harus banting tulang mempertahankan hidup keluarganya di kampung. Potret sederhana ini menegaskan bahwa penindasan dan marjinalisasi kelompok-kelompok besar adalah sebuah realitas. Tak bisa ditutupi dengan berbagai retorika dan sloganisme. Padahal desa merupakan wilayah yang kaya raya. Namun kekayaan itu hanya mengalir dan terhimpun disegelintir orang. Tentu untuk menghentikan potret ketidak adilan itu, tak ada pilihan lain selain menentang struktur k e k u a s a a n ya n g m e n i n d a s . Selanjutnya, harus dibangun pembelajaran bagi orang yang tertindas agar mampu berkata hentikan terhadap tindakan eksploitasi, dan imperialisme. Tak bisa dipungkiri mengubah struktur kekuasaan yang menindas (zalim) memerlukan kekuatan. Perubahan tak akan terwujud bila tak ada kekuatan. Satu-satunya modal bagi kaum tertindas untuk bengkit adalah persatuan. Tindakan politik bersama merupakan wujud kongkrit dari kekuatan warga untuk mengepalkan tangan dan berteriak hentikan penghisapan, pemenjaraan, penyebutan penjarah kepada rakyat! Penulis adalah pengurus Serikat Petani Pasundan (SPP)

15

SERIKAT TANI
Pembenahan Sistem Kerja Tuntaskan Hambatan Pengorganisasian
Salah satu permasalahan dalam pengorganisasian di Serikat Petani Lampung (SPL) antara lain koordinasi di tingkat desa tidak berjalan dengan baik karena faktor geografis dan hambatan transportasi. Untuk itu perlu pembenahan sistem kerja organisasi. Hal itu tercetus dalam rapat pembentukan program kerja SPL yang dihadiri oleh pengurus wilayah, Jum'at 7 April lalu di Bandar Lampung. Melalui program yang lebih jelas dan terukur serta pengalokasian dana yang maksimal, maka masalahmasalah yang menhgambat perkembangan organisasi dapat diatasi, jelas Purnomo Subagyo, Sekjen SPL kepada Pembaruan Tani. Rapat yang diadakan dari pukul 10.00 sampai 17.00 WIB tersebut secara garis besar membicarakan dua hal pokok, yakni masalah pengorganisasian dan kesekertariatan. Kegiatan pengorganisasian SPL tidak berjalan secara sistematis dan terprogram dan pembagian kerja pengurus belum jelas. Sedangkan dari sisi kesekertariatan, ada beberapa aset yang perlu diperbaiki dan ditambah, serta logistik organisasi dan anggotanya yang masih lemah. Dari permasalahan yang ada, rapat akhirnya membentuk tim dan menyusun hubungan kerja melalui tujuh kegiatan terprogram. Ketujuh program tersebut diantaranya, koordinasi pengurus wilayah minimal 2 kali sebulan, pengadaan sarana kesekertariatan, pengorganisasian sesuai dengan jenis pekerjaan, pendidikan, evaluasi dan laporan rutin, pengalokasian dana serta penggalangan logistik. Khusus untuk alokasi dana, rapat berhasil menentukan jadwal pelaksanaan program yang lebih relistis. Pengalokasian dana tersebut terbagi dalam tiga alokasi dana, yaitu biaya perbaikan dan penambahan aset organisasi, biaya rutin serikat dan biaya rutin pengorganisasian. Rapat tersebut diakhiri dengan menentukan jadwal rapat selanjutnya, yaitu rapat koordinasi pengurus wilayah yang akan dilaksanakan di rumah Ketua SPL, Suparman, di Lampung Tengah. Agustinus Triana

