Anda di halaman 1dari 13

A.

Data Wawancara Dari hasil wawancara dengan subjek, subjek bernama Yohana yang merupakan seorang mahasiswi semester 4. Yohana merupakan dewasa awal yang telah menikah saat ia masih semester awal kuliah. Sebelum menikah yohana sempat menjalani masa pacaran dengan Afi (suaminya) selama 2 tahun. Yohana memutuskan untuk menikah karena yohana dan suaminya sudah merasa cocok satu sama lain. Yohana merasa Afi adalah orang yang tepat untuknya, Afi dirasa bisa memberi pengertian juga bisa sabar mengahadapi sikap yohana. Selain itu mereka ingin tinggal bersama di malang sebab keduanya sama- sama berada di satu kampus yang sama. Inilah yang menjadi faktor bagi mereka dan memutuskan untuk menikah. Yohana tidak merasa takut saat ia menikah dalam hal kehidupan mereka kedepan, sebab suami yohana tidak bekerja dan masih di bangku kuliah sama dengannya. Sebab yohana mengetahui latar belakang masing- masing. Bahkan sebelum mengenal suaminya, yohana lebih dulu mengenal keluarganya. Mereka berkomitmen dan memutuskan menikah dengan disetujui oleh orang tua dari kedua pihak. Kedua orang tua yohana mendukung pernikahan keduanya karena mereka mengetahui latar belakang suami yohana dengan baik, dan orang tua yohana maupun suaminya sudah mengenal satu sama lain dengan baik. Dalam masa perkawinannya yohana yang seperti pasangan kebanyakan juga sering mengalami percekcokan karena ego masing masing atau karena suatu masalah. Tetapi karena

komitmen keduanya masalah yang dialami mampu diselesaikan dengan baik. Pada awalnya mereka sempat canggung dengan situasi dan kehidupan baru mereka sebagai suami istri. Tetapi karena keduanya memiliki komitmen dan mampu menyesuaikan diri, rasa canggung yang di alami lamalama akan hilang. Mereka memberikan toleransi satu sama lain sesuai dengan kapasitas masingmasing . Mereka sudah memikirkan segala sesuatunya yang berhubungan dengan kehidupan rumah tangganya matang-matang, termasuk dalam hal memiliki anak dan kehidupan mereka setelah lulus dari bangku kuliah. Yohana dan suaminya pun berperan sebagaimana mestinya dalam suatu rumah tangga, disamping status keduanya yang masih merupakan mahasiswa perguruan tinggi. Mereka

memutuskan untuk berkuliah dan bukan bekerja untuk memenuhi kehidupan sehari- hari mereka sebab mereka mengutamakan pendidikan . hal ini dipertimbangkan keduanya agar nantinya paska lulus dari universitas mereka memperoleh pekerjaan yang mapan dan sesuai dengan cita-cita mereka. Dalam hal perekonomian orang tua tidak keberatan untuk menyokong dana meskipun tidak secara keseluruhan hingga mereka lulus kuliah dan siap untuk mandiri . Sebab suami yohana memiliki beberapa usaha di daerah asal mereka yang cukup menghasilkan dan bisa menjadi tabungan bagi mereka.

B. Kajian teori Masa dewasa awal merupakan masa transisi individu dari masa remaja ke masa dewasa. Pada masa dewasa awal terdapat tugas perkembangan yaitu : memantapkan peran sosial maskulin maupun feminin, memilih pasangan, menikah, menata rumah tangga, membangun karir dan mengambil tanggung jawab sosial. Sebagai seorang individu yang sudah tergolong dewasa, peran dan tanggung jawabnya tentu makin bertambah besar. la tak lagi harus bergantung secara ekonomis, sosiologis ataupunp sikologis pada orang tuanya. Mereka justru merasa tertantang untuk membukukan dirinya sebagai seorang pribadi dewasa yang mandiri. Segala urusan ataupun masalah yang dialamidalam hidupnya sedapat mungkin akan ditangani sendiri tanpa bantuan orang lain, termasuk orang tua. Berbagai pengalaman baik yang berhasil maupun yang gagal dalam menghadapi suatu masalah akan dapat dijadikan pelajaran berharga guna membentuk seorang pribadi yang matang, tangguh, dan bertanggung jawab terhadap masa depannya. Dari pertumbuhan fisik, menurut Santrock (1999) diketahui bahwa dewasa muda sedang mengalami peralihan dari masa remaja untuk memasuki masa tua. Pada masa ini, seorang individu tidak lagi disebut sebagai masa tanggung (akil balik), tetapi sudah tergolong sebagai seorang pribadi yang benar-benar dewasa (maturity). la tidak lagi diperlakukan sebagai seorang anak atau remaja, tetapi sebagaimana layaknya seperti orang dewasa lain-nya. Penampilan fisiknya benar-benar matang sehingga siap melakukan tugas-tugas seperti orang dewasa lainnya, misalnya bekerja, menikah, dan mempunyai anak. la dapat bertindak secara bertanggung jawab untuk dirinya ataupun orang lain (termasuk keluarganya). Segala tindakannya sudah dapat di-kenakan aturan-aturan hukum yang berlaku, artinya bila terjadi pelanggaran, akibat dari tindakannya akan memperoleh sanksi hukum (misalnya denda, dikenakan hukum pidana atau perdata}. Masa ini ditandai pula dengan adanya perubahan fisik, misalnya tumbuh bulu-bulu halus, perubahan suara, menstruasi, dan kemampuan reproduksi.

Menurut anggapan Piaget, kapasitas kognitif dewasa muda tergolong masa operational formal, bahkan kadang-kadang mencapai masa post-operasi formal (Turner &Helms, 1995). Taraf ini menyebabkan, dewasa muda mampu memecahkan masalah yang kompleks dengan kapasitas berpikir abstrak, logis, dan rasional. Dari sisi intelektual, sebagian besar dari mereka telah lulus dari SMU dan masuk ke perguruan tinggi (universitas/akademi). Kemudian, setelah lulus tingkat universitas, mereka mengembangkan karier untuk meraih puncak prestasi dalam pekerjaannya. Namun demikian, dengan perubahan zaman yang makin maju, banyak di antara mereka yang bekerja, sambil terns melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, misalnya pascasarjana. Hal ini mereka lakukan sesuai tuntutan dan kemajuan perkembangan zaman yang ditandai dengan masalah-masalah yang makin kompleks dalam pekerjaan di lingkungan sosialnya.

Untuk

peran

sosialnya,

mereka

akan

menindak

lanjuti

hubungan

dengan

pacarnya (dating), untuk segera menikah agar dapat membentuk dan memelihara kehidupan rumah tangga yang bam, yakni ter-pisah dari kedua orang tuanya. Di dalam kehidupan rumah tangga yang baru inilah, masing-masing pihak baik laki-laki maupun wanita dewasa, memiliki peran ganda, yakni sebagai individu yang bekerja di lembaga pekerjaan ataupun sebagai ayah atau ibu bagi anakanaknyal Seorang laki-laki sebagai kepala rumah tangga, sedangkan seorang wanita sebagai ibu rumah tangga, tanpa meninggalkan tugas karier tempat mereka bekerja . Namun demikian, tak sedikit seorang wanita mau meninggalkan kariernya untuk menekuni tugas-tugas kehidupan sebagai ibu rumah tangga (domestic tasks),agar dapat mengurus dan mendidik anak-anaknya dengan baik.

 Perkembangan kognitif pada dewasa awal

Masa

perkembangan

dewasa

muda (young

adulthood) ditandai

dengan

keinginan

mengaktualisasikan segala ide-pemikiran yang dimatangkan selama mengikuti pendidikan tinggi (universitas/akademi). Mereka bersemangat untuk meraih tingkat kehidupan ekonomi yang tinggi (mapan). Karena itu, mereka beriomba dan bersaing dengan orang lain guna mem-buktikan

kemampuannya. Segala daya upaya yang berorientasi untuk mencapai keberhasilan akan selalu ditempuh dan diikuti sebab dengan keberhasilan itu, ia akan meningkatkan harkat dan martabat hidup di mata orang lain.

Ketika memasuki masa dewasa muda, biasanya individu telah mencapai penguasaan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang matang. Dengan modal itu, seorang individu akan siap untuk menerapkan keahlian tersebut ke dalam dunia pekerjaan. Dengan demikian, individu akan mampu memecahkan masalah secara sistematis dan mampu mengembangkan daya inisiatif-kreatimya sehingga ia akan memperoleh pengalaman-pengalaman baru. Dengan pengalaman-pengalaman tersebut, akan semakin mematangkan kualitas mentalnya.

Para ahli psikologi perkembangan, seperti Turner dan Helms (1995) mengemukakan bahwa ada dua dimensi perkembangan mental, yaitu

1. Dimensi Mental Kualitatif (Qualitative Mental Dimensions)

Untuk mengetahui sejauh mana kualitas perkembangan mental yang dicapai seorang dewasa muda, perlu diperbandingkan dengan taraf mental yang dicapai individu yang berada pada tahap remaja atau anak-anak. Walaupun Piaget mengatakan bahwa remaja ataupun dewasa muda sama-sama berada pada tahap operasi formal, yang membedakan adalah bagaimana kemampuan individu dalam memecahkan suatu masalah. Bagi remaja, kadang kala masih mengalami hambatan, terutama cara me-mahami suatu persoalan masih bersifat harfiah, artinya individu memahami suatu permasalahan yang tersurat pada tulisan dan belum memahami sesuatu yang tersirat dalam masalah tersebut. Hal ini bisa dipahami karena sifat-sifat karakteristik kognitif ini merupakan kelanjutan dari tahap operasi konkret sebelumnya.