Pembaruan Tani - April 2006

Petani Menuntut Pusri Segera Mendistribusikan 4500 ton Pupuk


Ratusan petani dari beberapa kecamatan Baulu Lawang mendatangi Gudang Pusri di Pakisaji, Malang, Selasa (19/04). Mereka mendesak agar stok pupuk di gudang itu didistribusikan ke petani. Mereka juga mengancam akan menjarah persediaan pupuk yang ada bila tuntutannya tidak dipenuhi. Aksi itu dipicu kelangkaan pupuk di tingkat petani. Menurut Faisol, salah satu petani yang juga ketua Kelompok Tani Nelayan Andalan Bulu Lawang, kelangkaan pupuk tersebut sudah berlangsung selama empat bulan terakhir. Padahal di gudang Pusri tersedia pupuk yang mencukupi untuk didistribusikan ke petani-petani di Malang. Kebutuhan pupuk petani di Malang setiap harinya hanya 400 ton. Itu mencukupi untuk kebutuhan seluruh Malang, ujarnya. Namun hal itu dibantah petugas gudang Pusri. Menurut pengakuannya pihak Pusri tidak bermaksud menahan didistribusi pupuk, akan tetapi belum waktu. Ia beralasan, beberapa hari ini para petani telah melakukan panen raya dan saat ini masih dalam proses pengeringan sehingga pupuk belum dibutuhkan. Selain itu, petugas juga menemukan ada beberapa pihak pemilik modal yang memanfaat kesempatan itu untuk menimbun pupuk. Mulyadi
Muhammad Ikhwan/PEMBARUAN TANI

Partisipasi Perempuan Harus Ditingkatkan


Muhammad Husin
Selama ini kepengurusan organisasi petani selalu didominasi laki-laki. Isu-isu perempuan terpinggirkan dan kepentingan perempuan dalam pertanian k u r a n g m u n c u l . K u r a n g n ya partisipasi petani perempuan tersebut disebabkan karena kurangnya kader petani perempuan yang mau aktif di organisasi petani. Oleh karena itu petani perempuan harus aktif berorganisasi. Hal tersebut dikemukakan deputi penguatan petani perempuan Federasi Serikat Petani Indonesia (FSPI), Wilda Tarigan, dalam kunjungan ke Sumatera Selatan. Pada kesempatan itu, Wilda mengunjungi anggota Serikat Petani Sumatera Selatan (SPSS) di Desa Bangsal, Kuro dan Pemulutan Ulu dari tanggal 12 sampai14 April. Sudah saatnya petani perempuan maupun kalangan pemudi yang ada di Sum-sel segera bangkit dan merapatkan barisan serta turut dalam memperjuangkan hak-hak petani yang selama ini terpinggirkan oleh kebijakan pemerintahan, papar Wilda saat bertemu muka dengan para petani. Selanjutnya Wilda menjelaskan persoalan-persoalan petani di Sumatera Selatan bukan hanya persoalan laki-laki saja. Seperti lelang Lebak Lebung dan penghisapan tengkulak. Perempuan juga harus ambil bagian dalam memperjuangkan hak-hak petani. Sehingga hasil perjuangannya bisa dirasakan bersama dan tidak terjadi bias jender. Lebih jauh lagi, ia menjelaskan bahwa persoalan-persoalan yang ada di desa dan ketimpangan kebijakan pemerintah hari ini juga perlu diketahui oleh kalangan ibuibu dan harus mulai dibicarakan secara bersama. Ibu-ibu tidak hanya bertugas untuk mengurusi urusan domestik semata, tetapi harus sama-sama berjuang. Di SPSS sendiri keterlibatan

Dalam pembangunan pertanian, petani perempuan memberikan sumbangsih yang sama besarnya dengan laki-laki.
petani perempuan sangat kurang. Pengurus organisasi dari tingkat propinsi sampai dengan desa masih didominasi laki-laki. Hal ini diakui Sekjen SPSS M Iqbal. Memang selama ini kendala SPSS masih lemah dalam melahirkan kaderkader petani perempuan dan akan menjadi pembelajaran secara bersama dalam hal peningkatan k u a l i t a s k a d e r- k a d e r p e t a n i perempuan di tingkatan pengurus SPSS kedepan ujarnya. Pada kesempatanj yang sama, Hasan, anggota majelis pimpinan petani, menegaskan setiap keputusan organisasi harus disosialisasikan dalam keluarga. Sehingga semua anggota keluarga mengetahui dan bisa berpartisipasi dalam perjuangan petani. Dari kelompok tebing rengas dan kelompok maju bersama yang ada di desa bangsal,harus segera mensosialisasikan di keluarga masiang-masing bahwa lebak lebung yang selama ini telah memiskinkan ekonomi keluarga petani dan bagaimana proses praktek tengkulak yang selama ini telah menghisap hasil usaha produksi petani, katanya.

816 10 10

Anda mungkin juga menyukai