Sementara itu, menurut Turner dan Helms (1995), dewasa muda bukan hanya mencapai taraf operasi formal, nielainkan telah memasuki penalaran postformal (post-formal

reasoning). Kemampuan ini ditandai dengan pemikiran yang bersifat dialektikal (dialectical though), yaitu kemampuan untuk memahami, menganalisis dan mencari titik temu dari suatu ideide, gagasan-gagasan, teori-teori, pendapat-pendapat, dan pemikiran-pemikir-an yang saling kontradiktif (bertentangan) sehingga individu mampu menyintesiskan dalam pemikiran yang baru dan kreatif. Gisela Labouvie-Vief (dalam Turner dan Helms, 1995} setuju kalau operasi formal lebih tepat untuk remaja, sedangkan dewasa muda mampu memahami masalah-masalan secara logis dan mampu mencari intisari dari hal-hal yang bersifat paradoksal sehingga diperoleh pemikiran baru.

Menurut seorang ahli perkembangan kognitif, Jan Sinnot (1984, 1998, dikutip dari Papalia, Olds, dan Feldman, 2001), ada empat ciri perkembangan kognitif masa post-formal berikut ini.

a. Shifting gears.Yang dimaksud dengan shifting gears adalah kemampuan mengaitkan penalaran abstrak (abstracts reasoning) dengan hal-hal yang bersifat praktis. Artinya, individu bukan hanya mampu melahirkan pemikiran abstrak, melain-kan juga mampu menjelaskanymenjabarkan hal-hal abstrak (konsep ide) menjadi sesuatu yang praktis yang dapat diterap-kan langsung.

b. Multiple causality, multiple solutions. Seorang individu mampu memahami suatu masalah yang tidak hanya disebabkan satu faktor, tetapi berbagai faktor (multiple factors).Karena itu, untuk dapat menyelesaikannya, diperlukan kemampuan berpikir untuk mencari berbagai alternatif

solusi (divergent thinking). Dengan demikian, seorang individu tidak berpikir kaku (rigid thinking) pada satu jenis penyelesaian saja.

c. Pragmatism. Orang yang berpikir postformal biasanya ber-sikap pragmatis, artinya ia mampu menyadari dan memilih beberapa solusi yang terbaik dalam memecahkan suatu masalah. Pemikiran praktis yang dilahirkan dalam memecahkan suatu masalah pada tahap ini harus benar-benar mengenai sasaran (goal oriented). Namun, dalam hal ini, individu dapat menghargai pilihan solusi

orang lain. Sebab, cara penyelesai- an masalah bagi tiap orang berbeda-beda, tergantung cara orang itu berpikir.

d. Awareness of paradox. Seorang yang memasuki masa postformal benar-benar menyadari bahwa sering kali ia me-nemukan hal-hal yang bersifat paradoks (kontradiktif) dalam mengambil suatu keputusan guna menyelesaikan suatu masalah. Yang dimaksud paradoks (kontradiktif) adalah penyelesaian suatu masalah akan dihadapkan suatu dilema yang saling bertentangan antara dua hal dari masalah tersebut Bila ia mengambil suatu keputusan, keputusan tersebut akan memberi dampak positif ataupun negatif bagi diri sendiri dan orang lain. Hal yang positif tentunya akan memberi keuntungan diri-sendiri, tetapi mungkin akan merugikan orang lain. Atau sebaliknya, hal yang negatif akan merugikan diri sendiri, tetapi akan memberi keuntungan bagi orang lain. Oleh karena itu, dibutuhkan keberanian (ketegasan) untuk menghadapi suatu konflik, tanpa harus melanggar prinsip kebenaran ataupun keadilan.

2. Dimensi Mental Kuantltatif (Quantitative Mental Dimensions)

Biasanya, menurut Turner dan Helms, untuk mengetahui kemampuan mental secara kuantitatif diperlukan suatu pengukuran yang menggunakan skala angka secara eksak atau pasti. Dalam suatu penelitian longitudinal yang dilakukan sekitar tahun 1930 dan 1940, ditemukan bahwa taraf inteligensi cenderung menurun. Latar belakang proses penurunan ini dikarenakan perbedaan faktor pendidikan ataupun status sosial ekonomi . Individu yang memiliki latar belakang pendidikan ataupun status sosio-ekonomi rendah karena jarang memperoleh tantangan tugas yang mengasah kemampuan kecerdasan sehingga cenderung menurun kemampuan intelektualnya secara kuantitatif. Sebaliknya, individu yang memiliki taraf pendidikan ataupun status sosio-ekonomi yang mapan, berarti ketika bekerja banyak menuntut aspek pemikiran intelektual sehingga intelektualnya terasah. Dengan demikian, kemampuan kecerdasannya makin baik.

 Marital life style Marital life style sangat berkaitan dengan kondisi pernikahan, status pernikahan dan kehidupan pernikahan suatu individu. Pernikahan merupakan institusi legal yang di akui secara sosial. Di sebagian besar masyarakat, lembaga perkawinan dianggap sebagai cara terbaik untuk memastikan membesarkan anak-anak tertib. Pernikahan yang ideal pasti terdapat keintiman, ada komitment dari pasangan tersebut, ada rasa kasih sayang dan persahabatan, ada pemuasan/ kepuasan secara seksual, ada kesempatan untuk pertumbuhan dan pengembangan kehidupan secara emosional, serta ada harapan yang realistis dan komunikasi yang baik dengan pasangan.

C. Analisa Yohana yang merupakan dewasa awal memiliki tugas perkembangan selama menjalani masa dewasa awalnya. Dalam perkembangan kognitif, yohana yang merupakan mahasiswi semester 4, memiliki keinginan mengaktualisasikan segala ide-pemikiran yang dimatangkan selama mengikuti pendidikan tinggi (universitas/akademi). Meskipun ia telah menikah dan berstatus sebagai istri. Tidak mengahalangi yohana untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Seperti yang diungkapkan Turner dan Helms , dewasa muda bukan hanya mencapai taraf operasi formal, melainkan telah memasuki penalaran postformal (post-formal reasoning). Kemampuan ini ditandai dengan pemikiran yang bersifat dialektikal (dialectical though), yaitu kemampuan untuk memahami, menganalisis dan mencari titik temu dari suatu ide-ide, gagasan-gagasan, teori-teori, pendapat-pendapat, dan pemikiran-pemikir-an yang saling kontradiktif (bertentangan) sehingga individu mampu menyintesiskan dalam pemikiran yang baru dan kreatif. Yohana yang memiliki peran ganda sebagai mahasiswi dan seorang istri mampu menyelesaikan masalah dan beradaptasi dengan kondisi kondisi baru. Baik yohana maupun suaminya dapat menyelesaikan masalah dengan baik melalui sharing yang dilakukan dan mencari problem solving untuk setiap masalah yang dialami. Yohana yang memutuskan untuk menikah, menginginkan dan menciptakan pernikahan yang ideal. Yaitu terdapat intimacy, kasih sayang, kepuasan secara seksual, companionship,harapan yang realistis, sense of commitment, dan komunikasi yang baik dengan pasangan. Yohana dan suaminya yang masih kuliah belum bisa memenuhi perekonomian keluarga. Meskipun suami yohana memiliki beberapa usaha sampingan yang menghasilkan. Mereka dapat bekerja dan bisa memenuhi perekonomian keluarga jika mereka sudah lulus dari bangku kuliah. Untuk sementara perekonomian mereka masih menjadi tanggungan orang tua.

Kesimpulan dan Saran Masa dewasa awal merupakan masa transisi individu dari masa remaja ke masa dewasa. Pada masa dewasa awal terdapat tugas perkembangan yaitu : memantapkan peran sosial maskulin maupun feminin, memilih pasangan, menikah, menata rumah tangga, membangun karir dan mengambil tanggung jawab sosial. Sebagai seorang individu yang sudah tergolong dewasa, peran dan tanggung jawabnya tentu makin bertambah besar. Apalagi jika mereka sudah menjalani pernikahan, seharusnya la tak lagi harus bergantung secara ekonomis, sosiologis ataupun psikologis pada orang tuanya. Tetapi karena mereka masih kuliah maka mereka masih menjadi tanggungan orang tua. Dalam melakukan pernikahan hendaknya mempertimbangkan bnyak hal terutama yang menyangkut kehidupan pernikahan, mulai dari ekonomi, sosial, maupun psikologis.

Daftar pustaka Agoes Dariyo. 2003. Psikologi Perkembangan Dewasa Muda. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama Drs.Johan W Kandau. 1991. Psikologi Umum. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama Elizabeth B. Hurlock. Psikologi Perkembangan Gunarsa, Singgih D. (1995).. Psikologi Perkembangan anak dan Remaja. Jakarta : P.T. BPK Gunung Mulia

TUGAS TERSTRUKTUR MATA KULIAH PERKEMBANGAN 2

Disusun oleh : Zarra Zetira Anwar (0911233104)

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG JUNI 2011

Anda mungkin juga menyukai